Jelas, Hana sangat gelisah saat mendengar Alya tidak menginginkan uangnya.Setelah dia kembali dari luar negeri, dia menyadari bahwa sikap Rizki terhadap Alya telah sangat berubah.Rizki masih belum mengetahui kehamilan Alya, kalau dia sampai tahu ....Hana tidak tahu pilihan apa yang akan Rizki buat.Bahkan firasat Hana mengatakan, bila Rizki mengetahui kehamilan Alya, dia tidak akan melepaskan wanita ini begitu saja.Jadi, di hadapan Alya, Hana hanya bisa memaksa dirinya untuk terus tersenyum."Alya, apa kamu takut dengan apa yang orang-orang akan katakan? Jangan takut, ini uang pribadiku, jadi nggak ada orang yang tahu. Aku benar-benar mengkhawatirkanmu, apalagi dengan situasimu saat ini ....""Nona Hana." Alya menghela napasnya. "Pertama, aku berterima kasih atas kepedulianmu. Keluargaku memang sudah bangkrut, tapi selama 2 tahun ini aku terus bekerja keras. Walaupun nggak sekaya dulu, aku masih bisa membiayai diriku dan ...."Tiba-tiba Alya tidak melanjutkan kalimatnya. Dia tersen
Rasa lega ini mulai ada setelah dia memutuskan untuk membesarkan anak ini.Alya tidak bisa menahan diri untuk mengelus perus kecilnya. Sebuah senyum muncul di bibirnya.Mulai sekarang, di dunia ini dia punya satu anggota keluarga baru.'Sayang, meskipun Ibu akan menjadi orang tua tunggal, Ibu akan mengurusmu dengan baik.'...Di malam hari.Ketika Alya sedang mengemasi barang sambil bertanya-tanya kapan Rizki pulang, dia mendengar suara gerbang rumah dibuka.Dia berjalan ke jendela dan mengintip.Cahaya lampu mobil terlihat menyinari gerbang. Tangan Alya yang beristirahat di atas pagar pun mengepal.Itu mobil Rizki.Kebetulan, malam ini dia akan menjelaskan semuanya pada Rizki.Setelah memutuskan hal tersebut, Alya kembali ke dalam kamar dan lanjut mengemasi barangnya.Barang-barangnya sebenarnya tidak begitu banyak, Alya bukan orang yang suka berbelanja. Tadinya, dia kira berkemas adalah hal yang mudah.Namun, ketika dia benar-benar mulai berkemas, dia menyadari bahwa selama 2 tahun i
Kata-katanya bagaikan pukulan keras bagi Rizki. Pria itu diam tercengang untuk waktu yang lama.Ketika dia tersadar kembali, dia melihat tatapan Alya yang mencela dan menderita.Tanpa menunggu pria itu mengamati lebih jauh, Alya menunduk dan kembali berkemas. Gerakannya makin cepat dibanding sebelumnya, dia bahkan tidak melipat bajunya dengan benar. Dia hanya asal melipatnya dan menjejalkannya ke dalam koper.Ketika dia berbalik, Rizki tiba-tiba menggenggam pergelangan tangannya. Dari atas, terdengar suara dingin Rizki yang berkata, "Kenapa pindah hari ini? Kamu begitu terburu-buru?"Bahkan terdapat nada mengejek dalam perkataannya. "Biar aku tebak kenapa kamu terburu-buru, apa karena makan siangmu dengan Kak Wisnu hari ini?"Mendengar ini, Alya langsung mendongak dan menatapnya dengan tak percaya."Kamu nggak perlu mengejekku seperti ini! Bukankah kamu yang paling tahu bagaimana hubunganku dengan Kak Wisnu?" ucap Alya sambil berusaha melepaskan tangan Rizki.Akan tetapi, cengkeraman t
Dia sama sekali tidak ragu, sama seperti ketika dia ingin pindah dari kamar ini sekarang.Memikirkan ini, cengkeraman Rizki perlahan mengendur.Alya akhirnya bebas, dia pun kembali mengemasi barang-barangnya.Rizki menjadi makin gelisah. Dia menarik dasinya dan berkata dengan kesal, "Kalau kamu pindah kamar sekarang, para pelayan akan segera menyadari sesuatu."Mengenai hal itu, Alya sudah lama memikirkannya. Dia segera membalas, "Aku nggak takut mereka menyadarinya. Lagi pula, nggak lama lagi kita akan cerai.""Lalu, bagaimana dengan Nenek?""Nenek nggak akan tahu.""Bagaimana kamu bisa yakin? Apa kamu pikir nggak ada orangnya Nenek di antara para pelayan?"Pertanyaan itu membuat Alya membeku.Dia belum mempertimbangkan hal itu.Setelah terdiam cukup lama, dia berkata, "Kalau begitu, kita bicarakan lagi hal ini saat Nenek selesai operasi."Dia tidak boleh gegabah, kesehatan Nenek jauh lebih penting.Rizki mencibir, "Kamu tampak kecewa.""Aku nggak kecewa. Bukankah sudah hampir 2 tahun
Rizki mengajak kedua teman baiknya untuk pergi minum.Rizki minum sangat banyak. Dia meminum alkohol seperti meminum air.Andi Wijaya dan Faisal Anggara memandangnya dari samping, keduanya merasa takut."Bujuk dia?"Mata Andi memberi sinyal pada Faisal.Faisal pun mengangkat bahunya tak berdaya."Kamu kira aku punya kemampuan untuk membujuknya?"Andi terlihat serius dan mengatupkan bibirnya. "Dia sudah minum terlalu banyak. Kalau dia terus minum seperti ini, nggak bagus buat kesehatannya."Faisal mengangguk."Kamu benar."Di saat berikutnya, mereka berdua sama-sama maju untuk menghentikan Rizki."Oke Rizki, jangan minum lagi.""Walau hanya sekadar mabuk, sepertinya sekarang sudah cukup. Tunggu alkoholnya menguap sebentar, kalau nggak nanti kamu bisa kehilangan kesadaran."Kedua orang itu mencoba untuk menghalangi Rizki, tetapi hanya secara lisan. Mereka masih tidak berani untuk menyentuhnya.Mendengar mereka, Rizki hanya mencibir dan tidak mengatakan apa pun. Malam ini dia sudah minum
"Sial!" Faisal hanya bisa terkejut. "Dia mabuk? Nggak, 'kan? Masa sih?"Rizki yang berada di atas meja tidak merespons, tampaknya dia sudah tertidur."Sepertinya begitu," ucap Andi."Sialan. Saat dia tanya kenapa aku memerintahnya barusan, aku kira dia masih sadar. Aku sampai bertanya-tanya apakah toleransi alkoholnya meningkat. Ternyata dia masih seperti ini."Setelah mengatakan itu, Faisal memanfaatkan situasi Rizki yang sudah mabuk untuk membalas intimidasi yang diterimanya tadi. Andi tidak bisa terus melihatnya, jadi dia berkata, "Kalau kamu nggak mau dibunuh saat dia sadar nanti, berhentilah."Faisal pun segera berhenti."Sekarang bagaimana? Kita antar dia pulang atau apa?"Faisal tiba-tiba terpikirkan sesuatu. Dengan mata berbinar, dia merogoh saku Rizki."Hei, kita nggak pernah punya kesempatan untuk memegang ponselnya saat dia sadar. Coba aku lihat ada rahasia apa di dalam ponselnya. Apakah dia mengobrol dengan dewiku."Hana adalah dewinya Faisal, semacam dewi yang dikagumi kar
Sebenarnya, Alya saat ini sudah memakai piama dan bersiap-siap untuk tidur.Meskipun suasana hatinya sedang buruk, rutinitasnya tidak boleh ikut terpengaruh.Jika dia benar-benar memutuskan untuk membesarkan anak ini, nantinya dia mungkin akan menghadapi pertempuran yang sulit.Jadi, dia harus selalu merawat dirinya, menyimpan tenaga dan membuat persiapan.Bahkan kalau dia tidak bisa tidur, dia tetap harus berbaring di tempat tidur dan beristirahat.Siapa sangka ponselnya tiba-tiba berbunyi. Dia pun meliriknya, ternyata yang menelepon adalah Rizki.Melihat nama yang tampil di layar ponselnya, perasaan Alya sebenarnya cukup rumit.Menjelang malam tadi, mereka berdua bertengkar hebat. Saat melihat pria itu pergi, Alya kira Rizki akan pergi mencari Hana.Dia tidak menyangka Rizki akan meneleponnya.Ketika dia berpikir untuk mengangkat telepon tersebut, dia teringat Rizki yang pernah menyuruh Hana untuk meneleponnya. Mungkin telepon hari ini juga sama.Alya tidak begitu ingin mengangkat te
"Sebenarnya apa yang terjadi? Kenapa tiba-tiba dia minum banyak sekali? Faisal, kenapa kamu nggak menghentikannya?"Hana dan Faisal memapah Rizki keluar dari bar. Andi dengan tenang mengikuti mereka dari belakang.Disalahkan oleh dewinya, Faisal merasa agak sedih dan berkata, "Aku sudah coba menghentikannya. Tapi kamu tahu, bagaimana mungkin Rizki mau mendengarkan kita? Kalau kamu ada di sini dan berbicara dengannya, mungkin dia akan mendengarkanmu."Hana menghela napasnya. "Benar-benar, kita ini orang dewasa. Kenapa dia membuat dirinya jadi seperti ini?"Mereka bekerja sama untuk membawa Rizki masuk ke mobil.Alya yang berdiri di balik bayangan pun diam-diam memperhatikan mereka.Tiba-tiba, Rizki yang mabuk tampak merasakan sesuatu. Dia segera meraih pergelangan tangan Hana dan berkata, "Jangan, jangan pergi."Dia bergumam tidak jelas.Hana tertegun sejenak. Setelah tersadar kembali, Hana menepuk pundak Rizki dengan lembut. "Baiklah, aku nggak akan pergi. Rizki, menurutlah sedikit."M