Rizki tidak tahu kenapa Alya tiba-tiba menanyakan hal ini.Akan tetapi, baginya ini adalah awal yang bagus."Ya."Alya menimbang-nimbang dan berkata, "Aku bisa mengizinkanmu ikut mengurus mereka, tapi aku punya syarat."Usaha Rizki memang tidak sia-sia.Dia mengenal Alya sejak kecil, dia tahu bahwa hati Alya masih lunak.Raut wajah Rizki tetap tenang, dia bertanya, "Apa syaratnya? Katakan saja.""Pertama, aku mengizinkanmu murni karena anak-anak. Aku mengizinkanmu mengurus mereka hanya karena kalian memiliki hubungan darah.""Oke," Rizki langsung menyetujuinya tanpa ragu.Alya agak terkejut mendengar jawabannya. Dia terpikirkan sesuatu dan menatap ke arah pria itu. "Kamu hanya boleh dipanggil 'Paman', kamu juga nggak boleh mengatakan di depan anak-anak bahwa kamu adalah ayah mereka. Apa kamu bisa menyetujui syarat seperti ini? Kalau nggak bisa, maka sisanya ....""Aku setuju."Perkataan Alya benar-benar disela.Alya mungkin tidak menyangka Rizki akan sampai sejauh ini demi anak-anak."
"Oke."Setelah turun dari mobil, Alya sama sekali tidak menoleh ke belakang dan langsung naik ke lantai atas.Saat masuk ke lift, dia bahkan bertanya-tanya.Bagaimana bisa dia tiba-tiba setenang ini menghadapi Rizki?Apakah karena anak-anak? Atau karena dia sudah tidak peduli lagi? Atau mungkin ... karena dia tahu, bahwa ternyata Rizki tidak pernah menyuruhnya untuk aborsi?Apa pun alasannya, Alya sudah tidak terlalu ingin memikirkannya lagi. Selama kedua anaknya dapat menerima kasih sayang yang lengkap, maka itu sudah cukup.Dia benar-benar khawatir Satya dan Maya akan mengikuti jejaknya.Sambil memikirkan hal ini, Alya pun tiba di kantornya. Kemudian dia mulai mengerjakan kontrak mereka.Saat itu, Angga datang untuk melaporkan bahwa beberapa orang telah bergabung dengan perusahaan, sekalian meminta bantuannya untuk melakukan wawancara. Dengan mempertimbangkan perkembangan perusahaan di masa depan, Alya pun setuju dan pergi.Setelah menyelesaikan urusan itu, dia kembali ke kantornya d
Bayu terdengar agak ragu.Merasakan keraguannya, Alya pun tahu bahwa ada yang tidak beres dan terpaksa bertanya, "Apa ada yang terjadi?"Lagi pula, ayahnya tidak pernah menanyakan kondisi perasaannya. Mungkinkah apa yang terjadi di antaranya dan Irfan belakangan ini telah menarik perhatian ayahnya?"Aci," panggil Bayu. "Bukannya Ayah ingin mencampuri urusanmu, hanya saja ... Ayah rasa kamu harus tahu mengenai hal ini.""Hal apa?"Alya sudah menyiapkan mentalnya."Jadi begini, akhir-akhir ini, aku mendengar kabar bahwa ayahnya Irfan sedang mencari pasangan untuk anaknya."Mencari pasangan?Alya merasa lega. "Ayah, ternyata ini yang mau Ayah katakan? Aku kira ....""Apa?" Bayu juga merupakan orang yang sensitif. "Apa hal ini nggak penting bagimu? Kamu dan Irfan ...."Alya tidak menjawabnya.Melihat putrinya hanya diam, Bayu samar-samar merasakan sesuatu. Setelah beberapa waktu, dia pun menghela napas."Aku tadinya khawatir kamu akan merasa sedih, tapi ternyata kamu dan dia sudah ....""A
Alya tersenyum tipis."Ya, aku bertemu dengannya."Alya menjelaskan secara singkat apa yang terjadi belakangan ini kepada ayahnya.Bayu mendengarkan dan seketika terkejut."Apa? Dia juga tahu tentang anak-anak? Dia bahkan juga ingin mengurus mereka bersamamu?""Hanya mengurus bersama, tapi dia nggak mendapat hak asuh," koreksi Alya."Tapi kalau seperti ini, apa kamu yakin di masa depan dia nggak akan melawanmu untuk hak asuh?""Kalau dia menandatangani kontrak, apa yang mau dia gunakan untuk melawanku?""Dia mau menandatanganinya?""Kalau dia nggak mau, aku tinggal nggak mengizinkannya mengurus ataupun melihat anak-anak. Apa masalahnya?"Alya melanjutkan dengan santai, "Saat itu, aku akan mengirim anak-anak pada Ayah dan membiarkan mereka tinggal bersama Ayah."Bayu segera menyetujuinya."Perkataanmu benar. Kalau dia berani memperebutkan mereka, kamu kirimkan saja anak-anak ke sini.""Ya.""Tapi ...." Ayahnya masih terdengar ragu. "Apa kamu dan dia sungguh nggak akan mengembangkan lagi
Pada akhirnya, Alya menutup telepon Rizki dengan kacau.Dia bersandar di kursi kantornya, saat ini perasaannya sangat rumit.Persyaratan yang dia cantumkan sebenarnya sangat tidak adil untuk Rizki.Karena, dia ingin Rizki menghabiskan uang dan tenaga untuk anak-anak tanpa mendapatkan apa pun sebagai balasannya. Rizki tidak akan mendapatkan hak asuh, anak-anak juga tidak akan memanggilnya ayah.Dapat dikatakan, Rizki seperti sedang membesarkan anak orang lain.Meskipun kedua anak ini memang memiliki hubungan darah dengannya, mereka memiliki marga Kartika dan tidak akan memanggilnya ayah.Dengan statusnya, Rizki tentu bisa menolak kontrak ini. Bahkan Rizki bisa menggunakan taktik kuatnya itu.Namun, Rizki menyetujui semuanya, bahkan ....Alya menggosok-gosok pelipisnya, mencoba menenangkan dan mengingatkan dirinya."Ini hanya taktiknya, jangan mudah percaya padanya. Juga, hanya karena lukanya sudah sembuh, jangan lupa akan rasa sakit itu. Masa lalu tetaplah masa lalu, dia sudah bukan Riz
Pria itu menjawab dengan suara tertahan, "Mengerti."Akan tetapi, Alya masih belum merasa lega. Dia selalu merasa perkataan Rizki agak aneh. Pria itu selalu berkata bahwa dia setuju dan mengerti, tetapi tindakannya masih semaunya.Tentu saja sebelum Alya dapat berbicara lagi, dia mendengar Rizki berkata, "Tapi aku rasa aku nggak memengaruhi hidupmu."Alya bingung mendengarnya."Bukankah tindakanmu ini memengaruhi hidupku?"Pria di ujung telepon itu terdiam sejenak sebelum berkata, "Mau aku menjemputmu atau nggak, kamu 'kan masih harus mengantar anak-anak ke sekolah dan pulang ke rumah setelah kerja. Kalau aku datang, kamu bisa menghemat uang bensin dan uang sarapan."Sarapan pagi tadi memang dibayarkan oleh Rizki."Jadi apa aku harus berterima kasih padamu?" ucap Alya."Nggak usah." Rizki berkata dengan sungguh-sungguh, "Sudah seharusnya aku melakukan itu untuk ibu dari anak-anakku."Alya terdiam.Dia benar-benar tidak ingin berbicara dengannya."Keluarlah, aku menunggumu di luar."Mun
Mau karena dia telah mengubah-ubah kontraknya dan takut Alya akan melihatnya, atau karena seperti yang dia katakan, bahwa dia benar-benar berpikir membaca di dalam mobil tidak baik untuk mata.Pokoknya, dia sudah menyimpan kontrak itu dan Alya tidak bisa mengeceknya lagi.Memikirkan hal ini, Alya pun kehilangan minat untuk berbicara dengannya.Rizki mungkin dapat membaca pikirannya, sehingga dia juga tidak berbicara lagi.Mereka berdua terus terdiam seperti ini sepanjang perjalanan, sampai akhirnya mereka sampai di sekolah.Pagi tadi, yang mengantar anak-anak masuk ke sekolah adalah Rizki. Sekarang, yang menjemput mereka juga Rizki. Alya sama sekali tidak bergerak. Tak lama kemudian, dia melihat Rizki membawa anak-anaknya kembali.Kedua anak itu segera menghampiri Alya setelah naik ke mobil dan menyapanya.Sementara Rizki belum naik ke mobil, Maya mengangkat kepala kecilnya dan berbisik pada Alya, "Mama, apa Mama sudah menyetujui Paman RezekiMalam menjadi papa kami?"Pertanyaan ini ...
Sang sopir sudah pernah melihat kemampuan Hana sebelumnya. Jadi setelah mendengar perintah Rizki, dia tidak langsung turun dari mobil dan bertanya, "Bagaimana kalau Nona Hana nggak mau pergi?""Kalau begitu, telepon Cahya dan minta dia bawa orang kemari."Begitu Rizki mengucapkan kalimat itu, sang sopir pun mengerti dan langsung mengangguk."Aku mengerti, Pak Rizki."Kemudian dia membuka sabuk pengamannya dan turun dari mobil.Di tengah angin yang dingin, Hana mengencangkan pegangan pada tali tasnya. Di dalamnya terdapat sesuatu yang diberikan oleh ibunya, ibunya bilang benda itu dapat membuatnya berhasil.Sekarang baru sehari setelah terakhir dia menemui Rizki, dia tahu bahwa datang menemui Rizki sekarang tidak akan memberinya banyak kesempatan. Jadi, awalnya dia berencana untuk menunggu beberapa hari lagi. Akan tetapi, ibunya mendesaknya untuk segera bergerak mumpung situasinya belum memburuk. Di bawah bujukan ibunya, Hana pun datang kemari.Hana mengambil napas dalam-dalam.Keberhas