"Maksudmu?" Andi tidak menjawab dan malah bertanya kembali.Pandangan mereka bertemu. Setelah hening untuk beberapa saat, Andi tiba-tiba berkata, "Kenapa? Kamu kecewa orang yang datang bukan dia?"Tanpa perlu dijelaskan, mereka berdua tahu siapa "dia".Dalam keheningan itu, Rizki tiba-tiba terkekeh dan menjawab, "Siapa yang kecewa? Kecewa tentang apa? Terserah dia mau datang atau nggak.""Oh." Andi mengangkat alisnya. "Kalau kamu nggak peduli, aku nggak akan mengatakan apa-apa."Setelah itu, dia benar-benar tidak mengatakan apa pun.Rizki mengerutkan keningnya dan menatap Andi dengan kesal."Kalau kamu tahu sesuatu maka katakanlah, kenapa menggantungku seperti ini?""Aku menggantungmu?" Andi tampak terkejut. "Aku kira kamu nggak mau tahu. Aku takut kamu kesal, jadi aku nggak mengatakannya. Kenapa kamu sangat ingin mengetahuinya?"Rizki tidak bisa berkata-kata.Sial, kenapa dia bisa mengenal orang seperti Andi?Rizki malas untuk berbasa-basi lagi dengannya. Dia pun segera menyibakkan se
Andi memberi tahu Rizki apa yang terjadi semalam.Setelah mendengarkan cerita Andi, Rizki terdiam.Melihatnya yang tidak mengatakan apa pun, Andi melanjutkan, "Mungkinkah sebenarnya Alya datang, tapi begitu dia melihat kita dan Hana di depan bar, dia memilih untuk nggak menampakkan dirinya?"Kalimat itu menusuk hati Rizki.Dia menyipitkan matanya. Tak lama kemudian, dia menyangkal dengan berkata, "Nggak mungkin."Andi mengangkat alisnya. "Oh?""Dia dan Hana nggak bermusuhan. Kenapa dia nggak muncul hanya karena melihat Hana?" Setelah mengatakan itu, Rizki terkekeh mentertawakan dirinya sendiri. "Dia hanya nggak mau melihatku, dia nggak mau berurusan denganku."Andi hanya terdiam dan mengatupkan bibir tipisnya. Entah apa yang sedang dia pikirkan.Untuk beberapa waktu, kedua pria itu sama sekali tidak berbicara. Ponsel Rizki tiba-tiba berbunyi, nama Hana tampil di layar ponselnya. Andi yang berada di sampingnya pun juga melihatnya.Sebelum Rizki keluar untuk mengangkat telepon tersebut,
"Bermain?"Pernyataan ini membuat Alya mengerutkan hidungnya."Ya benar." Citra memegang dagunya sendiri dan dengan semangat berkata, "Main dengan bayi itu sangat seru, tahu? Kalau anakmu perempuan, kamu bisa mendandaninya setiap hari seperti gantungan baju hidup. Kamu pernah main Love Nikki? Nah, rasanya seperti mendandani karakter di permainan itu."Alya tidak tahu harus berkata apa.Alya yang tidak pernah bermain permainan seperti itu pun menatap Citra dengan bingung, dia tak menyangka sahabatnya mempunyai ide semacam itu."Oh ya, nanti jadikan aku ibu angkat anakmu, ya." Citra menggosok-gosokkan tangannya dengan bersemangat, sebuah binar tersembunyi di matanya. "Kalau nanti kamu sibuk, aku akan pindah dan tinggal bersamamu. Hehehe, aku mau menjelaskan dulu, aku bukan mau pindah untuk bermain dengan anakmu."Alya makin tak bisa berkata-kata.Sepertinya, dia tiba-tiba mengerti kenapa Citra memintanya untuk tidak mengaborsi anak ini."Oh ya." Citra seketika menjadi serius. "Aku lupa t
Alya memegang ponselnya, bagaimanapun dia tidak mengerti."Kenapa kamu membantuku?"Hubungannya dengan Hana tidak bisa dianggap sebaik itu. Mereka saling mengenal melalui temannya Rizki, tapi hubungan pertemanan mereka juga tidak begitu dekat.Kemudian, setelah dia mengetahui perasaan Rizki terhadap Hana, Alya semakin tidak mengacuhkannya. Dia sebisa mungkin selalu menghindarinya.Lagi pula, dia tidak pernah menganggap dirinya semurah hati itu.Alya mungkin tidak membencinya ataupun kesal padanya, tetapi dia juga tidak mau berteman dengan Hana.Namun siapa sangka, Hana benar-benar telah menolongnya.Setelah mendengar pertanyaannya, Hana tersenyum dengan lembut. "Alya, kamu adalah temannya Rizki. Teman Rizki adalah temanku juga, tentu saja aku mau membantumu. Kamu nggak perlu merasa terbebani, kamu juga nggak perlu mengatakan pada siapa pun kalau aku telah membantumu. Anggap saja Rizki yang membantumu."Mendengar ini, apa lagi yang tidak Alya mengerti?Hana membantunya demi Rizki.Alya
Utang budi, itulah yang waktu itu dia dapatkan.Setelah itu, ketika Alya pergi ke berbagai tempat untuk mencari bantuan, dia menyadari betapa tepat waktunya telepon Hana waktu itu.Seluruh properti Keluarga Kartika sudah hilang, yang tersisa hanyalah rumah itu.Saat memulai bisnis lagi, Alya bermaksud menjual rumah tersebut supaya ayahnya dapat memulai kembali. Namun, ayahnya menolak. Dengan ekspresi serius, pria itu berkata padanya, "Terserah mau kamu apakan rumah ini. Sebelumnya Ayah juga memulai semuanya dari awal, Ayah pasti bisa melakukannya lagi. Kamu bisa gadaikan rumah ini ke orang-orang itu, lalu undanglah Hana makan. Lihat apakah ada sesuatu yang bisa kamu lakukan untuknya, balas utang budi ini secepat mungkin.""Ayah ...."Bagaimana bisa utang budi dibalas semudah itu?Sang ayah pun mengelus kepala putrinya sambil tersenyum hangat."Meskipun Ayah nggak punya apa-apa, Ayah nggak bisa membiarkan Aci tunduk di depan saingan cintanya. Ayah pasti akan bangkit kembali. Ayah punya
Ternyata waktu berlalu dengan begitu cepat.Karena pekerjaan mereka yang sibuk, Nenek hanya mengizinkan Alya dan Rizki datang berkunjung pada hari Sabtu. Mereka tidak boleh datang di hari lain, kalau tidak Nenek akan marah.Selama 2 tahun ini, Alya selalu datang berkunjung bersama Rizki pada hari Sabtu.Semalam Rizki begitu mabuk, lalu pergi dengan Hana. Mungkin sekarang ....Tepat pada saat itu sang sopir bertanya, "Apa Nyonya mau menelepon Tuan?"Mendengar ini, Alya tersadar dari lamunannya. Dia refleks menjawab, "Nggak perlu, dia sibuk."Sopir itu terdiam."Hari ini aku pergi sendiri saja."Sang sopir pun hanya bisa mengangguk dan terus menyetir.Setelah sekian lama bekerja di kediaman Keluarga Saputra, dia dapat merasakan bahwa ada yang tidak beres. Dia juga mendengar beberapa rumor. Melihat kondisi Alya saat ini, dia merasa kasihan.Namun, dia hanya seorang pekerja, masalah semacam ini bukanlah urusan mereka....Di sanatorium terbaik di Kota Suryaloka.Begitu Alya tiba, seorang p
Membicarakan Rizki, Alya teringat akan pemandangan yang dilihatnya di luar bar semalam.Di mana orang itu?Orang itu tentu saja sudah dibawa pulang oleh Hana.Mengenai apa yang terjadi dan apa yang dilakukan Rizki semalam, Wulan tidak mengetahuinya sampai sekarang. Alya merasa bahwa ini sudah cukup jelas.Walaupun kesal, Alya tidak bisa menunjukkannya di depan Wulan. Akhirnya, dia hanya bisa mencarikan Rizki alasan yang akan sulit diketahui kebenarannya."Semalam dia bergadang, jadi hari ini dia nggak bisa bangun."Setelah memberikan alasan itu, Alya tiba-tiba tersadar bahwa apa yang dikatakannya juga benar. Pria itu memang bergadang, hanya saja apa yang pria itu lakukan tidak diketahui oleh orang lain.Mendengar jawabannya, wajah sang nenek seketika tampak kecewa. "Dia sudah sebesar itu tapi masih saja bergadang."Alya hanya tersenyum dan tidak membalasnya.Melihat sikap Alya yang tenang, wanita tua itu menghela napas. "Hanya kamu yang bisa menoleransi sifatnya.""Nggak juga," ucap Al
Orang itu bertubuh tinggi dan ramping, wajahnya tampan, tetapi tatapan matanya dingin.Ketika pandangan mereka bertemu, langkah Alya seketika terhenti."Rizki?"Melihat Rizki di sini, jelas Wulan sangat terkejut."Nenek," Rizki memanggil sang nenek dengan suara beratnya.Suaranya agak serak, memancarkan keseksian yang melankolis.Alya terkekeh pelan, suaranya hampir tidak terdengar.Namun, sepertinya Rizki mendengarnya. Pria itu mengangkat pandangannya dan menatap Alya dalam-dalam."Apa yang terjadi? Alya bilang kamu habis bergadang dan nggak bisa bangun, jadi aku kira hari ini kamu nggak datang."Rizki tidak menduga Alya akan mencarikannya alasan seperti ini.Dia mengatupkan bibirnya, lalu berkata pada sang nenek dengan nada merayu, "Jangankan bergadang, walau aku nggak tidur sampai pagi pun, aku tetap harus datang untuk menemui Nenek.""Dasar mulut manis," ucap Wulan sambil pura-pura kesal, tetapi senyum di wajahnya tak bisa disembunyikan.Kemudian, Rizki menghampiri Alya dan berkata