Mungkin karena sejak kecil dia kekurangan kasih sayang ibu, Alya ingin memberikan satu anaknya sebuah masa kecil yang lengkap.Namun, ternyata, anaknya tidak hanya berakhir mempunyai orang tua tunggal seperti dirinya, dia juga punya lebih dari satu anak.Meskipun dia sudah mencoba untuk bersikap adil kepada kedua anaknya, jauh di lubuk hatinya, Alya tahu bahwa dirinya tidak bisa benar-benar adil.Satya adalah anak yang pendiam dan pengertian, tidak pernah membuat masalah dan selalu memikirkan mamanya.Akan tetapi, Maya berbeda. Maya adalah anak yang nakal, suka makan dan bermain, juga sangat manja. Maya selalu ingin digendong dan sering mencari perhatiannya.Ketika hari ini dia memberi Maya lebih banyak perhatian, Satya diberinya lebih sedikit.Hari demi hari, seiring berjalannya waktu, perhatian yang diberikannya pada Satya menjadi makin sedikit. Satya pun jadi makin terlalu dewasa untuk anak seumurannya.Di dalam hati, Alya merasa sangat bersalah.Namun, sekarang, ketika melihat Rizk
Rizki tidak tahu kenapa Alya tiba-tiba menanyakan hal ini.Akan tetapi, baginya ini adalah awal yang bagus."Ya."Alya menimbang-nimbang dan berkata, "Aku bisa mengizinkanmu ikut mengurus mereka, tapi aku punya syarat."Usaha Rizki memang tidak sia-sia.Dia mengenal Alya sejak kecil, dia tahu bahwa hati Alya masih lunak.Raut wajah Rizki tetap tenang, dia bertanya, "Apa syaratnya? Katakan saja.""Pertama, aku mengizinkanmu murni karena anak-anak. Aku mengizinkanmu mengurus mereka hanya karena kalian memiliki hubungan darah.""Oke," Rizki langsung menyetujuinya tanpa ragu.Alya agak terkejut mendengar jawabannya. Dia terpikirkan sesuatu dan menatap ke arah pria itu. "Kamu hanya boleh dipanggil 'Paman', kamu juga nggak boleh mengatakan di depan anak-anak bahwa kamu adalah ayah mereka. Apa kamu bisa menyetujui syarat seperti ini? Kalau nggak bisa, maka sisanya ....""Aku setuju."Perkataan Alya benar-benar disela.Alya mungkin tidak menyangka Rizki akan sampai sejauh ini demi anak-anak."
"Oke."Setelah turun dari mobil, Alya sama sekali tidak menoleh ke belakang dan langsung naik ke lantai atas.Saat masuk ke lift, dia bahkan bertanya-tanya.Bagaimana bisa dia tiba-tiba setenang ini menghadapi Rizki?Apakah karena anak-anak? Atau karena dia sudah tidak peduli lagi? Atau mungkin ... karena dia tahu, bahwa ternyata Rizki tidak pernah menyuruhnya untuk aborsi?Apa pun alasannya, Alya sudah tidak terlalu ingin memikirkannya lagi. Selama kedua anaknya dapat menerima kasih sayang yang lengkap, maka itu sudah cukup.Dia benar-benar khawatir Satya dan Maya akan mengikuti jejaknya.Sambil memikirkan hal ini, Alya pun tiba di kantornya. Kemudian dia mulai mengerjakan kontrak mereka.Saat itu, Angga datang untuk melaporkan bahwa beberapa orang telah bergabung dengan perusahaan, sekalian meminta bantuannya untuk melakukan wawancara. Dengan mempertimbangkan perkembangan perusahaan di masa depan, Alya pun setuju dan pergi.Setelah menyelesaikan urusan itu, dia kembali ke kantornya d
Bayu terdengar agak ragu.Merasakan keraguannya, Alya pun tahu bahwa ada yang tidak beres dan terpaksa bertanya, "Apa ada yang terjadi?"Lagi pula, ayahnya tidak pernah menanyakan kondisi perasaannya. Mungkinkah apa yang terjadi di antaranya dan Irfan belakangan ini telah menarik perhatian ayahnya?"Aci," panggil Bayu. "Bukannya Ayah ingin mencampuri urusanmu, hanya saja ... Ayah rasa kamu harus tahu mengenai hal ini.""Hal apa?"Alya sudah menyiapkan mentalnya."Jadi begini, akhir-akhir ini, aku mendengar kabar bahwa ayahnya Irfan sedang mencari pasangan untuk anaknya."Mencari pasangan?Alya merasa lega. "Ayah, ternyata ini yang mau Ayah katakan? Aku kira ....""Apa?" Bayu juga merupakan orang yang sensitif. "Apa hal ini nggak penting bagimu? Kamu dan Irfan ...."Alya tidak menjawabnya.Melihat putrinya hanya diam, Bayu samar-samar merasakan sesuatu. Setelah beberapa waktu, dia pun menghela napas."Aku tadinya khawatir kamu akan merasa sedih, tapi ternyata kamu dan dia sudah ....""A
Alya tersenyum tipis."Ya, aku bertemu dengannya."Alya menjelaskan secara singkat apa yang terjadi belakangan ini kepada ayahnya.Bayu mendengarkan dan seketika terkejut."Apa? Dia juga tahu tentang anak-anak? Dia bahkan juga ingin mengurus mereka bersamamu?""Hanya mengurus bersama, tapi dia nggak mendapat hak asuh," koreksi Alya."Tapi kalau seperti ini, apa kamu yakin di masa depan dia nggak akan melawanmu untuk hak asuh?""Kalau dia menandatangani kontrak, apa yang mau dia gunakan untuk melawanku?""Dia mau menandatanganinya?""Kalau dia nggak mau, aku tinggal nggak mengizinkannya mengurus ataupun melihat anak-anak. Apa masalahnya?"Alya melanjutkan dengan santai, "Saat itu, aku akan mengirim anak-anak pada Ayah dan membiarkan mereka tinggal bersama Ayah."Bayu segera menyetujuinya."Perkataanmu benar. Kalau dia berani memperebutkan mereka, kamu kirimkan saja anak-anak ke sini.""Ya.""Tapi ...." Ayahnya masih terdengar ragu. "Apa kamu dan dia sungguh nggak akan mengembangkan lagi
Pada akhirnya, Alya menutup telepon Rizki dengan kacau.Dia bersandar di kursi kantornya, saat ini perasaannya sangat rumit.Persyaratan yang dia cantumkan sebenarnya sangat tidak adil untuk Rizki.Karena, dia ingin Rizki menghabiskan uang dan tenaga untuk anak-anak tanpa mendapatkan apa pun sebagai balasannya. Rizki tidak akan mendapatkan hak asuh, anak-anak juga tidak akan memanggilnya ayah.Dapat dikatakan, Rizki seperti sedang membesarkan anak orang lain.Meskipun kedua anak ini memang memiliki hubungan darah dengannya, mereka memiliki marga Kartika dan tidak akan memanggilnya ayah.Dengan statusnya, Rizki tentu bisa menolak kontrak ini. Bahkan Rizki bisa menggunakan taktik kuatnya itu.Namun, Rizki menyetujui semuanya, bahkan ....Alya menggosok-gosok pelipisnya, mencoba menenangkan dan mengingatkan dirinya."Ini hanya taktiknya, jangan mudah percaya padanya. Juga, hanya karena lukanya sudah sembuh, jangan lupa akan rasa sakit itu. Masa lalu tetaplah masa lalu, dia sudah bukan Riz
Pria itu menjawab dengan suara tertahan, "Mengerti."Akan tetapi, Alya masih belum merasa lega. Dia selalu merasa perkataan Rizki agak aneh. Pria itu selalu berkata bahwa dia setuju dan mengerti, tetapi tindakannya masih semaunya.Tentu saja sebelum Alya dapat berbicara lagi, dia mendengar Rizki berkata, "Tapi aku rasa aku nggak memengaruhi hidupmu."Alya bingung mendengarnya."Bukankah tindakanmu ini memengaruhi hidupku?"Pria di ujung telepon itu terdiam sejenak sebelum berkata, "Mau aku menjemputmu atau nggak, kamu 'kan masih harus mengantar anak-anak ke sekolah dan pulang ke rumah setelah kerja. Kalau aku datang, kamu bisa menghemat uang bensin dan uang sarapan."Sarapan pagi tadi memang dibayarkan oleh Rizki."Jadi apa aku harus berterima kasih padamu?" ucap Alya."Nggak usah." Rizki berkata dengan sungguh-sungguh, "Sudah seharusnya aku melakukan itu untuk ibu dari anak-anakku."Alya terdiam.Dia benar-benar tidak ingin berbicara dengannya."Keluarlah, aku menunggumu di luar."Mun
Mau karena dia telah mengubah-ubah kontraknya dan takut Alya akan melihatnya, atau karena seperti yang dia katakan, bahwa dia benar-benar berpikir membaca di dalam mobil tidak baik untuk mata.Pokoknya, dia sudah menyimpan kontrak itu dan Alya tidak bisa mengeceknya lagi.Memikirkan hal ini, Alya pun kehilangan minat untuk berbicara dengannya.Rizki mungkin dapat membaca pikirannya, sehingga dia juga tidak berbicara lagi.Mereka berdua terus terdiam seperti ini sepanjang perjalanan, sampai akhirnya mereka sampai di sekolah.Pagi tadi, yang mengantar anak-anak masuk ke sekolah adalah Rizki. Sekarang, yang menjemput mereka juga Rizki. Alya sama sekali tidak bergerak. Tak lama kemudian, dia melihat Rizki membawa anak-anaknya kembali.Kedua anak itu segera menghampiri Alya setelah naik ke mobil dan menyapanya.Sementara Rizki belum naik ke mobil, Maya mengangkat kepala kecilnya dan berbisik pada Alya, "Mama, apa Mama sudah menyetujui Paman RezekiMalam menjadi papa kami?"Pertanyaan ini ...
Biasanya dalam situasi seperti ini, Hana akan berbalik dan pergi.Namun, sekarang Hana tidak punya apa-apa lagi. Dia maju beberapa langkah, lalu menggigit bibirnya dan berkata, "Apa maksudmu dengan bercanda menggunakan perasaanmu? Kamu nggak berpikir kalau perasaanmu padanya tulus, 'kan? Begitu tulus sampai-sampai kamu nggak peduli kalau dia jatuh ke dalam pelukan pria lain?"Irfan melihat ke arah asistennya. "Bawa dia keluar.""Irfan, Alya akan bersama dengan Rizki. Apa kamu akan membiarkan mereka bersama begitu saja? Aku tahu bahwa selama 5 tahun ini kamu terus menemani Alya, kamu telah menunggunya selama 5 tahun. Bukankah kamu ingin bersama dengannya? Apa kamu bersedia kalau hari ini dia diambil oleh orang lain?"Hana berteriak seperti orang gila dan hampir histeris, tetapi orang di depannya masih tetap tenang."Sudah cukup bicaranya?"Hana tercengang.Apa maksudnya? Dia sudah berbicara panjang lebar, tetapi Irfan bahkan tidak peduli sedikit pun?Ini tidak masuk akal. Bukankah pria
Setelah ibunya pergi, Hana jatuh ke tempat tidur rumah sakit, menutupi pipinya yang memar dan menangis kesakitan.Jangankan ibunya, dia bahkan ingin menampar dirinya sendiri.Baru sekaranglah dia sadar, bahwa dia harusnya berhenti sejak dulu ....Namun, tampaknya, sekarang sudah terlambat untuk melakukan apa pun.Apakah ada seseorang yang bisa menolongnya?Mungkin ... ada seseorang yang bisa menolongnya.Hana terpikirkan seseorang dan melompat turun dari tempat tidur. "Nanda, cepat, bawa aku mencari taksi."Malam ini adalah malam yang sibuk.Di teras yang hening.Hasan menuangkan secangkir teh panas untuk Irfan, uap teh mengepul di udara yang dingin. Hana berdiri di hadapannya, dengan Nanda yang menopangnya di samping.Dia sudah cukup lama berdiri sana, tetapi Irfan sama sekali tidak berbicara ataupun mempersilakannya duduk.Bahkan Hasan yang berada di sisinya hanya menuangkan secangkir teh panas.Dia berlari keluar dengan terburu-buru, sehingga dia masih mengenakan gaun rumah sakit da
"Sebenarnya apa yang terjadi?"Nanda secara singkat menjelaskan apa yang dia tahu."Apa? Rizki datang?" Kegembiraan melintas di mata Tesa, dia maju dan menggenggam tangan Hana. "Hana, kenapa kamu nggak memberitahuku kalau Rizki datang? Dia datang menjengukmu, 'kan?"Sayangnya, mata Hana penuh dengan keputusasaan. Dia terlihat seperti pecundang. Tesa memanggilnya berkali-kali, tetapi dia tidak merespons."Hana? Cepat bicara!"Melihatnya yang seperti ini membuat Tesa kesal.Kemudian barulah Hana mendongak, matanya penuh dengan air mata."Ibu, dia tahu, dia sudah tahu. Selanjutnya dia nggak akan membiarkanku, dia juga nggak akan membiarkan Keluarga Adelia."Tesa mengerutkan keningnya."Tahu apa? Bicaralah yang jelas.""Alya, Alya Kartika, ingatan dia sudah kembali. Dia memberi tahu Rizki kebenarannya. Sekarang Rizki sudah tahu bahwa bukan aku yang menyelamatkannya. Dia akan membereskanku, selanjutnya dia pasti akan membereskan kita. Ibu, kita harus bagaimana?"Meskipun perkataan Hana agak
Sekarang Hana pun gelisah.Namun, sekarang dia sudah menenangkan dirinya. Malam ini Rizki datang untuk mempermainkannya.Selama dia menolak untuk mengakuinya, tidak ada yang bisa melakukan apa pun padanya.Memikirkan hal ini, Hana menatap Rizki dan berkata, "Bukankah kamu nggak tahu terima kasih? Apa kamu ke sini untuk mempermainkanku dan memberikan bukti pada Alya? Rizki, biar kuberi tahu kamu, aku nggak akan memberimu apa yang kamu mau. Kamu diselamatkan olehku yang telah mempertaruhkan nyawa. Waktu itu, aku hampir tenggelam di sungai demi menyelamatkanmu. Sementara mengenai Alya, dia bukan urusanku. Tapi, nggak ada satu pun orang yang bisa merebut jasaku. Kalau kamu mau menjadi orang yang nggak tahu terima kasih, silakan. Tapi jangan harap kamu bisa memaksa atau menyogokku untuk mendapatkan bukti apa pun."Setelah mengatakan itu, Hana langsung berbalik dan berjalan ke tepi tempat tidur, dia melepaskan sepatunya, lalu naik ke tempat tidur."Selama belasan tahun ini, akulah yang telah
Jawaban ini membuat Hana benar-benar panik.Tadinya, dia kira Rizki menanyakan hal ini karena ingin mendengarnya menceritakan ulang kejadiannya. Namun, ternyata ....Begitu menyadari betapa buruknya nasib yang harus dia hadapi bila Rizki sampai mengetahui kebenarannya, Hana pun seketika menjadi panik dan mulai berbicara dengan tidak jelas."Rizki, waktu itu benar-benar aku yang menyelamatkanmu. Jangan dengarkan omong kosong Alya, dia hanya ingin membohongimu dan membuatmu membuangku."Dari ucapannya ini, Rizki akhirnya mendapatkan kata kunci yang dia cari-cari. Matanya menyipit dengan mengancam, suaranya juga menjadi sangat dingin."Memangnya aku sudah bilang siapa yang mengatakannya?"Hana pun tercengang."Waktu itu, bukankah hanya ada aku dan kamu di tepi sungai? Kenapa kamu mengira Alya yang mengatakan sesuatu padaku? Kalau dia nggak di sana, apa perkataannya itu penting?"Sampai di sini, nada bicara Rizki seketika berubah menjadi tajam."Atau maksudmu, waktu itu bukan hanya ada kit
Hana tertegun oleh pertanyaannya dan membeku di tempat, dia menatap Rizki dengan bingung.Setelah waktu yang lama, barulah dia menyadari sesuatu.Mungkinkah Rizki sudah mengetahui kebohongannya?Tidak, itu tidak mungkin.Saat diselamatkan, Rizki masih tidak sadarkan diri. Alya juga telah kehilangan ingatannya. Rizki tidak mungkin mengetahuinya, kecuali Alya mendapatkan ingatannya kembali.Namun, bertahun-tahun telah berlalu, jika Alya ingin mendapatkan kembali ingatannya dia pasti sudah lama melakukannya, kenapa harus menunggu sampai sekarang?Apalagi, jika Alya benar-benar telah mendapatkan kembali ingatannya, apakah dia bisa menahan diri untuk tidak segera datang ke sini dan menemuinya? Dia mungkin sudah memberi tahu seluruh dunia bahwa dialah yang menyelamatkan Rizki.Setelah memikirkan hal ini, Hana merasa bahwa dirinya mungkin hanya terlalu sensitif dan curiga karena mimpinya.Rizki yang sekarang menanyakan hal-hal ini, sebenarnya memberikan kesempatan yang sangat bagus untuknya.
Karena di depan Rizki, dia selalu tampil ramah dan lembut, tidak pernah bertingkah seperti perempuan jahat seperti sekarang.Hana panik, dia segera menyibakkan selimutnya dan turun dari tempat tidur."Rizki, kenapa kamu ke sini?"Sebelum Hana selesai bicara, air mata sudah mengalir di pipinya. Dia menangis dan bergegas menghampiri Rizki."Aku kira kamu nggak mau berbicara denganku lagi."Rizki menurunkan matanya, memandang pergelangan tangan Hana."Kenapa kamu marah sekali?"Mendengar ini, Hana buru-buru menjelaskan, "A ... aku kira kamu mengabaikanku, jadi suasana hatiku sangat jelek. Maaf ... aku nggak bermaksud begitu. Nanda, apa kamu baik-baik saja?"Nanda menggeleng. Sambil melangkah mundur, dia membenci Hana yang bermuka dua ini di dalam hatinya. "Kalau begitu aku keluar dulu, kalian berdua silakan mengobrol."Dia segera pergi, bahkan menutup pintu kamar tersebut untuk Hana.Hana tidak tahu sekarang pukul berapa, tetapi seharusnya sudah malam sekali. Dia tidak menyangka Rizki aka
Setelah Rizki pergi, Alya berdiri seorang diri di depan pintu, berusaha menenangkan napas dan perasaannya.Beberapa waktu kemudian, dia mengangkat tangan dan menyentuh pipinya.Masih hangat ....Jelas-jelas tadi hanya sebuah pelukan.Akan tetapi, dia tidak menyangka Rizki benar-benar memercayainya dan sama sekali tidak mempertanyakannya.Bukankah ini artinya, hati Rizki selalu lebih condong kepadanya?"Mama?"Tiba-tiba, terdengar suara anak kecil dari belakangnya.Alya kaget dan berbalik, menemukan bahwa Satya sudah bangun entah sejak kapan dan sedang berdiri di sana menatapnya.Melihat putranya, Alya pun terkejut."Satya, kenapa kamu bangun?"Bukankah dia sudah tidur?Mata Alya menghindari putranya. Sudah berapa lama Satya berdiri di sana? Barusan dia tidak melihatnya, 'kan?Sambil memikirkan hal itu, Alya berjalan menghampiri Satya, lalu berjongkok di depannya dan menggendongnya. "Kamu keluar tanpa pakai baju tebal, bagaimana kalau nanti kamu sakit?"Setelah digendong, Satya memeluk
"Ya sudahlah." Alya berbalik. "Lagi pula kejadian itu sudah sangat lama berlalu. Kalau aku nggak mengingatnya, siapa pun pasti akan mengira dia yang menyelamatkanmu."Melihat punggungnya, Rizki merapatkan bibir."Kamu tenang saja, aku nggak akan membiarkan pencapaianmu dicuri oleh orang lain tanpa alasan."Alya tertawa dengan dingin."Apa gunanya kamu mengatakan itu sekarang? Semua orang sudah mengira dia yang menyelamatkanmu, kejadiannya juga terjadi bertahun-tahun yang lalu. Apa sekarang kamu akan keluar dan berkata bahwa yang menyelamatkanmu adalah aku dan bukan dia? Apa kamu punya bukti?""Nggak.""Jadi ...."Bahunya terasa berat, Rizki tiba-tiba memegang bahunya dan menariknya, membuatnya bertatap muka dengan pria itu."Bukti adalah sesuatu yang, selama aku inginkan, pasti ada."Alya tertegun. "Apa?"Rizki berkata, "Tadinya, aku hanya ingin memutus hubungan dengannya, lagi pula dia telah menyelamatkanku. Tapi sekarang karena dia nggak menyelamatkanku, ini bukan lagi hanya tentang