Waktu berlalu cukup lama, Alya menghela napas di dalam hati.Lebih baik dia tidak tahu, untuk menghindari kecanggungan di antara mereka.Anggap saja semua ini hanya transaksi, mereka cukup mengambil apa yang mereka perlukan.Dengan pemikiran ini, Alya mendorong Rizki yang berada sangat dekat dengannya dan berkata, "Pokoknya bukan kamu."Jawaban Alya membuat Rizki mengerutkan keningnya."Apa maksudmu bukan aku? Apa ada yang lebih memahamimu daripada aku? Siapa?"Rizki tidak menyadari bahwa jawaban tersebut telah membuatnya emosi.Alya tetap terdiam.Melihat wanita ini mengabaikannya, Rizki meraih dan mencengkeram bahunya. Dia bertanya dengan marah, "Pria atau wanita?"Pria itu mencengkeram bahu Alya dengan cukup kuat.Alya mengerutkan kening dan mendorongnya. "Sakit, jangan pegang begitu."Melihat reaksi tersebut, Rizki mengendurkan cengkeramannya. Namun, dia sama sekali tidak menyerah dengan pertanyaannya."Baik, aku nggak pegang, tapi jawab pertanyaanku. Siapa orang yang memahamimu? L
Sambil menghela napas lega, Alya memutuskan untuk mengambil risiko. Dia ingin menghilangkan semua keraguan Rizki, terlepas dari apakah pria itu mencurigainya hamil atau tidak.Dengan pemikiran ini, Alya memandangnya dan perlahan berkata, "Kenapa kamu segugup ini? Apa kamu takut kalau itu adalah laporan kehamilan?"Awalnya Rizki hendak membantah, tetapi ketika mendengar kalimat terakhir itu, napasnya menjadi berat.Kemudian, dia menyembunyikan emosinya sambil menatap Alya.Alya mengangkat alisnya. "Kenapa ekspresimu begitu? Kamu takut kehamilanku akan memengaruhi hubunganmu dengan Hana?"Rizki menyipitkan matanya. "Kamu hamil?"Alya mengangkat bahunya dan menjawab, "Nggak. Kalau aku hamil, aku pasti sudah menunjukkan laporannya kepadamu. Berdasarkan hubungan masa kecil kita, kalau anak ini diaborsi maka kamu harus memberikanku kompensasi cukup banyak, 'kan?"Nada bicaranya yang ringan dan sikapnya yang tak acuh membuat raut wajah Rizki sedikit berubah."Apa katamu?""Kamu ingin mengabor
Setelah Rizki pergi, untuk beberapa saat Alya hanya duduk dan melamun. Kemudian, dia pun kembali melanjutkan pekerjaannya.Beberapa hal terjadi atas kemauannya sendiri dan hanya dapat dia tanggung sendiri.Ponselnya berbunyi, Alya melirik dan melihat bahwa Wisnu Mahendra meneleponnya.Dia menenangkan emosinya sebelum mengangkat telepon tersebut."Ada apa?""Alya, apa Bu Tiara meneleponmu?"Alya akhirnya menemukan surel yang dia cari, lalu dia menggerakkan tetikusnya untuk membuka surel tersebut. Sambil mengangguk dia berkata, "Ya tadi dia menelepon, kenapa?""Berikan saja pekerjaan yang perlu ditangani padaku, aku akan mengerjakannya untukmu."Mendengar perkataannya, seketika gerakan Alya terhenti, dia jelas merasa bingung. "Hah?""Aku dengar dari Tiara kalau kamu sakit, kenapa kamu nggak memberitahuku?" Suara Wisnu terdengar sangat lembut. Pria itu menghela napasnya dan berkata, "Kalau kamu sakit, istirahatlah. Atur ponselmu ke mode jangan ganggu. Apa kamu pikir tubuhmu terbuat dari b
"Kalau begitu akan kuingat.""Ya."Setelah menutup telepon, Alya meneruskan surelnya kepada Wisnu. Karena dia takut akan terjadi kesalahan, setelah meneruskan surelnya, dia mengetik sebuah deskripsi panjang mengenai pekerjaannya dan mengirimnya pada Wisnu.Butuh waktu cukup lama untuk Wisnu membalasnya."Baik, aku mengerti. Kamu jangan khawatir, beristirahatlah."Ketika sedang sakit dan ada seseorang yang tepercaya menangani pekerjaannya, Alya akhirnya dapat bernapas dengan lega.Sebenarnya hari ini dia berencana untuk kembali ke kantor.Sekarang, tampaknya dia masih akan beristirahat di rumah untuk satu hari lagi.Selain itu, saat ini dia harus memperhatikan satu masalah yang lebih penting.Memikirkan ini, Alya menatap perutnya. Dia tidak bsia menahan dirinya untuk mengelus perut kecilnya.Tanpa sepengetahuannya, di dalam perutnya sebuah kehidupan kecil telah tumbuh.Sekarang dia tidak tahu apa yang harus dia lakukan dengan anak ini.Apa lebih baik dia aborsi?Pikiran Alya sangat kaca
Tadinya, Citra menganggap reaksi Alya terlalu tenang dan tidak beres.Namun, begitu mendengar nama Hana, sekujur tubuhnya pun membeku. Dia tidak bisa berkata-kata.Setelah cukup lama, dia akhirnya bereaksi."Aku ... aku kira dia nggak akan kembali."Untuk beberapa saat mereka berdua terdiam.Sebelum Keluarga Kartika bangkrut, sebagai sahabatnya Alya, Citra juga cukup lama bergaul dengan masyarakat kelas atas bersamanya. Tentu saja, dia pun mengetahui peristiwa yang dibicarakan semua orang, yaitu peristiwa Hana yang menyelamatkan Rizki.Seorang pria tampan dan wanita cantik, sebenarnya itu adalah hal bagus.Namun, sebagai sahabat Alya, Citra masih merasa kasihan pada teman baiknya ini.Sayangnya di dunia ini, cinta yang tak terbalaskan dan berakhir tanpa kejelasan adalah hal yang terlalu umum.Citra menggigit bibirnya dan merasa geram untuk Alya."Bahkan bila sekarang dia memang kembali, lalu apa? Kalau aku adalah kamu, aku nggak akan membiarkannya. Lagi pula dia dan Rizki bukan kekasih
Sampai di sini, Citra pun terdiam.Dia telah yang meremehkan perasaan sahabatnya terhadap Rizki.Setelah beberapa saat, Citra menghela napasnya. "Alya, aku tahu kamu menyukainya. Tapi apa kamu pernah terpikirkan, kalau kalian nggak bisa bersama, maka apa artinya menjadi teman? Lalu, apakah kamu nggak mau mencoba? Apa kamu nggak mau tahu bagaimana perasaannya terhadapmu? Dia memperlakukanmu dengan sangat baik, aku nggak percaya dia nggak punya perasaan apa pun padamu."Benar, dia memang memperlakukan dirinya dengan sangat baik.Namun ... itu hanya sebuah transaksi.Jika bukan karena neneknya Rizki yang menyukai Alya sedang jatuh sakit, mereka berdua tidak mungkin akan menikah. Perasaan Rizki padanya hanyalah sebatas teman masa kecil.Melihat sahabatnya masih ragu, Citra tahu bahwa membujuknya lagi tidak akan berguna."Pokoknya aku sudah mengatakan apa yang perlu dikatakan, kamu pikirkan sendiri saja sisanya. Lagi pula, keputusannya ada di tanganmu. Aku juga nggak tahu mau bicara apa lag
Ketika pesannya berhasil terkirim, jantung Alya tiba-tiba berhenti berdebar.Dia sudah melakukannya.Sekarang, yang hanya perlu dia lakukan adalah menunggu balasannya.Rizki tidak langsung membalas pesannya.Alya melirik jam dan berspekulasi, mungkin saat ini pria itu sedang bekerja, mungkin dia sedang rapat, bertemu klien atau mungkin ponselnya dalam keadaan senyap. Ketika Rizki selesai bekerja, dia akan membacanya.Waktu ini sangat menyiksanya, sehingga Alya pun memutuskan untuk tidur.Alya cepat-cepat berganti dengan baju tidur, lalu menutup gorden untuk membuat kamarnya terasa lebih tenang. Kemudian, dia segera naik ke atas tempat tidur dan memejamkan mata.Ting!Di saat yang sama, di dalam ruang kantor tertentu di gedung Perusahaan Saputra.Hana yang tadinya duduk tenang di sofa, sekarang bergetar dengan tak karuan.Pandangannya terpaku pada pesan teks di depannya.Isi dari pesan teks itu sangat sederhana, hanya dua kata: "Aku hamil."Awalnya saat pesan teks itu masuk, Hana mengir
Meskipun sudah bertahun-tahun berlalu, rasanya pemandangan pada hari itu seperti baru terjadi kemarin.Waktu itu, arus sungai begitu deras. Sekujur tubuh Hana membeku, dia berdiri di tepi sungai dan menyaksikan Rizki yang terbawa arus. Pikirannya berdengung.Begitu dia tersadar dan hendak memanggil bantuan, sebuah sosok ramping tanpa pikir panjang berlari menuju sungai.Saat mereka berpapasan, Hana sudah tidak ingat untuk memanggil bantuan. Dia tanpa sadar hanya berhenti dan berbalik.Dalam sekejap mata, dia melihat gadis itu melompat ke sungai.Tanpa sedikit pun rasa ragu.Sudah bertahun-tahun sejak kejadian itu berlalu, tetapi Hana masih merasa terkejut saat mengingatnya.Gadis itu sangat berani, itulah yang membuat Hana selama ini membencinya.Melihat Hana yang sedang tenggelam dalam pikiran, Rizki pun bertanya, "Ada apa?"Seketika Hana kembali tersadar, lalu dia tersenyum dan menggelengkan kepalanya."Bukan apa-apa."Seharusnya dia tidak memikirkan masa lalu lagi. Sekarang, dialah