Sang kepala pelayan menghela napas di dalam hati.Dengan keributan seperti ini, ditambah dengan sifat Rizki yang arogan dan keras kepala, sepertinya akan sulit untuk meminta tuannya pergi mencari seseorang.Salah satu pelayan berbisik, "Ketika Hana datang ke rumah kita waktu itu, aku merasa ada yang nggak beres dengan Tuan dan Nyonya. Kemudian mereka tampaknya baikan, tapi rasanya berbeda dengan dulu. Tuan dan nyonya kita ... nggak akan bercerai, 'kan?"Mendengar kata "bercerai", mata sang kepala pelayan pun seketika melotot dan langsung menegur, "Omong kosong apa itu? Mulai sekarang, jangan katakan kata itu sembarangan. Sangat wajar bila suami dan istri berselisih. Walaupun Tuan dan Nyonya hari ini bertengkar, besok mungkin mereka sudah berbaikan. Kalau kalian nggak ada kerjaan, sana bersihkan jendela lagi."Setelah diomeli Joko seperti ini, semua orang pun mengerucutkan bibirnya dan bubar.Joko juga frustrasi. Dia melambaikan tangannya seolah tidak lagi peduli dan kembali ke kamarnya
Sebelum dia dapat merenungkannya, sebuah panggilan telepon masuk ke ponselnya.Alya masih memegang ponselnya dan melihat bahwa yang meneleponnya adalah Rizki. Jantungnya pun berdebar.Di saat seperti ini, kenapa Rizki masih meneleponnya?Alya agak ragu, bertanya-tanya apakah dia harus mengangkat telepon ini atau tidak.Mereka sudah bercerai, pastinya tidak akan ada yang lebih buruk daripada ini. Mengangkat telepon saja sepertinya tidak apa-apa, 'kan?Karena dia terlalu lama mengambil keputusan, ketika dia akhirnya memutuskan untuk mengangkat telepon tersebut, ponselnya sudah berhenti berdering.Jadi Alya terpaksa menarik napas dalam-dalam dan meneleponnya kembali.Setelah teleponnya diangkat, dia pun menjelaskan, "Maaf, barusan aku sedang sibuk."Mendengar ini, lawan bicaranya terdiam sejenak sebelum mendengus dan berkata, "Oh, sedang sibuk dengan Irfan? Apa aku mengganggu kalian?"Alya terdiam.Karena sejak awal, tidak ada apa-apa di antara dia dan Irfan. Jadi ketika Rizki mengatakan
Tut tut ....Nada sibuk itu bergema di telinga Alya, menusuk hatinya bagaikan ratusan duri.Untuk sesaat, Alya benar-benar mempertimbangkan untuk tidak kembali dan membiarkan barang-barangnya.Namun, beberapa barang pribadinya benar-benar ada di sana. Sebaiknya dia mengambilnya ketika Rizki sedang tidak ada di rumah.Setelah sarapan, Alya memberitahukan idenya pada Citra."Kemarin malam bukankah kamu sudah mengatakannya padaku? Mobilku sudah siap, aku juga sudah memanggil beberapa temanku untuk pergi bersama dan membantumu berkemas. Kamu nggak usah khawatir, kemasi saja barang-barangmu."Dia tidak menyangka Citra sudah melakukan persiapan sematang ini demi dirinya."Citra, terima kasih banyak.""Aduh, untuk apa kata terima kasih di antara kita.""Tapi kamu nggak perlu meminta bantuan temanmu, barang-barang yang ingin aku kemas hanya sedikit. Aku bisa pergi sendiri."Mendengar ini, Citra segera meletakkan barang di tangannya. "Pergi sendiri? Nggak, aku harus menemanimu. Bagaimana kalau
Setelah cukup lama merenung di tempat, seolah-olah telah menetapkan sesuatu, akhirnya Alya berbalik dan bersiap untuk pergi.Namun, begitu dia berbalik, dia melihat Rizki berdiri di pintu kamar.Pandangan mereka berdua pun bertemu.Waktu seakan-akan telah membeku.Beberapa saat kemudian, Alya memaksakan sebuah senyum dan menghampirinya."Aku datang untuk melihat Ne ...." Setelah berhenti sejenak, akhirnya dia melanjutkan, "Aku datang untuk melihat Nyonya Wulan."Rizki menatapnya dengan sangat dingin, sama sekali tidak ada kehangatan di matanya.Dia seakan-akan tidak melihat Alya, lalu berjalan melewatinya dengan meninggalkan jejak udara yang dingin.Alya terdiam di tempat selama belasan detik. Menyadari bahwa tidak ada tempat untuknya di sini, dia pun segera diam-diam pergi.Setelah Alya pergi, Rizki berbalik dan menatap tempat Alya berdiri tadi. Kemudian, dia perlahan mengalihkan pandangannya lagi....Alya pun kembali ke kediaman Keluarga Saputra untuk berkemas.Begitu dia memasuki r
Pertanyaan ini membuat Alya tertegun.Ketika Alya kesusahan untuk menjawab pertanyaaan ini, Joko tiba-tiba berkata, "Setelah Tuan kembali semalam, sampai sekarang dia masih belum makan."Alya terdiam.Apa gunanya memberi tahu dia hal ini sekarang?"Meskipun aku nggak tahu apa yang terjadi di antara Tuan dan Nyonya, kalian sudah begitu lama bersama, kalau kalian bisa menyelesaikan masalahnya ...."Alya berkata dengan suara ringan, "Nggak bisa diselesaikan."Mendengar ini, sang kepala pelayan tak bisa mengucapkan sepatah kata pun.Setelah beberapa saat, dia berkata dengan lembut, "Kalau Nyonya sudah menetapkan hati, aku hanya bisa mendoakan Nyonya supaya selamat dalam perjalanan,"Tadinya ekspresi Alya tampak agak gelisah, tetapi sesaat kemudian, dia pun tersenyum dengan lega."Terima kasih, Paman Joko. Mulai sekarang tolong jaga dirimu baik-baik. Sementara mengenai Nenek Wulan ... tolong rawat dia."Joko pun mengangguk dengan sungguh-sungguh dan tulus."Aku adalah kepala pelayan dari Ke
Hana sama sekali tidak menemuinya. Kalau dia berani menerobos masuk, seseorang akan mengusirnya keluar.Astrid menjalani hidup yang amat menyedihkan.Karena tekanan yang luar biasa, ibunya bahkan ingin minum obat tidur untuk bunuh diri. Untungnya, adik Astrid menemukannya tepat waktu dan berhasil menghentikannya.Akhirnya, sang adik pun berlutut di depan Astrid. "Kak, tolong, bisakah kamu melakukan permohonanku? Sebenarnya siapa yang sudah kamu singgung? Tolong pergi dan memohonlah pada mereka! Kalau terus seperti ini, seluruh keluarga kita harus melompat ke sungai!"Akhirnya, bahkan sang ibu juga berlutut dan memohon padanya."Astrid, sejak dulu keluarga kita nggak pernah memperlakukanmu dengan nggak adil hanya karena kamu seorang anak perempuan. Sekarang keluarga kita dalam masalah, sebenarnya siapa yang kamu singgung? Cepatlah minta maaf dan tebus kesalahanmu. Keluarga kita nggak bisa seperti ini terus."Siapa yang dia singgung?Astrid tentu saja tahu siapa yang dia singgung.Dipaks
Kalimat itu dalam sekejap membungkam Hana.Keheningannya membuat Astrid sangat puas."Kenapa diam saja, Hana? Menurutmu, bagaimana reaksi Rizki kalau aku memberitahukan hal ini padanya?""Astrid!"Di ujung telepon, Hana seketika menjadi panik. Bahkan Astrid dapat mendengar bagaimana Hana buru-buru berdiri dan berjalan keluar. Hana berusaha membujuk Astrid dengan berkata, "Kalau ada sesuatu, kita bisa mendiskusikannya. Jangan bertindak gegabah, oke?"Mendengar ini, Astrid pun tersenyum puas.Ternyata tebakannya benar.Hana sangat takut bahwa dia akan memberitahukan hal tersebut pada Rizki.Ternyata seperti ini, ya."Aku nggak gegabah, Hana. Aku hanya ingin Rizki mengetahui kebenarannya. Setiap orang berhak untuk mengetahui kebenaran, bukankah begitu?""Astrid ...." Hana berhenti melangkah, nada bicaranya terdengar menderita. "Apa kamu menyalahkanku atas kejadian belakangan ini? Maaf, aku bukannya sengaja mengabaikanmu. Hanya saja, orang tuaku menyuruhku untuk nggak berhubungan denganmu
Hana merasa bahwa Astrid menjadi lebih tenang setelah menerima uangnya. Dia berkata dengan lembut, "Astrid, apa kamu sekarang ada di gerbang rumah Rizki? Aku akan ke sana untuk menemuimu, oke?""Oke."Astrid menjawab dengan penuh kebohongan, "Aku juga sudah lama nggak bertemu denganmu, aku sangat merindukanmu."".... Kalau begitu tunggu aku di sana, aku akan segera pergi," ucap Hana.Astrid menemukan sebuah tempat yang rindang dan duduk di sana sambil menunggu.Tak lama kemudian, mobil Hana pun tiba. Setelah membuka pintu mobil, Hana cepat-cepat berlari menghampiri Astrid dan tersenyum dengan waspada.Setelah dia melirik gerbang rumah Rizki yang berada tak jauh di belakang Astrid, Hana bertanya dengan hati-hati, "Kamu nggak masuk, 'kan?"Astrid menatap Hana. Dibandingkan dengan penampilan Hana yang rapi dan indah, beberapa hari ini dia tampak seperti orang miskin.Memikirkan bagaimana dirinya jadi seperti ini karena Hana, juga bagaimana Hana baru mau menemuinya setelah diancam, hati As