Dengan berpikir seperti itu, Alya tidak lagi memberontak. Sekujur tubuhnya melemas, seolah-olah dia sudah menerima nasibnya.Irfan juga merasakan kepasrahannya.Tidak, daripada mengatakannya pasrah, Alya lebih seperti sepotong kayu yang sudah lama terombang-ambing di laut, rusak akibat angin dan hujan. Saat ini, dia sudah tidak ingin lagi melawan, dia hanya ingin mengikuti arus.Melihat Alya yang seperti ini, Irfan merasa sangat tak berdaya dan sedih.Meskipun Alya adalah sepotong kayu apung, dia masih membutuhkan seseorang untuk menyelamatkan dan merawatnya.Tanpa sadar, Irfan menggenggam tangannya dan dengan hati-hati meremasnya.Kemudian, dia mengangkat kepalanya dan menghadap Rizki yang berwajah pucat. Sementara Rizki bergegas melewati meja dan kursi, Irfan tersenyumSenyumnya tampak penuh dengan kemenangan.Setelah bertahun-tahun saling mengenal, ini adalah pertama kalinya Irfan menunjukkan senyum dan ekspresi seperti ini pada Rizki.Buk!Rizki datang dengan langkah lebar, tinjuny
Rizki menyipitkan matanya dengan mengancam."Kapan kamu yang memutuskan kalau dia mau bersamaku atau nggak?""Kamu benar." Irfan tersenyum. Dia tidak marah dan hanya menggeser pandangannya pada Alya. "Kalau begitu biar Aci saja yang bilang. Bagaimana menurutmu, Aci?"Aci.Itu adalah nama kecil Alya.Rizki menatap tajam wanita itu.Mungkinkah pria yang akhirnya dia pilih adalah Irfan? Karena itulah dia membolehkan Irfan memanggilnya dengan nama kecilnya?Tenggorokan Alya terasa tercekik.Dia tahu bahwa Irfan sedang membantunya supaya dia bisa terbebas dari Rizki, supaya perceraian dia dan Rizki dapat berjalan dengan lancar.Alya menatap Rizki yang berada di depannya, bibir merahnya terkatup rapat.Dia memang seharusnya mengambil kesempatan ini.Dengan pikiran ini, bibir Alya pun bergerak dan hendak berbicara.Akan tetapi, saat ini Rizki menggertakkan gigi dan memelototinya. "Alya, sebaiknya kamu pikirkan baik-baik apa yang mau kamu katakan."Disela oleh Rizki seperti ini, mulut Alya pun
Dia hanya ingin bercerai, Irfan tidak perlu sampai terus dipukul karenanya.Barusan Irfan sudah dipukul dua kali dengan tidak adil.Saat ini, pandangan Rizki bergeser dari wajah Irfan ke pergelangan tangannya."Kukatakan untuk terakhir kalinya, lepas."Alya yang juga mendengar ini segera menoleh menatap Irfan dan menjelaskan, "Biar aku tangani masalah ini sendiri."Mendengar penjelasannya, Irfan menatap Alya untuk beberapa saat. Lalu sebuah senyum kembali muncul di wajahnya."Baiklah, aku akan menunggumu."Setelah itu, Irfan pun melepaskan tangannya.Irfan baru saja melepaskan tangannya sedikit, tetapi Rizki sudah cepat-cepat membawa wanita itu pergi.Setelah mereka pergi, asisten Irfan pun berjalan masuk. Dia mengeluarkan sebuah sapu tangan dan memberikannya pada Irfan."Apa Tuan Irfan baik-baik saja?"Irfan mengambil sapu tangan tersebut dan mengelap ujung bibirnya dengan wajah datar. Matanya tampak sangat dingin dan ganas.Bagian tubuhnya yang dipukul Rizki jelas terluka.Namun, dia
Suasana yang panas tadi pun seketika menghilang.Setelah beberapa saat, barulah Rizki menoleh untuk menatapnya.Kemudian Rizki terpikirkan sesuatu, mata hitamnya pun berkilat. Dia sekali lagi memegang dagu Alya, jari-jarinya menekan ujung bibir Alya yang membengkak karena diciumnya. Dia tersenyum dan berkata, "Pernikahan kita memang palsu, tapi apakah kegiatan ranjang kita juga palsu?"Alya tidak dapat memercayai apa yang baru saja dia dengar."Apa katamu?""Memangnya nggak?" Jari Rizki bergerak ke bawah, menyentuh leher Alya yang cantik, lalu berhenti di atas tulang selangka yang indah itu.Tenggorokannya terasa tercekik. Dengan suara beratnya, dia berkata sembarangan, "Saat kamu memohon padaku untuk melakukannya denganmu waktu itu, kamu nggak seperti ini."Pupil mata Alya pun mengecil.Tak lama kemudian, dia mengangkat tangannya dan menampar Rizki lagi.Wajah Rizki lagi-lagi tertampar ke samping. Sesaat kemudian, pria itu mencibir, "Menamparku lagi dan lagi. Aci, kamu kira aku nggak
Sebenarnya yang ditinju adalah dia. Selain itu, ada kemungkinan dia akan berselisih dengan teman dekatnya karena masalah ini. Sekarang, dia malah meminta maaf padanya. Alya pun merasa sangat bersalah."Kamu nggak mengacaukannya." Alya berkata dengan suaranya yang jernih, "Aku baik-baik saja. Seharusnya aku yang minta maaf karena telah membuatmu terlibat dan dipukul."Mendengar ini, Irfan terkekeh dengan lembut."Ada apa ini? Seorang pria dipukul sedikit, itu wajar.""Tapi nanti kamu dan dia ....""Tenang saja. Lagi pula, dulu kami adalah teman dekat. Paling-paling dia akan mengabaikanku untuk sementara waktu. Meskipun dia mengabaikanku, nanti aku akan minta maaf."Alya akhirnya merasa lega."Baguslah kalau begitu.""Jadi, apakah semuanya terselesaikan dengan lancar?"Alya mengangguk. Kemudian, dia teringat bahwa ini adalah panggilan telepon, sehingga Irfan tidak bisa melihatnya mengangguk. Jadi Alya pun menjawab secara lisan, "Ya, untuk sementara sudah terselesaikan.""Bagaimana?"Piki
Dalam perjalan ke kantor catatan sipil, mereka berdua sama-sama terdiam.Suhu di dalam mobil sangat dingin. Sepertinya karena marah, Rizki lupa mengecilkan pendingin udaranya.Alya pergi dengan terburu-buru dan hanya mengenakan sebuah jaket.Awalnya dia duduk dan tidak merasakan apa-apa, tetapi lama-kelamaan, Alya makin merasa kedinginan. Dia refleks mengangkat bahunya dan mengencangkan jaketnya,Entah apa yang sedang dipikirkan oleh Rizki yang duduk di kursi pengemudi, pria itu terus merapatkan bibirnya lurus.Dari ujung matanya, dia menyadari Alya yang sedang mengencangkan jaketnya. Dia tidak mengatakan apa-apa, tetapi dia mengecilkan pendingin udara mobil dengan ekspresi dingin.Tak lama kemudian, suhu di dalam mobil pun tidak sedingin tadi.Alya tidak dapat menahan dirinya dan menoleh untuk menatap Rizki.Profil Rizki yang ramping begitu indah, bagaikan suatu karya seni yang digambarkan oleh para seniman. Bahkan dari samping, fitur wajahnya sangat sempurna dan menawan.Satu-satunya
Sayangnya, apa yang dia katakan benar.Alya juga tidak tahu seperti apa pola pikirnya sekarang. Ketika dia mendengar gadis itu mengutuk Rizki, hatinya terasa ... cukup puas.Namun, setelah dipikir lagi, Rizki tidak sama dengan pria lain. Sejak awal, Rizki sudah menjelaskan padanya bahwa pernikahan ini palsu. Dia sendirilah yang diam-diam menyukai Rizki.Akan tetapi, dia tidak bisa menyalahkan Rizki karena terlalu sempurna, 'kan?Yah, karena dia sendiri tidak bisa mengutuknya, dia hanya bisa mendengar orang lain mengutuk."Hey, menurutku, kalian para pria bajingan. Kalau dirimu sendiri nggak benar, untuk apa menikah? Akhirnya sekarang hanya bisa bercerai. Lucu sekali."Gadis itu memperlakukan Rizki sebagai objek kebencian, dia mengejek dan mengutuknya mati-matian.Awalnya Rizki masih tidak berekspresi dan mengabaikannya.Akan tetapi, mulut gadis itu terlalu kasar. Rizki pun mengerutkan keningnya dengan tidak senang, lalu menatap ke arahnya dengan dingin.Di bawah tatapan sedingin es itu
Tampaknya dia tidak menduga akan mendengar jawaban seperti ini.Karyawan itu menatap Alya, lalu menatap Rizki. Kemudian dia dengan hati-hati bertanya, "Jadi, Pak, apa keputusanmu?"Ketika dia bertanya tadi, dia jelas melihat harapan di mata pria ini.Akan tetapi, sekarang pria ini bahkan tidak mengangkat kelopak matanya. Suaranya sangat dingin."Lakukan sesuai perkataannya."Sudahlah, sepertinya pasangan ini tidak bisa dibujuk.Sang karyawan pun tidak berbicara lagi dan memproses dokumen mereka dalam diam.Puk, puk!Setelah dicap, kedua akta cerai itu pun didorong ke depan mereka.Alya dan Rizki berdiri di sana dan melihat akta cerai mereka dengan tatapan kosong. Akhirnya, mereka mengambil akta mereka masing-masing.Kemudian, mereka meninggalkan kantor catatan sipil.Begitu melangkah keluar, Alya merasakan angin dingin menerpa wajahnya. Mengembuskan rambut panjangnya dan menusuk wajahnya bagaikan pisau.Dia memegang akta cerai tersebut di tangannya, lalu mengangkat tangan satunya lagi