"Sebenarnya apa yang terjadi? Kenapa tiba-tiba dia minum banyak sekali? Faisal, kenapa kamu nggak menghentikannya?"Hana dan Faisal memapah Rizki keluar dari bar. Andi dengan tenang mengikuti mereka dari belakang.Disalahkan oleh dewinya, Faisal merasa agak sedih dan berkata, "Aku sudah coba menghentikannya. Tapi kamu tahu, bagaimana mungkin Rizki mau mendengarkan kita? Kalau kamu ada di sini dan berbicara dengannya, mungkin dia akan mendengarkanmu."Hana menghela napasnya. "Benar-benar, kita ini orang dewasa. Kenapa dia membuat dirinya jadi seperti ini?"Mereka bekerja sama untuk membawa Rizki masuk ke mobil.Alya yang berdiri di balik bayangan pun diam-diam memperhatikan mereka.Tiba-tiba, Rizki yang mabuk tampak merasakan sesuatu. Dia segera meraih pergelangan tangan Hana dan berkata, "Jangan, jangan pergi."Dia bergumam tidak jelas.Hana tertegun sejenak. Setelah tersadar kembali, Hana menepuk pundak Rizki dengan lembut. "Baiklah, aku nggak akan pergi. Rizki, menurutlah sedikit."M
Faisal segera mengangguk."Benar juga. Kita nggak bisa membiarkan dia sendiri dalam kondisi mabuk seperti ini, kalau begitu kita ....""Kalau begitu bawa ke tempatku saja," sela Andi tiba-tiba. Suaranya terdengar tegas. "Barusan kalian semua mendengarnya, nama yang dia panggil adalah namaku. Kalau aku nggak menepati janjiku, saat bangun nanti mungkin dia akan menyusahkanku."Andi dan Rizki sudah bertahun-tahun berteman, dia mengenal Rizki jauh lebih lama daripada Faisal dan Hana.Ditambah dengan sifatnya yang tenang, Andi biasanya jarang berbicara dan kebanyakan hanya diam. Namun, sekalinya dia berbicara, dia sulit untuk dilawan.Sama seperti sekarang.Hana menatap Andi yang berada di depannya. Meskipun pria itu tampak tenang, entah kenapa, Hana selalu merasa bahwa Andi tidak begitu menyukainya.Namun, Andi dan Rizki adalah sahabat.Mungkin ini hanya perasaannya saja.Faisal sempat tak bisa berkata-kata, lalu dia membela Hana dengan berkata, "Rizki sudah mabuk, mungkin besok dia sudah
Membicarakan hal ini, mata Andi meredup.Ketika dia menyarankan Alya untuk menjemput Rizki, sikap wanita itu tampak tidak keberatan untuk pergi. Bagaimana bisa dia tidak datang?Sebenarnya ketika Faisal sedang mengantar Hana tadi, Andi menelepon Alya lagi. Setelah dia menelepon dua atau tiga kali, barulah Alya mengangkatnya.Namun, suaranya terdengar sangat dingin, sikapnya sangat berbeda dengan yang tadi."Ada apa?"Andi terkejut dengan perubahan sikapnya. Merasa ada sesuatu yang janggal, dia pun bertanya, "Apa kamu datang? Apa kamu melihatnya?"Lawan bicaranya terdiam sejenak, lalu berkata, "Aku nggak pergi. Karena kamu bersamanya, tolong jaga dia baik-baik."Setelah itu, Alya menutup teleponnya.Awalnya Andi merasa bahwa wanita itu sangat berhati dingin.Namun, setelah beberapa saat, dia memikirkan kembali perkataan Alya dan menarik sebuah kesimpulan.Jika Alya benar-benar tidak pergi, ketika dia menanyakannya, seharusnya Alya bertanya kembali "melihat apa", bukan malah terdiam. Kem
"Maksudmu?" Andi tidak menjawab dan malah bertanya kembali.Pandangan mereka bertemu. Setelah hening untuk beberapa saat, Andi tiba-tiba berkata, "Kenapa? Kamu kecewa orang yang datang bukan dia?"Tanpa perlu dijelaskan, mereka berdua tahu siapa "dia".Dalam keheningan itu, Rizki tiba-tiba terkekeh dan menjawab, "Siapa yang kecewa? Kecewa tentang apa? Terserah dia mau datang atau nggak.""Oh." Andi mengangkat alisnya. "Kalau kamu nggak peduli, aku nggak akan mengatakan apa-apa."Setelah itu, dia benar-benar tidak mengatakan apa pun.Rizki mengerutkan keningnya dan menatap Andi dengan kesal."Kalau kamu tahu sesuatu maka katakanlah, kenapa menggantungku seperti ini?""Aku menggantungmu?" Andi tampak terkejut. "Aku kira kamu nggak mau tahu. Aku takut kamu kesal, jadi aku nggak mengatakannya. Kenapa kamu sangat ingin mengetahuinya?"Rizki tidak bisa berkata-kata.Sial, kenapa dia bisa mengenal orang seperti Andi?Rizki malas untuk berbasa-basi lagi dengannya. Dia pun segera menyibakkan se
Andi memberi tahu Rizki apa yang terjadi semalam.Setelah mendengarkan cerita Andi, Rizki terdiam.Melihatnya yang tidak mengatakan apa pun, Andi melanjutkan, "Mungkinkah sebenarnya Alya datang, tapi begitu dia melihat kita dan Hana di depan bar, dia memilih untuk nggak menampakkan dirinya?"Kalimat itu menusuk hati Rizki.Dia menyipitkan matanya. Tak lama kemudian, dia menyangkal dengan berkata, "Nggak mungkin."Andi mengangkat alisnya. "Oh?""Dia dan Hana nggak bermusuhan. Kenapa dia nggak muncul hanya karena melihat Hana?" Setelah mengatakan itu, Rizki terkekeh mentertawakan dirinya sendiri. "Dia hanya nggak mau melihatku, dia nggak mau berurusan denganku."Andi hanya terdiam dan mengatupkan bibir tipisnya. Entah apa yang sedang dia pikirkan.Untuk beberapa waktu, kedua pria itu sama sekali tidak berbicara. Ponsel Rizki tiba-tiba berbunyi, nama Hana tampil di layar ponselnya. Andi yang berada di sampingnya pun juga melihatnya.Sebelum Rizki keluar untuk mengangkat telepon tersebut,
"Bermain?"Pernyataan ini membuat Alya mengerutkan hidungnya."Ya benar." Citra memegang dagunya sendiri dan dengan semangat berkata, "Main dengan bayi itu sangat seru, tahu? Kalau anakmu perempuan, kamu bisa mendandaninya setiap hari seperti gantungan baju hidup. Kamu pernah main Love Nikki? Nah, rasanya seperti mendandani karakter di permainan itu."Alya tidak tahu harus berkata apa.Alya yang tidak pernah bermain permainan seperti itu pun menatap Citra dengan bingung, dia tak menyangka sahabatnya mempunyai ide semacam itu."Oh ya, nanti jadikan aku ibu angkat anakmu, ya." Citra menggosok-gosokkan tangannya dengan bersemangat, sebuah binar tersembunyi di matanya. "Kalau nanti kamu sibuk, aku akan pindah dan tinggal bersamamu. Hehehe, aku mau menjelaskan dulu, aku bukan mau pindah untuk bermain dengan anakmu."Alya makin tak bisa berkata-kata.Sepertinya, dia tiba-tiba mengerti kenapa Citra memintanya untuk tidak mengaborsi anak ini."Oh ya." Citra seketika menjadi serius. "Aku lupa t
Alya memegang ponselnya, bagaimanapun dia tidak mengerti."Kenapa kamu membantuku?"Hubungannya dengan Hana tidak bisa dianggap sebaik itu. Mereka saling mengenal melalui temannya Rizki, tapi hubungan pertemanan mereka juga tidak begitu dekat.Kemudian, setelah dia mengetahui perasaan Rizki terhadap Hana, Alya semakin tidak mengacuhkannya. Dia sebisa mungkin selalu menghindarinya.Lagi pula, dia tidak pernah menganggap dirinya semurah hati itu.Alya mungkin tidak membencinya ataupun kesal padanya, tetapi dia juga tidak mau berteman dengan Hana.Namun siapa sangka, Hana benar-benar telah menolongnya.Setelah mendengar pertanyaannya, Hana tersenyum dengan lembut. "Alya, kamu adalah temannya Rizki. Teman Rizki adalah temanku juga, tentu saja aku mau membantumu. Kamu nggak perlu merasa terbebani, kamu juga nggak perlu mengatakan pada siapa pun kalau aku telah membantumu. Anggap saja Rizki yang membantumu."Mendengar ini, apa lagi yang tidak Alya mengerti?Hana membantunya demi Rizki.Alya
Utang budi, itulah yang waktu itu dia dapatkan.Setelah itu, ketika Alya pergi ke berbagai tempat untuk mencari bantuan, dia menyadari betapa tepat waktunya telepon Hana waktu itu.Seluruh properti Keluarga Kartika sudah hilang, yang tersisa hanyalah rumah itu.Saat memulai bisnis lagi, Alya bermaksud menjual rumah tersebut supaya ayahnya dapat memulai kembali. Namun, ayahnya menolak. Dengan ekspresi serius, pria itu berkata padanya, "Terserah mau kamu apakan rumah ini. Sebelumnya Ayah juga memulai semuanya dari awal, Ayah pasti bisa melakukannya lagi. Kamu bisa gadaikan rumah ini ke orang-orang itu, lalu undanglah Hana makan. Lihat apakah ada sesuatu yang bisa kamu lakukan untuknya, balas utang budi ini secepat mungkin.""Ayah ...."Bagaimana bisa utang budi dibalas semudah itu?Sang ayah pun mengelus kepala putrinya sambil tersenyum hangat."Meskipun Ayah nggak punya apa-apa, Ayah nggak bisa membiarkan Aci tunduk di depan saingan cintanya. Ayah pasti akan bangkit kembali. Ayah punya