Dia sama sekali tidak ragu, sama seperti ketika dia ingin pindah dari kamar ini sekarang.Memikirkan ini, cengkeraman Rizki perlahan mengendur.Alya akhirnya bebas, dia pun kembali mengemasi barang-barangnya.Rizki menjadi makin gelisah. Dia menarik dasinya dan berkata dengan kesal, "Kalau kamu pindah kamar sekarang, para pelayan akan segera menyadari sesuatu."Mengenai hal itu, Alya sudah lama memikirkannya. Dia segera membalas, "Aku nggak takut mereka menyadarinya. Lagi pula, nggak lama lagi kita akan cerai.""Lalu, bagaimana dengan Nenek?""Nenek nggak akan tahu.""Bagaimana kamu bisa yakin? Apa kamu pikir nggak ada orangnya Nenek di antara para pelayan?"Pertanyaan itu membuat Alya membeku.Dia belum mempertimbangkan hal itu.Setelah terdiam cukup lama, dia berkata, "Kalau begitu, kita bicarakan lagi hal ini saat Nenek selesai operasi."Dia tidak boleh gegabah, kesehatan Nenek jauh lebih penting.Rizki mencibir, "Kamu tampak kecewa.""Aku nggak kecewa. Bukankah sudah hampir 2 tahun
Rizki mengajak kedua teman baiknya untuk pergi minum.Rizki minum sangat banyak. Dia meminum alkohol seperti meminum air.Andi Wijaya dan Faisal Anggara memandangnya dari samping, keduanya merasa takut."Bujuk dia?"Mata Andi memberi sinyal pada Faisal.Faisal pun mengangkat bahunya tak berdaya."Kamu kira aku punya kemampuan untuk membujuknya?"Andi terlihat serius dan mengatupkan bibirnya. "Dia sudah minum terlalu banyak. Kalau dia terus minum seperti ini, nggak bagus buat kesehatannya."Faisal mengangguk."Kamu benar."Di saat berikutnya, mereka berdua sama-sama maju untuk menghentikan Rizki."Oke Rizki, jangan minum lagi.""Walau hanya sekadar mabuk, sepertinya sekarang sudah cukup. Tunggu alkoholnya menguap sebentar, kalau nggak nanti kamu bisa kehilangan kesadaran."Kedua orang itu mencoba untuk menghalangi Rizki, tetapi hanya secara lisan. Mereka masih tidak berani untuk menyentuhnya.Mendengar mereka, Rizki hanya mencibir dan tidak mengatakan apa pun. Malam ini dia sudah minum
"Sial!" Faisal hanya bisa terkejut. "Dia mabuk? Nggak, 'kan? Masa sih?"Rizki yang berada di atas meja tidak merespons, tampaknya dia sudah tertidur."Sepertinya begitu," ucap Andi."Sialan. Saat dia tanya kenapa aku memerintahnya barusan, aku kira dia masih sadar. Aku sampai bertanya-tanya apakah toleransi alkoholnya meningkat. Ternyata dia masih seperti ini."Setelah mengatakan itu, Faisal memanfaatkan situasi Rizki yang sudah mabuk untuk membalas intimidasi yang diterimanya tadi. Andi tidak bisa terus melihatnya, jadi dia berkata, "Kalau kamu nggak mau dibunuh saat dia sadar nanti, berhentilah."Faisal pun segera berhenti."Sekarang bagaimana? Kita antar dia pulang atau apa?"Faisal tiba-tiba terpikirkan sesuatu. Dengan mata berbinar, dia merogoh saku Rizki."Hei, kita nggak pernah punya kesempatan untuk memegang ponselnya saat dia sadar. Coba aku lihat ada rahasia apa di dalam ponselnya. Apakah dia mengobrol dengan dewiku."Hana adalah dewinya Faisal, semacam dewi yang dikagumi kar
Sebenarnya, Alya saat ini sudah memakai piama dan bersiap-siap untuk tidur.Meskipun suasana hatinya sedang buruk, rutinitasnya tidak boleh ikut terpengaruh.Jika dia benar-benar memutuskan untuk membesarkan anak ini, nantinya dia mungkin akan menghadapi pertempuran yang sulit.Jadi, dia harus selalu merawat dirinya, menyimpan tenaga dan membuat persiapan.Bahkan kalau dia tidak bisa tidur, dia tetap harus berbaring di tempat tidur dan beristirahat.Siapa sangka ponselnya tiba-tiba berbunyi. Dia pun meliriknya, ternyata yang menelepon adalah Rizki.Melihat nama yang tampil di layar ponselnya, perasaan Alya sebenarnya cukup rumit.Menjelang malam tadi, mereka berdua bertengkar hebat. Saat melihat pria itu pergi, Alya kira Rizki akan pergi mencari Hana.Dia tidak menyangka Rizki akan meneleponnya.Ketika dia berpikir untuk mengangkat telepon tersebut, dia teringat Rizki yang pernah menyuruh Hana untuk meneleponnya. Mungkin telepon hari ini juga sama.Alya tidak begitu ingin mengangkat te
"Sebenarnya apa yang terjadi? Kenapa tiba-tiba dia minum banyak sekali? Faisal, kenapa kamu nggak menghentikannya?"Hana dan Faisal memapah Rizki keluar dari bar. Andi dengan tenang mengikuti mereka dari belakang.Disalahkan oleh dewinya, Faisal merasa agak sedih dan berkata, "Aku sudah coba menghentikannya. Tapi kamu tahu, bagaimana mungkin Rizki mau mendengarkan kita? Kalau kamu ada di sini dan berbicara dengannya, mungkin dia akan mendengarkanmu."Hana menghela napasnya. "Benar-benar, kita ini orang dewasa. Kenapa dia membuat dirinya jadi seperti ini?"Mereka bekerja sama untuk membawa Rizki masuk ke mobil.Alya yang berdiri di balik bayangan pun diam-diam memperhatikan mereka.Tiba-tiba, Rizki yang mabuk tampak merasakan sesuatu. Dia segera meraih pergelangan tangan Hana dan berkata, "Jangan, jangan pergi."Dia bergumam tidak jelas.Hana tertegun sejenak. Setelah tersadar kembali, Hana menepuk pundak Rizki dengan lembut. "Baiklah, aku nggak akan pergi. Rizki, menurutlah sedikit."M
Faisal segera mengangguk."Benar juga. Kita nggak bisa membiarkan dia sendiri dalam kondisi mabuk seperti ini, kalau begitu kita ....""Kalau begitu bawa ke tempatku saja," sela Andi tiba-tiba. Suaranya terdengar tegas. "Barusan kalian semua mendengarnya, nama yang dia panggil adalah namaku. Kalau aku nggak menepati janjiku, saat bangun nanti mungkin dia akan menyusahkanku."Andi dan Rizki sudah bertahun-tahun berteman, dia mengenal Rizki jauh lebih lama daripada Faisal dan Hana.Ditambah dengan sifatnya yang tenang, Andi biasanya jarang berbicara dan kebanyakan hanya diam. Namun, sekalinya dia berbicara, dia sulit untuk dilawan.Sama seperti sekarang.Hana menatap Andi yang berada di depannya. Meskipun pria itu tampak tenang, entah kenapa, Hana selalu merasa bahwa Andi tidak begitu menyukainya.Namun, Andi dan Rizki adalah sahabat.Mungkin ini hanya perasaannya saja.Faisal sempat tak bisa berkata-kata, lalu dia membela Hana dengan berkata, "Rizki sudah mabuk, mungkin besok dia sudah
Membicarakan hal ini, mata Andi meredup.Ketika dia menyarankan Alya untuk menjemput Rizki, sikap wanita itu tampak tidak keberatan untuk pergi. Bagaimana bisa dia tidak datang?Sebenarnya ketika Faisal sedang mengantar Hana tadi, Andi menelepon Alya lagi. Setelah dia menelepon dua atau tiga kali, barulah Alya mengangkatnya.Namun, suaranya terdengar sangat dingin, sikapnya sangat berbeda dengan yang tadi."Ada apa?"Andi terkejut dengan perubahan sikapnya. Merasa ada sesuatu yang janggal, dia pun bertanya, "Apa kamu datang? Apa kamu melihatnya?"Lawan bicaranya terdiam sejenak, lalu berkata, "Aku nggak pergi. Karena kamu bersamanya, tolong jaga dia baik-baik."Setelah itu, Alya menutup teleponnya.Awalnya Andi merasa bahwa wanita itu sangat berhati dingin.Namun, setelah beberapa saat, dia memikirkan kembali perkataan Alya dan menarik sebuah kesimpulan.Jika Alya benar-benar tidak pergi, ketika dia menanyakannya, seharusnya Alya bertanya kembali "melihat apa", bukan malah terdiam. Kem
"Maksudmu?" Andi tidak menjawab dan malah bertanya kembali.Pandangan mereka bertemu. Setelah hening untuk beberapa saat, Andi tiba-tiba berkata, "Kenapa? Kamu kecewa orang yang datang bukan dia?"Tanpa perlu dijelaskan, mereka berdua tahu siapa "dia".Dalam keheningan itu, Rizki tiba-tiba terkekeh dan menjawab, "Siapa yang kecewa? Kecewa tentang apa? Terserah dia mau datang atau nggak.""Oh." Andi mengangkat alisnya. "Kalau kamu nggak peduli, aku nggak akan mengatakan apa-apa."Setelah itu, dia benar-benar tidak mengatakan apa pun.Rizki mengerutkan keningnya dan menatap Andi dengan kesal."Kalau kamu tahu sesuatu maka katakanlah, kenapa menggantungku seperti ini?""Aku menggantungmu?" Andi tampak terkejut. "Aku kira kamu nggak mau tahu. Aku takut kamu kesal, jadi aku nggak mengatakannya. Kenapa kamu sangat ingin mengetahuinya?"Rizki tidak bisa berkata-kata.Sial, kenapa dia bisa mengenal orang seperti Andi?Rizki malas untuk berbasa-basi lagi dengannya. Dia pun segera menyibakkan se
Biasanya dalam situasi seperti ini, Hana akan berbalik dan pergi.Namun, sekarang Hana tidak punya apa-apa lagi. Dia maju beberapa langkah, lalu menggigit bibirnya dan berkata, "Apa maksudmu dengan bercanda menggunakan perasaanmu? Kamu nggak berpikir kalau perasaanmu padanya tulus, 'kan? Begitu tulus sampai-sampai kamu nggak peduli kalau dia jatuh ke dalam pelukan pria lain?"Irfan melihat ke arah asistennya. "Bawa dia keluar.""Irfan, Alya akan bersama dengan Rizki. Apa kamu akan membiarkan mereka bersama begitu saja? Aku tahu bahwa selama 5 tahun ini kamu terus menemani Alya, kamu telah menunggunya selama 5 tahun. Bukankah kamu ingin bersama dengannya? Apa kamu bersedia kalau hari ini dia diambil oleh orang lain?"Hana berteriak seperti orang gila dan hampir histeris, tetapi orang di depannya masih tetap tenang."Sudah cukup bicaranya?"Hana tercengang.Apa maksudnya? Dia sudah berbicara panjang lebar, tetapi Irfan bahkan tidak peduli sedikit pun?Ini tidak masuk akal. Bukankah pria
Setelah ibunya pergi, Hana jatuh ke tempat tidur rumah sakit, menutupi pipinya yang memar dan menangis kesakitan.Jangankan ibunya, dia bahkan ingin menampar dirinya sendiri.Baru sekaranglah dia sadar, bahwa dia harusnya berhenti sejak dulu ....Namun, tampaknya, sekarang sudah terlambat untuk melakukan apa pun.Apakah ada seseorang yang bisa menolongnya?Mungkin ... ada seseorang yang bisa menolongnya.Hana terpikirkan seseorang dan melompat turun dari tempat tidur. "Nanda, cepat, bawa aku mencari taksi."Malam ini adalah malam yang sibuk.Di teras yang hening.Hasan menuangkan secangkir teh panas untuk Irfan, uap teh mengepul di udara yang dingin. Hana berdiri di hadapannya, dengan Nanda yang menopangnya di samping.Dia sudah cukup lama berdiri sana, tetapi Irfan sama sekali tidak berbicara ataupun mempersilakannya duduk.Bahkan Hasan yang berada di sisinya hanya menuangkan secangkir teh panas.Dia berlari keluar dengan terburu-buru, sehingga dia masih mengenakan gaun rumah sakit da
"Sebenarnya apa yang terjadi?"Nanda secara singkat menjelaskan apa yang dia tahu."Apa? Rizki datang?" Kegembiraan melintas di mata Tesa, dia maju dan menggenggam tangan Hana. "Hana, kenapa kamu nggak memberitahuku kalau Rizki datang? Dia datang menjengukmu, 'kan?"Sayangnya, mata Hana penuh dengan keputusasaan. Dia terlihat seperti pecundang. Tesa memanggilnya berkali-kali, tetapi dia tidak merespons."Hana? Cepat bicara!"Melihatnya yang seperti ini membuat Tesa kesal.Kemudian barulah Hana mendongak, matanya penuh dengan air mata."Ibu, dia tahu, dia sudah tahu. Selanjutnya dia nggak akan membiarkanku, dia juga nggak akan membiarkan Keluarga Adelia."Tesa mengerutkan keningnya."Tahu apa? Bicaralah yang jelas.""Alya, Alya Kartika, ingatan dia sudah kembali. Dia memberi tahu Rizki kebenarannya. Sekarang Rizki sudah tahu bahwa bukan aku yang menyelamatkannya. Dia akan membereskanku, selanjutnya dia pasti akan membereskan kita. Ibu, kita harus bagaimana?"Meskipun perkataan Hana agak
Sekarang Hana pun gelisah.Namun, sekarang dia sudah menenangkan dirinya. Malam ini Rizki datang untuk mempermainkannya.Selama dia menolak untuk mengakuinya, tidak ada yang bisa melakukan apa pun padanya.Memikirkan hal ini, Hana menatap Rizki dan berkata, "Bukankah kamu nggak tahu terima kasih? Apa kamu ke sini untuk mempermainkanku dan memberikan bukti pada Alya? Rizki, biar kuberi tahu kamu, aku nggak akan memberimu apa yang kamu mau. Kamu diselamatkan olehku yang telah mempertaruhkan nyawa. Waktu itu, aku hampir tenggelam di sungai demi menyelamatkanmu. Sementara mengenai Alya, dia bukan urusanku. Tapi, nggak ada satu pun orang yang bisa merebut jasaku. Kalau kamu mau menjadi orang yang nggak tahu terima kasih, silakan. Tapi jangan harap kamu bisa memaksa atau menyogokku untuk mendapatkan bukti apa pun."Setelah mengatakan itu, Hana langsung berbalik dan berjalan ke tepi tempat tidur, dia melepaskan sepatunya, lalu naik ke tempat tidur."Selama belasan tahun ini, akulah yang telah
Jawaban ini membuat Hana benar-benar panik.Tadinya, dia kira Rizki menanyakan hal ini karena ingin mendengarnya menceritakan ulang kejadiannya. Namun, ternyata ....Begitu menyadari betapa buruknya nasib yang harus dia hadapi bila Rizki sampai mengetahui kebenarannya, Hana pun seketika menjadi panik dan mulai berbicara dengan tidak jelas."Rizki, waktu itu benar-benar aku yang menyelamatkanmu. Jangan dengarkan omong kosong Alya, dia hanya ingin membohongimu dan membuatmu membuangku."Dari ucapannya ini, Rizki akhirnya mendapatkan kata kunci yang dia cari-cari. Matanya menyipit dengan mengancam, suaranya juga menjadi sangat dingin."Memangnya aku sudah bilang siapa yang mengatakannya?"Hana pun tercengang."Waktu itu, bukankah hanya ada aku dan kamu di tepi sungai? Kenapa kamu mengira Alya yang mengatakan sesuatu padaku? Kalau dia nggak di sana, apa perkataannya itu penting?"Sampai di sini, nada bicara Rizki seketika berubah menjadi tajam."Atau maksudmu, waktu itu bukan hanya ada kit
Hana tertegun oleh pertanyaannya dan membeku di tempat, dia menatap Rizki dengan bingung.Setelah waktu yang lama, barulah dia menyadari sesuatu.Mungkinkah Rizki sudah mengetahui kebohongannya?Tidak, itu tidak mungkin.Saat diselamatkan, Rizki masih tidak sadarkan diri. Alya juga telah kehilangan ingatannya. Rizki tidak mungkin mengetahuinya, kecuali Alya mendapatkan ingatannya kembali.Namun, bertahun-tahun telah berlalu, jika Alya ingin mendapatkan kembali ingatannya dia pasti sudah lama melakukannya, kenapa harus menunggu sampai sekarang?Apalagi, jika Alya benar-benar telah mendapatkan kembali ingatannya, apakah dia bisa menahan diri untuk tidak segera datang ke sini dan menemuinya? Dia mungkin sudah memberi tahu seluruh dunia bahwa dialah yang menyelamatkan Rizki.Setelah memikirkan hal ini, Hana merasa bahwa dirinya mungkin hanya terlalu sensitif dan curiga karena mimpinya.Rizki yang sekarang menanyakan hal-hal ini, sebenarnya memberikan kesempatan yang sangat bagus untuknya.
Karena di depan Rizki, dia selalu tampil ramah dan lembut, tidak pernah bertingkah seperti perempuan jahat seperti sekarang.Hana panik, dia segera menyibakkan selimutnya dan turun dari tempat tidur."Rizki, kenapa kamu ke sini?"Sebelum Hana selesai bicara, air mata sudah mengalir di pipinya. Dia menangis dan bergegas menghampiri Rizki."Aku kira kamu nggak mau berbicara denganku lagi."Rizki menurunkan matanya, memandang pergelangan tangan Hana."Kenapa kamu marah sekali?"Mendengar ini, Hana buru-buru menjelaskan, "A ... aku kira kamu mengabaikanku, jadi suasana hatiku sangat jelek. Maaf ... aku nggak bermaksud begitu. Nanda, apa kamu baik-baik saja?"Nanda menggeleng. Sambil melangkah mundur, dia membenci Hana yang bermuka dua ini di dalam hatinya. "Kalau begitu aku keluar dulu, kalian berdua silakan mengobrol."Dia segera pergi, bahkan menutup pintu kamar tersebut untuk Hana.Hana tidak tahu sekarang pukul berapa, tetapi seharusnya sudah malam sekali. Dia tidak menyangka Rizki aka
Setelah Rizki pergi, Alya berdiri seorang diri di depan pintu, berusaha menenangkan napas dan perasaannya.Beberapa waktu kemudian, dia mengangkat tangan dan menyentuh pipinya.Masih hangat ....Jelas-jelas tadi hanya sebuah pelukan.Akan tetapi, dia tidak menyangka Rizki benar-benar memercayainya dan sama sekali tidak mempertanyakannya.Bukankah ini artinya, hati Rizki selalu lebih condong kepadanya?"Mama?"Tiba-tiba, terdengar suara anak kecil dari belakangnya.Alya kaget dan berbalik, menemukan bahwa Satya sudah bangun entah sejak kapan dan sedang berdiri di sana menatapnya.Melihat putranya, Alya pun terkejut."Satya, kenapa kamu bangun?"Bukankah dia sudah tidur?Mata Alya menghindari putranya. Sudah berapa lama Satya berdiri di sana? Barusan dia tidak melihatnya, 'kan?Sambil memikirkan hal itu, Alya berjalan menghampiri Satya, lalu berjongkok di depannya dan menggendongnya. "Kamu keluar tanpa pakai baju tebal, bagaimana kalau nanti kamu sakit?"Setelah digendong, Satya memeluk
"Ya sudahlah." Alya berbalik. "Lagi pula kejadian itu sudah sangat lama berlalu. Kalau aku nggak mengingatnya, siapa pun pasti akan mengira dia yang menyelamatkanmu."Melihat punggungnya, Rizki merapatkan bibir."Kamu tenang saja, aku nggak akan membiarkan pencapaianmu dicuri oleh orang lain tanpa alasan."Alya tertawa dengan dingin."Apa gunanya kamu mengatakan itu sekarang? Semua orang sudah mengira dia yang menyelamatkanmu, kejadiannya juga terjadi bertahun-tahun yang lalu. Apa sekarang kamu akan keluar dan berkata bahwa yang menyelamatkanmu adalah aku dan bukan dia? Apa kamu punya bukti?""Nggak.""Jadi ...."Bahunya terasa berat, Rizki tiba-tiba memegang bahunya dan menariknya, membuatnya bertatap muka dengan pria itu."Bukti adalah sesuatu yang, selama aku inginkan, pasti ada."Alya tertegun. "Apa?"Rizki berkata, "Tadinya, aku hanya ingin memutus hubungan dengannya, lagi pula dia telah menyelamatkanku. Tapi sekarang karena dia nggak menyelamatkanku, ini bukan lagi hanya tentang