“Menantu gila! Apa yang Kau lakukan?” teriak Vera, murka.
Ia tak mengerti jalan pikiran Rendy. Sejak dulu, selalu menurut. Kenapa sekarang berubah? “Dasar, pria idiot!” timpal James lalu mengeluarkan sebuah undangan, “Apa kau tak tahu undangan ini sulit didapatkan, bahkan oleh keluarga istrimu?” Rendy melirik sinis undangan berwarna merah itu. "Baru undangan kelas menengah saja kamu sudah sombong. Belum tentu tamu undangan kelas menengah bisa bertemu Naga Perang." Wajah James memerah. "Apa yang kamu tahu tentang undangan ini? Undangan merah sudah termasuk bagus untuk perusahaan Grade C!" murkanya. "Aku bisa memberikan undangan emas yang bisa duduk berdampingan dengan Naga Perang kalau keluarga Huang menginginkannya!” balas Rendy, “Jadi, buat apa undangan sampah yang kamu berikan kepada keluarga ini?" “Hahaha!” "Suami tidak bergunamu ini sepertinya sudah gila, Cindy! Kalau Keluarga Huang tak mau undangan ini, bisa aku tarik kembali!" kata James sambil mencoba mengambil kembali undangan itu. Hal ini membuat Vera terkesiap. Pemimpin keluarga Huang itu langsung maju dan mengambil undangan merah tersebut. “Tolong maafkan dia, Nak James,” mohonnya, “bukankah keluarga Chung dan Huang akan bersaudara sebentar lagi lewat pernikahanmu dan Cindy?” James tersenyum mendengar ucapan Vera. Ya, itulah yang harus dilakukan orang ‘waras’. "Sebentar lagi Cindy akan menjadi milikku sepenuhnya," batinnya sambil tersenyum licik. Sepertinya, ia akan semakin cepat mendapatkan Cindy karena suaminya sudah gila. Rahang Rendy mengeras. "Apa perlu kubuktikan? Hanya dengan sekali menelepon saja, aku bisa memberikan undangan emas itu!" Sayangnya, sang mertua menganggap ucapannya tak lebih dari sampah. "Diam! Lebih baik, kamu bersihkan rumah ini daripada berdiri di sini dan mengacaukan semuanya!" kata Vera seperti memerintah pembantu, bukan menantu. "Benar kata Tante Vera. Kamu mencuci piring kotor saja! Sungguh, tidak pantas ikut keluarga terhormat ini!" ejek James, lalu melirik Cindy. “Dan Cindy, lebih baik, kita memikirkan honeymoon saja. Mau ke negara apapun, aku siap. Yang penting, kita harus mendapat penerus untuk keluarga kita.” Tanpa tahu malu, James mengatakannya di depan Rendy, sang suami sah. Tatapannya juga sungguh mesum dan merendahkan Cindy, seolah istrinya dapat dengan mudah menerima pria itu. PLAK! Sebuah tamparan keras mendarat, di wajah James. Rendy jelas murka. Dia bisa menahan diri saat dihina, tapi tak boleh ada yang menghina sang istri! “Rendy!” pekik semua orang, terkejut. "Kurang ajar! Berani kamu menggamparku!" seru James yang semakin emosi, menahan sakit di pipi. Rasanya, gigi pria itu goyang. Tapi, rasa malu memenuhi diri James. Dengan cepat, ia melayangkan tangannya, tapi …. Bugh! Tak seimbang, James justru terjatuh dengan sendirinya karena Rendy menghindar dengan cepat. Wajah James mendarat ke lantai, hingga bengkak dan merah. "Bangsat! Berani kamu menyerangku!" seru James tidak percaya dengan apa yang terjadi. "Aku hanya menghindar," jawab Rendy tenang, “kau sendiri yang tak memiliki tubuh yang kuat.” Ya, Rendy justru tengah menahan diri. Baginya, menghabisi James dengan satu pukulan pun bisa, tapi dia menghormati istrinya dan memilih menghentikan kekerasan. Tamparannya tadi pun hanya menggunakan kekuatan 10% saja. "Rendy! Aku tidak suka kalau suamiku melakukan kekerasan," ucap Cindy. See? Padahal, Rendy sudah meminimalkan serangan, tapi istrinya ini memiliki hati yang lembut. Hal ini yang membuat Rendy jatuh hati padanya dan juga yang membuatnya khawatir. Baginya, Cindy terlalu baik! "Dia yang mulai duluan, aku hanya membela diri," kata Rendy acuh tak acuh. Cindy kemudian menatap James dengan permohonan maaf. "Kamu tidak apa-apa, James? Maafkan Rendy ya, biasanya dia tidak sekasar ini." James tadinya ingin murka. Tapi, ucapan Cindy yang disangkanya bentuk perhatian, membuatnya merasa menang. Dia memasang wajah sedih, seolah tersakiti. Sementara itu, Vera sudah sangat murka! "Dasar menantu tidak tahu diri! Kamu hampir membuat acara undangan makan malam dengan Naga Perang gagal! Kesempatan ini sangat langka, Naga Perang baru muncul setelah tiga tahun menghilang! Mendapat kepercayaannya adalah anugerah tak ternilai!" ucap Vera dengan otoriter. "Aku bisa memberikan undangan emas kepada ibu kalau ibu menginginkannya." "Rendy, cukup! Tolong diam atau aku tidak akan bicara lagi denganmu.” Kali ini, Cindy ikut menyela. “Ini satu-satunya kesempatan Keluarga Huang kami untuk bertemu Naga Perang." Seketika ruangan itu hening. Meski sudah menikah tiga tahun, Cindy memang masih menggunakan nama keluarga Huang karena ibunya merasa nama keluarga Rendy tidak pantas untuk bersaing di jajaran CEO kelas dunia di Negeri Khatulistiwa. Rendy menyadari emosi sang istri. Semua pengorbanannya sia-sia bila ia lepas kontrol. Jadi, pria itu akhirnya memilih diam. “Sekali lagi, mohon maafkan Rendy, Tuan James.” Ucapan Cindy membuat senyum perlahan terbit di wajah pewaris Chung itu. "Ya! Kalau bukan karena Cindy, Rendy memang sudah kutuntut atas penganiayaan!" "Terima kasih atas pengertian Tuan James kepada Rendy," ucap Cindy membungkuk hormat. "Panggil James saja! Aku akan mengampuni suamimu jika kamu jadi pendampingku di acara makan malam Naga Perang! Satu lagi, suami sampahmu tidak boleh ikut!" ucap James sombong. "Kau! Belum cukup aku tampar?” Rendy murka. Dia tidak bisa mengendalikan dirinya karena James telah melecehkan istrinya dan menghina dirinya. Cindy adalah wanita yang sudah menikah, tidak pantas bersanding dengan pria lain di acara penting seperti jamuan makan malam Naga Perang ini. "RENDY!" ucap Cindy dengan suara keras, “Aku akan mendampingi Tuan James ke acara makan malam Naga Perang agar dia tidak menuntutmu! Kamu tahu hukumannya atas penganiayaan? Rendy tidak kuasa berkata-kata lagi. Dia bisa melawan siapa saja, tapi tidak istrinya. Kalau bukan karena Cindy, mungkin saja James sudah tewas saat itu. "Ingat! Kamu tidak boleh hadir di acara makan malam Naga Perang! Jamuannya di restoran kelas atas Equator Sunrise! Reservasinya saja butuh dua tahun untuk bisa makan di sana... jangan membuat kekacauan yang akan memalukan keluarga Huang di mata pebisnis dunia!" ancam Vera Huang. "Kamu baik-baik bersihkan rumah saja ya... biar aku yang menjaga istrimu! Hahaha!" ejek James yang membuat darah Rendy langsung mendidih. Sorot matanya tajam, bak elang yang siap memangsa. Seperti Naga Perang, yang ditakuti di seluruh dunia, terutama di Negeri Khatulistiwa.James sempat terkejut dan ketakutan melihat sorot mata tajam Rendy. Namun, ia mengenyahkannya karena mengingat Rendy hanyalah sampah di Keluarga Huang. "Cindy, pakailah gaun pesta yang bagus agar bisa menarik perhatian Naga Perang!' ucapnya sambil melirik mengejek ke arah Rendy, “aku akan menjemputmu nanti.” Setelahnya, James pun pergi ditemani oleh Vera yang mengantarkannya ke depan. Sikap wanita paruh baya itu begitu hormat, berbeda jauh saat menghadapi menantunya. *** "Kamu harus mengendalikan emosimu, Ren ... kalau mau masuk ke dalam bisnis Huang Industries, kamu harus bersikap tenang dan tidak gampang marah!" ucap Cindy kala mereka berdua "Aku tidak suka pandangan matanya yang mesum, yang melecehkanmu, Cin!" "Tenang saja, aku bisa menjaga diri. Oh, iya, aku hendak beli gaun pesta yang pantas untuk aku pakai nanti saat bertemu Naga Perang. Apa kamu bisa menemaniku?" "Tentu saja! Aku dengan senang hati akan menemanimu untuk memilih gaun pesta yang cocok untukmu!' kata Rend
Mobil mewah merah melaju kencang dalam misi mengejar MBenz yang disetir oleh Rendy Wang, seseorang yang dianggap sampah tapi ternyata memiliki talenta luar biasa. Angin kencang menyentuh wajah Hezkil Wu yang bengis, penuh hawa membunuh. "Kurang ajar! Akan kupatahkan kaki dan tangan sampah brengsek itu! Beraninya menghina kemampuanku sebagai pembalap Super Car!" gerutunya. Suaranya bergetar dengan amarah yang mendidih. "Terlalu bagus kalau hanya dipatahkan kaki dan tangannya! Siksa saja dahulu, kemudian buang ke laut setelah mematahkan seluruh kaki dan tangannya, baru puas!" hasut Tristan Liu, duduk kaku dengan wajah pucat di samping Hezkil. Ruang sempit dalam mobil merah ini membuatnya kesulitan bernapas, setiap gerakan terasa seperti beban yang menekan. akhirnya, sesuatu yang ditahan lama terlepas juga ... Duuuut…! Tanpa sadar, Tristan mengeluarkan gas busuk yang langsung mengacaukan konsentrasi Hezkil. "Kamu ini apa-apaan sih? Memalukan keluarga Liu saja!" tegurnya dengan na
“Aaaa!” Cindy tak sengaja berteriak kala merasakan jantungnya berdegup kencang. Matanya melirik ke kaca spion melihat bayangan mobil mewah merah yang mendekat dengan kecepatan mengerikan. "Rendy, mereka semakin dekat! Apa yang harus kita lakukan?" paniknya. "Tenang, Cindy. Aku akan mengatasinya." Suaranya tenang, namun ada ketegangan yang tak bisa disembunyikan. Dia menambah kecepatan, mencoba menghindar dari kejaran gila Hezkil. Hal ini membuat Hezkil, di dalam mobil mewahnya, merasakan adrenalin mengalir deras. Angin yang masuk melalui jendela yang sedikit terbuka membawa aroma laut yang asin. Namun, dia tidak peduli. Semangat bertemu Naga Perang dan keinginannya untuk menghancurkan Rendy melebihi segalanya. Sementara itu, Tristan yang melihat ekspresi gila Hezkil, merasa ketakutan sekaligus kagum. "Lakukan, Hez! Tunjukkan padanya siapa yang berkuasa!" Tak lama, mobil mewah merah ini mendekat, jaraknya hanya beberapa meter lagi. Hezkil menyiapkan diri untuk benturan. "I
Sementara itu, Cindy Huang menarik napas panjang. Lolos dari maut tetap saja membuat dirinya sulit mengendalikan diri. Hanya saja, satu pertanyaan mengusiknya saat ini. "Dari mana kamu belajar menyetir sehebat itu? Aku jadi merasa tidak mengenalimu lagi, Rendy!" ujarnya dengan wajah penasaran. Sungguh, suaminya sangat mahir mengemudikan mobil mewah. Padahal, setirannya agak berbeda dengan mobil biasa. "Kamu masih ingat kedai roti dan kue milik kakekmu, tidak?” Alih-alih menjawab, Rendy justru bertanya tiba-tiba. Hal ini membuat Cindy membelalak. "Kok kamu tahu kalau aku dulu sering berada di kedai makanan kakek?" Masa kecilnya memang lebih banyak dihabiskan di kedai roti dan kue milik kakeknya yang dahulu ada di jalanan yang sedang mereka lewati. Wajah penasaran Cindy membuat Rendy tersenyum. Dulu, Naga Perang bukan siapa-siapa. Dia hanyalah pembunuh bayaran yang sangat terlatih dan selalu sukses melaksanakan tugasnya. Namun suatu hari, terjadi pengkhianatan di organisa
Berbeda dengan Hezkil yang kebingungan, Cindy sudah jauh lebih tenang. Putri keluarga Huang itu kini turun dengan anggunnya di depan Butik Channel yang menjadi favoritnya. Seorang petugas Valet pun menghampiri Rendy di mobil. "Mas, biar aku bawa mobil ini ke tempat parkir khusus!" "Biar petugas Valet yang parkirkan mobilnya, Ren ... kamu ikut masuk saja!” ujar Cindy. "Beruntung sekali sopir ini ... sudah pakaiannya lusuh seperti itu, majikannya begitu baik pada dirinya," gerutu petugas Vaalet sambil mengambil alih mobil MBenz dari tangan Rendy. Tampilan mewah sudah terlihat di halaman depan butik yang hanya bisa dikunjungi oleh orang-orang kaya ini. Begitu masuk ke dalam butik, hawa dingin dan wangi aromatherapy langsung menerpa Rendy membuatnya agak mual. "Selamat datang Nona Cindy!" sapa gadis penjaga butik yang berada di meja kasir sambil sedikit membungkukkan tubuhnya. Namun, wangi parfum murahan yang menusuk hidung langsung tercium dan menerpa hidung Rendy. HAA
Tadi, Katrin Chow mendapat kabar kalau Naga Perang sedang berada di Kota Buitenzorg dan sedang menuju ke kawasan butik ternama di kota tersebut. Namun, ponsel Naga Perang sepertinya dimatikan, sehingga Katrin Chow kesulitan menghubungi pemimpinnya ini. Rasa cemas membuatnya segera menyusul ke Kota Buitenzorg dan memasuki Butik Channel. Terlebih, ada yang hendak dibicarakannya secara langsung kepadanya. Tapi, siapa sangka Katrin justru melihat Naga Perang tengah diseret oleh Sekurity Butik? Butik-butik terkenal yang berseliweran di sepanjang jalan yang menjadi pusat fashion ini dimiliki oleh perusahaan yang berada di bawah pimpinan Naga Perang. Jadi, orang yang tengah diseret-seret oleh Sekurity Butik ini adalah pemilik Butik Channel juga!Kenapa Naga Perang diam saja diseret seperti itu? Katrin Chow sudah hendak menjelaskan siapa Rendy, tapi kerlingan mata sang atasan membuatnya berbalik mengatur siasat lainnya. "Kenapa kalian bertindak kasar terhadap pelanggan? Tidak bole
Hanya saja, Rendy justru memandangi kartu bergambar Naga dengan tulisan angka 9 itu dengan ekspresi bingung. "Apa ini?" tanyanya. Selama menjadi Naga Perang, dia tidak pernah mendengar tentang kartu khusus seperti ini. Katrin Chow lantas tersenyum penuh arti. "Ini Kartu Black Dragon, juga dikenal sebagai Kartu Sembilan Naga! Tuan Muda pasti sudah pernah mendengar tentang kartu ini, bukan?" Seketika, kenangan Rendy kembali. Dulu, sebelum menghilang, ia memang sempat merancang kartu eksklusif yang bisa digunakan di mana saja dengan limit tak terbatas. Saat itu, ia memimpin Klan Sembilan Naga Sakti yang menguasai bisnis dan perdagangan dunia. "Jadi ini adalah kartu tanpa batas yang aku buat?" tanyanya takjub. "Benar sekali, Tuan Muda. Kartu ini adalah penghargaan untuk Anda. Kita bisa membahasnya lebih lanjut nanti. Aku mohon maaf telah mengganggu Anda. Jika Anda memerlukan bantuan, jangan ragu untuk menghubungiku kapan saja," kata Katrin sebelum meninggalkan butik Channel itu,
Villa di Paradise Hill tampak sangat gemerlap dan bermandikan cahaya malam purnama. Malam ini adalah pesta ulang tahun Vera Huang. Semenjak sore, halamannya sudah dipenuhi tamu undangan. "Semoga Mama selalu diberkati, panjang umur, dan sehat selalu!" ucap Cindy Huang. Vera tersenyum, senang. Terlebih, bayang-bayang akan undangan bertemu Naga Perang juga memenuhi kepalanya. Oleh sebab itu, Vera tiba-tiba berseru, "Aku akan mengabulkan beberapa permintaan dari orang terdekat apabila memungkinkan!" Hal ini jelas cukup mengejutkan tamu undangan yang hadir! "Aku ingin Tas Luis Viton, Bibi Huang!' ucap perempuan cantik berusia paling 18 tahun yang cantik jelita. Kendall Chang, putri dari adik perempuan Vera Huang yang menikah dengan pengusaha kaya yang memiliki Chang Industries and Development, David Chang. "Aku ingin Jam Rlex Emas, Auntie Huang!" Kali ini, sepupu Cindy lainnya yang bernama Alex Huang, menyahut. Ia adalah putra satu-satunya dari adik laki-laki Vera, Stephen Huang.
Shu Jin berdiri diam, matanya tajam mengamati setiap gerakan Rendy. Selama beberapa saat, ia tak berkata apa-apa, hanya membiarkan keheningan menjadi bagian dari pelajaran. Akhirnya, dengan suara yang tenang dan penuh makna, ia berbicara, “Keinginanmu sudah ada, Rendy. Namun, kau terlalu banyak berpikir. Pedang-pedang itu harus bergerak melalui intuisi dan jiwa, bukan sekadar rencana dan strategi. Lepaskan keraguanmu, dan biarkan gerakanmu lahir dari niat sejati.”Kata-kata itu menembus hingga ke dalam hati Rendy. Ia menundukkan kepala, merenungkan kesalahan yang baru saja disadarinya. Ia terlalu terjebak dalam logika, terlalu fokus pada strategi, sehingga melupakan esensi sejati dari seni pedang ini. Perlahan, ia menarik napas dalam-dalam, membiarkan pikirannya kosong, hanya menyisakan satu tujuan yang jelas ... mengendalikan pedang-pedang itu sebagai satu kesatuan.Dalam keheningan itu, sesuatu berubah. Pedang-pedang spiritual yang melayang di sekelilingnya mulai bergerak kembali, n
Rendy merasakan keheningan yang mendalam mengelilinginya saat Shu Jin memulai pengajaran lebih lanjut. Pedang-pedang spiritual yang melayang di sekelilingnya kini mulai lebih teratur, namun ia tahu bahwa ini baru awal dari perjalanan panjangnya untuk menguasai Magis Pedang Dewa. Setiap pedang yang ia kendalikan adalah sebuah perpanjangan dari niat dan kekuatannya, namun pengendalian itu bukanlah hal yang mudah.Shu Jin mengangkat tangannya dengan perlahan, dan sebuah gelombang energi spiritual mengalir dari ujung jarinya, merasuk ke dalam pedang-pedang yang mengelilingi Rendy. “Sekarang, mari kita lanjutkan kembali dengan teknik kedua—Pedang Gabungan Bintang.”"Teknik ini adalah puncak pengendalian dalam Magis Pedang Dewa. Kamu akan mengendalikan ratusan pedang sekaligus, menggerakkannya dalam serangan terkoordinasi. Ini bukan sekadar soal jumlah pedang, tetapi soal kejelasan tujuan dan kekuatan niatmu. Gabungan Bintang berarti, setiap pedang adalah bintang yang saling berhubungan dal
Rendy menarik napas panjang, membiarkan udara segar memenuhi paru-parunya sebelum perlahan menghembuskannya. Mata gelapnya terpejam, jemarinya menggenggam erat gagang Pedang Naga Dewa yang terasa hangat di tangannya. Ada aliran energi lembut namun kuat yang mengalir dari pedang itu, seolah berbisik, menunggu untuk direspon. Di bawah langit yang temaram, ia berdiri tegak, tubuhnya seperti menyatu dengan angin yang berhembus lembut di sekelilingnya.“Aku harus memusatkan niat,” gumamnya pelan, nyaris tak terdengar, namun getaran tekadnya memenuhi udara.Perlahan, ia memusatkan energi spiritualnya, menarik kekuatan dari dalam dirinya dan menghubungkannya dengan energi alam yang melingkupi tempat itu. Di kedalaman jiwanya, ia bisa merasakan sesuatu — ruh pedang yang telah lama terpendam, bukan dalam bentuk fisik, tetapi sebagai kehendak dan tekad yang tak tergoyahkan. Kehadiran itu semakin jelas saat Rendy membuka hatinya."Naga Surgawi," bisiknya dalam hati, suaranya penuh harap. "Bimbin
Setelah menghancurkan kegelapan yang hampir menelan dunia, Rendy Wang kembali ke dunia yang ia kenal. Namun, meski dunia ini tampak utuh, ada ketenangan yang tak bisa ia rasakan sepenuhnya. Ada keheningan yang mengganggu, seolah dunia ini sedang menunggu untuk menerima tugas baru yang lebih besar lagi—tugas yang tidak akan selesai hanya dengan mengalahkan satu musuh.Namun, di tengah kesunyian, suara angin yang berbisik menyambutnya. Pria tua yang telah muncul saat pertarungannya melawan Alan Smith kini berdiri di hadapannya, dengan wajah yang penuh kebijaksanaan dan tangan yang memegang pedang tua yang tampak sudah lusuh, namun penuh dengan aura kekuatan yang sangat besar."Rendy Wang," kata pria tua itu dengan suara yang dalam dan penuh kekuatan, "kau telah melampaui banyak ujian, namun perjalananmu baru dimulai. Dunia ini lebih luas daripada yang kau kira. Dan untuk melindunginya, kau harus menguasai kekuatan yang lebih besar lagi. Kekuatan yang tak hanya bergantung pada satu pedan
Angin dingin menyapu reruntuhan tempat pertarungan berlangsung, membawa aroma tanah basah bercampur darah yang membeku. Rendy berdiri di tengah-tengah medan itu, telapak tangannya yang gemetar menggenggam erat Pedang Naga Dewa. Mata cokelat gelapnya memandang ke arah Azrael, musuh bebuyutannya, yang tampak berdiri kokoh meski aura kegelapan di sekelilingnya mulai memudar. Tiba-tiba, suara dari dalam pedang kembali berbisik, lembut namun penuh wibawa."Jangan takut, anak muda," suara itu menggema langsung ke dalam jiwanya. "Kegelapan yang ia bawa hanyalah salah satu sisi dari energi kosmik. Pedang Naga Dewa memiliki kekuatan untuk menyeimbangkan kedua kutub ini. Yang perlu kau lakukan adalah mengarahkan niatmu pada kesempurnaan—bukan hanya sekadar kekuatan."Rendy tertegun. Suara itu seperti melahirkan keberanian baru dalam dirinya. Dadanya mulai berdenyut dengan ritme yang serasa sejalan dengan detak kehidupan di sekitar. Cahaya lembut mulai muncul dari pedang, mengalirkan energi yang
Ledakan energi mengguncang dimensi itu, menciptakan gelombang kejut yang merobek ruang di sekelilingnya. Dua kekuatan bertabrakan dalam pertarungan yang akan menentukan nasib dunia—cahaya yang mulai meredup melawan kegelapan yang kian menelan segalanya. Udara bergetar, seakan merasakan ketegangan yang membelit langit dan tanah.Rendy Wang berdiri tegak, tubuhnya gemetar bukan karena ketakutan, tetapi karena intensitas energi yang mengalir di sekitarnya. Pedang Naga Dewa dalam genggamannya berdenyut, memancarkan cahaya keemasan yang membakar kegelapan di sekelilingnya. Kilatan naga surgawi menari di bilah pedangnya, menyisakan jejak api yang menyala dalam kehampaan dimensi ini.Di hadapannya, Azrael, Penguasa Kegelapan, melayang di udara dengan aura mengerikan yang meresap hingga ke dalam tulang. Jubah hitamnya berkibar, seakan terbuat dari bayangan yang hidup. Mata merahnya berkilat tajam, seperti bara neraka yang siap melumat segalanya. Dari kedua tangannya, energi hitam mengalir, be
Rendy menggenggam Pedang Naga Dewa lebih erat, merasakan panas yang membakar dari energi naga yang kini semakin bergejolak di dalamnya. Urat-urat di lengannya menegang saat kekuatan itu mengalir liar, seperti naga yang mengaum di dalam dadanya, siap melepaskan amarahnya. Mata Rendy berkilat tajam, menatap Azrael yang berdiri di seberangnya dengan senyum yang tak tergoyahkan. Angin di sekitar mereka berputar semakin kencang, membawa serta serpihan tanah dan debu yang beterbangan liar. Udara terasa berat, penuh dengan aura kejahatan yang menyelimuti arena. Rendy tahu, Azrael bukan hanya sekadar musuh biasa. Dia adalah kegelapan yang mengancam menelan dunia ini dalam kehancuran abadi. Jika ia gagal, tak akan ada lagi cahaya, tak akan ada lagi harapan. "Jika itu yang kau inginkan..." suara Rendy terdengar dingin, tegas, seolah melawan guntur yang menggelegar di kejauhan. "Aku akan menghentikanmu, Azrael. Aku akan menghalangi setiap langkahmu, meski harus menghancurkan dunia ini sendir
Langit di atas Rendy Wang dipenuhi pusaran awan kelam yang bergolak, seperti luka terbuka di angkasa. Aroma logam dan abu menyelimuti udara, menusuk indra penciumannya. Tanah di bawahnya retak, mengeluarkan uap panas yang naik perlahan, menciptakan bayang-bayang menari di sekitar kakinya. Di tangannya, Pedang Naga Dewa bersinar redup, pancaran cahaya emasnya seperti lilin yang berusaha melawan gelap yang terus merayap. Rendy berdiri tegak, napasnya masih berat akibat pertempuran yang baru saja berakhir. Keringat mengalir di pelipisnya, bercampur dengan darah yang bukan hanya miliknya. Sorot matanya menelusuri kehampaan yang kini menggantung di hadapannya. Dunia ini seharusnya terasa lebih ringan setelah kehancuran Penyihir Kegelapan, tetapi justru sebaliknya—sebuah kehadiran yang lebih mengerikan muncul dari balik dimensi yang seharusnya telah musnah. Sebuah bayangan perlahan muncul, awalnya hanya kabut gelap yang melayang, lalu berubah menjadi siluet yang tinggi dan tegap. Udara di
Rendy menggertakkan giginya, rahangnya mengeras saat mendengar kata-kata yang berusaha menggoyahkan tekadnya. Napasnya memburu, dadanya naik turun, tetapi matanya tetap tajam, membara dengan api yang tak bisa dipadamkan. Tanpa ragu, ia mengalirkan energi naga ke dalam pedangnya. Getaran hebat menjalar dari gagang pedang ke seluruh tubuhnya, seolah bilah itu hidup dan merespons panggilan tuannya."Aku tidak akan membiarkanmu menghancurkan dunia ini," suaranya bergema, penuh kepastian. "Pedang Naga Dewa adalah milikku, dan aku yang akan menentukan takdirnya."Kilatan cahaya emas melesat dari bilah pedangnya saat ia melompat ke udara, tubuhnya seperti meteor yang melesat menuju Penyihir Kegelapan. Angin berputar liar di sekelilingnya, menciptakan pusaran energi yang berderak di udara. Pada saat yang sama, Penyihir Kegelapan mengangkat kedua tangannya, membentuk pusaran energi gelap yang meliuk-liuk seperti ular raksasa. Dengan satu gerakan tangan, ia melemparkan bola kegelapan itu ke ara