Kenapa pertanyaan ini lagi?Alya kembali ke laptopnya, berpura-pura seakan tidak ada yang terjadi dan menjelajahi layar monitornya. Lalu, dia menjelaskan dengan tenang, "Kemarin aku nggak mau minum, hari ini aku merasa lebih baik jadi nggak perlu minum."Sikapnya yang tenang membuat Rizki menarik sudut bibirnya. "Begitukah? Kalau begitu bagaimana dengan laporan itu?"Begitu mendengar "laporan", tangan Alya yang sedang menggulir tetikus tiba-tiba berhenti.Alya hampir mengira dirinya sudah salah dengar.Namun suara napas Rizki yang begitu dekat, menunjukkan bahwa dia baru saja mengatakan kata-kata itu dengan jelas.Rizki sudah melihatnya.Setelah menyebutkan laporan tersebut, jari tangan Alya tiba-tiba berhenti bergerak.Reaksi ini membuat Rizki tanpa sadar menyipitkan matanya.Wanita ini menyembunyikan sesuatu darinya.Tak lama kemudian, Alya seperti baru saja mengendalikan emosinya. Dia mendongak menatap Rizki, dengan keraguan yang tersembunyi di matanya."Laporan apa?"Rizki menatapn
Waktu berlalu cukup lama, Alya menghela napas di dalam hati.Lebih baik dia tidak tahu, untuk menghindari kecanggungan di antara mereka.Anggap saja semua ini hanya transaksi, mereka cukup mengambil apa yang mereka perlukan.Dengan pemikiran ini, Alya mendorong Rizki yang berada sangat dekat dengannya dan berkata, "Pokoknya bukan kamu."Jawaban Alya membuat Rizki mengerutkan keningnya."Apa maksudmu bukan aku? Apa ada yang lebih memahamimu daripada aku? Siapa?"Rizki tidak menyadari bahwa jawaban tersebut telah membuatnya emosi.Alya tetap terdiam.Melihat wanita ini mengabaikannya, Rizki meraih dan mencengkeram bahunya. Dia bertanya dengan marah, "Pria atau wanita?"Pria itu mencengkeram bahu Alya dengan cukup kuat.Alya mengerutkan kening dan mendorongnya. "Sakit, jangan pegang begitu."Melihat reaksi tersebut, Rizki mengendurkan cengkeramannya. Namun, dia sama sekali tidak menyerah dengan pertanyaannya."Baik, aku nggak pegang, tapi jawab pertanyaanku. Siapa orang yang memahamimu? L
Sambil menghela napas lega, Alya memutuskan untuk mengambil risiko. Dia ingin menghilangkan semua keraguan Rizki, terlepas dari apakah pria itu mencurigainya hamil atau tidak.Dengan pemikiran ini, Alya memandangnya dan perlahan berkata, "Kenapa kamu segugup ini? Apa kamu takut kalau itu adalah laporan kehamilan?"Awalnya Rizki hendak membantah, tetapi ketika mendengar kalimat terakhir itu, napasnya menjadi berat.Kemudian, dia menyembunyikan emosinya sambil menatap Alya.Alya mengangkat alisnya. "Kenapa ekspresimu begitu? Kamu takut kehamilanku akan memengaruhi hubunganmu dengan Hana?"Rizki menyipitkan matanya. "Kamu hamil?"Alya mengangkat bahunya dan menjawab, "Nggak. Kalau aku hamil, aku pasti sudah menunjukkan laporannya kepadamu. Berdasarkan hubungan masa kecil kita, kalau anak ini diaborsi maka kamu harus memberikanku kompensasi cukup banyak, 'kan?"Nada bicaranya yang ringan dan sikapnya yang tak acuh membuat raut wajah Rizki sedikit berubah."Apa katamu?""Kamu ingin mengabor
Setelah Rizki pergi, untuk beberapa saat Alya hanya duduk dan melamun. Kemudian, dia pun kembali melanjutkan pekerjaannya.Beberapa hal terjadi atas kemauannya sendiri dan hanya dapat dia tanggung sendiri.Ponselnya berbunyi, Alya melirik dan melihat bahwa Wisnu Mahendra meneleponnya.Dia menenangkan emosinya sebelum mengangkat telepon tersebut."Ada apa?""Alya, apa Bu Tiara meneleponmu?"Alya akhirnya menemukan surel yang dia cari, lalu dia menggerakkan tetikusnya untuk membuka surel tersebut. Sambil mengangguk dia berkata, "Ya tadi dia menelepon, kenapa?""Berikan saja pekerjaan yang perlu ditangani padaku, aku akan mengerjakannya untukmu."Mendengar perkataannya, seketika gerakan Alya terhenti, dia jelas merasa bingung. "Hah?""Aku dengar dari Tiara kalau kamu sakit, kenapa kamu nggak memberitahuku?" Suara Wisnu terdengar sangat lembut. Pria itu menghela napasnya dan berkata, "Kalau kamu sakit, istirahatlah. Atur ponselmu ke mode jangan ganggu. Apa kamu pikir tubuhmu terbuat dari b
"Kalau begitu akan kuingat.""Ya."Setelah menutup telepon, Alya meneruskan surelnya kepada Wisnu. Karena dia takut akan terjadi kesalahan, setelah meneruskan surelnya, dia mengetik sebuah deskripsi panjang mengenai pekerjaannya dan mengirimnya pada Wisnu.Butuh waktu cukup lama untuk Wisnu membalasnya."Baik, aku mengerti. Kamu jangan khawatir, beristirahatlah."Ketika sedang sakit dan ada seseorang yang tepercaya menangani pekerjaannya, Alya akhirnya dapat bernapas dengan lega.Sebenarnya hari ini dia berencana untuk kembali ke kantor.Sekarang, tampaknya dia masih akan beristirahat di rumah untuk satu hari lagi.Selain itu, saat ini dia harus memperhatikan satu masalah yang lebih penting.Memikirkan ini, Alya menatap perutnya. Dia tidak bsia menahan dirinya untuk mengelus perut kecilnya.Tanpa sepengetahuannya, di dalam perutnya sebuah kehidupan kecil telah tumbuh.Sekarang dia tidak tahu apa yang harus dia lakukan dengan anak ini.Apa lebih baik dia aborsi?Pikiran Alya sangat kaca
Tadinya, Citra menganggap reaksi Alya terlalu tenang dan tidak beres.Namun, begitu mendengar nama Hana, sekujur tubuhnya pun membeku. Dia tidak bisa berkata-kata.Setelah cukup lama, dia akhirnya bereaksi."Aku ... aku kira dia nggak akan kembali."Untuk beberapa saat mereka berdua terdiam.Sebelum Keluarga Kartika bangkrut, sebagai sahabatnya Alya, Citra juga cukup lama bergaul dengan masyarakat kelas atas bersamanya. Tentu saja, dia pun mengetahui peristiwa yang dibicarakan semua orang, yaitu peristiwa Hana yang menyelamatkan Rizki.Seorang pria tampan dan wanita cantik, sebenarnya itu adalah hal bagus.Namun, sebagai sahabat Alya, Citra masih merasa kasihan pada teman baiknya ini.Sayangnya di dunia ini, cinta yang tak terbalaskan dan berakhir tanpa kejelasan adalah hal yang terlalu umum.Citra menggigit bibirnya dan merasa geram untuk Alya."Bahkan bila sekarang dia memang kembali, lalu apa? Kalau aku adalah kamu, aku nggak akan membiarkannya. Lagi pula dia dan Rizki bukan kekasih
Sampai di sini, Citra pun terdiam.Dia telah yang meremehkan perasaan sahabatnya terhadap Rizki.Setelah beberapa saat, Citra menghela napasnya. "Alya, aku tahu kamu menyukainya. Tapi apa kamu pernah terpikirkan, kalau kalian nggak bisa bersama, maka apa artinya menjadi teman? Lalu, apakah kamu nggak mau mencoba? Apa kamu nggak mau tahu bagaimana perasaannya terhadapmu? Dia memperlakukanmu dengan sangat baik, aku nggak percaya dia nggak punya perasaan apa pun padamu."Benar, dia memang memperlakukan dirinya dengan sangat baik.Namun ... itu hanya sebuah transaksi.Jika bukan karena neneknya Rizki yang menyukai Alya sedang jatuh sakit, mereka berdua tidak mungkin akan menikah. Perasaan Rizki padanya hanyalah sebatas teman masa kecil.Melihat sahabatnya masih ragu, Citra tahu bahwa membujuknya lagi tidak akan berguna."Pokoknya aku sudah mengatakan apa yang perlu dikatakan, kamu pikirkan sendiri saja sisanya. Lagi pula, keputusannya ada di tanganmu. Aku juga nggak tahu mau bicara apa lag
Ketika pesannya berhasil terkirim, jantung Alya tiba-tiba berhenti berdebar.Dia sudah melakukannya.Sekarang, yang hanya perlu dia lakukan adalah menunggu balasannya.Rizki tidak langsung membalas pesannya.Alya melirik jam dan berspekulasi, mungkin saat ini pria itu sedang bekerja, mungkin dia sedang rapat, bertemu klien atau mungkin ponselnya dalam keadaan senyap. Ketika Rizki selesai bekerja, dia akan membacanya.Waktu ini sangat menyiksanya, sehingga Alya pun memutuskan untuk tidur.Alya cepat-cepat berganti dengan baju tidur, lalu menutup gorden untuk membuat kamarnya terasa lebih tenang. Kemudian, dia segera naik ke atas tempat tidur dan memejamkan mata.Ting!Di saat yang sama, di dalam ruang kantor tertentu di gedung Perusahaan Saputra.Hana yang tadinya duduk tenang di sofa, sekarang bergetar dengan tak karuan.Pandangannya terpaku pada pesan teks di depannya.Isi dari pesan teks itu sangat sederhana, hanya dua kata: "Aku hamil."Awalnya saat pesan teks itu masuk, Hana mengir
Biasanya dalam situasi seperti ini, Hana akan berbalik dan pergi.Namun, sekarang Hana tidak punya apa-apa lagi. Dia maju beberapa langkah, lalu menggigit bibirnya dan berkata, "Apa maksudmu dengan bercanda menggunakan perasaanmu? Kamu nggak berpikir kalau perasaanmu padanya tulus, 'kan? Begitu tulus sampai-sampai kamu nggak peduli kalau dia jatuh ke dalam pelukan pria lain?"Irfan melihat ke arah asistennya. "Bawa dia keluar.""Irfan, Alya akan bersama dengan Rizki. Apa kamu akan membiarkan mereka bersama begitu saja? Aku tahu bahwa selama 5 tahun ini kamu terus menemani Alya, kamu telah menunggunya selama 5 tahun. Bukankah kamu ingin bersama dengannya? Apa kamu bersedia kalau hari ini dia diambil oleh orang lain?"Hana berteriak seperti orang gila dan hampir histeris, tetapi orang di depannya masih tetap tenang."Sudah cukup bicaranya?"Hana tercengang.Apa maksudnya? Dia sudah berbicara panjang lebar, tetapi Irfan bahkan tidak peduli sedikit pun?Ini tidak masuk akal. Bukankah pria
Setelah ibunya pergi, Hana jatuh ke tempat tidur rumah sakit, menutupi pipinya yang memar dan menangis kesakitan.Jangankan ibunya, dia bahkan ingin menampar dirinya sendiri.Baru sekaranglah dia sadar, bahwa dia harusnya berhenti sejak dulu ....Namun, tampaknya, sekarang sudah terlambat untuk melakukan apa pun.Apakah ada seseorang yang bisa menolongnya?Mungkin ... ada seseorang yang bisa menolongnya.Hana terpikirkan seseorang dan melompat turun dari tempat tidur. "Nanda, cepat, bawa aku mencari taksi."Malam ini adalah malam yang sibuk.Di teras yang hening.Hasan menuangkan secangkir teh panas untuk Irfan, uap teh mengepul di udara yang dingin. Hana berdiri di hadapannya, dengan Nanda yang menopangnya di samping.Dia sudah cukup lama berdiri sana, tetapi Irfan sama sekali tidak berbicara ataupun mempersilakannya duduk.Bahkan Hasan yang berada di sisinya hanya menuangkan secangkir teh panas.Dia berlari keluar dengan terburu-buru, sehingga dia masih mengenakan gaun rumah sakit da
"Sebenarnya apa yang terjadi?"Nanda secara singkat menjelaskan apa yang dia tahu."Apa? Rizki datang?" Kegembiraan melintas di mata Tesa, dia maju dan menggenggam tangan Hana. "Hana, kenapa kamu nggak memberitahuku kalau Rizki datang? Dia datang menjengukmu, 'kan?"Sayangnya, mata Hana penuh dengan keputusasaan. Dia terlihat seperti pecundang. Tesa memanggilnya berkali-kali, tetapi dia tidak merespons."Hana? Cepat bicara!"Melihatnya yang seperti ini membuat Tesa kesal.Kemudian barulah Hana mendongak, matanya penuh dengan air mata."Ibu, dia tahu, dia sudah tahu. Selanjutnya dia nggak akan membiarkanku, dia juga nggak akan membiarkan Keluarga Adelia."Tesa mengerutkan keningnya."Tahu apa? Bicaralah yang jelas.""Alya, Alya Kartika, ingatan dia sudah kembali. Dia memberi tahu Rizki kebenarannya. Sekarang Rizki sudah tahu bahwa bukan aku yang menyelamatkannya. Dia akan membereskanku, selanjutnya dia pasti akan membereskan kita. Ibu, kita harus bagaimana?"Meskipun perkataan Hana agak
Sekarang Hana pun gelisah.Namun, sekarang dia sudah menenangkan dirinya. Malam ini Rizki datang untuk mempermainkannya.Selama dia menolak untuk mengakuinya, tidak ada yang bisa melakukan apa pun padanya.Memikirkan hal ini, Hana menatap Rizki dan berkata, "Bukankah kamu nggak tahu terima kasih? Apa kamu ke sini untuk mempermainkanku dan memberikan bukti pada Alya? Rizki, biar kuberi tahu kamu, aku nggak akan memberimu apa yang kamu mau. Kamu diselamatkan olehku yang telah mempertaruhkan nyawa. Waktu itu, aku hampir tenggelam di sungai demi menyelamatkanmu. Sementara mengenai Alya, dia bukan urusanku. Tapi, nggak ada satu pun orang yang bisa merebut jasaku. Kalau kamu mau menjadi orang yang nggak tahu terima kasih, silakan. Tapi jangan harap kamu bisa memaksa atau menyogokku untuk mendapatkan bukti apa pun."Setelah mengatakan itu, Hana langsung berbalik dan berjalan ke tepi tempat tidur, dia melepaskan sepatunya, lalu naik ke tempat tidur."Selama belasan tahun ini, akulah yang telah
Jawaban ini membuat Hana benar-benar panik.Tadinya, dia kira Rizki menanyakan hal ini karena ingin mendengarnya menceritakan ulang kejadiannya. Namun, ternyata ....Begitu menyadari betapa buruknya nasib yang harus dia hadapi bila Rizki sampai mengetahui kebenarannya, Hana pun seketika menjadi panik dan mulai berbicara dengan tidak jelas."Rizki, waktu itu benar-benar aku yang menyelamatkanmu. Jangan dengarkan omong kosong Alya, dia hanya ingin membohongimu dan membuatmu membuangku."Dari ucapannya ini, Rizki akhirnya mendapatkan kata kunci yang dia cari-cari. Matanya menyipit dengan mengancam, suaranya juga menjadi sangat dingin."Memangnya aku sudah bilang siapa yang mengatakannya?"Hana pun tercengang."Waktu itu, bukankah hanya ada aku dan kamu di tepi sungai? Kenapa kamu mengira Alya yang mengatakan sesuatu padaku? Kalau dia nggak di sana, apa perkataannya itu penting?"Sampai di sini, nada bicara Rizki seketika berubah menjadi tajam."Atau maksudmu, waktu itu bukan hanya ada kit
Hana tertegun oleh pertanyaannya dan membeku di tempat, dia menatap Rizki dengan bingung.Setelah waktu yang lama, barulah dia menyadari sesuatu.Mungkinkah Rizki sudah mengetahui kebohongannya?Tidak, itu tidak mungkin.Saat diselamatkan, Rizki masih tidak sadarkan diri. Alya juga telah kehilangan ingatannya. Rizki tidak mungkin mengetahuinya, kecuali Alya mendapatkan ingatannya kembali.Namun, bertahun-tahun telah berlalu, jika Alya ingin mendapatkan kembali ingatannya dia pasti sudah lama melakukannya, kenapa harus menunggu sampai sekarang?Apalagi, jika Alya benar-benar telah mendapatkan kembali ingatannya, apakah dia bisa menahan diri untuk tidak segera datang ke sini dan menemuinya? Dia mungkin sudah memberi tahu seluruh dunia bahwa dialah yang menyelamatkan Rizki.Setelah memikirkan hal ini, Hana merasa bahwa dirinya mungkin hanya terlalu sensitif dan curiga karena mimpinya.Rizki yang sekarang menanyakan hal-hal ini, sebenarnya memberikan kesempatan yang sangat bagus untuknya.
Karena di depan Rizki, dia selalu tampil ramah dan lembut, tidak pernah bertingkah seperti perempuan jahat seperti sekarang.Hana panik, dia segera menyibakkan selimutnya dan turun dari tempat tidur."Rizki, kenapa kamu ke sini?"Sebelum Hana selesai bicara, air mata sudah mengalir di pipinya. Dia menangis dan bergegas menghampiri Rizki."Aku kira kamu nggak mau berbicara denganku lagi."Rizki menurunkan matanya, memandang pergelangan tangan Hana."Kenapa kamu marah sekali?"Mendengar ini, Hana buru-buru menjelaskan, "A ... aku kira kamu mengabaikanku, jadi suasana hatiku sangat jelek. Maaf ... aku nggak bermaksud begitu. Nanda, apa kamu baik-baik saja?"Nanda menggeleng. Sambil melangkah mundur, dia membenci Hana yang bermuka dua ini di dalam hatinya. "Kalau begitu aku keluar dulu, kalian berdua silakan mengobrol."Dia segera pergi, bahkan menutup pintu kamar tersebut untuk Hana.Hana tidak tahu sekarang pukul berapa, tetapi seharusnya sudah malam sekali. Dia tidak menyangka Rizki aka
Setelah Rizki pergi, Alya berdiri seorang diri di depan pintu, berusaha menenangkan napas dan perasaannya.Beberapa waktu kemudian, dia mengangkat tangan dan menyentuh pipinya.Masih hangat ....Jelas-jelas tadi hanya sebuah pelukan.Akan tetapi, dia tidak menyangka Rizki benar-benar memercayainya dan sama sekali tidak mempertanyakannya.Bukankah ini artinya, hati Rizki selalu lebih condong kepadanya?"Mama?"Tiba-tiba, terdengar suara anak kecil dari belakangnya.Alya kaget dan berbalik, menemukan bahwa Satya sudah bangun entah sejak kapan dan sedang berdiri di sana menatapnya.Melihat putranya, Alya pun terkejut."Satya, kenapa kamu bangun?"Bukankah dia sudah tidur?Mata Alya menghindari putranya. Sudah berapa lama Satya berdiri di sana? Barusan dia tidak melihatnya, 'kan?Sambil memikirkan hal itu, Alya berjalan menghampiri Satya, lalu berjongkok di depannya dan menggendongnya. "Kamu keluar tanpa pakai baju tebal, bagaimana kalau nanti kamu sakit?"Setelah digendong, Satya memeluk
"Ya sudahlah." Alya berbalik. "Lagi pula kejadian itu sudah sangat lama berlalu. Kalau aku nggak mengingatnya, siapa pun pasti akan mengira dia yang menyelamatkanmu."Melihat punggungnya, Rizki merapatkan bibir."Kamu tenang saja, aku nggak akan membiarkan pencapaianmu dicuri oleh orang lain tanpa alasan."Alya tertawa dengan dingin."Apa gunanya kamu mengatakan itu sekarang? Semua orang sudah mengira dia yang menyelamatkanmu, kejadiannya juga terjadi bertahun-tahun yang lalu. Apa sekarang kamu akan keluar dan berkata bahwa yang menyelamatkanmu adalah aku dan bukan dia? Apa kamu punya bukti?""Nggak.""Jadi ...."Bahunya terasa berat, Rizki tiba-tiba memegang bahunya dan menariknya, membuatnya bertatap muka dengan pria itu."Bukti adalah sesuatu yang, selama aku inginkan, pasti ada."Alya tertegun. "Apa?"Rizki berkata, "Tadinya, aku hanya ingin memutus hubungan dengannya, lagi pula dia telah menyelamatkanku. Tapi sekarang karena dia nggak menyelamatkanku, ini bukan lagi hanya tentang