Ternyata waktu berlalu dengan begitu cepat.Karena pekerjaan mereka yang sibuk, Nenek hanya mengizinkan Alya dan Rizki datang berkunjung pada hari Sabtu. Mereka tidak boleh datang di hari lain, kalau tidak Nenek akan marah.Selama 2 tahun ini, Alya selalu datang berkunjung bersama Rizki pada hari Sabtu.Semalam Rizki begitu mabuk, lalu pergi dengan Hana. Mungkin sekarang ....Tepat pada saat itu sang sopir bertanya, "Apa Nyonya mau menelepon Tuan?"Mendengar ini, Alya tersadar dari lamunannya. Dia refleks menjawab, "Nggak perlu, dia sibuk."Sopir itu terdiam."Hari ini aku pergi sendiri saja."Sang sopir pun hanya bisa mengangguk dan terus menyetir.Setelah sekian lama bekerja di kediaman Keluarga Saputra, dia dapat merasakan bahwa ada yang tidak beres. Dia juga mendengar beberapa rumor. Melihat kondisi Alya saat ini, dia merasa kasihan.Namun, dia hanya seorang pekerja, masalah semacam ini bukanlah urusan mereka....Di sanatorium terbaik di Kota Suryaloka.Begitu Alya tiba, seorang p
Membicarakan Rizki, Alya teringat akan pemandangan yang dilihatnya di luar bar semalam.Di mana orang itu?Orang itu tentu saja sudah dibawa pulang oleh Hana.Mengenai apa yang terjadi dan apa yang dilakukan Rizki semalam, Wulan tidak mengetahuinya sampai sekarang. Alya merasa bahwa ini sudah cukup jelas.Walaupun kesal, Alya tidak bisa menunjukkannya di depan Wulan. Akhirnya, dia hanya bisa mencarikan Rizki alasan yang akan sulit diketahui kebenarannya."Semalam dia bergadang, jadi hari ini dia nggak bisa bangun."Setelah memberikan alasan itu, Alya tiba-tiba tersadar bahwa apa yang dikatakannya juga benar. Pria itu memang bergadang, hanya saja apa yang pria itu lakukan tidak diketahui oleh orang lain.Mendengar jawabannya, wajah sang nenek seketika tampak kecewa. "Dia sudah sebesar itu tapi masih saja bergadang."Alya hanya tersenyum dan tidak membalasnya.Melihat sikap Alya yang tenang, wanita tua itu menghela napas. "Hanya kamu yang bisa menoleransi sifatnya.""Nggak juga," ucap Al
Orang itu bertubuh tinggi dan ramping, wajahnya tampan, tetapi tatapan matanya dingin.Ketika pandangan mereka bertemu, langkah Alya seketika terhenti."Rizki?"Melihat Rizki di sini, jelas Wulan sangat terkejut."Nenek," Rizki memanggil sang nenek dengan suara beratnya.Suaranya agak serak, memancarkan keseksian yang melankolis.Alya terkekeh pelan, suaranya hampir tidak terdengar.Namun, sepertinya Rizki mendengarnya. Pria itu mengangkat pandangannya dan menatap Alya dalam-dalam."Apa yang terjadi? Alya bilang kamu habis bergadang dan nggak bisa bangun, jadi aku kira hari ini kamu nggak datang."Rizki tidak menduga Alya akan mencarikannya alasan seperti ini.Dia mengatupkan bibirnya, lalu berkata pada sang nenek dengan nada merayu, "Jangankan bergadang, walau aku nggak tidur sampai pagi pun, aku tetap harus datang untuk menemui Nenek.""Dasar mulut manis," ucap Wulan sambil pura-pura kesal, tetapi senyum di wajahnya tak bisa disembunyikan.Kemudian, Rizki menghampiri Alya dan berkata
Melihat pesan tersebut, Alya refleks mengangkat kepalanya dan menatap Rizki. Tatapan Alya pun bertemu dengan mata hitamnya yang dalam itu.Pria itu sedang menatapnya dengan tajam.Setelah berkontak mata sesaat, Alya membuang muka dan mengabaikannya.Rizki tak bisa berkata-kata.Ponselnya bergetar lagi, Alya lalu kembali mengambil ponselnya dan membaca pesan tersebut."Kemarilah."Tidak, dia tidak mau."Setelah Nenek dioperasi, kamu bisa melakukan apa pun yang kamu mau. Sekarang menurutlah sedikit, ayo kerja sama denganku. Bukankah kamu bilang hubungan kita ini sebuah transaksi?"Kalimat terakhir pesan itu membuat Alya akhirnya tersadar.Benar, sejak awal hubungan mereka adalah transaksi.Ini adalah hal yang sudah mereka sepakati bersama, kenapa sekarang dia merasa sentimental?Dengan pemikiran ini, Alya menarik napas dalam-dalam, lalu perlahan dia pun menghampiri Rizki.Meskipun dia sudah mempersiapkan mentalnya, setiap langkah yang dia ambil untuk menghampiri Rizki masih terasa sangat
Alya berulang kali mencuci tangannya dengan ekspresi dingin.Dia berpikir, kalau dia sendiri menyentuh Hana, tampaknya dia tidak akan bereaksi seperti ini. Dia tidak merasakan apa pun terhadap Hana.Namun, begitu dia teringat Rizki yang bersama dengan Hana semalam, dia merasa kotor, sangat kotor.Kekotoran semacam ini, secara psikologis menimbulkan rasa jijik.Cuacanya memang sudah dingin. Setelah dia cuci tangan berkali-kali, kehangatan yang baru saja kembali ke tangannya pun menghilang. Tangannya jadi sedingin es.Alya mengeringkan tangannya, lalu berbalik dan berjalan keluar dari toilet.Tiba-tiba langkah kakinya terhenti, dia melihat Rizki yang sedang bersandar di pintu masuk.Dia bersandar di sana, sedikit menunduk dan menatap ke lantai. Profil pria itu membuat wajahnya tampak sangat tiga dimensi dan tampan. Siapa pun bahkan dapat melihat bulu matanya yang panjang.Mendengar suara gerakan, Rizki pun mendongak dan menatap Alya. Tatapannya yang dalam jatuh ke tangan wanita itu.Akib
Alya dengan refleks membantah, "Nggak."Kemudian, Alya segera bertanya kembali, "Siapa yang mengatakan itu padamu?"Mendengar ini, Rizki menyipitkan matanya. "Benarkah nggak? Kamu ingin tahu siapa yang memberitahuku?""Oh." Alya dengan tidak setuju berkata, "Aku Ingin tahu siapa yang ahli menyebarkan rumor, Faisal? Andi? Benar, Andi meneleponku dan memberitahuku bahwa kamu mabuk. Dia memintaku untuk menjemputmu. Sebelum aku sempat menolak, dia sudah menutup teleponnya."Rizki mengerutkan kening, menatap Alya yang tampak berbicara dengan tenang."Tadinya aku ingin meminta Kepala Pelayan untuk menjemputmu, tapi malam sudah larut. Kepala Pelayan sudah makin tua, nggak baik untuk mengganggunya. Aku pikir dengan adanya Andi dan Faisal, akan ada orang-orang yang mengurusmu. Jadi meskipun kamu mabuk, nggak akan ada masalah.""Jadi?"Penjelasan Alya terdengar sangat lancar, seolah sama sekali tidak ada masalah."Jadi setelah aku memikirkan itu, aku tidur."Setelah selesai berbicara, Alya menat
Alya membungkuk untuk melihat data di layar komputer.Pola makan dan tidur dicatat dengan jelas di komputer. Karena sanatorium memiliki banyak pasien, para perawat tidak mungkin mengingat secara detail kebiasaan setiap orang.Jadi untuk dapat membedakan pasien-pasiennya dengan baik, sanatorium akan mencatat semua detail ini.Alya membaca data itu dengan saksama. Seperti yang dikatakan sang perawat, perubahannya sangat sedikit. Begitu tak kentara hingga hampir dapat diabaikan.Biasanya sanatorium memiliki kisaran. Jika tidak melebihi kisaran itu, maka hal tersebut dianggap normal.Alya mengatupkan bibirnya, merasa sedikit berat hati.Mungkin, dia hanya berpikir berlebihan?Dia dapat merasakannya, emosi Nenek sepertinya sedikit berubah, tetapi tidak ke arah yang positif."Nyonya Alya, aku mengerti kekhawatiranmu terhadap Nyonya Wulan. Tapi ... mungkinkah kekhawatiranmu membuatmu bingung?"Alya tidak membantahnya, bahkan dia menuruti perkataannya dan berkata, "Hm, mungkin kekhawatiranku m
Wulan terdiam sejenak, lalu bertanya, "Operasinya dimajukan?""Ya."Setelah itu Wulan terdiam.Melihat sang nenek dari samping, Alya berpikir sejenak sebelum berkata, "Nenek, walaupun operasi terdengar menyeramkan, sebenarnya prosesnya nggak semenakutkan itu. Saat itu, Nenek hanya perlu tidur sebentar. Ketika bangun nanti, Nenek akan mendapati diri Nenek sudah sembuh."Saat mengatakan ini, nada bicara Alya terdengar ceria dan sedikit jail.Rizki pun tak bisa menahan diri untuk meliriknya.Alya sudah lama tidak kelihatan sesemangat ini.Mungkin emosi Alya telah memengaruhi sang nenek, Wulan pun tersenyum dan berkata, "Kamu selalu tahu cara membuatku senang.""Apanya. Nenek, semua yang kukatakan itu benar. Kalau Nenek nggak percaya, besok Nenek bisa tanyakan pada Dokter.""Ya, ya, aku tahu kamu mengkhawatirkanku. Aku nggak takut."Ketika mereka meninggalkan sanatorium, waktu sudah menunjukkan pukul 8 malam.Tadinya Alya ingin menemani lebih lama lagi, tetapi Wulan harus istirahat. Jadi,
Biasanya dalam situasi seperti ini, Hana akan berbalik dan pergi.Namun, sekarang Hana tidak punya apa-apa lagi. Dia maju beberapa langkah, lalu menggigit bibirnya dan berkata, "Apa maksudmu dengan bercanda menggunakan perasaanmu? Kamu nggak berpikir kalau perasaanmu padanya tulus, 'kan? Begitu tulus sampai-sampai kamu nggak peduli kalau dia jatuh ke dalam pelukan pria lain?"Irfan melihat ke arah asistennya. "Bawa dia keluar.""Irfan, Alya akan bersama dengan Rizki. Apa kamu akan membiarkan mereka bersama begitu saja? Aku tahu bahwa selama 5 tahun ini kamu terus menemani Alya, kamu telah menunggunya selama 5 tahun. Bukankah kamu ingin bersama dengannya? Apa kamu bersedia kalau hari ini dia diambil oleh orang lain?"Hana berteriak seperti orang gila dan hampir histeris, tetapi orang di depannya masih tetap tenang."Sudah cukup bicaranya?"Hana tercengang.Apa maksudnya? Dia sudah berbicara panjang lebar, tetapi Irfan bahkan tidak peduli sedikit pun?Ini tidak masuk akal. Bukankah pria
Setelah ibunya pergi, Hana jatuh ke tempat tidur rumah sakit, menutupi pipinya yang memar dan menangis kesakitan.Jangankan ibunya, dia bahkan ingin menampar dirinya sendiri.Baru sekaranglah dia sadar, bahwa dia harusnya berhenti sejak dulu ....Namun, tampaknya, sekarang sudah terlambat untuk melakukan apa pun.Apakah ada seseorang yang bisa menolongnya?Mungkin ... ada seseorang yang bisa menolongnya.Hana terpikirkan seseorang dan melompat turun dari tempat tidur. "Nanda, cepat, bawa aku mencari taksi."Malam ini adalah malam yang sibuk.Di teras yang hening.Hasan menuangkan secangkir teh panas untuk Irfan, uap teh mengepul di udara yang dingin. Hana berdiri di hadapannya, dengan Nanda yang menopangnya di samping.Dia sudah cukup lama berdiri sana, tetapi Irfan sama sekali tidak berbicara ataupun mempersilakannya duduk.Bahkan Hasan yang berada di sisinya hanya menuangkan secangkir teh panas.Dia berlari keluar dengan terburu-buru, sehingga dia masih mengenakan gaun rumah sakit da
"Sebenarnya apa yang terjadi?"Nanda secara singkat menjelaskan apa yang dia tahu."Apa? Rizki datang?" Kegembiraan melintas di mata Tesa, dia maju dan menggenggam tangan Hana. "Hana, kenapa kamu nggak memberitahuku kalau Rizki datang? Dia datang menjengukmu, 'kan?"Sayangnya, mata Hana penuh dengan keputusasaan. Dia terlihat seperti pecundang. Tesa memanggilnya berkali-kali, tetapi dia tidak merespons."Hana? Cepat bicara!"Melihatnya yang seperti ini membuat Tesa kesal.Kemudian barulah Hana mendongak, matanya penuh dengan air mata."Ibu, dia tahu, dia sudah tahu. Selanjutnya dia nggak akan membiarkanku, dia juga nggak akan membiarkan Keluarga Adelia."Tesa mengerutkan keningnya."Tahu apa? Bicaralah yang jelas.""Alya, Alya Kartika, ingatan dia sudah kembali. Dia memberi tahu Rizki kebenarannya. Sekarang Rizki sudah tahu bahwa bukan aku yang menyelamatkannya. Dia akan membereskanku, selanjutnya dia pasti akan membereskan kita. Ibu, kita harus bagaimana?"Meskipun perkataan Hana agak
Sekarang Hana pun gelisah.Namun, sekarang dia sudah menenangkan dirinya. Malam ini Rizki datang untuk mempermainkannya.Selama dia menolak untuk mengakuinya, tidak ada yang bisa melakukan apa pun padanya.Memikirkan hal ini, Hana menatap Rizki dan berkata, "Bukankah kamu nggak tahu terima kasih? Apa kamu ke sini untuk mempermainkanku dan memberikan bukti pada Alya? Rizki, biar kuberi tahu kamu, aku nggak akan memberimu apa yang kamu mau. Kamu diselamatkan olehku yang telah mempertaruhkan nyawa. Waktu itu, aku hampir tenggelam di sungai demi menyelamatkanmu. Sementara mengenai Alya, dia bukan urusanku. Tapi, nggak ada satu pun orang yang bisa merebut jasaku. Kalau kamu mau menjadi orang yang nggak tahu terima kasih, silakan. Tapi jangan harap kamu bisa memaksa atau menyogokku untuk mendapatkan bukti apa pun."Setelah mengatakan itu, Hana langsung berbalik dan berjalan ke tepi tempat tidur, dia melepaskan sepatunya, lalu naik ke tempat tidur."Selama belasan tahun ini, akulah yang telah
Jawaban ini membuat Hana benar-benar panik.Tadinya, dia kira Rizki menanyakan hal ini karena ingin mendengarnya menceritakan ulang kejadiannya. Namun, ternyata ....Begitu menyadari betapa buruknya nasib yang harus dia hadapi bila Rizki sampai mengetahui kebenarannya, Hana pun seketika menjadi panik dan mulai berbicara dengan tidak jelas."Rizki, waktu itu benar-benar aku yang menyelamatkanmu. Jangan dengarkan omong kosong Alya, dia hanya ingin membohongimu dan membuatmu membuangku."Dari ucapannya ini, Rizki akhirnya mendapatkan kata kunci yang dia cari-cari. Matanya menyipit dengan mengancam, suaranya juga menjadi sangat dingin."Memangnya aku sudah bilang siapa yang mengatakannya?"Hana pun tercengang."Waktu itu, bukankah hanya ada aku dan kamu di tepi sungai? Kenapa kamu mengira Alya yang mengatakan sesuatu padaku? Kalau dia nggak di sana, apa perkataannya itu penting?"Sampai di sini, nada bicara Rizki seketika berubah menjadi tajam."Atau maksudmu, waktu itu bukan hanya ada kit
Hana tertegun oleh pertanyaannya dan membeku di tempat, dia menatap Rizki dengan bingung.Setelah waktu yang lama, barulah dia menyadari sesuatu.Mungkinkah Rizki sudah mengetahui kebohongannya?Tidak, itu tidak mungkin.Saat diselamatkan, Rizki masih tidak sadarkan diri. Alya juga telah kehilangan ingatannya. Rizki tidak mungkin mengetahuinya, kecuali Alya mendapatkan ingatannya kembali.Namun, bertahun-tahun telah berlalu, jika Alya ingin mendapatkan kembali ingatannya dia pasti sudah lama melakukannya, kenapa harus menunggu sampai sekarang?Apalagi, jika Alya benar-benar telah mendapatkan kembali ingatannya, apakah dia bisa menahan diri untuk tidak segera datang ke sini dan menemuinya? Dia mungkin sudah memberi tahu seluruh dunia bahwa dialah yang menyelamatkan Rizki.Setelah memikirkan hal ini, Hana merasa bahwa dirinya mungkin hanya terlalu sensitif dan curiga karena mimpinya.Rizki yang sekarang menanyakan hal-hal ini, sebenarnya memberikan kesempatan yang sangat bagus untuknya.
Karena di depan Rizki, dia selalu tampil ramah dan lembut, tidak pernah bertingkah seperti perempuan jahat seperti sekarang.Hana panik, dia segera menyibakkan selimutnya dan turun dari tempat tidur."Rizki, kenapa kamu ke sini?"Sebelum Hana selesai bicara, air mata sudah mengalir di pipinya. Dia menangis dan bergegas menghampiri Rizki."Aku kira kamu nggak mau berbicara denganku lagi."Rizki menurunkan matanya, memandang pergelangan tangan Hana."Kenapa kamu marah sekali?"Mendengar ini, Hana buru-buru menjelaskan, "A ... aku kira kamu mengabaikanku, jadi suasana hatiku sangat jelek. Maaf ... aku nggak bermaksud begitu. Nanda, apa kamu baik-baik saja?"Nanda menggeleng. Sambil melangkah mundur, dia membenci Hana yang bermuka dua ini di dalam hatinya. "Kalau begitu aku keluar dulu, kalian berdua silakan mengobrol."Dia segera pergi, bahkan menutup pintu kamar tersebut untuk Hana.Hana tidak tahu sekarang pukul berapa, tetapi seharusnya sudah malam sekali. Dia tidak menyangka Rizki aka
Setelah Rizki pergi, Alya berdiri seorang diri di depan pintu, berusaha menenangkan napas dan perasaannya.Beberapa waktu kemudian, dia mengangkat tangan dan menyentuh pipinya.Masih hangat ....Jelas-jelas tadi hanya sebuah pelukan.Akan tetapi, dia tidak menyangka Rizki benar-benar memercayainya dan sama sekali tidak mempertanyakannya.Bukankah ini artinya, hati Rizki selalu lebih condong kepadanya?"Mama?"Tiba-tiba, terdengar suara anak kecil dari belakangnya.Alya kaget dan berbalik, menemukan bahwa Satya sudah bangun entah sejak kapan dan sedang berdiri di sana menatapnya.Melihat putranya, Alya pun terkejut."Satya, kenapa kamu bangun?"Bukankah dia sudah tidur?Mata Alya menghindari putranya. Sudah berapa lama Satya berdiri di sana? Barusan dia tidak melihatnya, 'kan?Sambil memikirkan hal itu, Alya berjalan menghampiri Satya, lalu berjongkok di depannya dan menggendongnya. "Kamu keluar tanpa pakai baju tebal, bagaimana kalau nanti kamu sakit?"Setelah digendong, Satya memeluk
"Ya sudahlah." Alya berbalik. "Lagi pula kejadian itu sudah sangat lama berlalu. Kalau aku nggak mengingatnya, siapa pun pasti akan mengira dia yang menyelamatkanmu."Melihat punggungnya, Rizki merapatkan bibir."Kamu tenang saja, aku nggak akan membiarkan pencapaianmu dicuri oleh orang lain tanpa alasan."Alya tertawa dengan dingin."Apa gunanya kamu mengatakan itu sekarang? Semua orang sudah mengira dia yang menyelamatkanmu, kejadiannya juga terjadi bertahun-tahun yang lalu. Apa sekarang kamu akan keluar dan berkata bahwa yang menyelamatkanmu adalah aku dan bukan dia? Apa kamu punya bukti?""Nggak.""Jadi ...."Bahunya terasa berat, Rizki tiba-tiba memegang bahunya dan menariknya, membuatnya bertatap muka dengan pria itu."Bukti adalah sesuatu yang, selama aku inginkan, pasti ada."Alya tertegun. "Apa?"Rizki berkata, "Tadinya, aku hanya ingin memutus hubungan dengannya, lagi pula dia telah menyelamatkanku. Tapi sekarang karena dia nggak menyelamatkanku, ini bukan lagi hanya tentang