Rizki mengajak kedua teman baiknya untuk pergi minum.Rizki minum sangat banyak. Dia meminum alkohol seperti meminum air.Andi Wijaya dan Faisal Anggara memandangnya dari samping, keduanya merasa takut."Bujuk dia?"Mata Andi memberi sinyal pada Faisal.Faisal pun mengangkat bahunya tak berdaya."Kamu kira aku punya kemampuan untuk membujuknya?"Andi terlihat serius dan mengatupkan bibirnya. "Dia sudah minum terlalu banyak. Kalau dia terus minum seperti ini, nggak bagus buat kesehatannya."Faisal mengangguk."Kamu benar."Di saat berikutnya, mereka berdua sama-sama maju untuk menghentikan Rizki."Oke Rizki, jangan minum lagi.""Walau hanya sekadar mabuk, sepertinya sekarang sudah cukup. Tunggu alkoholnya menguap sebentar, kalau nggak nanti kamu bisa kehilangan kesadaran."Kedua orang itu mencoba untuk menghalangi Rizki, tetapi hanya secara lisan. Mereka masih tidak berani untuk menyentuhnya.Mendengar mereka, Rizki hanya mencibir dan tidak mengatakan apa pun. Malam ini dia sudah minum
"Sial!" Faisal hanya bisa terkejut. "Dia mabuk? Nggak, 'kan? Masa sih?"Rizki yang berada di atas meja tidak merespons, tampaknya dia sudah tertidur."Sepertinya begitu," ucap Andi."Sialan. Saat dia tanya kenapa aku memerintahnya barusan, aku kira dia masih sadar. Aku sampai bertanya-tanya apakah toleransi alkoholnya meningkat. Ternyata dia masih seperti ini."Setelah mengatakan itu, Faisal memanfaatkan situasi Rizki yang sudah mabuk untuk membalas intimidasi yang diterimanya tadi. Andi tidak bisa terus melihatnya, jadi dia berkata, "Kalau kamu nggak mau dibunuh saat dia sadar nanti, berhentilah."Faisal pun segera berhenti."Sekarang bagaimana? Kita antar dia pulang atau apa?"Faisal tiba-tiba terpikirkan sesuatu. Dengan mata berbinar, dia merogoh saku Rizki."Hei, kita nggak pernah punya kesempatan untuk memegang ponselnya saat dia sadar. Coba aku lihat ada rahasia apa di dalam ponselnya. Apakah dia mengobrol dengan dewiku."Hana adalah dewinya Faisal, semacam dewi yang dikagumi kar
Sebenarnya, Alya saat ini sudah memakai piama dan bersiap-siap untuk tidur.Meskipun suasana hatinya sedang buruk, rutinitasnya tidak boleh ikut terpengaruh.Jika dia benar-benar memutuskan untuk membesarkan anak ini, nantinya dia mungkin akan menghadapi pertempuran yang sulit.Jadi, dia harus selalu merawat dirinya, menyimpan tenaga dan membuat persiapan.Bahkan kalau dia tidak bisa tidur, dia tetap harus berbaring di tempat tidur dan beristirahat.Siapa sangka ponselnya tiba-tiba berbunyi. Dia pun meliriknya, ternyata yang menelepon adalah Rizki.Melihat nama yang tampil di layar ponselnya, perasaan Alya sebenarnya cukup rumit.Menjelang malam tadi, mereka berdua bertengkar hebat. Saat melihat pria itu pergi, Alya kira Rizki akan pergi mencari Hana.Dia tidak menyangka Rizki akan meneleponnya.Ketika dia berpikir untuk mengangkat telepon tersebut, dia teringat Rizki yang pernah menyuruh Hana untuk meneleponnya. Mungkin telepon hari ini juga sama.Alya tidak begitu ingin mengangkat te
"Sebenarnya apa yang terjadi? Kenapa tiba-tiba dia minum banyak sekali? Faisal, kenapa kamu nggak menghentikannya?"Hana dan Faisal memapah Rizki keluar dari bar. Andi dengan tenang mengikuti mereka dari belakang.Disalahkan oleh dewinya, Faisal merasa agak sedih dan berkata, "Aku sudah coba menghentikannya. Tapi kamu tahu, bagaimana mungkin Rizki mau mendengarkan kita? Kalau kamu ada di sini dan berbicara dengannya, mungkin dia akan mendengarkanmu."Hana menghela napasnya. "Benar-benar, kita ini orang dewasa. Kenapa dia membuat dirinya jadi seperti ini?"Mereka bekerja sama untuk membawa Rizki masuk ke mobil.Alya yang berdiri di balik bayangan pun diam-diam memperhatikan mereka.Tiba-tiba, Rizki yang mabuk tampak merasakan sesuatu. Dia segera meraih pergelangan tangan Hana dan berkata, "Jangan, jangan pergi."Dia bergumam tidak jelas.Hana tertegun sejenak. Setelah tersadar kembali, Hana menepuk pundak Rizki dengan lembut. "Baiklah, aku nggak akan pergi. Rizki, menurutlah sedikit."M
Faisal segera mengangguk."Benar juga. Kita nggak bisa membiarkan dia sendiri dalam kondisi mabuk seperti ini, kalau begitu kita ....""Kalau begitu bawa ke tempatku saja," sela Andi tiba-tiba. Suaranya terdengar tegas. "Barusan kalian semua mendengarnya, nama yang dia panggil adalah namaku. Kalau aku nggak menepati janjiku, saat bangun nanti mungkin dia akan menyusahkanku."Andi dan Rizki sudah bertahun-tahun berteman, dia mengenal Rizki jauh lebih lama daripada Faisal dan Hana.Ditambah dengan sifatnya yang tenang, Andi biasanya jarang berbicara dan kebanyakan hanya diam. Namun, sekalinya dia berbicara, dia sulit untuk dilawan.Sama seperti sekarang.Hana menatap Andi yang berada di depannya. Meskipun pria itu tampak tenang, entah kenapa, Hana selalu merasa bahwa Andi tidak begitu menyukainya.Namun, Andi dan Rizki adalah sahabat.Mungkin ini hanya perasaannya saja.Faisal sempat tak bisa berkata-kata, lalu dia membela Hana dengan berkata, "Rizki sudah mabuk, mungkin besok dia sudah
Membicarakan hal ini, mata Andi meredup.Ketika dia menyarankan Alya untuk menjemput Rizki, sikap wanita itu tampak tidak keberatan untuk pergi. Bagaimana bisa dia tidak datang?Sebenarnya ketika Faisal sedang mengantar Hana tadi, Andi menelepon Alya lagi. Setelah dia menelepon dua atau tiga kali, barulah Alya mengangkatnya.Namun, suaranya terdengar sangat dingin, sikapnya sangat berbeda dengan yang tadi."Ada apa?"Andi terkejut dengan perubahan sikapnya. Merasa ada sesuatu yang janggal, dia pun bertanya, "Apa kamu datang? Apa kamu melihatnya?"Lawan bicaranya terdiam sejenak, lalu berkata, "Aku nggak pergi. Karena kamu bersamanya, tolong jaga dia baik-baik."Setelah itu, Alya menutup teleponnya.Awalnya Andi merasa bahwa wanita itu sangat berhati dingin.Namun, setelah beberapa saat, dia memikirkan kembali perkataan Alya dan menarik sebuah kesimpulan.Jika Alya benar-benar tidak pergi, ketika dia menanyakannya, seharusnya Alya bertanya kembali "melihat apa", bukan malah terdiam. Kem
"Maksudmu?" Andi tidak menjawab dan malah bertanya kembali.Pandangan mereka bertemu. Setelah hening untuk beberapa saat, Andi tiba-tiba berkata, "Kenapa? Kamu kecewa orang yang datang bukan dia?"Tanpa perlu dijelaskan, mereka berdua tahu siapa "dia".Dalam keheningan itu, Rizki tiba-tiba terkekeh dan menjawab, "Siapa yang kecewa? Kecewa tentang apa? Terserah dia mau datang atau nggak.""Oh." Andi mengangkat alisnya. "Kalau kamu nggak peduli, aku nggak akan mengatakan apa-apa."Setelah itu, dia benar-benar tidak mengatakan apa pun.Rizki mengerutkan keningnya dan menatap Andi dengan kesal."Kalau kamu tahu sesuatu maka katakanlah, kenapa menggantungku seperti ini?""Aku menggantungmu?" Andi tampak terkejut. "Aku kira kamu nggak mau tahu. Aku takut kamu kesal, jadi aku nggak mengatakannya. Kenapa kamu sangat ingin mengetahuinya?"Rizki tidak bisa berkata-kata.Sial, kenapa dia bisa mengenal orang seperti Andi?Rizki malas untuk berbasa-basi lagi dengannya. Dia pun segera menyibakkan se
Andi memberi tahu Rizki apa yang terjadi semalam.Setelah mendengarkan cerita Andi, Rizki terdiam.Melihatnya yang tidak mengatakan apa pun, Andi melanjutkan, "Mungkinkah sebenarnya Alya datang, tapi begitu dia melihat kita dan Hana di depan bar, dia memilih untuk nggak menampakkan dirinya?"Kalimat itu menusuk hati Rizki.Dia menyipitkan matanya. Tak lama kemudian, dia menyangkal dengan berkata, "Nggak mungkin."Andi mengangkat alisnya. "Oh?""Dia dan Hana nggak bermusuhan. Kenapa dia nggak muncul hanya karena melihat Hana?" Setelah mengatakan itu, Rizki terkekeh mentertawakan dirinya sendiri. "Dia hanya nggak mau melihatku, dia nggak mau berurusan denganku."Andi hanya terdiam dan mengatupkan bibir tipisnya. Entah apa yang sedang dia pikirkan.Untuk beberapa waktu, kedua pria itu sama sekali tidak berbicara. Ponsel Rizki tiba-tiba berbunyi, nama Hana tampil di layar ponselnya. Andi yang berada di sampingnya pun juga melihatnya.Sebelum Rizki keluar untuk mengangkat telepon tersebut,