"Seperti dulu Ibu mengejar Ayah?"Tadinya Sinta sedang dengan gembira membagi cara berbaikan dengan anaknya, siapa sangka anaknya tiba-tiba malah mengubah topik pembicaraan menjadi dirinya."Apa yang kamu bicarakan? Jelas-jelas ayahmu yang mengejarku tanpa henti. Karena itulah hari ini kita bisa seperti ini, mengerti?"Rizki berdecak dan tidak berniat untuk berdebat dengan ibunya lagi.Dulu yang mengejar ayahnya adalah Sinta. Namun, setelah sekian lama menikah dan mengingat bagaimana ayahnya amat mencintai ibunya, saat ini ayahnya pasti akan memutarbalikkan fakta dan berkata bahwa dirinyalah yang mengejar ibunya.Dia sudah melihat rutinitas ini berkali-kali."Kenapa kamu berdecak? Kamu masih nggak percaya?" Sinta berkata dengan tidak senang, "Kalau nggak percaya, kita langsung tanyakan saja ke ayahmu.""Sudah cukup." Dengan wajah tak acuh, Rizki berkata, "Ayo naik, kita harus ke rumah sakit supaya Nenek bisa diperiksa."Setelah mengatakan itu, Rizki segera berjalan pergi tanpa memeduli
Dibandingkan dengan Rizki yang gelisah, emosi Alya jauh lebih tenang."Cepat jalankan mobilnya, jangan sampai kita menunda waktu pemeriksaan Nenek."Karena tidak ada orang lain, Alya pun tidak berakting dan berbicara dengan nada dan ekspresi yang tidak biasa.Setelah berbicara, Alya menyadari bahwa orang di sampingnya masih belum bergerak.Alya mengangkat alisnya. Awalnya, dia juga tidak ingin membuka hubungan mereka secepat ini. Namun, perkataan Rizki terlalu menyebalkan, sehingga dia jadi tidak bisa menahan dirinya ....Hasil pemeriksaan Wulan hari ini bahkan belum diketahui, Alya pun merasa dirinya yang seperti ini juga terlalu tidak sabaran.Mempertimbangkan hal ini, Alya menarik napas dalam-dalam. Tepat ketika dia ingin mengatakan sesuatu pada Rizki, tiba-tiba mobil mereka melesat dengan sangat cepat.Alya kaget dan menoleh untuk melihat Rizki. Pria itu menyetir dengan raut wajah yang suram, aura ganas yang kuat memancar dari tubuhnya.Entah kenapa, tiba-tiba Alya merasa hidungnya
Setelah menunggu sekitar 10 menit di luar, mobil ayahnya Rizki pun tiba. Mobil mereka dibawakan oleh sopir, lalu karena ada Wulan di dalam mobil tersebut, sang sopir menyetir dengan sangat stabil.Begitu turun dari mobil, Reza melirik anaknya dengan mencela dan berkata dengan dingin, "Kenapa kamu ngebut sekali? Kalau kamu sendiri ya aku nggak peduli, tapi Alya juga ada di mobilmu."Setelah memarahi anaknya, Reza segera menunjukkan kekhawatirannya pada Alya.Sinta yang mendorong kursi roda Wulan perlahan datang menghampiri. Ketika lewat, dia melirik anaknya dan melihat wajah Rizki yang pucat. Sinta berdecak di dalam hati, lalu menggelengkan kepalanya tak berdaya.Setelah diajari semua teknik rahasia itu, anaknya masih sebodoh ini. Rizki pantas untuk dimarahi.Wulan yang duduk di kursi roda mungkin juga merasakan sesuatu. Wanita tua itu pun berkata, "Sepertinya belakangan ini, pasangan muda ini ada masalah. Selalu ada yang nggak beres dengan suasana di antara mereka."Mendengar ini, Sint
Hanya Wulan yang boleh masuk ke ruang pemeriksaan, sehingga yang lain pun harus menunggu di luar pintu.Rizki bersandar ke jendela, tanpa sadar dia meraba-raba sakunya. Tiba-tiba, dia teringat bahwa dia sudah lama tidak menyentuh rokok.Akan tetapi, kebiasaannya yang ingin merokok di saat gelisah masih belum berubah.Sebenarnya, dulu pun dia tidak sering merokok. Namun, setahun yang lalu dia benar-benar berhenti merokok.Dia berhenti setelah mereka berdua tidak sengaja melakukan hubungan fisik.Sejak itu, Rizki tidak bisa menolak tubuh dan aroma Alya, seolah-olah dia sudah kecanduan.Dia pun mulai mencium Alya dari waktu ke waktu.Kapan saja dan di mana saja, dia tidak pernah melewatkan kesempatan apa pun.Suatu hari, dia harus mengikuti rapat yang berjalan selama berjam-jam. Isi rapat tersebut membuat suasana hati Rizki jelek.Begitu kembali dari ruang rapat, dia pun langsung mulai merokok.Setelah mengisap rokoknya beberapa kali, Alya masuk sambil membawa dokumen. Melihatnya merokok,
Setelah ponselnya beberapa detik berbunyi, Rizki menolak telepon tersebut. Suasana di sekitarnya pun kembali hening. Rizki cepat-cepat menyalakan mode Hening di ponselnya.Melihat reaksi anaknya, apa lagi yang tidak Sinta mengerti?Jika telepon itu penting, Rizki pasti akan mengangkatnya.Namun, saat Rizki melihat nama pemanggilnya, anak itu tanpa sadar melihat ke arah Alya. Kemudian, Rizki menolak telepon tersebut. Apa artinya ini?Orang yang meneleponnya itu ... kemungkinan adalah Hana.Sinta seketika merasa sangat frustrasi dengan anaknya. Dia melirik Alya yang sedang menurunkan kelopak matanya dan tampak tidak terpengaruh, tidak tahu apa yang sedang menantunya pikirkan....Setelah teleponnya ditolak, Hana terdiam di tempat. Dia tidak memercayainya.Ini ... pertama kalinya Rizki menolak teleponnya.Kenapa?Apa jangan-jangan karena wajahnya yang rusak, perasaan Rizki jadi berubah?Namun, bukankah dia penyelamat Rizki? Meskipun dia benar-benar merusak wajahnya, seharusnya Rizki tidak
Astrid segera berdiri."Apa sekarang dia masih di bawah? Aku akan pergi dan mengusirnya. Dia benar-benar nggak realistis."Ketika dia sedang bersiap untuk pergi, Hana malah menghentikannya."Tunggu sebentar.""Hana?"Tidak ada yang menduga bahwa Hana akan tersenyum dan berkata dengan lembut, "Biarkan saja dia naik ke sini."Mendengar ini, semua orang di kamarnya pun terbelalak dan berseru secara bersamaan, "Hana!?""Apa kamu sudah lupa bagaimana dia memperlakukanmu dulu? David hanya seorang preman, kalau kamu membiarkannya ke sini, apa kamu nggak ....""Astrid." Suara Hana terdengar sangat lembut. "Bagaimanapun dia memperlakukanku dulu, sekarang aku sedang terluka. Dia bisa mendengar kabar ini dan datang ke rumah sakit untuk menjengukku, ini artinya dia khawatir padaku. Dengan kekhawatirannya yang seperti ini, bukankah seharusnya aku merasa tersentuh? Bagaimana bisa aku menyuruhnya pergi?"Teman-temannya yang berada di ruangan itu sama sekali tidak setuju."Hana, dari mana dia mengkhaw
"Hana, bagaimana dengan lukamu? Apa kamu baik-baik saja? Aku ... aku membelikanmu sebuket bunga, tapi aku nggak tahu apakah kamu akan menyukainya atau nggak. Tadinya aku ingin membelikan buah, tapi aku nggak tahu buah apa yang kamu suka," ujar David dengan hati-hati.Di telinga Hana, suara David terdengar serak dan sangat tidak percaya diri. Benar-benar tidak enak untuk didengar.Namun dia masih menahan penyesalannya dan tersenyum."Lukaku baik-baik saja. Kamu datang ke sini saja sudah cukup. Sebenarnya kamu nggak perlu repot-repot membeli banyak barang, kamu datang menjengukku saja juga sudah cukup.""Lalu datang dengan tangan kosong? Bagaimana bisa, aku akan merasa malu."Teman-teman Hana menunjukkan ekspresi kesal."Dia bukan menyuruhmu datang dengan tangan kosong. Meskipun kamu membeli sesuatu, bukankah seharusnya kamu membeli yang lebih bagus? Lihat, bunga apa yang kamu beli? Warnanya jelek sekali, apa kamu memetiknya di pinggir jalan?""Benar, beraninya kamu datang menjenguk Hana
Ketika Astrid mengucapkan kalimat itu, ruangan pun menjadi hening.Mungkin tidak ada yang menyangka bahwa Astrid tiba-tiba akan berkata seperti itu.Alasan kenapa semua orang terdiam adalah karena perkataan Astrid membuat mereka tersadar, bahwa David mungkin memiliki manfaat.Dia adalah seorang berandal, seseorang yang hidup dengan bebas.Ketika ingin menangani seseorang, tampaknya membiarkan dia yang menanganinya adalah tindakan yang paling tepat.Semua orang hanya tidak menyangka pikiran Astrid dapat bekerja secepat itu. Sepertinya, perkelahian yang dia alami dengan Alya di pesta waktu itu benar-benar membuatnya membenci Alya.Setelah hening untuk waktu yang cukup lama, Hana berseru dengan kaget, "Astrid, apa yang kamu katakan? Bagaimana mungkin aku meminta David untuk melakukan hal semacam itu? David, tolong jangan anggap perkataan Astrid serius."David tersenyum. "Memangnya kenapa kalau aku menganggapnya serius? Hana, sebelumnya aku nggak pernah melakukan apa pun untukmu. Tapi aku
Biasanya dalam situasi seperti ini, Hana akan berbalik dan pergi.Namun, sekarang Hana tidak punya apa-apa lagi. Dia maju beberapa langkah, lalu menggigit bibirnya dan berkata, "Apa maksudmu dengan bercanda menggunakan perasaanmu? Kamu nggak berpikir kalau perasaanmu padanya tulus, 'kan? Begitu tulus sampai-sampai kamu nggak peduli kalau dia jatuh ke dalam pelukan pria lain?"Irfan melihat ke arah asistennya. "Bawa dia keluar.""Irfan, Alya akan bersama dengan Rizki. Apa kamu akan membiarkan mereka bersama begitu saja? Aku tahu bahwa selama 5 tahun ini kamu terus menemani Alya, kamu telah menunggunya selama 5 tahun. Bukankah kamu ingin bersama dengannya? Apa kamu bersedia kalau hari ini dia diambil oleh orang lain?"Hana berteriak seperti orang gila dan hampir histeris, tetapi orang di depannya masih tetap tenang."Sudah cukup bicaranya?"Hana tercengang.Apa maksudnya? Dia sudah berbicara panjang lebar, tetapi Irfan bahkan tidak peduli sedikit pun?Ini tidak masuk akal. Bukankah pria
Setelah ibunya pergi, Hana jatuh ke tempat tidur rumah sakit, menutupi pipinya yang memar dan menangis kesakitan.Jangankan ibunya, dia bahkan ingin menampar dirinya sendiri.Baru sekaranglah dia sadar, bahwa dia harusnya berhenti sejak dulu ....Namun, tampaknya, sekarang sudah terlambat untuk melakukan apa pun.Apakah ada seseorang yang bisa menolongnya?Mungkin ... ada seseorang yang bisa menolongnya.Hana terpikirkan seseorang dan melompat turun dari tempat tidur. "Nanda, cepat, bawa aku mencari taksi."Malam ini adalah malam yang sibuk.Di teras yang hening.Hasan menuangkan secangkir teh panas untuk Irfan, uap teh mengepul di udara yang dingin. Hana berdiri di hadapannya, dengan Nanda yang menopangnya di samping.Dia sudah cukup lama berdiri sana, tetapi Irfan sama sekali tidak berbicara ataupun mempersilakannya duduk.Bahkan Hasan yang berada di sisinya hanya menuangkan secangkir teh panas.Dia berlari keluar dengan terburu-buru, sehingga dia masih mengenakan gaun rumah sakit da
"Sebenarnya apa yang terjadi?"Nanda secara singkat menjelaskan apa yang dia tahu."Apa? Rizki datang?" Kegembiraan melintas di mata Tesa, dia maju dan menggenggam tangan Hana. "Hana, kenapa kamu nggak memberitahuku kalau Rizki datang? Dia datang menjengukmu, 'kan?"Sayangnya, mata Hana penuh dengan keputusasaan. Dia terlihat seperti pecundang. Tesa memanggilnya berkali-kali, tetapi dia tidak merespons."Hana? Cepat bicara!"Melihatnya yang seperti ini membuat Tesa kesal.Kemudian barulah Hana mendongak, matanya penuh dengan air mata."Ibu, dia tahu, dia sudah tahu. Selanjutnya dia nggak akan membiarkanku, dia juga nggak akan membiarkan Keluarga Adelia."Tesa mengerutkan keningnya."Tahu apa? Bicaralah yang jelas.""Alya, Alya Kartika, ingatan dia sudah kembali. Dia memberi tahu Rizki kebenarannya. Sekarang Rizki sudah tahu bahwa bukan aku yang menyelamatkannya. Dia akan membereskanku, selanjutnya dia pasti akan membereskan kita. Ibu, kita harus bagaimana?"Meskipun perkataan Hana agak
Sekarang Hana pun gelisah.Namun, sekarang dia sudah menenangkan dirinya. Malam ini Rizki datang untuk mempermainkannya.Selama dia menolak untuk mengakuinya, tidak ada yang bisa melakukan apa pun padanya.Memikirkan hal ini, Hana menatap Rizki dan berkata, "Bukankah kamu nggak tahu terima kasih? Apa kamu ke sini untuk mempermainkanku dan memberikan bukti pada Alya? Rizki, biar kuberi tahu kamu, aku nggak akan memberimu apa yang kamu mau. Kamu diselamatkan olehku yang telah mempertaruhkan nyawa. Waktu itu, aku hampir tenggelam di sungai demi menyelamatkanmu. Sementara mengenai Alya, dia bukan urusanku. Tapi, nggak ada satu pun orang yang bisa merebut jasaku. Kalau kamu mau menjadi orang yang nggak tahu terima kasih, silakan. Tapi jangan harap kamu bisa memaksa atau menyogokku untuk mendapatkan bukti apa pun."Setelah mengatakan itu, Hana langsung berbalik dan berjalan ke tepi tempat tidur, dia melepaskan sepatunya, lalu naik ke tempat tidur."Selama belasan tahun ini, akulah yang telah
Jawaban ini membuat Hana benar-benar panik.Tadinya, dia kira Rizki menanyakan hal ini karena ingin mendengarnya menceritakan ulang kejadiannya. Namun, ternyata ....Begitu menyadari betapa buruknya nasib yang harus dia hadapi bila Rizki sampai mengetahui kebenarannya, Hana pun seketika menjadi panik dan mulai berbicara dengan tidak jelas."Rizki, waktu itu benar-benar aku yang menyelamatkanmu. Jangan dengarkan omong kosong Alya, dia hanya ingin membohongimu dan membuatmu membuangku."Dari ucapannya ini, Rizki akhirnya mendapatkan kata kunci yang dia cari-cari. Matanya menyipit dengan mengancam, suaranya juga menjadi sangat dingin."Memangnya aku sudah bilang siapa yang mengatakannya?"Hana pun tercengang."Waktu itu, bukankah hanya ada aku dan kamu di tepi sungai? Kenapa kamu mengira Alya yang mengatakan sesuatu padaku? Kalau dia nggak di sana, apa perkataannya itu penting?"Sampai di sini, nada bicara Rizki seketika berubah menjadi tajam."Atau maksudmu, waktu itu bukan hanya ada kit
Hana tertegun oleh pertanyaannya dan membeku di tempat, dia menatap Rizki dengan bingung.Setelah waktu yang lama, barulah dia menyadari sesuatu.Mungkinkah Rizki sudah mengetahui kebohongannya?Tidak, itu tidak mungkin.Saat diselamatkan, Rizki masih tidak sadarkan diri. Alya juga telah kehilangan ingatannya. Rizki tidak mungkin mengetahuinya, kecuali Alya mendapatkan ingatannya kembali.Namun, bertahun-tahun telah berlalu, jika Alya ingin mendapatkan kembali ingatannya dia pasti sudah lama melakukannya, kenapa harus menunggu sampai sekarang?Apalagi, jika Alya benar-benar telah mendapatkan kembali ingatannya, apakah dia bisa menahan diri untuk tidak segera datang ke sini dan menemuinya? Dia mungkin sudah memberi tahu seluruh dunia bahwa dialah yang menyelamatkan Rizki.Setelah memikirkan hal ini, Hana merasa bahwa dirinya mungkin hanya terlalu sensitif dan curiga karena mimpinya.Rizki yang sekarang menanyakan hal-hal ini, sebenarnya memberikan kesempatan yang sangat bagus untuknya.
Karena di depan Rizki, dia selalu tampil ramah dan lembut, tidak pernah bertingkah seperti perempuan jahat seperti sekarang.Hana panik, dia segera menyibakkan selimutnya dan turun dari tempat tidur."Rizki, kenapa kamu ke sini?"Sebelum Hana selesai bicara, air mata sudah mengalir di pipinya. Dia menangis dan bergegas menghampiri Rizki."Aku kira kamu nggak mau berbicara denganku lagi."Rizki menurunkan matanya, memandang pergelangan tangan Hana."Kenapa kamu marah sekali?"Mendengar ini, Hana buru-buru menjelaskan, "A ... aku kira kamu mengabaikanku, jadi suasana hatiku sangat jelek. Maaf ... aku nggak bermaksud begitu. Nanda, apa kamu baik-baik saja?"Nanda menggeleng. Sambil melangkah mundur, dia membenci Hana yang bermuka dua ini di dalam hatinya. "Kalau begitu aku keluar dulu, kalian berdua silakan mengobrol."Dia segera pergi, bahkan menutup pintu kamar tersebut untuk Hana.Hana tidak tahu sekarang pukul berapa, tetapi seharusnya sudah malam sekali. Dia tidak menyangka Rizki aka
Setelah Rizki pergi, Alya berdiri seorang diri di depan pintu, berusaha menenangkan napas dan perasaannya.Beberapa waktu kemudian, dia mengangkat tangan dan menyentuh pipinya.Masih hangat ....Jelas-jelas tadi hanya sebuah pelukan.Akan tetapi, dia tidak menyangka Rizki benar-benar memercayainya dan sama sekali tidak mempertanyakannya.Bukankah ini artinya, hati Rizki selalu lebih condong kepadanya?"Mama?"Tiba-tiba, terdengar suara anak kecil dari belakangnya.Alya kaget dan berbalik, menemukan bahwa Satya sudah bangun entah sejak kapan dan sedang berdiri di sana menatapnya.Melihat putranya, Alya pun terkejut."Satya, kenapa kamu bangun?"Bukankah dia sudah tidur?Mata Alya menghindari putranya. Sudah berapa lama Satya berdiri di sana? Barusan dia tidak melihatnya, 'kan?Sambil memikirkan hal itu, Alya berjalan menghampiri Satya, lalu berjongkok di depannya dan menggendongnya. "Kamu keluar tanpa pakai baju tebal, bagaimana kalau nanti kamu sakit?"Setelah digendong, Satya memeluk
"Ya sudahlah." Alya berbalik. "Lagi pula kejadian itu sudah sangat lama berlalu. Kalau aku nggak mengingatnya, siapa pun pasti akan mengira dia yang menyelamatkanmu."Melihat punggungnya, Rizki merapatkan bibir."Kamu tenang saja, aku nggak akan membiarkan pencapaianmu dicuri oleh orang lain tanpa alasan."Alya tertawa dengan dingin."Apa gunanya kamu mengatakan itu sekarang? Semua orang sudah mengira dia yang menyelamatkanmu, kejadiannya juga terjadi bertahun-tahun yang lalu. Apa sekarang kamu akan keluar dan berkata bahwa yang menyelamatkanmu adalah aku dan bukan dia? Apa kamu punya bukti?""Nggak.""Jadi ...."Bahunya terasa berat, Rizki tiba-tiba memegang bahunya dan menariknya, membuatnya bertatap muka dengan pria itu."Bukti adalah sesuatu yang, selama aku inginkan, pasti ada."Alya tertegun. "Apa?"Rizki berkata, "Tadinya, aku hanya ingin memutus hubungan dengannya, lagi pula dia telah menyelamatkanku. Tapi sekarang karena dia nggak menyelamatkanku, ini bukan lagi hanya tentang