Home / Pernikahan / Kehancuran Usai Suami Berkhianat / 4. Persiapan Menikahkan Suamiku

Share

4. Persiapan Menikahkan Suamiku

Author: Li Na
last update Last Updated: 2021-08-27 16:13:15

“Ma, Naya pulang sekolah langsung ke rumah Tante Laras aja.”

“Iya, Nay. Mama sudah checkin ke Aqua lagi, dua adikmu Syifa di sana sama Tante Wid, apa gak gabung aja? Ajak Tante Laras skalian biar rame.” Aku sengaja bawa kami nginap lagi malam ini, menghindari rumah tentunya. Sebenarnya bisa nginap di rumah saudara, tapi keputusan menikahkan Mas Danang mengundang banyak tanya, aku sedang malas bahas itu berulang-ulang. Bukankah cukup sekali kujelaskan dan mereka harusnya faham. Pengulangan tanya hanya membuka luka yang sudah kubalut.

“Nanti deh Nay pikirin, ada tugas kelompok juga ini, Ma, besok dkumpul.”

“Iya, Sayang, kerjakan aja dulu. Nanti kita ketemu.”

“Mama di mana?” Naya mungkin dengar suara vacum comedo yang menyedot di cuping hidung.

“Em,” Aku terjeda pegawai salon permisi akan menyedot bagian dagu. “ini mama di salon, lagi bersih-bersih komedo.”

“Ah, coba tau tadi Nay ikut.”

“Boleh dong langsung ke sini aja, minta anter tantemu, kerja kelompok jam berapa?”

Mbak salon itu paham aku belum mau memutuskan panggilan, ia membersihkan kotoran pori-poriku di sela aku bicara.” Apa pun yang kulakukan kalau anak butuh bicara pasti aku siapkan waktu, walau ini akan buat beberapa bagian kurang maksimal bersih.

“Belum sih, satu setengah jam lagi. Nay nyusul ke situ ya, mo creambat, bentar habis duhur dulu, tadi gak sempat di sekolah.”

“Belum duhur?” kulihat jam di dinding. “Cepetan gih, ini sudah hampir Ashar.”

“Oke, Ma. Aku bawa Tante Laras juga, ya. Tuh teriak mau. Haha.”

“Siap, Sayang, nanti mama bayar.”

“Cihuy!” Suara senang di belakang. Itu Laras adik bungsuku.

“Tuh kesenengan. Entar Nay aja yang bayar, pokoknya Mama nikmati aja dulu.”

“Siap, Sayang, habis ini mau luluran juga.” Mataku terpejam, ditutup kapas dingin segar, lalu masker collagen yang seperti gel mulai dioles ke kulit wajah. Oh, rasa dinginnya ikut menyegarkan otakku.

Naya masih bicara, sesaat sebelum tutup telepon ia sempat bilang dapat surat dari cowok di sekolahnya tadi, belum dibuka nunggu aku baca bareng. Bibirku refleks tersenyum. Inilah bahagia, mereka menganggapku ada. Sejenak aku terlupa pada ia pembuat luka.

Usiaku sudah masuk 43 tahun, tanda-tanda menua suda tampak dan tak bisa dihindari. Biasanya aku tiga bulan sekali facial, lebih seringnya luluran, tapi sekarang kayaknya musti rutin setiap bulan.

Kuabaikan kalau sekarang di rumah sedang ada dekor dadakan, ruang tamu kami jadi tempat akad nanti. Yang ngurus ya orang salon yang dadakan juga kupesan. Untuk makanan ada tetangga yang kupercayakan, cukup makan sekitar ratusan orang, kesemuanya rekan terdekat dan temanku juga teman Mas Danang.

Mereka syok saat berita ini kusampaikan kemarin, plus meminta bantuan mereka siapkan segalanya untukku. Ya, kemarin. Karena keputusan bertahan setelah sempat terpikir berpisah saja itu juga baru kemarin, saat Denok bilang sangat menyayangi ayahnya.

Ijab mereka sengaja kupilih malam, beberapa jam semua akan beres, dan esok hari aku mau rumahku bersih tanpa bekas. Mengawali hidup baru meski kucoba sangkal akan tetap sama seperti sebelumnya, tapi pada perjalanannya nanti pasti akan berubah. Itu firasatku.

Banyak teman menyarankan pisah saja, atau usir April yang nyatanya telah mengkhianatiku.

Ah, rasanya akan terlalu mudah begitu, pikiran Mas Danang terlanjur rusak. Biarpun kuusir April menjauh tetap lelakiku memikirkannya. Biarkan kuberi waktu ia puas mencari kesenangannya, dan aku akan tetap kuat bersama anak-anak.

*

Kikuk itu yang pertama terlihat saat Mas Danang datang membawa April ke rumah, setelah Magrib. Ia melihat apa yang sudah kupersiapkan untuknya. Dekor nuansa merah muda. Aku menyambutnya dengan senyum.

Tiga puluhan orang yang rata-rata emak tetangga kepo kumpul tertawa-tiwi di rumah. Muka April memerah sementara Mas Danang menyapa mereka, tapi senyumnya yang terlempar terlihat kaku. Apalagi saat salamnya masuk tadi dijawab riuh, ada nada menggoda mereka. Entah suara siapa yang berani begitu, karena di sini banyak orang.

“April masuk ke kamar tengah, kamu harus dirias,” sambutku dengan senyum termanis. Maklum tingkat kepedeanku setelah perawatan full tadi jadi naik berlipat-lipat. Ia megangguk, melewati ibu-ibu dengan senyum malu-malu.

“Sini, Dik.” Mas Danang memegang tanganku, melangkah ke kamar. Gemuruh suara ibu-ibu teman gaulku mengiringi langkah kami. Aku memberi kode tempel telunjuk di bibir tapi malah disambut sindiran mereka ‘Aya nyerobot pengantin pria, euy! Ada-ada saja.

“Kenapa sebanyak itu orang kumpul di sini?”

“Mereka yang tadi habis bantu aku siapin acara, Mas.”

“Tapi aku terganggu!”

Aku menatapnya dalam jarak dekat. Belum juga diakui punya istri dua suamiku ini terlihat tegang. Hati-hati loh jantungnya, kasian kalau belum apa-apa malah si April cuma ngurus sakit, Mas.

“Mas santai aja, bukannya Mas mau aku setuju? Tuh pernyataanku sudah siap nanti di depan penghulu.” Kutunjuk selembar kertas dengan bertanda tangan di atas materai, yang sudah kupersiapkan sebelumnya.

‘Tapi … bukan begini caranya-“

“Mas mau diam-diam? Sadar, Mas. Kita punya anak-anak yang kritis, mereka sudah banyak tanya tapi Mas Danang selalu menghindar …” Mata ini terasa panas. Melihat wajah yang dulu suka kurangkum untuk mengecup kelopak matanya, dada yang sering kutenggelamkan kepala untuk mendapat ketenangan di sana, kini akan menjadi milik orang lain juga.

“… Almira, Naya, Syifa, Denok … mereka risi dengar berita di luar tentang Mas selama ini. Karena itu sekarang ini langkah terbaik, kita terbuka saja pada siapa pun, dan anak-anak akan paham kalau hubungan Mas dengan perempuan itu halal, sah, dan aku menerimanya. Akan berbeda cerita kalau Mas diam-diam ke sana kalau berhasrat.” Tak kupedulikan mukanya menegang. Memang begitu kan kenyataannya.

“Aku berdoa, berharap cukup ini terakhir terjadi di antara kita, jangan sampai terjadi pada anak-anak ….”

Ia terdiam. Sepertinya ia memikirkan juga apa yang kuucap.

“Bada Isya penghulu baru bisa datang. Siapkan diri Mas Danang.”

Aku melangkah ke kaca rias, pipi yang sempat basah kuusap dengan tisu. Lalu menarik senyum, aku harus tegar. Tarikan napas ini cukup melegakan, aku keluar menemui teman-teman, mereka serentak memandangku, bergantian memeluk dan menguatkan.

“Mbak Aya, kalau gak kuat kita bantu hajar tu April mumpung dia di sini.” Salah satu teman berani membisiki itu di telinga, beberapa lain mengiyakan. Sungguh, sisi hati jahatku mengiyakan, tapi sisi lain apa kata anak-anak kalau aku begitu, dan Mas Danang mungkin akan menggila.

“Mama Almira, pikirkan lagi. Mumpung mereka belum sah!”

Hatiku tertawa. Itu akan percuma, Mas Danang sudah menikahinya diam-diam. Aku mengangkat wajah, menghapus air mata.

“Agama membolehkan kok suami poligami, aku akan terima itu.”

“Kamu ngeyel, Mbak Aya. Kelihatan sekali matamu itu gak rela.”

“Iya mamanya Almira ini mau-maunya diinjak, itu si April kan gak ada apa-apanya, modal badan doang! Kalau aku sudah tak sambelin pas masuk tadi!”

Masih beragam pendapat pro dan kontra. Aku tetap pada pendirian.

Comments (1)
goodnovel comment avatar
Rania Humaira
kebanyakan drama kau njing.
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

  • Kehancuran Usai Suami Berkhianat    5. Dia Tampak Bangga Menjadi Maduku

    Makin banyak yang datang, tapi tidak anak-anakku mereka bersikukuh memilih tidak ingin melihat ini. Aku paham, asal mereka tahu saja kalau bapaknya sudah menikah itu cukup.Aku duduk lesehan di antara para tamu, menyaksikan semua sampai kata sah dari pernikahan terpaut usia 26 tahun itu terucap. Genggaman erat tangan teman-teman makin menguatkanku untuk tak menangis.“Terima kasih atas keikhlasannya Bu Soraya. Kami atas nama keluarga meminta maaf yang sebesar-besarnya,” tandas paman April yang sebelumnya kupaksa datang untuk menjadi wali.Ia datang sendiri dengan wajah banyak tertunduk, sama seperti yang dilakukan keponakannya itu. Sementara ibunya April tak menampakkan batang hidung sama sekali, sudah pasti malu, merasa bersalah Mas Danang diam-diam menikahi anaknya beberapa hari lalu di rumahnya, tanpa sepengetahuanku.Aku tak menjawab kalimat basa-basi itu. Terlalu sulit untuk banyak bersandiwara, berpura menerima pa

    Last Updated : 2021-08-27
  • Kehancuran Usai Suami Berkhianat    6. Kita Sudah Berbeda

    “Ma apa boleh aku nginap di rumah kak April?” Terdengar ragu Denok berkata begitu. Aku yang tengah melihat surat kerjasama dengan perusahaan pengolahan kayu lekas menyingkirkan berkas ke sisi meja, menatap wajah anakku yang terlihat segan.Senyum kuberikan, lalu menyentuh pipinya lembut. “Boleh aja, Sayang. Kenapa enggak, Ayah kan juga ada di sana.”Matanya berbinar senang, tapi terasa menggores silet di dalam dada.“Makasiih, Ma. Mama baiiik banget!” Tubuhku dipeluk dan pipi ini diciumnya gemas.Gadis manja kelas 2 SMP itu segera menelepon seseorang sambil berjalan ke kamar.“Kak April Mama bolehin. Jemput aku, ya! Oh Ayah? Oke aku siap-siap dulu.”Udara terasa sulit kuhela. Denok … masih begitu akrab dengannya.Kenapa ada nyeri terasa menyengat?Secara kasat mata aku menunjukkan ppenerimaan atas kehadiran April di antara diri dan mas Danang, tanpa

    Last Updated : 2021-08-30
  • Kehancuran Usai Suami Berkhianat    7. Kasihan Sekali Kamu, Mas

    Cukup di benak kutahan rasa terkejut. Pernah berfirasat akan begini akhirnya, melihat bagaimana borosnya mereka menghambur uang, hanya tak menyangka kalau secepat ini terjadi.Aku tetap diam menunggu ia selesai bicara.“… aku ada cicilan besar dan tambang lagi ngadat.” Wajahnya terpasang memelas.“Sebesar berapa kok sampai terpikir jual pabrik, Mas?”Ia memberanikan diri menatapku. “Hutang di bank hampir milyaran, Dik … belum lagi yang pribadi, ini gara-gara aku main saham.”“Yang online itu?” Ia mengangguk lemah. “Ya Allah sejak dulu aku menentang keras Mas lakuin itu. Resikonya besar.”“Terlanjur … rumah mungkin akan disita. Sebagian isinya diambil Jumri, puluhan juta uangnya kupinjam.”Aku menghela nafas berat. “Kalian boros sekali. Belum setahun sudah mandi hutang. Kenapa bisa kelepasan begitu?&rdquo

    Last Updated : 2021-08-30
  • Kehancuran Usai Suami Berkhianat    8. Mulai Lelah

    Ia menegakkan badan mukanya mendekat dengan mata tajam. “Sudah lama kubiarkan keuangan kamu kuasai, Soraya. Kamu pikir aku bodoh. Dari awal menikahi April aku banting tulang sendiri!”Wah, wah rupanya ia selalu memikirkan bagiannya dalam pekerjaanku. Ke sini ku kira baik-baik saja, tapi ternyata menyimpan bara yang masih merah.Aku bangkit. “Kita bicara di kamar, Mas!”“Di sini saja. Denok akan paham, biar tahu ibunya itu seperti apa!’Astagfirrullah ….Aku kembali duduk.“Kita perlu membagi harta yang ada, aku punya keluarga tang harus kunafkahi, Aya. Keperluan pribadiku. Mana hasil dari pabrik yang sekarang makin laku? Mana bagianku? Selama ini aku diam tanpa mau tanya, berharap kamu sadar ada hakku di sana. Tapi memang

    Last Updated : 2021-08-30
  • Kehancuran Usai Suami Berkhianat    9. Permintaan Syifa

    “Ayo, makan yang banyak.” Aku menyuapi Syifa yang masih pucat. Bibirnya putih dan kering. Kemarin Hb-nya sempat drop, sampai butuh transfusi sekantung darah. Awalnya aku mau memberi darah ini, tapi kondisi kelelahan membuat fisikku tak memenuhi syarat. Akhirnya pakai dari yang tersedia di rumah sakit saja. Kami memindahkannya dirawat di rumah sakit, ini sudah hari ketiga. Alhamdulillah, hasil pemeriksaan sementara tidak ada yang serius, walaupun masih butuh pemeriksaan lanjut. Keadaannya mulai membaik. Jantungku sempat dag dig dug terus menerus melihat kondisinya kemarin, kini bisa menarik napas lega. Mas Danang juga menyusul, ia tak tega melihat keadaan Syifa saat Nay meneleponnya via video. Ya Rabb … keadaan kemarin terasa menampar diri. Aku tersadar saat-saat kritis itu hanya ada kekuatan lewat munajat pada-Nya. Tuhanku … satu-satunya tempat berharap s

    Last Updated : 2021-08-31
  • Kehancuran Usai Suami Berkhianat    10. Perempuan Tanpa Muka

    Bungsuku berubah.Apa itu hanya perasaanku yang sensitif? Ia menghindar kontak mata kalau kami bicara, itu pun kupaksa, sebab saat kami berpapasan selalu ada alasan Denok menghindar.“Denok ada masalah apa, Sayang? Bilang ke mama, mama pasti dengar.” Aku mengikutinya ke kamar, ia urung mau menutup pintu dan menguncinya dari dalam, seperti yang dilakukan akhir-akhir ini.Bibir kecil itu terkatup. Ia berbaring memiringkan badan membelakangiku.“Ngantuk. Capek.”Mau kuusap punggungnya tapi ditepis.“Denok … mama minta maaf kalau ada salah. Tapi mama belum tahu salahnya di mana? Coba bilang, biar mama bisa perbaiki.”“Gak ada. Aku mau tidur.” Hati ini tersayat saat buah hati memilih menyi

    Last Updated : 2021-09-02
  • Kehancuran Usai Suami Berkhianat    11. Denok dan Keputusanku!

    Mobil masuk di jalan daerah kampus Unpar, di sini area kumpulnya kos-kosan para mahasiswa. Aku bertanya pada beberapa pemuda, ternyata ada yang tahu nama Jerry anak ekonomi. Mereka menyebut cirinya, aku hanya mengiyakan berharap itu benar orangnya. Sampai lah di sini, jalan kecil aku turun. Mobil kutitip di depan rumah toko kue. Aku bertanya pada beberapa orang lagi, belum ada yang kenal. Ini memang konyol, aku begitu saja percaya omongan April, yang bisa saja membohongiku. Tapi Denok juga jelas berbohong, hapenya sekarang juga tidak bisa dihubungi. Denok … maafkan mama yang mungkin kurang memperhatikanmu. Mama terima sebesar apa pun amarahmu, asal kamu jujur. Dibohong begini rasanya mama gak sanggup. Sudah di jalan paling dalam langkahku terayun, kata pemuda yang kutanya barusan kos Jerry paling ujung sini. Ada dua kos empat pintu, posisi saling membelakangi.

    Last Updated : 2021-09-02
  • Kehancuran Usai Suami Berkhianat    12. Aku Perempuan Istimewa (PoV April)

    Air mata sampai ke luar karena aku belum bisa berhenti ketawa. Mati juga dia! Haa.Segera kuletakkan koran begitu lihat suami datang dengan wajah super cerah.“Mas ….” Aku berdiri, mendekatinya sambil menggelayut manja, melingkari tangan di tengkuk, sun sayang tidak lupa.“Sudah lihat berita orang yang ganggu kamu itu OD?” tanyanya. Aku mengangguk bahagia.“Iya, Mas. Rasain tuh hukuman berat buat dia. Aku mana mau dekat dengannya kalau bukan diguna-gunain. Aku kan cintanya cuma sama Mas Danang ….” Makin kurapatkan badan, menariknya ke kamar rumah kami yang sekarang, ruang sedingin es selalu butuh sesuatu yang panas.Rumah baru sejak perceraian suamiku tercinta. Lihat saja, pernah semarah apa pun dia ini padaku hubungan kami pasti akan kembali membara.

    Last Updated : 2021-09-03

Latest chapter

  • Kehancuran Usai Suami Berkhianat    75. Akhir

    POV Soraya Setelah tertegun sejenak, suami meletakkan ponselku di atas kasur, tepat di sisinya. Aku menatap semua pergerakannya dalam diam. Sepertinya memang ada yang tak kutahu. “Dek … maaf sebelumnya kalau mas belum cerita ini.” “Ceritakan saja, Mas. Saya siap dengar,” balasku tenang. Sesakit apa yang akan ia katakan, mungkin aku kuat karena pernah mengalaminya dulu. “Sebenarnya ini sudah lama. Mas mengenalnya sudah dua tahun belakangan. Hanya dia baru bilang suka beberapa bulan lalu.” Aku coba mengatur napas, untuk melonggarkan dada yang terasa nyeri dan sesak. Akankah ini terulang seperti Mas Danang dulu lakukan …? Tidak. Jangan ya, Rabb …! “Dia usia 40 tahun, belum menikah. Dan … bilang jatuh cinta pada mas.” Mas Mahesa mengambil tanganku, menggenggamnya erat. “Maafkan mas …” kalimatnya yang menggantung membuatku terpukul. Bayangan pengakuan Mas Danang dan April saat itu mengitari pikiran, menghantuiku. “Mas pernah

  • Kehancuran Usai Suami Berkhianat    74. Pesan dari Seorang Perempuan

    “Tante, apa kabar?”Aku yang mendapat sapaan itu langsung menoleh, seseorang perempuan berhijab panjang, dengan masker putih hingga yang terlihat hanya matanya.“Alhamdulillah, baik. Apa kabar juga,” balasku, tersenyum sambil mengingat-ngingat dia siapa.Seperti paham, ia menurunkan maskernya. Perempuan berwajah tirus dengan hidung lancip dan sedikit parut luka kecil di dekat hidung. Meski begitu dia tampak cantik.“Alhamdulillah baik juga, Tan. Saya … April,” ucapnya sambil meraih dan menyalim tanganku.“April?” Segera kubuka tangan memeluk tubuhnya. Sudah lumayan lama kami tak bertemu. “Senang bertemu kamu lagi.”Aku memang pernah dengar dia sakit, dan setelah sehat aku kemudian tak tahu lagi bagaimana hidupnya, hingga bisa bertemu di sini sekarang.April tampak jauh lebih baik.“Saya juga senang ketemu Tante.” Suaranya yang masih khas, tetapi kini

  • Kehancuran Usai Suami Berkhianat    73. Keinginan April yang Kubenci!

    POV Danang“Saya minta maaf ... sangat mohon dimaafkan Al ... keluarga Mama, Papi, dan keluarga Ayah. Saya sudah terlalu jauh melangkah ... ini kesalahan besar yang sudah saya lakukan. Saya ... sudah menyakiti semua orang, terutama Almira.”Angger bicara begitu di malam harinya, saat kami sudah pulang dan berkumpul di rumah, kecuali Naya yang tetap tinggal di rumah besan.Semua kompak tinggal di rumah yang dulu Soraya beli saat anak-anak kuliah, dan sudah direnovasi berlantai tiga ini. Kami tidak ada yang menyewa hotel. Tempat ini lebih dari cukup untuk menikmati kebersamaan luar biasa, yang amat langka terjadi. Meski kami sudah bukan suami istri, Soraya tampak tak canggung menganggapku sebagai bagian dari keluarga.“Kami mendukungmu, Nak Angger. Keputusan apa pun memang hanya kalian berdua yang menjalani. Jika berdua sama-sama ingin bertahan, berjuanglah. Kami akan mendukung selama itu ke arah yang baik. Kami salut kamu be

  • Kehancuran Usai Suami Berkhianat    72. Acara Naya

    Malam ini aku, Mas Mahesa juga Rama ngumpul di ruang tengah, kita baru selesai videocall dengan putri Mas Mahesa yang tinggal di Belanda. Rama dengan Bahasa Inggrisnya tadi amat fasih bicara dengan ponakan dan saudara lain di sana. Kontak kami memang sebatas video call, setelah tiga kali pertemuan secara langsung dengan gadis berwajah khas India itusangat ramah dan baik padaku, yang dipanggil Mami olehnya. “Kapan kita liburan ke Belanda?” Mas Mahesa bertanya. “Kalau liburan panjang bisa, Mas, sebelum Rama masuk SD, gimana?” “Bisa. Gimana, Dek Rama mau kita ketemu sama Mark dan Loui?” “Mau, Pi. Mau banget. Biar naik sepeda bareng.” Aku pun setujui kami akan liburan tiga bulan lagi. Selama fisik masih kuat ke manapun diajak suami oke aja. Beberapa tempat wisata di Indonesia sudah Mas Mahesa ajak. Ia termasuk laki-laki yang suka travelling, dan aku pun merasa ketularan. Masa tua kami isi sosial juga menjalin silaturahmi dengan ana

  • Kehancuran Usai Suami Berkhianat    71. Doaku Masih Membersamai Kalian

    PoV Soraya“Pakabar Mama?” Pelukan dan cium pipi kiri kanan saat aku bertemu Almira di restoran.“Alhamdulillah, mama sehat. Kamu gimana, Sayang?”“Alhamdulillah, Ma.” Almira membuka tangan mengisyaratkan aku melihat kalau ia baik-baik saja.Aku tersenyum lega. “Kita ke ruang sana, yuk.” Tangan Al kemudian kugamit, kami mengikuti seorang waiters yang mengantarkan ke ruang pesananku.“Mama sempet nunggu, kah tadi?”“Enggak, kok, Al, papimu barusan aja pergi.”“Jadi beneran kita berdua aja nih?” Wajahnya sedikit heran melihat kami menyusuri lorong yang diapit susunan batu alam.“Skali-kali mama ngedate sama kamu, ya ‘kan?” godaku.“Aih, Mama. Tapi kok bikin deg-deg’an ya. Kita kemana? Kok, berasa kayak mau dikasih surprise. Masa aku lupa ini ulang tahunku?” katanya

  • Kehancuran Usai Suami Berkhianat    70. PoV Danang

    POV DanangAh, harusnya ketenangan sudah kugenggam ... tapi kenapa terasa masih jauh. Setelah semua yang kuminta pada anak-anak terpenuhi, juga hubungan Adam yang membaik dengan April pun dikabulkan. Aku tetap merasa ada yang berlubang dalam dasar hati.Ada apa denganku ...?Pagi-pagi, seperti biasa keluar kamar aku langsung ke dapur, berpapasan dan berbagi senyum dengan Almira. Wajah pucatnya cepat mengurai senyum lebar setelah menyadari tatapanku, kurasa senyum itu sangat dipaksakan.“Ayah mau sarapan apa, nanti tinggal bilang simbok, ya, Al buru-buru piket pagi. Kalau bahan kurang atau butuh apa bisa wa aja, pulangnya Al belikan.”Di atas rasa sedih atas rumahtangganya ia masih memikirkan keperluanku. Dia pikir aku tak tahu apa-apa. Betapa aku merasa tak berguna sebagai ayah. Kalimatnya terasa menegurku yang selama ini terlalu banyak permintaan dan kecerewetan, termasuk tentang makanan.“Ah, ayah a

  • Kehancuran Usai Suami Berkhianat    69. Senja Bertaut dengan Masalah Anak-anak

    “Wuaah, ini ajaib, Mama Al.” “Cakepnya, anak bule, kulit putih ambil mamanya, hidung mancung dari papanya.” “Kada nyangka, Aya, ikam kawa bisi anak lagi.” (Nggak nyangka, Aya, kamu bisa punya anak lagi) Itu sebagian kecil beragam komentar kawan-kawan saat aku lahiran, bahkan sampai sekarang. Sejak hamil sampai melahirkan mereka rutin lakukan panggilan video, ikut gemas lihat perkembangan anakku. Sekarang Rama sedang aktif-aktifnya melangkah, seperti mau cepat bisa lari. Otot kakinya sudah kuat, tak pernah terlihat jatuh lagi. Aku bersyukur atas kesehatannya ini. Dua perawat siaga, satu bertugas untuk Rama, satu untukku. Suami benar-benar memanjakan kami dengan kemampuannya. Ia melarangku terlalu lelah mengejar Rama yang sangat aktif bermain. “Biarkan yang muda aja

  • Kehancuran Usai Suami Berkhianat    68. Bahagiaku

    PoV SorayaHari di mana anak-anak memberi hadiah untukku, lukisan pemandangan yang menggetarkan hati. Sangat mengharukan, karena di situ ada kenangan dua orang yang tersimpan dalam.Pertama, tempat itu tempat Mas Danang dulu mengutarakan isi hati. Getaran cinta pertama pada lawan jenis. Kenapa bisa di sana, ya karena aku mengenalnya saat study tour kelas 2 SMA ke Jogja. Ia lebih tua 6 tahun dariku, bertemu di Borobudur langsung bilang suka dalam pandangan pertama. Jodoh menggariskan kami bertemu lagi di Palangkaraya dua tahun kemudian, lalu menikah di usiaku yang masih terbilang muda.Kedua, itu tempat kenangan bersama Mas Mahesa juga. Getaran pertama muncul makin kuat padanya, ia pernah dalam diam menungguku menikmati pemandangan bak karpet hijau terpampang di depan mata. Meski sudah tua saat itu, tapi getarku padanya sempat membuat diri

  • Kehancuran Usai Suami Berkhianat    67. Rumah Tangga-ku

    PoV Denok“Iya, iya. Kewajiban seorang mama ya memang begitu. Memastikan kalau anak-anaknya tumbuh baik.”“Termasuk harus berbohong?” Kututup mulut yang refleks bertanya.“Bohong buat kebaikan kenapa enggak?”“Ih, namanya Mama jahat sama diri sendiri.” Aku memeluk kakinya, mata hampir kembali basah.“Al, Nay, Fa, Denok … kalian dengarkan, ya. Mama ini sayang diri sendiri, sayang kalian-““Sayang Ayah?” Mama terhenti melihatku.Mengatup mulut sedikit mengangguk.“Ya, mama akui sayang ayahmu juga … 21 tahun bersama sebelum peristiwa itu bukanlah waktu sebentar. Kebaikan ayah kalian, di awal kami membangun rumah tangga

DMCA.com Protection Status