Ketika pergi, Sinta sadar bahwa dirinya sangat marah hingga keningnya sakit berkedut.Akan tetapi, dia segera menghentikan langkahnya, seolah teringat sesuatu.Rizki adalah anaknya. Sebagai ibu dari anaknya, dia tahu betul kepribadian anaknya. Dari Rizki kecil sampai sekarang, tentu saja Sinta pernah melihat anaknya marah. Namun, dia tidak pernah melihat anaknya semarah ini, ini adalah pertama kalinya.Anak itu bahkan melupakan sopan santunnya.Ekspresi Sinta seketika menjadi serius.Apakah ... telah terjadi sesuatu?...Setelah ibunya pergi, suasana ruang kerja tersebut menjadi sunyi. Rizki masih berdiri di tempat untuk beberapa saat sebelum akhirnya kembali ke tempatnya tadi.Meskipun dia duduk diam dengan wajah suram, perkataan ibunya sebelum pergi masih bergema di dalam benaknya."Kalau terjadi sesuatu padanya, sebaiknya kamu nggak menyesal."Seolah-olah ada suara dalam hatinya yang memberitahunya, bila sesuatu terjadi pada Alya, dia pasti akan menyesal. Seolah-olah suara itu menyu
Sang kepala pelayan menghela napas di dalam hati.Dengan keributan seperti ini, ditambah dengan sifat Rizki yang arogan dan keras kepala, sepertinya akan sulit untuk meminta tuannya pergi mencari seseorang.Salah satu pelayan berbisik, "Ketika Hana datang ke rumah kita waktu itu, aku merasa ada yang nggak beres dengan Tuan dan Nyonya. Kemudian mereka tampaknya baikan, tapi rasanya berbeda dengan dulu. Tuan dan nyonya kita ... nggak akan bercerai, 'kan?"Mendengar kata "bercerai", mata sang kepala pelayan pun seketika melotot dan langsung menegur, "Omong kosong apa itu? Mulai sekarang, jangan katakan kata itu sembarangan. Sangat wajar bila suami dan istri berselisih. Walaupun Tuan dan Nyonya hari ini bertengkar, besok mungkin mereka sudah berbaikan. Kalau kalian nggak ada kerjaan, sana bersihkan jendela lagi."Setelah diomeli Joko seperti ini, semua orang pun mengerucutkan bibirnya dan bubar.Joko juga frustrasi. Dia melambaikan tangannya seolah tidak lagi peduli dan kembali ke kamarnya
Sebelum dia dapat merenungkannya, sebuah panggilan telepon masuk ke ponselnya.Alya masih memegang ponselnya dan melihat bahwa yang meneleponnya adalah Rizki. Jantungnya pun berdebar.Di saat seperti ini, kenapa Rizki masih meneleponnya?Alya agak ragu, bertanya-tanya apakah dia harus mengangkat telepon ini atau tidak.Mereka sudah bercerai, pastinya tidak akan ada yang lebih buruk daripada ini. Mengangkat telepon saja sepertinya tidak apa-apa, 'kan?Karena dia terlalu lama mengambil keputusan, ketika dia akhirnya memutuskan untuk mengangkat telepon tersebut, ponselnya sudah berhenti berdering.Jadi Alya terpaksa menarik napas dalam-dalam dan meneleponnya kembali.Setelah teleponnya diangkat, dia pun menjelaskan, "Maaf, barusan aku sedang sibuk."Mendengar ini, lawan bicaranya terdiam sejenak sebelum mendengus dan berkata, "Oh, sedang sibuk dengan Irfan? Apa aku mengganggu kalian?"Alya terdiam.Karena sejak awal, tidak ada apa-apa di antara dia dan Irfan. Jadi ketika Rizki mengatakan
Tut tut ....Nada sibuk itu bergema di telinga Alya, menusuk hatinya bagaikan ratusan duri.Untuk sesaat, Alya benar-benar mempertimbangkan untuk tidak kembali dan membiarkan barang-barangnya.Namun, beberapa barang pribadinya benar-benar ada di sana. Sebaiknya dia mengambilnya ketika Rizki sedang tidak ada di rumah.Setelah sarapan, Alya memberitahukan idenya pada Citra."Kemarin malam bukankah kamu sudah mengatakannya padaku? Mobilku sudah siap, aku juga sudah memanggil beberapa temanku untuk pergi bersama dan membantumu berkemas. Kamu nggak usah khawatir, kemasi saja barang-barangmu."Dia tidak menyangka Citra sudah melakukan persiapan sematang ini demi dirinya."Citra, terima kasih banyak.""Aduh, untuk apa kata terima kasih di antara kita.""Tapi kamu nggak perlu meminta bantuan temanmu, barang-barang yang ingin aku kemas hanya sedikit. Aku bisa pergi sendiri."Mendengar ini, Citra segera meletakkan barang di tangannya. "Pergi sendiri? Nggak, aku harus menemanimu. Bagaimana kalau
Setelah cukup lama merenung di tempat, seolah-olah telah menetapkan sesuatu, akhirnya Alya berbalik dan bersiap untuk pergi.Namun, begitu dia berbalik, dia melihat Rizki berdiri di pintu kamar.Pandangan mereka berdua pun bertemu.Waktu seakan-akan telah membeku.Beberapa saat kemudian, Alya memaksakan sebuah senyum dan menghampirinya."Aku datang untuk melihat Ne ...." Setelah berhenti sejenak, akhirnya dia melanjutkan, "Aku datang untuk melihat Nyonya Wulan."Rizki menatapnya dengan sangat dingin, sama sekali tidak ada kehangatan di matanya.Dia seakan-akan tidak melihat Alya, lalu berjalan melewatinya dengan meninggalkan jejak udara yang dingin.Alya terdiam di tempat selama belasan detik. Menyadari bahwa tidak ada tempat untuknya di sini, dia pun segera diam-diam pergi.Setelah Alya pergi, Rizki berbalik dan menatap tempat Alya berdiri tadi. Kemudian, dia perlahan mengalihkan pandangannya lagi....Alya pun kembali ke kediaman Keluarga Saputra untuk berkemas.Begitu dia memasuki r
Pertanyaan ini membuat Alya tertegun.Ketika Alya kesusahan untuk menjawab pertanyaaan ini, Joko tiba-tiba berkata, "Setelah Tuan kembali semalam, sampai sekarang dia masih belum makan."Alya terdiam.Apa gunanya memberi tahu dia hal ini sekarang?"Meskipun aku nggak tahu apa yang terjadi di antara Tuan dan Nyonya, kalian sudah begitu lama bersama, kalau kalian bisa menyelesaikan masalahnya ...."Alya berkata dengan suara ringan, "Nggak bisa diselesaikan."Mendengar ini, sang kepala pelayan tak bisa mengucapkan sepatah kata pun.Setelah beberapa saat, dia berkata dengan lembut, "Kalau Nyonya sudah menetapkan hati, aku hanya bisa mendoakan Nyonya supaya selamat dalam perjalanan,"Tadinya ekspresi Alya tampak agak gelisah, tetapi sesaat kemudian, dia pun tersenyum dengan lega."Terima kasih, Paman Joko. Mulai sekarang tolong jaga dirimu baik-baik. Sementara mengenai Nenek Wulan ... tolong rawat dia."Joko pun mengangguk dengan sungguh-sungguh dan tulus."Aku adalah kepala pelayan dari Ke
Hana sama sekali tidak menemuinya. Kalau dia berani menerobos masuk, seseorang akan mengusirnya keluar.Astrid menjalani hidup yang amat menyedihkan.Karena tekanan yang luar biasa, ibunya bahkan ingin minum obat tidur untuk bunuh diri. Untungnya, adik Astrid menemukannya tepat waktu dan berhasil menghentikannya.Akhirnya, sang adik pun berlutut di depan Astrid. "Kak, tolong, bisakah kamu melakukan permohonanku? Sebenarnya siapa yang sudah kamu singgung? Tolong pergi dan memohonlah pada mereka! Kalau terus seperti ini, seluruh keluarga kita harus melompat ke sungai!"Akhirnya, bahkan sang ibu juga berlutut dan memohon padanya."Astrid, sejak dulu keluarga kita nggak pernah memperlakukanmu dengan nggak adil hanya karena kamu seorang anak perempuan. Sekarang keluarga kita dalam masalah, sebenarnya siapa yang kamu singgung? Cepatlah minta maaf dan tebus kesalahanmu. Keluarga kita nggak bisa seperti ini terus."Siapa yang dia singgung?Astrid tentu saja tahu siapa yang dia singgung.Dipaks
Kalimat itu dalam sekejap membungkam Hana.Keheningannya membuat Astrid sangat puas."Kenapa diam saja, Hana? Menurutmu, bagaimana reaksi Rizki kalau aku memberitahukan hal ini padanya?""Astrid!"Di ujung telepon, Hana seketika menjadi panik. Bahkan Astrid dapat mendengar bagaimana Hana buru-buru berdiri dan berjalan keluar. Hana berusaha membujuk Astrid dengan berkata, "Kalau ada sesuatu, kita bisa mendiskusikannya. Jangan bertindak gegabah, oke?"Mendengar ini, Astrid pun tersenyum puas.Ternyata tebakannya benar.Hana sangat takut bahwa dia akan memberitahukan hal tersebut pada Rizki.Ternyata seperti ini, ya."Aku nggak gegabah, Hana. Aku hanya ingin Rizki mengetahui kebenarannya. Setiap orang berhak untuk mengetahui kebenaran, bukankah begitu?""Astrid ...." Hana berhenti melangkah, nada bicaranya terdengar menderita. "Apa kamu menyalahkanku atas kejadian belakangan ini? Maaf, aku bukannya sengaja mengabaikanmu. Hanya saja, orang tuaku menyuruhku untuk nggak berhubungan denganmu
Biasanya dalam situasi seperti ini, Hana akan berbalik dan pergi.Namun, sekarang Hana tidak punya apa-apa lagi. Dia maju beberapa langkah, lalu menggigit bibirnya dan berkata, "Apa maksudmu dengan bercanda menggunakan perasaanmu? Kamu nggak berpikir kalau perasaanmu padanya tulus, 'kan? Begitu tulus sampai-sampai kamu nggak peduli kalau dia jatuh ke dalam pelukan pria lain?"Irfan melihat ke arah asistennya. "Bawa dia keluar.""Irfan, Alya akan bersama dengan Rizki. Apa kamu akan membiarkan mereka bersama begitu saja? Aku tahu bahwa selama 5 tahun ini kamu terus menemani Alya, kamu telah menunggunya selama 5 tahun. Bukankah kamu ingin bersama dengannya? Apa kamu bersedia kalau hari ini dia diambil oleh orang lain?"Hana berteriak seperti orang gila dan hampir histeris, tetapi orang di depannya masih tetap tenang."Sudah cukup bicaranya?"Hana tercengang.Apa maksudnya? Dia sudah berbicara panjang lebar, tetapi Irfan bahkan tidak peduli sedikit pun?Ini tidak masuk akal. Bukankah pria
Setelah ibunya pergi, Hana jatuh ke tempat tidur rumah sakit, menutupi pipinya yang memar dan menangis kesakitan.Jangankan ibunya, dia bahkan ingin menampar dirinya sendiri.Baru sekaranglah dia sadar, bahwa dia harusnya berhenti sejak dulu ....Namun, tampaknya, sekarang sudah terlambat untuk melakukan apa pun.Apakah ada seseorang yang bisa menolongnya?Mungkin ... ada seseorang yang bisa menolongnya.Hana terpikirkan seseorang dan melompat turun dari tempat tidur. "Nanda, cepat, bawa aku mencari taksi."Malam ini adalah malam yang sibuk.Di teras yang hening.Hasan menuangkan secangkir teh panas untuk Irfan, uap teh mengepul di udara yang dingin. Hana berdiri di hadapannya, dengan Nanda yang menopangnya di samping.Dia sudah cukup lama berdiri sana, tetapi Irfan sama sekali tidak berbicara ataupun mempersilakannya duduk.Bahkan Hasan yang berada di sisinya hanya menuangkan secangkir teh panas.Dia berlari keluar dengan terburu-buru, sehingga dia masih mengenakan gaun rumah sakit da
"Sebenarnya apa yang terjadi?"Nanda secara singkat menjelaskan apa yang dia tahu."Apa? Rizki datang?" Kegembiraan melintas di mata Tesa, dia maju dan menggenggam tangan Hana. "Hana, kenapa kamu nggak memberitahuku kalau Rizki datang? Dia datang menjengukmu, 'kan?"Sayangnya, mata Hana penuh dengan keputusasaan. Dia terlihat seperti pecundang. Tesa memanggilnya berkali-kali, tetapi dia tidak merespons."Hana? Cepat bicara!"Melihatnya yang seperti ini membuat Tesa kesal.Kemudian barulah Hana mendongak, matanya penuh dengan air mata."Ibu, dia tahu, dia sudah tahu. Selanjutnya dia nggak akan membiarkanku, dia juga nggak akan membiarkan Keluarga Adelia."Tesa mengerutkan keningnya."Tahu apa? Bicaralah yang jelas.""Alya, Alya Kartika, ingatan dia sudah kembali. Dia memberi tahu Rizki kebenarannya. Sekarang Rizki sudah tahu bahwa bukan aku yang menyelamatkannya. Dia akan membereskanku, selanjutnya dia pasti akan membereskan kita. Ibu, kita harus bagaimana?"Meskipun perkataan Hana agak
Sekarang Hana pun gelisah.Namun, sekarang dia sudah menenangkan dirinya. Malam ini Rizki datang untuk mempermainkannya.Selama dia menolak untuk mengakuinya, tidak ada yang bisa melakukan apa pun padanya.Memikirkan hal ini, Hana menatap Rizki dan berkata, "Bukankah kamu nggak tahu terima kasih? Apa kamu ke sini untuk mempermainkanku dan memberikan bukti pada Alya? Rizki, biar kuberi tahu kamu, aku nggak akan memberimu apa yang kamu mau. Kamu diselamatkan olehku yang telah mempertaruhkan nyawa. Waktu itu, aku hampir tenggelam di sungai demi menyelamatkanmu. Sementara mengenai Alya, dia bukan urusanku. Tapi, nggak ada satu pun orang yang bisa merebut jasaku. Kalau kamu mau menjadi orang yang nggak tahu terima kasih, silakan. Tapi jangan harap kamu bisa memaksa atau menyogokku untuk mendapatkan bukti apa pun."Setelah mengatakan itu, Hana langsung berbalik dan berjalan ke tepi tempat tidur, dia melepaskan sepatunya, lalu naik ke tempat tidur."Selama belasan tahun ini, akulah yang telah
Jawaban ini membuat Hana benar-benar panik.Tadinya, dia kira Rizki menanyakan hal ini karena ingin mendengarnya menceritakan ulang kejadiannya. Namun, ternyata ....Begitu menyadari betapa buruknya nasib yang harus dia hadapi bila Rizki sampai mengetahui kebenarannya, Hana pun seketika menjadi panik dan mulai berbicara dengan tidak jelas."Rizki, waktu itu benar-benar aku yang menyelamatkanmu. Jangan dengarkan omong kosong Alya, dia hanya ingin membohongimu dan membuatmu membuangku."Dari ucapannya ini, Rizki akhirnya mendapatkan kata kunci yang dia cari-cari. Matanya menyipit dengan mengancam, suaranya juga menjadi sangat dingin."Memangnya aku sudah bilang siapa yang mengatakannya?"Hana pun tercengang."Waktu itu, bukankah hanya ada aku dan kamu di tepi sungai? Kenapa kamu mengira Alya yang mengatakan sesuatu padaku? Kalau dia nggak di sana, apa perkataannya itu penting?"Sampai di sini, nada bicara Rizki seketika berubah menjadi tajam."Atau maksudmu, waktu itu bukan hanya ada kit
Hana tertegun oleh pertanyaannya dan membeku di tempat, dia menatap Rizki dengan bingung.Setelah waktu yang lama, barulah dia menyadari sesuatu.Mungkinkah Rizki sudah mengetahui kebohongannya?Tidak, itu tidak mungkin.Saat diselamatkan, Rizki masih tidak sadarkan diri. Alya juga telah kehilangan ingatannya. Rizki tidak mungkin mengetahuinya, kecuali Alya mendapatkan ingatannya kembali.Namun, bertahun-tahun telah berlalu, jika Alya ingin mendapatkan kembali ingatannya dia pasti sudah lama melakukannya, kenapa harus menunggu sampai sekarang?Apalagi, jika Alya benar-benar telah mendapatkan kembali ingatannya, apakah dia bisa menahan diri untuk tidak segera datang ke sini dan menemuinya? Dia mungkin sudah memberi tahu seluruh dunia bahwa dialah yang menyelamatkan Rizki.Setelah memikirkan hal ini, Hana merasa bahwa dirinya mungkin hanya terlalu sensitif dan curiga karena mimpinya.Rizki yang sekarang menanyakan hal-hal ini, sebenarnya memberikan kesempatan yang sangat bagus untuknya.
Karena di depan Rizki, dia selalu tampil ramah dan lembut, tidak pernah bertingkah seperti perempuan jahat seperti sekarang.Hana panik, dia segera menyibakkan selimutnya dan turun dari tempat tidur."Rizki, kenapa kamu ke sini?"Sebelum Hana selesai bicara, air mata sudah mengalir di pipinya. Dia menangis dan bergegas menghampiri Rizki."Aku kira kamu nggak mau berbicara denganku lagi."Rizki menurunkan matanya, memandang pergelangan tangan Hana."Kenapa kamu marah sekali?"Mendengar ini, Hana buru-buru menjelaskan, "A ... aku kira kamu mengabaikanku, jadi suasana hatiku sangat jelek. Maaf ... aku nggak bermaksud begitu. Nanda, apa kamu baik-baik saja?"Nanda menggeleng. Sambil melangkah mundur, dia membenci Hana yang bermuka dua ini di dalam hatinya. "Kalau begitu aku keluar dulu, kalian berdua silakan mengobrol."Dia segera pergi, bahkan menutup pintu kamar tersebut untuk Hana.Hana tidak tahu sekarang pukul berapa, tetapi seharusnya sudah malam sekali. Dia tidak menyangka Rizki aka
Setelah Rizki pergi, Alya berdiri seorang diri di depan pintu, berusaha menenangkan napas dan perasaannya.Beberapa waktu kemudian, dia mengangkat tangan dan menyentuh pipinya.Masih hangat ....Jelas-jelas tadi hanya sebuah pelukan.Akan tetapi, dia tidak menyangka Rizki benar-benar memercayainya dan sama sekali tidak mempertanyakannya.Bukankah ini artinya, hati Rizki selalu lebih condong kepadanya?"Mama?"Tiba-tiba, terdengar suara anak kecil dari belakangnya.Alya kaget dan berbalik, menemukan bahwa Satya sudah bangun entah sejak kapan dan sedang berdiri di sana menatapnya.Melihat putranya, Alya pun terkejut."Satya, kenapa kamu bangun?"Bukankah dia sudah tidur?Mata Alya menghindari putranya. Sudah berapa lama Satya berdiri di sana? Barusan dia tidak melihatnya, 'kan?Sambil memikirkan hal itu, Alya berjalan menghampiri Satya, lalu berjongkok di depannya dan menggendongnya. "Kamu keluar tanpa pakai baju tebal, bagaimana kalau nanti kamu sakit?"Setelah digendong, Satya memeluk
"Ya sudahlah." Alya berbalik. "Lagi pula kejadian itu sudah sangat lama berlalu. Kalau aku nggak mengingatnya, siapa pun pasti akan mengira dia yang menyelamatkanmu."Melihat punggungnya, Rizki merapatkan bibir."Kamu tenang saja, aku nggak akan membiarkan pencapaianmu dicuri oleh orang lain tanpa alasan."Alya tertawa dengan dingin."Apa gunanya kamu mengatakan itu sekarang? Semua orang sudah mengira dia yang menyelamatkanmu, kejadiannya juga terjadi bertahun-tahun yang lalu. Apa sekarang kamu akan keluar dan berkata bahwa yang menyelamatkanmu adalah aku dan bukan dia? Apa kamu punya bukti?""Nggak.""Jadi ...."Bahunya terasa berat, Rizki tiba-tiba memegang bahunya dan menariknya, membuatnya bertatap muka dengan pria itu."Bukti adalah sesuatu yang, selama aku inginkan, pasti ada."Alya tertegun. "Apa?"Rizki berkata, "Tadinya, aku hanya ingin memutus hubungan dengannya, lagi pula dia telah menyelamatkanku. Tapi sekarang karena dia nggak menyelamatkanku, ini bukan lagi hanya tentang