Teringat sesuatu, Alya melirik jam dan bertanya pada Lisa, "Di mana pangeranmu itu?"Akan lebih baik kalau Alya tidak bertanya, karena begitu Alya membicarakannya, ekspresi Lisa seketika hancur."Sekarang sudah jam segini, aku nggak tahu apakah dia akan datang atau nggak."Melihat temannya yang jelas menjadi lesu, Alya tersenyum dan menepuk-nepuk bahu Lisa. "Jangan sedih, anggap saja kamu sedang mencoba peruntunganmu. Kalau dia nggak datang, aku akan menemanimu duduk di sini sebentar. Suasana di sini sangat bagus, nggak ada salahnya duduk di sini untuk 1-2 jam."Lisa segera tersenyum dan mengaitkan lengannya pada Alya dengan mesra."Alya, kamu sangat baik padaku. Sebagai sahabat kita harus bersama selamanya."Setelah itu, mereka berdua pun tinggal di dalam bar.Selama berada di sana, 3-4 orang pria datang untuk duduk di samping Alya dengan minuman mereka. Mereka ingin minum dan berteman dengan Alya, tetapi semuanya Alya tolak.Setelah ditolak olehnya, pria-pria itu pergi dengan sopan.
Ketika melihat jam tangan itu, alarm pun berbunyi di dalam kepala Alya.Dia hampir menggerakkan kakinya dan ingin pergi.Akan tetapi, dia masih terlambat selangkah.Pria yang duduk di seberang Lisa, tiba-tiba melihat ke arahnya dengan tak acuh.Tatapan mereka berdua pun bertemu di udara.Ketika tatapan mereka bertemu, dua kereta bagaikan tergelincir dan bertabrakan, mengakibatkan percikan api yang tak terhingga dan mengguncang bumi.Pria yang memegang gelas anggur itu tadinya tampak bermartabat, tetapi dalam sekejap dia membeku dengan ekspresi kosong.Sementara itu, Lisa yang duduk di seberangnya masih tidak tahu dengan apa yang terjadi. Karena ingin menanyakan kontaknya, Lisa sangat malu-malu.Jarak mereka terlalu dekat, sehingga Lisa tidak berani untuk mengangkat kepalanya dan melihat Rizki. Dia hanya bisa diam-diam meliriknya."Anu ... aku sudah lama berbicara denganmu, bisakah kita bertukar kontak? Jangan salah paham, meskipun aku tertarik padamu, setelah aku menambah kontakmu, aku
Lorong itu seketika menjadi hening, benar-benar kontras dengan keributan tadi.Alya masih terengah-engah, dadanya naik turun.Pria yang jatuh di pundaknya ini sama sekali tidak bergerak.Setelah menenangkan dirinya, Alya mendorong pria di pundaknya itu. Orang itu masih tidak bergerak.Apa yang terjadi?Jelas-jelas tadi dia masih ...."Aci."Ketika Alya hendak mendorongnya lagi, pria yang bersandar padanya ini tiba-tiba mengeluarkan suara yang hampir tidak jelas.Kepala pria itu tersandar di pundak Alya, sehingga suaranya terdengar tepat di sebelah telinga Alya.Oleh karena itu, Alya mendengarnya dengan sangat jelas. Alya berdiri diam di tempat, menunduk menatap pria tampan dan kurus yang berada di dekatnya.Pria ini baru saja memanggilnya dengan nama panggilannya.Saat ini, seluruh tubuh Rizki bau alkohol. Dia benar-benar tampak mabuk dan tidak sadarkan diri.Ketika Alya sedang kebingungan, dia mendengar sebuah suara memanggilnya dari kejauhan."Alya?"Itu adalah suaranya Lisa!Raut wa
Seketika, situasi pun menjadi rumit.Alya ingin membuat Lisa tahu bahwa Rizki telah memiliki seseorang, sehingga Lisa dapat sepenuhnya menyerah mengejar Rizki.Akan tetapi, Alya juga tidak ingin Lisa tahu mengenai keterlibatannya dengan Rizki.Alya pun terjebak dalam dilema."Alya, maafkan aku untuk hari ini. Bagaimana kalau kamu pulang duluan?"Ketika tengah bertanya-tanya, Alya mendengar temannya tiba-tiba berbicara.Alya tertegun sejenak, lalu bertanya, "Kamu nggak akan pergi bersamaku?"Lisa menggigit bibirnya dan menggeleng."Dengan dia yang seperti ini, aku mengkhawatirkannya.""Kalau begitu, apa kamu pikir aku nggak mengkhawatirkanmu?"Mendengar ini, Lisa akhirnya tersenyum dan berkata dengan lembut, "Alya, aku nggak apa-apa. Bahkan bila memang terjadi sesuatu, aku bersedia menerimanya."Alya terdiam.Dia telah bertahun-tahun mengenal Lisa, tetapi sebelumnya, dia tidak pernah menyadari bahwa temannya ini begitu terbutakan oleh cinta.Setelah beberapa saat, Alya menggertakkan gig
Teman?"Teman wanita?""Mana mungkin? Tentu saja pria!"Pria? Teman di sisinya itu seorang pria?Jangan-jangan itu Andi?"Dengan keadaannya sekarang, dia nggak bisa terus tinggal di bar seperti ini."Alya berpikir sejenak, lalu langsung berkata, "Kalau kamu benar-benar mengkhawatirkannya, kamu bisa menyerahkannya pada bos tempat ini dan minta bos itu untuk menelepon temannya."Ini adalah cara terbaik untuk berurusan dengan orang asing.Juga cara yang sejak awal ingin Alya gunakan.Akan tetapi Lisa sudah lama mengagumi Rizki, jelas dia tidak ingin menggunakan cara yang disarankan Alya.Lisa berpikir untuk beberapa saat, lalu menggigit bibirnya dan berkata, "Bukankah mencari bos tempat ini akan terlalu merepotkan? Sekalian saja aku panggil taksi dan bawa dia ke hotel."Alya tampak tidak terkejut ketika temannya mengatakan hal tersebut. "Lalu?"Lisa terlihat agak malu, tetapi dia masih berkata, "Yah, setelah itu aku akan mengurusnya sendiri. Kamu nggak perlu memedulikanku, Alya."Alya men
Mereka berdua mengeluarkan banyak tenaga untuk mengantar Rizki ke dalam hotel.Setelah melempar pria itu ke tempat tidur, Alya berdiri di tempat dengan terengah-engah, lalu melirik Lisa.Lisa segera memahami maksudnya."Alya, bolehkah aku ....""Nggak boleh."Alya langsung memotong perkataannya, "Ayo, kita harus pulang. Dia akan baik-baik saja di sini.""Tapi ... dia mabuk. Apa sungguh nggak masalah bila dia tinggal sendirian di hotel? Bagaimana kalau terjadi sesuatu?""Jadi? Jangan bilang kamu mau tinggal di sini untuk menemaninya," balas Alya.Lisa tersenyum canggung dan berkata, "Nggak, maksudku, ayo kita pakai ponselnya untuk menelepon temannya. Bagaimana?""Apa kamu tahu sandi ponselnya?""Nggak.""Jadi dengan apa kita menelepon?""Benar juga." Lisa mengetuk-ngetuk jarinya dengan ragu. "Tapi dia yang seperti ini sungguh mengkhawatirkan.""Dia orang dewasa, bukan anak kecil. Dia hanya sedikit mabuk. bukankah dulu kamu juga sering mabuk?"Walaupun dapat dikatakan seperti itu, saat m
"Tadi kamu taruh apa di dalam sakunya?"Mendengar pertanyaannya, Lisa terdiam sejenak. Seketika dia pun mengalihkan pandangannya."Taruh apa? Aku nggak mengerti perkataanmu."Alya tidak berbicara dan hanya terdiam menatapnya, hal ini membuat Lisa merasa tertekan."Oke, oke, aku meninggalkannya sebuah catatan. Aku nggak bisa membuka ponselnya karena dikunci sandi, aku juga nggak bisa mendapatkan kontaknya. Jadi, aku meninggalkan sebuah cara supaya dia bisa menghubungiku, oke? Lagi pula, malam ini aku telah menolongnya. Saat dia bangun besok pagi, mungkinkah dia akan menganggapku sebagai penyelamatnya?"Sebuah kata tertentu seketika menusuk pikiran Alya. Raut wajahnya berubah, lalu dia memalingkan wajahnya dan tidak berbicara lagi.Setelah berbicara untuk beberapa waktu, Lisa menyadari bahwa Alya tidak merespons. Dia pun menoleh untuk melihatnya.Entah sejak kapan, Alya sudah melihat ke arah luar jendela. Wajah tanpa ekspresinya yang tercermin di jendela membuatnya tampak kesepian.Ada a
Jaket yang masih membawa kehangatan tubuh Irfan itu, seketika membungkus tubuh Alya.Suhu tubuh Irfan jauh lebih tinggi dari Alya.Dalam sekejap kehangatan pun menyelimutinya. Angin malam tidak terasa sedingin itu lagi.Alya tersenyum padanya. "Terima kasih."Irfan menatapnya dengan ketidakberdayaan dan kasih sayang."Cuacanya dingin, bukankah kamu tahu untuk memakai baju lebih tebal ketika keluar? Tahukah kamu kalau tubuhmu ini lemah?"Sebelum Alya dapat menjawabnya, Lisa menyela, "Ah Irfan, jangan omeli Alya lagi. Kalau dia nggak berpakaian setipis ini, apakah kamu akan memiliki kesempatan untuk pamer seperti ini?""Cukup." Alya menyela apa yang hendak kedua orang ini katakan, "Di luar sini dingin, ayo kita mengobrol di dalam."Mereka bertiga pun masuk ke dalam rumah bersama-sama.Setelah masuk ke rumah, Alya melepas jaket Irfan dan mengembalikannya pada pria itu."Cepat kamu pakai, jangan sampai kamu kedinginan."Irfan mengambil jaketnya, tetapi dia tidak memakainya. Dia hanya memba