Kemudian di sampingnya, terdapat sebuah sosok yang cantik dan ramping. Sosok itu mengenakan gaun berwarna merah muda pucat yang panjangnya menyentuh lantai. Meskipun ujung gaunnya yang basah terkena hujan tampak agak berantakan, citranya yang lembut masih sulit untuk disembunyikan.Wanita itu bersandar di sisi sang pria dan dengan lembut memegang tangannya.Di tengah kerumunan yang kacau, kedua orang itu terlihat seperti pasangan yang serasi.Dia tidak pernah menyangka mereka tidak akan bertemu lagi, tetapi dia juga tidak menyangka bahwa reuni mereka akan seperti ini.Bertahun-tahun telah berlalu, kedua orang itu pasti sudah lama bersama, 'kan?Apakah anak mereka seumuran dengan Satya dan Maya?Ketika Alya tengah tenggelam dalam pikirannya, pria tersebut tampak menyadari sesuatu. Tatapannya tiba-tiba beralih ke arah Alya.Alya terkesiap dan buru-buru membalikkan badan.Barusan ... dia tidak kelihatan oleh pria itu, 'kan?Pada saat ini, tubuh Alya bagaikan membeku. Dia terdiam di tempat
Teringat sesuatu, Alya melirik jam dan bertanya pada Lisa, "Di mana pangeranmu itu?"Akan lebih baik kalau Alya tidak bertanya, karena begitu Alya membicarakannya, ekspresi Lisa seketika hancur."Sekarang sudah jam segini, aku nggak tahu apakah dia akan datang atau nggak."Melihat temannya yang jelas menjadi lesu, Alya tersenyum dan menepuk-nepuk bahu Lisa. "Jangan sedih, anggap saja kamu sedang mencoba peruntunganmu. Kalau dia nggak datang, aku akan menemanimu duduk di sini sebentar. Suasana di sini sangat bagus, nggak ada salahnya duduk di sini untuk 1-2 jam."Lisa segera tersenyum dan mengaitkan lengannya pada Alya dengan mesra."Alya, kamu sangat baik padaku. Sebagai sahabat kita harus bersama selamanya."Setelah itu, mereka berdua pun tinggal di dalam bar.Selama berada di sana, 3-4 orang pria datang untuk duduk di samping Alya dengan minuman mereka. Mereka ingin minum dan berteman dengan Alya, tetapi semuanya Alya tolak.Setelah ditolak olehnya, pria-pria itu pergi dengan sopan.
Ketika melihat jam tangan itu, alarm pun berbunyi di dalam kepala Alya.Dia hampir menggerakkan kakinya dan ingin pergi.Akan tetapi, dia masih terlambat selangkah.Pria yang duduk di seberang Lisa, tiba-tiba melihat ke arahnya dengan tak acuh.Tatapan mereka berdua pun bertemu di udara.Ketika tatapan mereka bertemu, dua kereta bagaikan tergelincir dan bertabrakan, mengakibatkan percikan api yang tak terhingga dan mengguncang bumi.Pria yang memegang gelas anggur itu tadinya tampak bermartabat, tetapi dalam sekejap dia membeku dengan ekspresi kosong.Sementara itu, Lisa yang duduk di seberangnya masih tidak tahu dengan apa yang terjadi. Karena ingin menanyakan kontaknya, Lisa sangat malu-malu.Jarak mereka terlalu dekat, sehingga Lisa tidak berani untuk mengangkat kepalanya dan melihat Rizki. Dia hanya bisa diam-diam meliriknya."Anu ... aku sudah lama berbicara denganmu, bisakah kita bertukar kontak? Jangan salah paham, meskipun aku tertarik padamu, setelah aku menambah kontakmu, aku
Lorong itu seketika menjadi hening, benar-benar kontras dengan keributan tadi.Alya masih terengah-engah, dadanya naik turun.Pria yang jatuh di pundaknya ini sama sekali tidak bergerak.Setelah menenangkan dirinya, Alya mendorong pria di pundaknya itu. Orang itu masih tidak bergerak.Apa yang terjadi?Jelas-jelas tadi dia masih ...."Aci."Ketika Alya hendak mendorongnya lagi, pria yang bersandar padanya ini tiba-tiba mengeluarkan suara yang hampir tidak jelas.Kepala pria itu tersandar di pundak Alya, sehingga suaranya terdengar tepat di sebelah telinga Alya.Oleh karena itu, Alya mendengarnya dengan sangat jelas. Alya berdiri diam di tempat, menunduk menatap pria tampan dan kurus yang berada di dekatnya.Pria ini baru saja memanggilnya dengan nama panggilannya.Saat ini, seluruh tubuh Rizki bau alkohol. Dia benar-benar tampak mabuk dan tidak sadarkan diri.Ketika Alya sedang kebingungan, dia mendengar sebuah suara memanggilnya dari kejauhan."Alya?"Itu adalah suaranya Lisa!Raut wa
Seketika, situasi pun menjadi rumit.Alya ingin membuat Lisa tahu bahwa Rizki telah memiliki seseorang, sehingga Lisa dapat sepenuhnya menyerah mengejar Rizki.Akan tetapi, Alya juga tidak ingin Lisa tahu mengenai keterlibatannya dengan Rizki.Alya pun terjebak dalam dilema."Alya, maafkan aku untuk hari ini. Bagaimana kalau kamu pulang duluan?"Ketika tengah bertanya-tanya, Alya mendengar temannya tiba-tiba berbicara.Alya tertegun sejenak, lalu bertanya, "Kamu nggak akan pergi bersamaku?"Lisa menggigit bibirnya dan menggeleng."Dengan dia yang seperti ini, aku mengkhawatirkannya.""Kalau begitu, apa kamu pikir aku nggak mengkhawatirkanmu?"Mendengar ini, Lisa akhirnya tersenyum dan berkata dengan lembut, "Alya, aku nggak apa-apa. Bahkan bila memang terjadi sesuatu, aku bersedia menerimanya."Alya terdiam.Dia telah bertahun-tahun mengenal Lisa, tetapi sebelumnya, dia tidak pernah menyadari bahwa temannya ini begitu terbutakan oleh cinta.Setelah beberapa saat, Alya menggertakkan gig
Teman?"Teman wanita?""Mana mungkin? Tentu saja pria!"Pria? Teman di sisinya itu seorang pria?Jangan-jangan itu Andi?"Dengan keadaannya sekarang, dia nggak bisa terus tinggal di bar seperti ini."Alya berpikir sejenak, lalu langsung berkata, "Kalau kamu benar-benar mengkhawatirkannya, kamu bisa menyerahkannya pada bos tempat ini dan minta bos itu untuk menelepon temannya."Ini adalah cara terbaik untuk berurusan dengan orang asing.Juga cara yang sejak awal ingin Alya gunakan.Akan tetapi Lisa sudah lama mengagumi Rizki, jelas dia tidak ingin menggunakan cara yang disarankan Alya.Lisa berpikir untuk beberapa saat, lalu menggigit bibirnya dan berkata, "Bukankah mencari bos tempat ini akan terlalu merepotkan? Sekalian saja aku panggil taksi dan bawa dia ke hotel."Alya tampak tidak terkejut ketika temannya mengatakan hal tersebut. "Lalu?"Lisa terlihat agak malu, tetapi dia masih berkata, "Yah, setelah itu aku akan mengurusnya sendiri. Kamu nggak perlu memedulikanku, Alya."Alya men
Mereka berdua mengeluarkan banyak tenaga untuk mengantar Rizki ke dalam hotel.Setelah melempar pria itu ke tempat tidur, Alya berdiri di tempat dengan terengah-engah, lalu melirik Lisa.Lisa segera memahami maksudnya."Alya, bolehkah aku ....""Nggak boleh."Alya langsung memotong perkataannya, "Ayo, kita harus pulang. Dia akan baik-baik saja di sini.""Tapi ... dia mabuk. Apa sungguh nggak masalah bila dia tinggal sendirian di hotel? Bagaimana kalau terjadi sesuatu?""Jadi? Jangan bilang kamu mau tinggal di sini untuk menemaninya," balas Alya.Lisa tersenyum canggung dan berkata, "Nggak, maksudku, ayo kita pakai ponselnya untuk menelepon temannya. Bagaimana?""Apa kamu tahu sandi ponselnya?""Nggak.""Jadi dengan apa kita menelepon?""Benar juga." Lisa mengetuk-ngetuk jarinya dengan ragu. "Tapi dia yang seperti ini sungguh mengkhawatirkan.""Dia orang dewasa, bukan anak kecil. Dia hanya sedikit mabuk. bukankah dulu kamu juga sering mabuk?"Walaupun dapat dikatakan seperti itu, saat m
"Tadi kamu taruh apa di dalam sakunya?"Mendengar pertanyaannya, Lisa terdiam sejenak. Seketika dia pun mengalihkan pandangannya."Taruh apa? Aku nggak mengerti perkataanmu."Alya tidak berbicara dan hanya terdiam menatapnya, hal ini membuat Lisa merasa tertekan."Oke, oke, aku meninggalkannya sebuah catatan. Aku nggak bisa membuka ponselnya karena dikunci sandi, aku juga nggak bisa mendapatkan kontaknya. Jadi, aku meninggalkan sebuah cara supaya dia bisa menghubungiku, oke? Lagi pula, malam ini aku telah menolongnya. Saat dia bangun besok pagi, mungkinkah dia akan menganggapku sebagai penyelamatnya?"Sebuah kata tertentu seketika menusuk pikiran Alya. Raut wajahnya berubah, lalu dia memalingkan wajahnya dan tidak berbicara lagi.Setelah berbicara untuk beberapa waktu, Lisa menyadari bahwa Alya tidak merespons. Dia pun menoleh untuk melihatnya.Entah sejak kapan, Alya sudah melihat ke arah luar jendela. Wajah tanpa ekspresinya yang tercermin di jendela membuatnya tampak kesepian.Ada a
Biasanya dalam situasi seperti ini, Hana akan berbalik dan pergi.Namun, sekarang Hana tidak punya apa-apa lagi. Dia maju beberapa langkah, lalu menggigit bibirnya dan berkata, "Apa maksudmu dengan bercanda menggunakan perasaanmu? Kamu nggak berpikir kalau perasaanmu padanya tulus, 'kan? Begitu tulus sampai-sampai kamu nggak peduli kalau dia jatuh ke dalam pelukan pria lain?"Irfan melihat ke arah asistennya. "Bawa dia keluar.""Irfan, Alya akan bersama dengan Rizki. Apa kamu akan membiarkan mereka bersama begitu saja? Aku tahu bahwa selama 5 tahun ini kamu terus menemani Alya, kamu telah menunggunya selama 5 tahun. Bukankah kamu ingin bersama dengannya? Apa kamu bersedia kalau hari ini dia diambil oleh orang lain?"Hana berteriak seperti orang gila dan hampir histeris, tetapi orang di depannya masih tetap tenang."Sudah cukup bicaranya?"Hana tercengang.Apa maksudnya? Dia sudah berbicara panjang lebar, tetapi Irfan bahkan tidak peduli sedikit pun?Ini tidak masuk akal. Bukankah pria
Setelah ibunya pergi, Hana jatuh ke tempat tidur rumah sakit, menutupi pipinya yang memar dan menangis kesakitan.Jangankan ibunya, dia bahkan ingin menampar dirinya sendiri.Baru sekaranglah dia sadar, bahwa dia harusnya berhenti sejak dulu ....Namun, tampaknya, sekarang sudah terlambat untuk melakukan apa pun.Apakah ada seseorang yang bisa menolongnya?Mungkin ... ada seseorang yang bisa menolongnya.Hana terpikirkan seseorang dan melompat turun dari tempat tidur. "Nanda, cepat, bawa aku mencari taksi."Malam ini adalah malam yang sibuk.Di teras yang hening.Hasan menuangkan secangkir teh panas untuk Irfan, uap teh mengepul di udara yang dingin. Hana berdiri di hadapannya, dengan Nanda yang menopangnya di samping.Dia sudah cukup lama berdiri sana, tetapi Irfan sama sekali tidak berbicara ataupun mempersilakannya duduk.Bahkan Hasan yang berada di sisinya hanya menuangkan secangkir teh panas.Dia berlari keluar dengan terburu-buru, sehingga dia masih mengenakan gaun rumah sakit da
"Sebenarnya apa yang terjadi?"Nanda secara singkat menjelaskan apa yang dia tahu."Apa? Rizki datang?" Kegembiraan melintas di mata Tesa, dia maju dan menggenggam tangan Hana. "Hana, kenapa kamu nggak memberitahuku kalau Rizki datang? Dia datang menjengukmu, 'kan?"Sayangnya, mata Hana penuh dengan keputusasaan. Dia terlihat seperti pecundang. Tesa memanggilnya berkali-kali, tetapi dia tidak merespons."Hana? Cepat bicara!"Melihatnya yang seperti ini membuat Tesa kesal.Kemudian barulah Hana mendongak, matanya penuh dengan air mata."Ibu, dia tahu, dia sudah tahu. Selanjutnya dia nggak akan membiarkanku, dia juga nggak akan membiarkan Keluarga Adelia."Tesa mengerutkan keningnya."Tahu apa? Bicaralah yang jelas.""Alya, Alya Kartika, ingatan dia sudah kembali. Dia memberi tahu Rizki kebenarannya. Sekarang Rizki sudah tahu bahwa bukan aku yang menyelamatkannya. Dia akan membereskanku, selanjutnya dia pasti akan membereskan kita. Ibu, kita harus bagaimana?"Meskipun perkataan Hana agak
Sekarang Hana pun gelisah.Namun, sekarang dia sudah menenangkan dirinya. Malam ini Rizki datang untuk mempermainkannya.Selama dia menolak untuk mengakuinya, tidak ada yang bisa melakukan apa pun padanya.Memikirkan hal ini, Hana menatap Rizki dan berkata, "Bukankah kamu nggak tahu terima kasih? Apa kamu ke sini untuk mempermainkanku dan memberikan bukti pada Alya? Rizki, biar kuberi tahu kamu, aku nggak akan memberimu apa yang kamu mau. Kamu diselamatkan olehku yang telah mempertaruhkan nyawa. Waktu itu, aku hampir tenggelam di sungai demi menyelamatkanmu. Sementara mengenai Alya, dia bukan urusanku. Tapi, nggak ada satu pun orang yang bisa merebut jasaku. Kalau kamu mau menjadi orang yang nggak tahu terima kasih, silakan. Tapi jangan harap kamu bisa memaksa atau menyogokku untuk mendapatkan bukti apa pun."Setelah mengatakan itu, Hana langsung berbalik dan berjalan ke tepi tempat tidur, dia melepaskan sepatunya, lalu naik ke tempat tidur."Selama belasan tahun ini, akulah yang telah
Jawaban ini membuat Hana benar-benar panik.Tadinya, dia kira Rizki menanyakan hal ini karena ingin mendengarnya menceritakan ulang kejadiannya. Namun, ternyata ....Begitu menyadari betapa buruknya nasib yang harus dia hadapi bila Rizki sampai mengetahui kebenarannya, Hana pun seketika menjadi panik dan mulai berbicara dengan tidak jelas."Rizki, waktu itu benar-benar aku yang menyelamatkanmu. Jangan dengarkan omong kosong Alya, dia hanya ingin membohongimu dan membuatmu membuangku."Dari ucapannya ini, Rizki akhirnya mendapatkan kata kunci yang dia cari-cari. Matanya menyipit dengan mengancam, suaranya juga menjadi sangat dingin."Memangnya aku sudah bilang siapa yang mengatakannya?"Hana pun tercengang."Waktu itu, bukankah hanya ada aku dan kamu di tepi sungai? Kenapa kamu mengira Alya yang mengatakan sesuatu padaku? Kalau dia nggak di sana, apa perkataannya itu penting?"Sampai di sini, nada bicara Rizki seketika berubah menjadi tajam."Atau maksudmu, waktu itu bukan hanya ada kit
Hana tertegun oleh pertanyaannya dan membeku di tempat, dia menatap Rizki dengan bingung.Setelah waktu yang lama, barulah dia menyadari sesuatu.Mungkinkah Rizki sudah mengetahui kebohongannya?Tidak, itu tidak mungkin.Saat diselamatkan, Rizki masih tidak sadarkan diri. Alya juga telah kehilangan ingatannya. Rizki tidak mungkin mengetahuinya, kecuali Alya mendapatkan ingatannya kembali.Namun, bertahun-tahun telah berlalu, jika Alya ingin mendapatkan kembali ingatannya dia pasti sudah lama melakukannya, kenapa harus menunggu sampai sekarang?Apalagi, jika Alya benar-benar telah mendapatkan kembali ingatannya, apakah dia bisa menahan diri untuk tidak segera datang ke sini dan menemuinya? Dia mungkin sudah memberi tahu seluruh dunia bahwa dialah yang menyelamatkan Rizki.Setelah memikirkan hal ini, Hana merasa bahwa dirinya mungkin hanya terlalu sensitif dan curiga karena mimpinya.Rizki yang sekarang menanyakan hal-hal ini, sebenarnya memberikan kesempatan yang sangat bagus untuknya.
Karena di depan Rizki, dia selalu tampil ramah dan lembut, tidak pernah bertingkah seperti perempuan jahat seperti sekarang.Hana panik, dia segera menyibakkan selimutnya dan turun dari tempat tidur."Rizki, kenapa kamu ke sini?"Sebelum Hana selesai bicara, air mata sudah mengalir di pipinya. Dia menangis dan bergegas menghampiri Rizki."Aku kira kamu nggak mau berbicara denganku lagi."Rizki menurunkan matanya, memandang pergelangan tangan Hana."Kenapa kamu marah sekali?"Mendengar ini, Hana buru-buru menjelaskan, "A ... aku kira kamu mengabaikanku, jadi suasana hatiku sangat jelek. Maaf ... aku nggak bermaksud begitu. Nanda, apa kamu baik-baik saja?"Nanda menggeleng. Sambil melangkah mundur, dia membenci Hana yang bermuka dua ini di dalam hatinya. "Kalau begitu aku keluar dulu, kalian berdua silakan mengobrol."Dia segera pergi, bahkan menutup pintu kamar tersebut untuk Hana.Hana tidak tahu sekarang pukul berapa, tetapi seharusnya sudah malam sekali. Dia tidak menyangka Rizki aka
Setelah Rizki pergi, Alya berdiri seorang diri di depan pintu, berusaha menenangkan napas dan perasaannya.Beberapa waktu kemudian, dia mengangkat tangan dan menyentuh pipinya.Masih hangat ....Jelas-jelas tadi hanya sebuah pelukan.Akan tetapi, dia tidak menyangka Rizki benar-benar memercayainya dan sama sekali tidak mempertanyakannya.Bukankah ini artinya, hati Rizki selalu lebih condong kepadanya?"Mama?"Tiba-tiba, terdengar suara anak kecil dari belakangnya.Alya kaget dan berbalik, menemukan bahwa Satya sudah bangun entah sejak kapan dan sedang berdiri di sana menatapnya.Melihat putranya, Alya pun terkejut."Satya, kenapa kamu bangun?"Bukankah dia sudah tidur?Mata Alya menghindari putranya. Sudah berapa lama Satya berdiri di sana? Barusan dia tidak melihatnya, 'kan?Sambil memikirkan hal itu, Alya berjalan menghampiri Satya, lalu berjongkok di depannya dan menggendongnya. "Kamu keluar tanpa pakai baju tebal, bagaimana kalau nanti kamu sakit?"Setelah digendong, Satya memeluk
"Ya sudahlah." Alya berbalik. "Lagi pula kejadian itu sudah sangat lama berlalu. Kalau aku nggak mengingatnya, siapa pun pasti akan mengira dia yang menyelamatkanmu."Melihat punggungnya, Rizki merapatkan bibir."Kamu tenang saja, aku nggak akan membiarkan pencapaianmu dicuri oleh orang lain tanpa alasan."Alya tertawa dengan dingin."Apa gunanya kamu mengatakan itu sekarang? Semua orang sudah mengira dia yang menyelamatkanmu, kejadiannya juga terjadi bertahun-tahun yang lalu. Apa sekarang kamu akan keluar dan berkata bahwa yang menyelamatkanmu adalah aku dan bukan dia? Apa kamu punya bukti?""Nggak.""Jadi ...."Bahunya terasa berat, Rizki tiba-tiba memegang bahunya dan menariknya, membuatnya bertatap muka dengan pria itu."Bukti adalah sesuatu yang, selama aku inginkan, pasti ada."Alya tertegun. "Apa?"Rizki berkata, "Tadinya, aku hanya ingin memutus hubungan dengannya, lagi pula dia telah menyelamatkanku. Tapi sekarang karena dia nggak menyelamatkanku, ini bukan lagi hanya tentang