Lina tiba-tiba mendorongku menjauh dan menatapku dengan mata yang sangat tajam."Jadi, kamu mencoba segala cara untuk dekat denganku, bukan karena kamu menyukaiku, tapi untuk menyelesaikan tugas yang diberikan suamiku kepadamu."Hatiku terasa seperti ditusuk jarum, aku merasa sangat tidak nyaman.Aku segera menjelaskan, "Nggak, ini nggak seperti yang kamu pikirkan.""Aku jatuh cinta padamu saat pertama kali aku melihatmu.""Kamu sangat lembut, sangat baik, dan sangat cantik. Saat itu aku berpikir, kamu sangat baik, kenapa suamimu nggak menginginkanmu?""Aku merasa kasihan padamu dan nggak ingin menyakitimu, jadi kebaikanku padamu datang dari lubuk hatiku."Mendengar perkataanku, Lina tiba-tiba menangis.Aku panik dan tidak tahu harus berbuat apa."Kak Lina, jangan menangis. Aku jadi nggak nyaman kalau kamu begini.""Pergi, pergi!""Semua pria jahat."Lina sangat sedih.Aku juga menderita.Aku benar-benar tidak menyangka akan menjadi seperti ini.Aku tidak pergi karena aku merasa khawat
"Itu artinya dia punya hati nurani. Kalau dia seperti kakakmu dan hanya peduli pada kepentingannya saja, maka aku nggak punya pilihan selain putus dengannya.""Edo, kalau kamu tahu hal lain, beri tahu aku."Aku pun menceritakan pada Lina apa yang dikatakan Johan kepadaku saat kami makan malam di hotel hari itu."Di mata Johan, kamu hanyalah alat sekarang, semua kebaikan yang dia berikan padamu hanya untuk tidur denganmu.""Dia sendiri yang bilang padaku, bodoh kalau menolak tidur dengan wanita.""Lagi pula, kamu cantik dan memiliki bodi yang bagus, jadi melakukannya denganmu sangat menyenangkan.""Oke, jangan bicara lagi." Lina tidak sanggup mendengarnya lagi dan menyelaku dengan marah.Apalagi Ketika teringat malam ini demi menyenangkan hati Johan, dia mengenakan piama yang sangat seksi.Sepertinya saat itu dia seperti pelacur di mata Johan.Tidak heran dia begitu kasar malam ini dan menggunakan segala macam gaya.Ternyata dia kembali malam ini hanya untuk melampiaskan kerja kerasnya.
Aku menenangkan diri dan mengangkat telepon Kak Nia.Kak Nia bertanya padaku seperti yang kuduga, "Edo, apa yang kamu lakukan? Kenapa kamu nggak pulang selarut ini?"Aku menceritakan pada Kak Nia apa yang baru saja aku katakan.Kak Nia sangat percaya padaku hingga dia tidak menyangka aku akan berbohong."Kalau begitu cepat pulang, ini hampir jam tiga.""Oke."Setelah menutup panggilan telepon, Lina menempel padanya lagi."Edo, aku benar-benar nggak rela kalau kamu pergi."Aku tidak menyangka Lina begitu lengket.Ini membuat hatiku merasa bahagia.Bagaimanapun, dia adalah kekasihku, dia suka dekat denganku, itu menunjukkan bahwa dia peduli padaku.Aku mencium kening Lina dan berkata, "Kak Lina, aku akan datang lebih awal untuk menemanimu besok malam.""Baiklah."Lina dengan enggan mengantarku keluar.Aku merapikan pakaianku, mendatangi pintu rumah Kak Nia dan mengetuk pintunya.Tak lama kemudian, Kak Nia datang membukakan pintu untukku.Aku masuk dengan tenang."Cepatlah tidur, coba lih
Saat itu, Kak Nia masuk.Kak Nia melihatku duduk di sofa dengan kaki telanjang dan celana di lantai.Dia menutup pintu dengan cepat."Edo, apa yang kamu lakukan pagi-pagi begini?"Aku sangat bingung sampai jantungku hampir copot."Kak Nia, aku, aku ....""Kalau kamu mau melampiaskannya, bukankah bisa dilakukan di kamarmu? Atau kamu bisa lakukan ke kamar mandi. Kenapa kamu lakukan di ruang tamu?""Bagaimana kalau aku pulang dengan temanku? Betapa memalukannya melihat adegan ini?"Diam-diam aku senang karena Kak Nia tidak melihat apa pun dan hanya mengira aku melakukannya sendirian.Aku segera menjawab, "Kak Nia, kukira kamu lama pulangnya.""Singkirkan bantal itu, biar aku lihat." Kak Nia tiba-tiba mengalihkan topik pembicaraan.Aku berkata, "Hah?"Menurutku ini terlalu memalukan.Tapi, Kak Nia berkata, "Hah apa? Aku sudah pernah melihat bendamu itu sebelumnya.""Aku hanya ingin melihatnya sebentar."Aku berpikir apa bagusnya benda ini?Tapi, Kak Nia bilang begitu, aku tidak bisa menola
"Oke, kita pergi ke rumahmu."Kami berdua sudah tidak sabar untuk tiba di rumah Lina.Lina tidak sabar untuk melepas ikat pinggangku.Sialnya, ikat pinggangku tersangkut.Itu tidak bisa dibuka dengan cara apa pun.Lina membukanya dan tiba-tiba mulai menangis."Kak Lina, kenapa kamu menangis?"Lina menangis dan berkata, "Saat kita berdua ingin melakukannya, selalu diganggu oleh hal lain. Apakah Tuhan juga nggak ingin kita melakukan hal seperti itu?""Apa-apaan, aku sama sekali nggak percaya itu. Ambilkan gunting, langsung kupotong ikat pinggangnya."Lina tertawa terbahak-bahak."Oke."Segera, dia datang membawa gunting.Aku memotong ikat pinggang di pinggangku."Lihat ini, bukankah sudah beres?"Lina membuka ritsleting celanaku dan langsung memasukkan tangannya ke dalam.Detik berikutnya, aku merasa seperti hendak terbang.Lina melepas celanaku.Dia menatapku dengan tercengang dan berkata, "Aku akhirnya bisa melakukan ini tanpa beban psikologis apa pun.""Edo, kamu sebenarnya jauh lebih
Lina menatapku dengan mata yang sangat lembut.Lalu dia memegang kepalaku dan menciumku dengan keras."Edo, bisa bertemu denganmu dalam hidupku, aku rela mati."Lina begitu tersentuh hingga matanya merah.Aku membalas ciumannya dan berkata sambil berpakaian, "Aku juga."Segera, aku sudah berpakaian."Tunggu aku, aku akan segera kembali."Lina melakukan pose yang sangat menawan.Seperti seorang putri cantik."Suamiku sayang, aku akan menunggumu."Aku berlari ke bawah dengan cepat.Aku berlari ke toko produk dewasa dan membeli sekotak Durex.Lalu aku berlari kembali dengan cepat.Setelah aku membuka pintu dengan kunci, aku menemukan Lina di ruang tamu.Aku bergegas mendekat, memeluknya dan menciumnya."Sudah kubeli, kita bisa mulai sekarang."Lina berusaha mendorongku menjauh.Aku pikir dia menyesal.Aku akhirnya menunggu tibanya hari ini, bagaimana aku bisa membiarkan dia menyesal?Aku memeluknya erat dan mencium mulutnya.Adapun Lina, dia merengek dan tidak tahu apa yang dia bicarakan.
Nancy mengambil pakaian itu dengan marah dan berkata, "Bukankah kamu biasanya sendirian di rumah? Siapa sangka tiba-tiba ada seorang pria di rumahmu?"Melihat Nancy berpakaian di kamar mandi, aku mengangkat bahu ke arah Lina, mengungkapkan ketidakberdayaanku.Aku tidak bermaksud mengintipnya.Aku diam-diam mendatangi Lina dengan manja dan memintanya membantuku melepaskan tali sepatuku.Lina berkata dengan suara pelan, "Kamu buka sendiri. Kalau sahabatku melihatnya, aku nggak bisa menjelaskannya."Aku langsung memeluk kepalanya dan menciumnya dengan keras, "Buka nggak? Kalau kamu nggak buka, aku akan terus menciummu."Pipi Lina memerah saat aku menciumnya.Apalagi memikirkan sahabatnya masih di kamar mandi dan bisa keluar kapan saja.Dia merasa malu tapi terangsang.Tentu saja aku lebih gugup dan takut.Tapi, rasanya luar biasa."Kamu sangat berani."Lina tersenyum dan memelototiku, lalu berjongkok dengan patuh dan membantuku melepaskan tali sepatuku.Aku duduk di sofa, tanganku tidak m
Aku berpikir dalam hati bahwa betapapun besarnya mataku, itu tidak akan sebesar gunung di dadamu.Secara visual, itu ukuran D.Ini pertama kalinya aku melihat yang sebesar ini. Apa mungkin aku tidak melihatmu dengan melebarkan mataku?Apalagi kamu sendiri yang keluar tanpa pakaian apa pun untuk aku lihat, jadi kenapa tidak kulihat?Tapi, aku hanya berani mengkritik dalam hati, aku tidak berani mengucapkannya dengan lantang."Edo, cepat minta maaf pada Kak Nancy."Aku segera berkata, "Kak Nancy, maafkan aku, aku nggak sengaja tadi."Nancy tidak berkata apa-apa.Lina terus tersenyum dan berkata, "Nancy, teknik pijat Edo luar biasa. Bagaimana kalau biarkan dia memijatmu juga?""Aku nggak mau!""Cobalah. Bukankah kamu selalu bilang bahumu sakit? Biarkan Edo pijat, coba lihat apakah bisa membaik?"Lina mendorong Nancy untuk duduk di sofa.Lalu dia menyuruh aku memijat Nancy.Aku berjalan menghampiri dengan patuh.Setelah melihat bahu Nancy, aku dengan cepat sampai pada kesimpulan, "Kak Nanc
"Ka ... kalau begitu, aku akan memikirkannya. Katakan pada Zudith jangan tergesa-gesa," kata Sharlina dengan pipi yang masih memerah.Benar saja, gadis yang belum pernah berpacaran memiliki pikiran yang lugu.Aku mengobrol dengan Sharlina sebentar. Kemudian, Sharlina kembali ke kamarnya untuk beristirahat.Sementara aku berbaring di sofa ruang tamu.Setelah beberapa saat, ponselku mulai bergetar. Pesan itu adalah pesan WhatsApp dari Zudith. Dia menanyakan bagaimana jawaban Sharlina.Aku bercerita padanya tentang reaksi Sharlina tadi. [Menurutku, Sharlina juga tertarik padamu. Bersabarlah, beri dia waktu. Lagi pula, ini adalah pertama kalinya dia pacaran. Dia belum punya pengalaman, jadi wajar kalau dia takut.]Zudith sangat gembira. [Oke, oke. aku hanya perlu tahu apa yang dipikirkannya. Aku punya banyak kesabaran. Edo, kamu telah banyak membantuku. Kalau aku bisa menikahi Sharlina, aku pasti akan memberimu tip tinggi.]Setelah kami mengobrol sebentar, kami tidak mengobrol lagi.Aku be
Aku merasa kemungkinan ini sangat tinggi.Helena tidak berani memberi tahu Tiano bahwa dia ingin melindungiku, jadi dia memikirkan cara yang lain.Jika dia benar-benar ingin menyelidiki Melia, bagaimana mungkin dia akan mengatakan terserah?Selain itu, Melia sama sekali tidak mengancam posisinya. Helena tidak punya alasan untuk menyelidiki Melia.Makin aku memikirkannya, aku makin berpikir kemungkinan ini sangat besar.Setelah makan malam, aku ingin mengirim pesan pada Helena untuk bertanya padanya. Namun, aku takut akan menimbulkan kecurigaan Tiano. Akhirnya, aku tidak mengirim apa pun.Sore harinya, Sharlina pulang sekolah. Aku teringat apa yang dikatakan Zudith padaku siang tadi. Aku berinisiatif membantu Zudith untuk berbincang dengan Sharlina."Sharlina, apa pendapatmu tentang Zudith?" tanyaku secara langsung.Pipi Sharlina memerah. Dia tampak sedikit malu. "Kak Edo, kenapa kamu tiba-tiba menanyakan pertanyaan ini?""Zudith memintaku untuk bertanya. Dia bilang dia sudah menyatakan
"Hei, apa yang kalian lakukan? Berisik sekali?" Saat kami tengah berbincang, sesosok tubuh yang kukenal muncul dari luar.Aku berbalik tanpa sadar, lalu melihat Dora berjalan ke arahku sambil tersenyum."Bu Dora, kenapa kamu kemari?""Aku datang untuk menemuimu. Kali ini, aku punya misi baru. Orang yang sedang diselidiki berada di ibu kota. Aku ingin kamu ikut denganku."Mataku langsung terbelalak. "Ibu kota, kamu mau ke ibu kota juga?""Yah, ada apa? Apa kamu berencana pergi ke ibu kota juga?""Yah, Perusahaan Handa di ibu kota. Aku punya cek dari mereka, Aku berencana untuk menukarnya dengan uang tunai.""Oh, itu kebetulan saja. Kita kebetulan bisa pergi bersama."Sekarang lebih baik. Dora akan pergi bersamaku.Meskipun Dora adalah seorang wanita, dia bukan wanita biasa.Dia bisa membuka kantor detektif dan berani menyelidiki bos besar mana pun. Mungkinkah dia adalah wanita biasa?Lagi pula, dia punya banyak orang di bawah komandonya, jadi aku bisa tenang jika bersamanya.Kami sepaka
Zudith tidak bergerak tergesa-gesa, tetapi dia menatapku.Aku mengedipkan mata padanya. Aku memberi isyarat bahwa dia boleh mengemasnya.Klinik kami setidaknya dapat melipatgandakan keuntungannya dengan menjual bahan-bahan obat berkualitas ini.Siapa yang tidak mau melakukan bisnis sebesar itu.Namun, siapa Tiano?Bagaimana mungkin gangster yang pernah terkenal di Kota Jimba rela menderita kerugian seperti itu?Saat Tiano membayar, dia tidak membayar secara tunai atau dengan kartu kredit, tetapi dia memberiku cek.Di saat bersamaan, dia mengingatkanku, "Cek ini adalah utang Perusahaan Handa padaku sebesar 4 miliar. Aku akan memberikannya padamu berdasarkan nilai total bahan obat, yaitu 2,4 miliar.""Tambahan 1,6 miliar bisa dianggap sebagai tipku untukmu. Kalau bukan karena bantuanmu mengobati tubuh Helena, dia nggak akan pulih secepat ini."Benar saja dia adalah orang yang licik!Dia memberiku cek bernilai tinggi. Dia membiarkan aku menagih utangnya sendiri, lalu membiarkan perusahaan
Namun, aku tahu bahwa pengakuan ini hanya sebatas kata-kata. Tiano adalah pria yang suka mengontrol dan posesif, dia tidak akan pernah membiarkan pacarnya memiliki hubungan yang tidak jelas denganku.Hanya saja, dia belum menemukan titik kemarahannya. Begitu dia menemukannya, kejadiannya pasti akan sama dahsyatnya dengan badai.Aku sesekali memandang Luis.Luis menunjuk ginseng liar kualitas unggul dan bertanya, "Berapa harga ginseng liar ini?"Zudith menjawab dengan sangat hati-hati, "Ini adalah ginseng liar kualitas terbaik. Harganya tidak murah, jumlah ini."Zudith mengangkat delapan jarinya. Hal itu berarti harganya 800 juta.Luis langsung berkata, "Ambillah. Pak Tiano mau beli."Zudith menatapku sambil bertanya dengan matanya apa yang harus dia lakukan.Aku mengangguk dan memberi isyarat padanya untuk menurunkan barang-barang itu.Saat ini, Zudith menurunkan ginseng liar itu dengan hati-hati.Namun, saat mengemasnya, Luis tiba-tiba berkata, "Aku ingin memverifikasi khasiat obatnya
"Aku juga cemas, Edo. Biar aku beri tahu, aku sudah beberapa kali menyatakan cintaku pada Sharlina, tapi dia nggak setuju. Menurutmu, apa yang harus aku lakukan?" Zudith juga punya masalahnya sendiri.Aku mengatakan kebingunganku, "Aku lihat hubungan kalian mengalami kemajuan pesat. Kenapa dia nggak setuju?""Entahlah. Pokoknya, dia merasa belum saatnya. Aku rasa sudah waktunya. Kita sudah makan, nonton film dan berpegangan tangan. Apa lagi yang dia mau?"Aku bertanya dengan rasa ingin tahu, "Apa yang kalian lakukan saat kalian keluar dan menginap di hotel malam itu?""Kami hanya tidur berpelukan semalam. Aku nggak melakukan apa pun. Aku ingin menjadi pria sejati."Aku terkejut. "Kamu mampu menahan semalaman?""Memang agak sulit, tapi dia nggak mau. Aku nggak mungkin memaksanya, 'kan?""Edo, bisakah kamu membantuku bertanya pada Sharlina apa yang dia pikirkan?""Aku agak ragu. Aku khawatir dia nggak akan setuju."Masalah ini adalah masalah sepele, jadi aku menyetujuinya.Saat aku dan Z
"Apa hubungannya dengan orang tuaku?" tanyaku dengan bingung."Kalau begitu, apa hubungannya ini dengan orang tuaku?" tanya Bella padaku lagi.Aku bahkan tidak bisa menjawabnya.Yah, ini masalah kami. Bella telah menyatakan pemikirannya dengan jelas. Jika aku masih membahas orang tuanya, itu artinya aku nggak menyetujuinya.Aku tahu inti masalah ini terletak pada Bella. Dia adalah wanita dengan pendapat dan ide yang tegas.Selama dia tidak berubah pikiran, orang tuanya tidak dapat membujuknya.Namun, sekarang masalahnya Bella ingin aku jatuh ke tangannya.Aku terkekeh sambil berjalan mendekat. "Nona Bella, kamu bercanda, 'kan?""Menurutmu, aku terlihat seperti sedang bercanda?" Bella kembali melontarkan pertanyaan itu kepadaku.Aku menggaruk kepalaku dengan pusing. "Sebenarnya, bukannya aku nggak mungkin untuk menikah denganmu, tapi aku harus menyelesaikan masalahku sendiri dulu, 'kan?""Kamu nggak ingin aku menjadi bajingan yang menikahimu sebelum aku putus dengan pacarku, 'kan?"Bell
Diana berkata sambil tersenyum, "Tentu saja kami harus meminta pendapat putri kami. Bukankah kami sudah mendengar suaranya tadi malam? Dia cukup puas denganmu, hahaha ...."Diana tertawa terbahak-bahak.Aku tidak tahu bagaimana menjawabnya, jadi aku berbalik dan berlari kembali ke kamarku. "Celaka, celaka. Orang tuamu menunggu di pintu. Tampaknya mereka tahu apa yang terjadi tadi malam.""Lalu?" tanya Bella dengan tenang.Aku tampak sangat cemas. "Lalu, mereka memintaku untuk menikah denganmu. Mereka juga bilang ingin aku menjadi menantu yang tinggal di Keluarga Lugos.""Bagaimana? Apa pendapatmu?" tanya Bella dengan tenang. Namun, aku merasa bahwa tatapan sangat mengerikan.Aku bertanya padanya dengan takut, "Kamu juga berpikir begitu, ya?""Aku nggak peduli. Aku nggak peduli siapa yang aku nikahi."Bella tidak menjawab pertanyaanku. Dia bahkan tidak menjawab pertanyaanku secara langsung.Celaka, celaka. Dengan kata lain, Bella juga punya ide yang sama.Bagaimana ini?"Tampaknya kamu
Aku langsung tertegun. Kepalaku berdengung hingga aku tidak bisa berpikir sama sekali.Sementara Kendru dan Diana seolah telah membicarakannya sebelumnya. Mereka tersenyum padaku dengan serempak."Sudah bangun?"Melihat senyuman mereka, aku ketakutan hingga tanpa sadar melangkah mundur.Biasanya, saat kebanyakan orang tua menghadapi situasi semacam ini, mereka akan memarahi pria itu, bukan?Kedua orang ini bukan hanya tidak memarahiku, mereka bahkan tersenyum padaku. Hal ini terlalu aneh.Karena takut, aku tanpa sadar menelan ludah. "Paman, Bibi, tolong jangan seperti ini.""Edo, bagaimana perasaanmu tadi malam?" kata Kendru sambil mendekati terlebih dulu.Aku hampir mati ketakutan. Aku tidur dengan putrinya. Dia bahkan bertanya bagaimana perasaanku?Apakah ini ucapan salam sebelum kematian?Sebelum aku sempat menjawab, Diana mendekat dan menggenggam tanganku dengan penuh kasih sayang. "Aku mendengar suara di kamar kalian tadi malam. Apa kalian berhubungan dalam waktu lama?"Aku hampir