Mobil tersebut terparkir di tepi jalan pintu masuk kantor catatan sipil. Irfan menatap Alya dengan cukup lama. Ketika dia hendak menjalankan mobilnya, ponsel di pelukan Alya tiba-tiba berbunyi.Akan tetapi, Alya yang sedang nyenyak tertidur sama sekali tidak mendengarnya.Irfan terpaksa mengambil ponsel tersebut dan mengangkat teleponnya."Alya, aku sudah sampai di pintu masuk kantor catatan sipil, tapi aku nggak melihatmu. Kamu di mana?"Suara wanita yang lembut dan jernih terdengar dari ujung telepon.Mendengar ini, Irfan pun melihat ke arah pintu masuk kantor catatan sipil.Memang, dia bisa melihat seorang wanita yang mengenakan sebuah jaket bulu angsa berwarna hitam dan membawa tas kerja berdiri di pintu masuk. Wanita itu melihat-lihat ke sekelilingnya, mencari sosok Alya.Irfan mengingatnya.Wanita itu adalah Citra, sahabatnya Alya.Setelah mengenalinya, Irfan merendahkan suaranya dan berkata, "Halo, aku Irfan."Citra yang tadinya berdiri di pintu masuk sambil melihat ke sekelilin
Akan tetapi, dengan bagaimana Alya terisak di telepon tadi, Citra pun merasa bingung.Sahabatnya sudah susah payah tertidur. Jika dia membangunkannya, apakah Alya akan menangis lagi?Memikirkan hal ini, Citra pun terjerumus dalam dilema.Saat ini, dia mendengar Irfan berkata, "Naiklah."Citra tertegun, lalu menoleh memandang Irfan.Irfan tersenyum tipis. "Ke mana kalian mau pergi? Aku akan mengantar kalian sekalian membiarkan Alya tidur sebentar."Mendengar perkataannya, Citra pun mengerti."Terima kasih."Dia cepat-cepat menyimpan ponselnya dan naik ke mobil.Karena Alya tertidur di kursi depan, Citra hanya bisa menatapnya dari kursi belakang.Setelah Irfan naik, mobil itu pun segera menghilang dari pintu masuk kantor catatan sipil.Setelah mobilnya melaju dengan stabil dan memastikan bahwa Alya tidak terbangun, Irfan bertanya dengan suara lembut, "Kalian mau ke mana?"Citra yang duduk di kursi belakang segera menjawab, "Bawa dia ke rumahku saja."Saat ini, mereka hanya bisa pergi ke
Begitu senja turun, Alya pun perlahan bangun dari tidurnya.Dia sudah tertidur cukup lama.Ketika terbangun, dia melihat kamar yang redup tetapi familier di sekelilingnya. Setelah melihat-lihat untuk beberapa waktu, dia sadar di mana dirinya berada. Kehangatan pun menyebar di dadanya.Rumahnya Citra.Ketika dia sedang melamun, sebuah suara terdengar dari luar. Citra mendorong pintu dan masuk ke dalam. Kamar tersebut masih sangat sunyi. Citra bergumam pada dirinya sendiri, "Kamu tidur lama sekali, kenapa kamu masih belum bangun? Apa telah terjadi sesuatu?"Begitu dia mengatakan itu, Citra mendengar Alya memanggilnya, "Citra."Mendengar ini, kegembiraan seketika muncul di wajah Citra. Dia segera menghampiri sahabatnya."Syukurlah, akhirnya kamu bangun."Sambil berbicara, Citra langsung menyalakan lampu di meja samping tempat tidur.Tadinya, Alya hanya melihat isi kamar dengan menggunakan cahaya dari luar. Jadi begitu lampunya dinyalakan. sumber cahaya yang tiba-tiba ini membuat Alya meny
"Aku tahu." Alya mengangguk. "Aku pernah baca penjelasannya. Kalau rasa sakitnya berlangsung lama, harus langsung pergi ke rumah sakit. Tapi bukankah sekarang aku baik-baik saja?""Apanya yang baik-baik saja? Rasa sakit adalah gejala. Kalau nggak, kenapa kamu bisa kesakitan? Akhir-akhir ini kamu pasti kurang istirahat atau terlalu stres. Nggak bisa. Dalam beberapa hari, aku harus menemanimu ke rumah sakit untuk pemeriksaan. Setelah itu barulah aku bisa merasa tenang.""Ya, ya, ya." Menghadapi omelannya, Alya hanya bisa setuju.Waktu itu dia tidak meminta Rizki untuk diperiksa, itu memang kurang bagus.Dia juga tidak tahu apakah setelah itu Rizki masih kesakitan atau tidak ....Memikirkan hal ini, ekspresi Alya tiba-tiba menjadi agak aneh. Dia menggigit bibirnya.Jelas-jelas mereka berdua sudah cerai, mulai sekarang mereka adalah orang asing yang tidak memiliki hubungan. Akan tetapi, kenapa sekarang dia masih memikirkannya?Ketika melihat Rizki hari ini di kantor catatan sipil, pria itu
"Sepasang kekasih?" Saat ini otak Citra tidak berfungsi, dia refleks bertanya, "Siapa?"Alya terdiam sejenak sebelum menjawab, "Rizki dan Hana."Citra tak bisa berkata-kata.Setelah beberapa saat, barulah dia berkata, "Benar-benar, sekarang aku hanya ingin mencekik diriku sendiri."Alya tertawa, mengerti kenapa sahabatnya mengatakan itu. Dia mengangkat kepalanya. "Oke, oke. Aku baik-baik saja. Apa yang dia katakan benar, mereka memang sepasang kekasih.""Sepasang kekasih tahi kucing." Citra menggertakkan giginya dan berkata, "Kalau Hana nggak menyelamatkan Rizki, memangnya Rizki akan meliriknya? Wanita itu hanya memanfaatkan utang budi orang lain."Mendengar ini, mata Alya meredup. Dia menurunkan tatapannya dan berkata, "Baiklah, jangan bicarakan masalah ini lagi. Biarkan saja seperti ini.""Aku salah." Citra menjulurkan lidahnya. "Kalau begitu, istirahatlah dulu. Nanti aku akan menghangatkan mi untukmu, makan saja setelah kamu bangun nanti.""Ya."Setelah Citra pergi, kamar itu pun ke
Ketika pergi, Sinta sadar bahwa dirinya sangat marah hingga keningnya sakit berkedut.Akan tetapi, dia segera menghentikan langkahnya, seolah teringat sesuatu.Rizki adalah anaknya. Sebagai ibu dari anaknya, dia tahu betul kepribadian anaknya. Dari Rizki kecil sampai sekarang, tentu saja Sinta pernah melihat anaknya marah. Namun, dia tidak pernah melihat anaknya semarah ini, ini adalah pertama kalinya.Anak itu bahkan melupakan sopan santunnya.Ekspresi Sinta seketika menjadi serius.Apakah ... telah terjadi sesuatu?...Setelah ibunya pergi, suasana ruang kerja tersebut menjadi sunyi. Rizki masih berdiri di tempat untuk beberapa saat sebelum akhirnya kembali ke tempatnya tadi.Meskipun dia duduk diam dengan wajah suram, perkataan ibunya sebelum pergi masih bergema di dalam benaknya."Kalau terjadi sesuatu padanya, sebaiknya kamu nggak menyesal."Seolah-olah ada suara dalam hatinya yang memberitahunya, bila sesuatu terjadi pada Alya, dia pasti akan menyesal. Seolah-olah suara itu menyu
Sang kepala pelayan menghela napas di dalam hati.Dengan keributan seperti ini, ditambah dengan sifat Rizki yang arogan dan keras kepala, sepertinya akan sulit untuk meminta tuannya pergi mencari seseorang.Salah satu pelayan berbisik, "Ketika Hana datang ke rumah kita waktu itu, aku merasa ada yang nggak beres dengan Tuan dan Nyonya. Kemudian mereka tampaknya baikan, tapi rasanya berbeda dengan dulu. Tuan dan nyonya kita ... nggak akan bercerai, 'kan?"Mendengar kata "bercerai", mata sang kepala pelayan pun seketika melotot dan langsung menegur, "Omong kosong apa itu? Mulai sekarang, jangan katakan kata itu sembarangan. Sangat wajar bila suami dan istri berselisih. Walaupun Tuan dan Nyonya hari ini bertengkar, besok mungkin mereka sudah berbaikan. Kalau kalian nggak ada kerjaan, sana bersihkan jendela lagi."Setelah diomeli Joko seperti ini, semua orang pun mengerucutkan bibirnya dan bubar.Joko juga frustrasi. Dia melambaikan tangannya seolah tidak lagi peduli dan kembali ke kamarnya
Sebelum dia dapat merenungkannya, sebuah panggilan telepon masuk ke ponselnya.Alya masih memegang ponselnya dan melihat bahwa yang meneleponnya adalah Rizki. Jantungnya pun berdebar.Di saat seperti ini, kenapa Rizki masih meneleponnya?Alya agak ragu, bertanya-tanya apakah dia harus mengangkat telepon ini atau tidak.Mereka sudah bercerai, pastinya tidak akan ada yang lebih buruk daripada ini. Mengangkat telepon saja sepertinya tidak apa-apa, 'kan?Karena dia terlalu lama mengambil keputusan, ketika dia akhirnya memutuskan untuk mengangkat telepon tersebut, ponselnya sudah berhenti berdering.Jadi Alya terpaksa menarik napas dalam-dalam dan meneleponnya kembali.Setelah teleponnya diangkat, dia pun menjelaskan, "Maaf, barusan aku sedang sibuk."Mendengar ini, lawan bicaranya terdiam sejenak sebelum mendengus dan berkata, "Oh, sedang sibuk dengan Irfan? Apa aku mengganggu kalian?"Alya terdiam.Karena sejak awal, tidak ada apa-apa di antara dia dan Irfan. Jadi ketika Rizki mengatakan
Biasanya dalam situasi seperti ini, Hana akan berbalik dan pergi.Namun, sekarang Hana tidak punya apa-apa lagi. Dia maju beberapa langkah, lalu menggigit bibirnya dan berkata, "Apa maksudmu dengan bercanda menggunakan perasaanmu? Kamu nggak berpikir kalau perasaanmu padanya tulus, 'kan? Begitu tulus sampai-sampai kamu nggak peduli kalau dia jatuh ke dalam pelukan pria lain?"Irfan melihat ke arah asistennya. "Bawa dia keluar.""Irfan, Alya akan bersama dengan Rizki. Apa kamu akan membiarkan mereka bersama begitu saja? Aku tahu bahwa selama 5 tahun ini kamu terus menemani Alya, kamu telah menunggunya selama 5 tahun. Bukankah kamu ingin bersama dengannya? Apa kamu bersedia kalau hari ini dia diambil oleh orang lain?"Hana berteriak seperti orang gila dan hampir histeris, tetapi orang di depannya masih tetap tenang."Sudah cukup bicaranya?"Hana tercengang.Apa maksudnya? Dia sudah berbicara panjang lebar, tetapi Irfan bahkan tidak peduli sedikit pun?Ini tidak masuk akal. Bukankah pria
Setelah ibunya pergi, Hana jatuh ke tempat tidur rumah sakit, menutupi pipinya yang memar dan menangis kesakitan.Jangankan ibunya, dia bahkan ingin menampar dirinya sendiri.Baru sekaranglah dia sadar, bahwa dia harusnya berhenti sejak dulu ....Namun, tampaknya, sekarang sudah terlambat untuk melakukan apa pun.Apakah ada seseorang yang bisa menolongnya?Mungkin ... ada seseorang yang bisa menolongnya.Hana terpikirkan seseorang dan melompat turun dari tempat tidur. "Nanda, cepat, bawa aku mencari taksi."Malam ini adalah malam yang sibuk.Di teras yang hening.Hasan menuangkan secangkir teh panas untuk Irfan, uap teh mengepul di udara yang dingin. Hana berdiri di hadapannya, dengan Nanda yang menopangnya di samping.Dia sudah cukup lama berdiri sana, tetapi Irfan sama sekali tidak berbicara ataupun mempersilakannya duduk.Bahkan Hasan yang berada di sisinya hanya menuangkan secangkir teh panas.Dia berlari keluar dengan terburu-buru, sehingga dia masih mengenakan gaun rumah sakit da
"Sebenarnya apa yang terjadi?"Nanda secara singkat menjelaskan apa yang dia tahu."Apa? Rizki datang?" Kegembiraan melintas di mata Tesa, dia maju dan menggenggam tangan Hana. "Hana, kenapa kamu nggak memberitahuku kalau Rizki datang? Dia datang menjengukmu, 'kan?"Sayangnya, mata Hana penuh dengan keputusasaan. Dia terlihat seperti pecundang. Tesa memanggilnya berkali-kali, tetapi dia tidak merespons."Hana? Cepat bicara!"Melihatnya yang seperti ini membuat Tesa kesal.Kemudian barulah Hana mendongak, matanya penuh dengan air mata."Ibu, dia tahu, dia sudah tahu. Selanjutnya dia nggak akan membiarkanku, dia juga nggak akan membiarkan Keluarga Adelia."Tesa mengerutkan keningnya."Tahu apa? Bicaralah yang jelas.""Alya, Alya Kartika, ingatan dia sudah kembali. Dia memberi tahu Rizki kebenarannya. Sekarang Rizki sudah tahu bahwa bukan aku yang menyelamatkannya. Dia akan membereskanku, selanjutnya dia pasti akan membereskan kita. Ibu, kita harus bagaimana?"Meskipun perkataan Hana agak
Sekarang Hana pun gelisah.Namun, sekarang dia sudah menenangkan dirinya. Malam ini Rizki datang untuk mempermainkannya.Selama dia menolak untuk mengakuinya, tidak ada yang bisa melakukan apa pun padanya.Memikirkan hal ini, Hana menatap Rizki dan berkata, "Bukankah kamu nggak tahu terima kasih? Apa kamu ke sini untuk mempermainkanku dan memberikan bukti pada Alya? Rizki, biar kuberi tahu kamu, aku nggak akan memberimu apa yang kamu mau. Kamu diselamatkan olehku yang telah mempertaruhkan nyawa. Waktu itu, aku hampir tenggelam di sungai demi menyelamatkanmu. Sementara mengenai Alya, dia bukan urusanku. Tapi, nggak ada satu pun orang yang bisa merebut jasaku. Kalau kamu mau menjadi orang yang nggak tahu terima kasih, silakan. Tapi jangan harap kamu bisa memaksa atau menyogokku untuk mendapatkan bukti apa pun."Setelah mengatakan itu, Hana langsung berbalik dan berjalan ke tepi tempat tidur, dia melepaskan sepatunya, lalu naik ke tempat tidur."Selama belasan tahun ini, akulah yang telah
Jawaban ini membuat Hana benar-benar panik.Tadinya, dia kira Rizki menanyakan hal ini karena ingin mendengarnya menceritakan ulang kejadiannya. Namun, ternyata ....Begitu menyadari betapa buruknya nasib yang harus dia hadapi bila Rizki sampai mengetahui kebenarannya, Hana pun seketika menjadi panik dan mulai berbicara dengan tidak jelas."Rizki, waktu itu benar-benar aku yang menyelamatkanmu. Jangan dengarkan omong kosong Alya, dia hanya ingin membohongimu dan membuatmu membuangku."Dari ucapannya ini, Rizki akhirnya mendapatkan kata kunci yang dia cari-cari. Matanya menyipit dengan mengancam, suaranya juga menjadi sangat dingin."Memangnya aku sudah bilang siapa yang mengatakannya?"Hana pun tercengang."Waktu itu, bukankah hanya ada aku dan kamu di tepi sungai? Kenapa kamu mengira Alya yang mengatakan sesuatu padaku? Kalau dia nggak di sana, apa perkataannya itu penting?"Sampai di sini, nada bicara Rizki seketika berubah menjadi tajam."Atau maksudmu, waktu itu bukan hanya ada kit
Hana tertegun oleh pertanyaannya dan membeku di tempat, dia menatap Rizki dengan bingung.Setelah waktu yang lama, barulah dia menyadari sesuatu.Mungkinkah Rizki sudah mengetahui kebohongannya?Tidak, itu tidak mungkin.Saat diselamatkan, Rizki masih tidak sadarkan diri. Alya juga telah kehilangan ingatannya. Rizki tidak mungkin mengetahuinya, kecuali Alya mendapatkan ingatannya kembali.Namun, bertahun-tahun telah berlalu, jika Alya ingin mendapatkan kembali ingatannya dia pasti sudah lama melakukannya, kenapa harus menunggu sampai sekarang?Apalagi, jika Alya benar-benar telah mendapatkan kembali ingatannya, apakah dia bisa menahan diri untuk tidak segera datang ke sini dan menemuinya? Dia mungkin sudah memberi tahu seluruh dunia bahwa dialah yang menyelamatkan Rizki.Setelah memikirkan hal ini, Hana merasa bahwa dirinya mungkin hanya terlalu sensitif dan curiga karena mimpinya.Rizki yang sekarang menanyakan hal-hal ini, sebenarnya memberikan kesempatan yang sangat bagus untuknya.
Karena di depan Rizki, dia selalu tampil ramah dan lembut, tidak pernah bertingkah seperti perempuan jahat seperti sekarang.Hana panik, dia segera menyibakkan selimutnya dan turun dari tempat tidur."Rizki, kenapa kamu ke sini?"Sebelum Hana selesai bicara, air mata sudah mengalir di pipinya. Dia menangis dan bergegas menghampiri Rizki."Aku kira kamu nggak mau berbicara denganku lagi."Rizki menurunkan matanya, memandang pergelangan tangan Hana."Kenapa kamu marah sekali?"Mendengar ini, Hana buru-buru menjelaskan, "A ... aku kira kamu mengabaikanku, jadi suasana hatiku sangat jelek. Maaf ... aku nggak bermaksud begitu. Nanda, apa kamu baik-baik saja?"Nanda menggeleng. Sambil melangkah mundur, dia membenci Hana yang bermuka dua ini di dalam hatinya. "Kalau begitu aku keluar dulu, kalian berdua silakan mengobrol."Dia segera pergi, bahkan menutup pintu kamar tersebut untuk Hana.Hana tidak tahu sekarang pukul berapa, tetapi seharusnya sudah malam sekali. Dia tidak menyangka Rizki aka
Setelah Rizki pergi, Alya berdiri seorang diri di depan pintu, berusaha menenangkan napas dan perasaannya.Beberapa waktu kemudian, dia mengangkat tangan dan menyentuh pipinya.Masih hangat ....Jelas-jelas tadi hanya sebuah pelukan.Akan tetapi, dia tidak menyangka Rizki benar-benar memercayainya dan sama sekali tidak mempertanyakannya.Bukankah ini artinya, hati Rizki selalu lebih condong kepadanya?"Mama?"Tiba-tiba, terdengar suara anak kecil dari belakangnya.Alya kaget dan berbalik, menemukan bahwa Satya sudah bangun entah sejak kapan dan sedang berdiri di sana menatapnya.Melihat putranya, Alya pun terkejut."Satya, kenapa kamu bangun?"Bukankah dia sudah tidur?Mata Alya menghindari putranya. Sudah berapa lama Satya berdiri di sana? Barusan dia tidak melihatnya, 'kan?Sambil memikirkan hal itu, Alya berjalan menghampiri Satya, lalu berjongkok di depannya dan menggendongnya. "Kamu keluar tanpa pakai baju tebal, bagaimana kalau nanti kamu sakit?"Setelah digendong, Satya memeluk
"Ya sudahlah." Alya berbalik. "Lagi pula kejadian itu sudah sangat lama berlalu. Kalau aku nggak mengingatnya, siapa pun pasti akan mengira dia yang menyelamatkanmu."Melihat punggungnya, Rizki merapatkan bibir."Kamu tenang saja, aku nggak akan membiarkan pencapaianmu dicuri oleh orang lain tanpa alasan."Alya tertawa dengan dingin."Apa gunanya kamu mengatakan itu sekarang? Semua orang sudah mengira dia yang menyelamatkanmu, kejadiannya juga terjadi bertahun-tahun yang lalu. Apa sekarang kamu akan keluar dan berkata bahwa yang menyelamatkanmu adalah aku dan bukan dia? Apa kamu punya bukti?""Nggak.""Jadi ...."Bahunya terasa berat, Rizki tiba-tiba memegang bahunya dan menariknya, membuatnya bertatap muka dengan pria itu."Bukti adalah sesuatu yang, selama aku inginkan, pasti ada."Alya tertegun. "Apa?"Rizki berkata, "Tadinya, aku hanya ingin memutus hubungan dengannya, lagi pula dia telah menyelamatkanku. Tapi sekarang karena dia nggak menyelamatkanku, ini bukan lagi hanya tentang