Meskipun sudah bertahun-tahun berlalu, rasanya pemandangan pada hari itu seperti baru terjadi kemarin.Waktu itu, arus sungai begitu deras. Sekujur tubuh Hana membeku, dia berdiri di tepi sungai dan menyaksikan Rizki yang terbawa arus. Pikirannya berdengung.Begitu dia tersadar dan hendak memanggil bantuan, sebuah sosok ramping tanpa pikir panjang berlari menuju sungai.Saat mereka berpapasan, Hana sudah tidak ingat untuk memanggil bantuan. Dia tanpa sadar hanya berhenti dan berbalik.Dalam sekejap mata, dia melihat gadis itu melompat ke sungai.Tanpa sedikit pun rasa ragu.Sudah bertahun-tahun sejak kejadian itu berlalu, tetapi Hana masih merasa terkejut saat mengingatnya.Gadis itu sangat berani, itulah yang membuat Hana selama ini membencinya.Melihat Hana yang sedang tenggelam dalam pikiran, Rizki pun bertanya, "Ada apa?"Seketika Hana kembali tersadar, lalu dia tersenyum dan menggelengkan kepalanya."Bukan apa-apa."Seharusnya dia tidak memikirkan masa lalu lagi. Sekarang, dialah
Alya menunggu sejak matahari terbit hingga matahari terbenam.Namun, tidak ada balasan dari Rizki.Ponselnya sangat diam, seolah-olah telah terasingkan dari dunia di luar.Sebelumnya saat dia bekerja, Alya selalu berharap ponselnya berhenti berbunyi dan memberikannya lebih banyak waktu untuk istirahat.Akan tetapi, sekarang ....Begitu hari sudah menjelang sore, ponsel Alya tiba-tiba berbunyi, menandakan adanya pesan baru.Alya kaget dan cepat-cepat mengambil ponselnya. Namun begitu melihat isinya, matanya meredup.Pesan tersebut dikirimkan oleh Citra dan berisi: "Bagaimana, sudah kamu pikirkan? Apakah kamu sudah memberitahunya?"Alya terdiam dan menatap ponselnya dengan cukup lama, lalu dia tertawa kecil.Tawa itu penuh dengan kegetiran.Sebenarnya, dia sudah lama mengetahui hasilnya.Namun, kenapa dia tidak menyerah?Dia bersikeras mengungkapkan lukanya, membiarkan orang-orang melihatnya dan membencinya.Sekarang, bagaimana dia bisa menghadapi Rizki?Alya perlahan merosot ke tempat t
Bahkan Rizki tidak menyadari, betapa jelasnya kepedulian yang muncul di matanya ketika dia mengucapkan kalimat itu."Kamu sudah menyimpan nomor teleponnya?" tanya Rizki tiba-tiba.Hana tersadar kembali dan menjawab, "Ya, sudah kusimpan. Bolehkah nanti aku mengajaknya bermain?""Boleh, supaya dia nggak terus-menerus terfokus pada pekerjaannya."Hana hanya bisa tersenyum dengan canggung. Namun, begitu dia berbalik, dirinya yang selalu lemah lembut, memiliki sedikit kegelapan di dalam matanya....Keesokan harinya.Ketika Alya terbangun, dia menemukan bahwa matanya agak bengkak.Untuk menghindari orang lain mengetahuinya, dia pun mengompres matanya dengan es untuk meredakan bengkak.Dia melirik ponselnya dan melihat beberapa pesan teks dari orang-orang.Wisnu mengirimnya pesan: "Aku sudah membereskan pekerjaanmu, kamu nggak usah khawatir. Kalau kamu nggak enak badan, kamu harus pergi ke rumah sakit.""Apa kamu sudah bangun? Bagaimana kondisimu? Kalau perlu, aku akan menemanimu ke rumah sa
Mendengar kata aborsi, Citra terdiam sejenak. Lalu, dia cepat-cepat bereaksi."Eh ... kenapa?""Apa lagi?""Tapi ...."Namun, Citra masih tidak bisa menerimanya dan berkata, "Dua tahun, kalian telah bersama selama dua tahun. Apakah dia sama sekali nggak memiliki perasaan terhadapmu? Selain itu, ini bukan anak orang lain, melainkan anaknya sendiri. Sebagai seorang suami dan seorang ayah, apakah dia nggak punya rasa iba?"Alya terdiam.Jika sebelum mengirim pesan tersebut dia masih memiliki khayalan tentang Rizki, sekarang khayalan-khayalan tersebut sudah menghilang.Ada sebuah pepatah yang tersebar di internet, bagaimana bunyinya?Oh, benar ....Hanya ketika dia mencintaimu, anakmu baru benar-benar anak.Ketika dia tidak mencintaimu, jangankan anak, bahkan dirimu pun bukan apa-apa.Citra masih melanjutkan, "Bahkan tanpa 2 tahun itu, kalian berdua telah tumbuh bersama. Apakah benar-benar nggak ada perasaan di antara kalian yang berteman sejak kecil? Alya, sudahkah kamu menjelaskannya pad
Pantas saja dia terbangun di dalam mobil Rizki."Kak Alya, kamu nggak tahu. Hari itu, saat aku memberi tahu Pak Rizki kalau kamu mungkin pingsan, dia sangat panik."Ketika Tiara mengatakan hal ini, Alya tidak tahu maksud dari ucapannya. Mungkinkah anak ini mencoba membuatnya senang atau ....Jadi, dia pun dengan hati-hati berkata, "Benarkah? Sepanik apa dia?"Tiara tersenyum dengan agak malu."Selama bertahun-tahun aku bekerja di perusahaan ini, kecuali kemarin, aku nggak pernah melihat raut wajah Pak Rizki seperti itu. Saat itu sedang ada eksekutif yang melaporkan pekerjaan padanya, tapi begitu mendengar bahwa kamu pingsan, dia bahkan mengabaikan eksekutif itu dan segera berlari menghampirimu. Kemudian, dia menggendongmu ke mobil. Dia tampak sangat panik."Di akhir cerita, Tiara mengedipkan mata padanya. "Pak Rizki pasti sangat peduli padamu.""Oh ya?"Alya menatapnya dan tiba-tiba bertanya, "Apa kemarin kamu nggak melihat wanita lain di sisinya?"Hanya dengan satu kalimat, Alya seger
"Wow, kalau kamu mengatakannya seperti itu, aku pun merasa itu mungkin.""Tentu saja seperti itu. Di mana lagi ada nyonya besar keluarga kaya yang bekerja sebagai sekretaris perusahaan?""Tapi aku nggak mengerti, kenapa harus sampai memalsukan pernikahan?""Sepertinya ada alasan tertentu. Aku dengar, Bu Alya dan Pak Rizki merupakan teman sejak kecil. Ketika Keluarga Kartika bangkrut, sepertinya Pak Rizki menikahi Bu Alya untuk menolongnya. Oleh karena itu, sekarang nggak ada yang berani mengganggu Bu Alya.""Ternyata begitu. Pak Rizki benar-benar orang yang baik, ya.""Aku juga dengar bahwa Pak Rizki terus menunggu Hana yang pergi ke luar negeri itu. Seorang pria dengan kesetiaan dan cinta yang mendalam, itulah Pak Rizki."Ketika orang-orang itu berbicara, Alya hanya berdiri di belakang dan mendengarkan. Dia sama sekali tidak menghindari mereka. Ekspresi di wajahnya tampak tenang, seolah-olah subjek pembicaraan orang-orang itu bukanlah dirinya.Akhirnya, mobil Wisnu berhenti di depan m
Wisnu tidak menyelesaikan kalimatnya, tetapi nada bicaranya telah menunjukkan emosinya dengan cukup jelas.Dia merasa kesal dengan keras kepalanya Alya.Alya hanya bisa bersyukur pria ini tidak mengetahui kehamilannya. Kalau tidak, nada bicaranya akan menjadi jauh lebih parah.Mungkin karena Alya terus terdiam, Wisnu tidak mengatakan apa-apa lagi. Pria itu membawanya ke sebuah restoran, lalu setelah memesan makanan, dia berkata, "Kamu tunggu di sini sebentar, aku akan kembali dalam 10 menit.""Baik." Alya mengangguk, sama sekali tidak memiliki tenaga untuk menanyakan ke mana Wisnu mau pergi.Sepuluh menit kemudian, Wisnu kembali dengan sebungkus plastik di tangannya."Ambillah.""Apa ini?"Wisnu menjawab, "Obat. Kamu sakit, 'kan? Sebagai orang dewasa, seharusnya kamu selalu membawa obat-obatan bersamamu. Ketika kamu sakit, minumlah obatnya."Alya menatap plastik itu untuk beberapa saat dan berkata, "Tapi aku sudah nggak apa-apa.""Kalau begitu simpan saja untuk lain waktu.""Baiklah."
Pikiran Wisnu pun kembali terfokus ke saat ini.Dia melirik gadis di hadapannya.Gadis ini berpakaian dengan sangat sederhana, rambut panjangnya yang tergerai hanya diselipkan di belakang telinganya. Hari ini, Alya bahkan tidak mengenakan riasan wajah, sehingga dia tampak memancarkan kecantikan yang rapuh.Hal ini membuat orang-orang merasa kasihan ketika melihatnya.Wisnu adalah orang yang tahu diri.Dia tahu bahwa dirinya tidak bisa dibandingkan dengan Rizki, pantas untuk dibandingkan pun tidak.Ketika Keluarga Kartika bangkrut, dia bepergian ke banyak tempat. Sayangnya, dia bukanlah orang penting, sehingga kata-kata yang diucapkannya tidak memiliki banyak arti. Dia sama sekali tidak bisa membantu.Bahkan CEO sebuah perusahaan berterus terang padanya dengan berkata, "Wisnu, kamu luar biasa, aku pun sangat menghargai kemampuanmu. Tapi, sekarang Keluarga Kartika sudah jatuh. Orang cerdas seharusnya tahu bagaimana cara membuat pilihan, kamu bisa bergabung dengan perusahaanku."Waktu itu