“Mama…”Kalingga terkejut bukan main ketika melihat mamanya ada di depan kamar hotel itu. Sesaat, tubuh Kalingga kaku, tetapi ia berusaha untuk menguasai dirinya sendiri.“Ma, kenapa Mama ada di sini?” tanya Kalingga.Bu Rita menatap anaknya dengan skeptis. Ekspresinya sungguh tidak terbaca, dan Kalingga tahu itu bukan pertanda baik untuknya.Sementara Kalingga masih menuntut jawaban dari Bu Rita, beliau malah langsung mendorong tubuh Kalingga supaya minggir lalu ia pun segera menyerobot masuk. Kalingga tidak bisa menahan mamanya, dan Bu Rita akhirnya melihat seorang wanita yang sedang tertidur di kamar itu, bergulung dalam selimut dengan kening mengerut seolah sedang menahan sakit. Bu Rita menghela napas panjang kemudian berbalik menatap tajam kepada puteranya. “Jadi ini yang kamu bilang teman?”Kalingga gelagapan. Ia tahu situasi ini sudah pasti menimbulkan salah paham besar. “Ma, ini bukan seperti yang Mama pikirkan. Aku—”Belum usai Kalingga berusaha menjelaskan situasinya, tiba-
"Ma, tolong tunggu sebentar. Mama nggak bisa memutuskan begitu saja untuk Lingga menikahi Bening. Masalahnya adalah—"Belum selesai Kalingga protes kepada mamanya, tiba-tiba ponsel Bu Rita malah berdering. Bu Rita jelas langsung fokus kepada ponselnya dan mengabaikan protesan yang dilayangkan oleh sang putera."Ah, Bu Anjani. Sebentar, Mama mau terima telepon dulu."Bu Rita langsung melenggang keluar dari ruang rawat inap itu begitu saja. Yang menghubungi Bu Rita adalah Bu Anjani. Wanita itu adalah teman baik Bu Rita. Sebenarnya, Bu Rita sudah ada janji dengan Bu Anjani sebelumnya untuk mempertemukan Kalingga dengan Erika yang merupakan puteri Bu Anjani. Sayangnya, Bu Rita sudah keburu lupa gara-gara masalah Kalingga dan Bening. Setelah Bu Rita keluar, hanya tersisa Kalingga dan Bening saja di ruangan itu. Kalingga langsung saja mendekati Bening. Sorot matanya tajam, membuat Bening refleks memundurkan badannya karena merasa terintimidasi. "Jangan deket-deket!" Bening mengangkat tela
Keesokan harinya, Bening diantarkan ke hotel tempatnya menginap oleh Kalingga. Sesuai dengan prediksi dokter, demam Bening sudah turun, tubuhnya juga sudah tidak tremor setelah menghabiskan satu botol cairan infus. Sebelum pulang dari rumah sakit tadi, ia sempat diperiksa dokter lagi lalu diresepkan beberapa obat serta vitamin untuk menjaga daya tahan tubuhnya. Kalingga yang menebuskan obatnya di apotek rumah sakit baru kemudian mereka kembali ke hotel. Sejak semalam, Bening tidak mengatakan apapun. Ia juga seperti mengabaikan Kalingga secara total. Ia hanya akan menjawab kalau ditanya saja, itupun hanya anggukan, gelengan, atau gumaman tidak jelas saja. Jelas sekali bahwa Bening marah padanya. Jujur saja, Kalingga juga sadar kalau perkataannya terlalu berlebihan. Namun, wajar saja kalau ia marah, 'kan? Gara-gara pengakuan palsu Bening kepada mamanya, Kalingga jadi terjebak dalam situasi seperti ini. Sudah begitu, mamanya jadi menilai bahwa Kalingga itu hanya lelaki brengsek yang suk
Bening terkejut. Ia diam saja, masih berusaha memproses apa yang dilihatnya saat ini. Benaknya mulai bertanya-tanya, mengapa Kalingga ada di sini? Bukankah pria itu sudah pulang? Namun, segala pertanyaan itu pada akhirnya hanya tersimpan di kepalanya saja. Bening mungkin masih terlalu terkejut dengan kehadiran Kalingga yang tiba-tiba sampai bibirnya hanya bisa mengatup dan tidak mengatakan apa-apa.Sementara Bening hanya bisa berdiri diam, Kalingga dan Wildan justru saling memandang satu sama lain. Ekspresi Kalingga mungkin tampak tenang, jauh lebih tenang daripada Wildan yang terang-terangan menggertakkan giginya karena kesal. Namun, sorot mata tajamnya tampak begitu jelas mengarah kepada Wildan."Ndan, saya minta dengan hormat untuk jangan ikut campur dengan masalah kami," kata Wildan. Ia harus berusaha keras meredam hasratnya untuk berkata kasar di hadapan Kalingga yang jelas-jelas adalah komandannya sendiri.Kalingga melirik Wildan dengan tajam. "Tidak bisa. Apa yang menjadi urusa
Bening seketika menggeleng ketika mendengar bahwa ia dituduh selingkuh. Lebih buruk lagi, yang menuduh dirinya selingkuh adalah Wildan. Salah apa sebenarnya Bening kepada Wildan hingga pria itu tega memfitnahnya sekejam ini. Sudah ia diputuskan sepihak dengan alasan yang mengawang tidak jelas, kemudian tiba-tiba harus tahu bahwa Wildan ternyata bersama dengan Susan yang jelas-jelas adalah sahabatnya sendiri dan juga tahu hubungan mereka di belakangnya. Seolah kurang dengan semua itu, Wildan masih juga mengada-ada dan mengatakan bahwa Bening selingkuh?! Yang benar saja. "Ibu, itu fitnah. Jangan percaya sama Mas Wildan. Lagian mana mungkin sih aku selingkuh? Mas Wildan yang—""Bening!" potong ibunya. "Fitnah apanya?! Wildan bahkan kirim bukti fotonya ke Ibu. Kamu ketemuan sama laki-laki lain di hotel itu. Udah ngapain aja kalian sampai ketemuan di hotel segala, hah?"Bening mengepalkan telapak tangannya penuh amarah. Ia tidak menyangka Wildan akan bertindak sejauh ini sampai membuat fi
Hah? Bening tidak salah dengar, ‘kan?Kapten Kalingga penyuka sesama jenis?Sebenarnya, hal seperti itu bukan sesuatu yang baru. Bening juga melek dengan informasi yang beredar di semua platform media sosial mengenai fenomena orientasi seksual seperti itu yang semakin buka-bukaan. Di militer yang mayoritas laki-laki, hal semacam itu bisa saja terjadi. Tapi masa iya Kapten Kalingga yang itu ternyata belok? Orientasi seksual memang tidak kasat mata. Ada yang kelihatannya normal-normal saja tapi ternyata belok. Bening juga tahu itu. Namun, ia tetap saja tidak bisa percaya dengan ucapan Wildan. Kalingga itu komandannya Wildan, kalau memang ada isu bahwa Kalingga belok, seharusnya itu juga sudah terdengar sejak lama ‘kan? Maksudnya, selama lima tahun terakhir Bening berpacaran dengan Wildan, pria itu sama sekali tidak pernah menyinggung tentang hal ini. Mengapa tiba-tiba Wildan mengatakan kepada Bening sekarang, di saat mereka sedang bertikai?“Jangan bicara sembarangan ya Mas! Kalau ini
Setelah pergi dari rumah Bening, Wildan kembali melihat ponselnya. Benar dugaannya, berderet-deret panggilan tak terjawab datang dari Susan. Pesan-pesan pun memenuhi ponsel Wildan sampai ia geram sendiri melihatnya. Ia benci diganggu, apalagi ketika dirinya sedang ada urusan penting. Tak lama, sebuah panggilan dari Susan kembali masuk ke nomor Wildan. Ia meremas ponselnya sendiri. Sebenarnya, Wildan enggan menerima panggilan itu. Namun, ia tahu bagaimana watak Susan. Wanita itu tidak akan diam saja ketika Wildan mengabaikannya. Ia tidak pernah menyerah sampai kadang Wildan begitu risih."Ada apa lagi?" tanya Wildan to the point. Ia tidak sedikit pun menunjukkan antusiasme ketika bicara dengan Susan. Benar-benar nada malas seolah ia ingin sekali segera mengakhiri panggilan tersebut. "Aku nggak terima ya kalau kamu mau batalin semuanya! Awas aja kalau kamu berani ngelakuin itu," ancam Susan.Wildan menggertakkan giginya. Ia berusaha tenang. "Mau apa memangnya kamu?""Karir kamu akan b
Bening akhirnya tersadar bahwa ia keceplosan. Kedua matanya seketika membelalak. Ia yang dari tadi terus bicara sekalian menumpahkan kekesalannya mengenai Wildan juga seketika tutup mulut. Wajahnya pucat pasi. “Bening, kamu bilang apa tadi?” Kalingga mengulang pertanyaannya.Bening menelan ludahnya sendiri dengan susah payah. Ah, sial. Bisa-bisanya ia kelepasan mengatakan tentang hal itu di depan Kalingga sendiri. Ya sebenarnya tidak masalah. Maksudnya, bukan salah Bening juga kalau misalnya Kalingga tahu. Namun, melihat ekspresi Kalingga yang mendadak menggelap itu membuat Bening jadi ketar-ketir.“Maaf, Kapten. Anu… itu… eng…” Sialnya, Bening bingung sendiri harus beralasan apa. Sebenarnya, meskipun ia mau beralasan salah bicara juga kesannya bohong sekali. Bening sudah secara jelas menyebut gossip tentang Kalingga yang belok, memangnya mau pakai alasan apa lagi untuk hal itu?“Dia bilang begitu? Pratu Wildan bilang kalau saya belok? Saya h0m0, begitu?” Bening jadi salah tingkah d
Bening dan orang yang tidak sengaja bertabrakan dengannya itu saling menatap satu sama lain. Seketika, wajah manyun Bening berubah.“Mas Risky?”“Bening?”Risky tersenyum semakin lebar. “Wah, enggak nyangka banget bakal ketemu sama kamu di sini. Lagi jalan-jalan juga? Atau belanja?” Risky melirik tangan Bening, tetapi wanita itu tidak kelihatan sedang membawa tas belanjaan apapun.Bening tersenyum. “Ya, begitulah. Lagi suntuk aja di rumah makanya jalan-jalan,” jawabnya.“Terus, kamu sama siapa di sini?”Bening teringat dengan Kalingga yang sedang bersama Maya dan itu seketika membuatnya kesal bukan main. Sebenarnya ia hendak menjawab bersama Kalingga, tetapi karena bad mood luar biasa, akhirnya ia tidak jadi menjawab begitu.“Sendirian,” jawab Bening.Risky mangut-mangut. “Oh…”“Terus kalau Mas Risku sendiri ngapain di sini? Lagi jalan sama ceweknya, ya?”Risky sontak tertawa mendengar pertanyaan itu. “Cewek apa? aku nggak punya cewek kok.”Bening ikut tertawa. “Ah, bohong banget. Ngg
Bening mengerjapkan matanya. Ia berada di sebuah kamar. Bening menatap sekitar, dan itu bukan kamar di rumah dinas Kalingga seperti yang ia kenal. Ini seperti sebuah kamar hotel atau mansion yang mewah. Ada ranjang berukuran king size dengan sprei lembut dan juga selimut yang empuk, aroma kamar ini juga wangi seperti bunga-bunga. Interiornya benar-benar menarik, atau setidaknya, itulah yang Bening pikirkan di awal, sampai kemudian ia menyadari sesuatu.“Eh? Aku di sini ngapain?” gumamnya. Ia tidak ingat pernah merencanakan liburan dan menginap di sebuah hotel mewah seperti ini. Dan apakah ia sendirian?Bening mengedarkan pandangannya, kemudian matanya menangkap sosok yang amat familiar sedang berdiri di balkon kamar, kedua siku tangannya bertumpu pada besi pembatas balkon, dan orang itu sedang menatap ke depan, ke arah langit malam yang tampaknya cerah bertabur bintang.“Kapten Kalingga?” ucap Bening.Bening melebarkan senyum. Ia pikir, mungkin ia lupa pernah merencanakan liburan deng
Tubuh Bening menjadi tegang. Dia tidak percaya dengan apa yang diucapkan Kalingga barusan. Ingin menyentuhnya? Bening tidak bodoh untuk mengetahui maksud Kalingga. Tetapi, dia tidak bisa melakukannya dengan Kalingga sekarang. Bening bahkan tidak tahu jika ucapan Kalingga tadi benar-benar tulus atau hanya caranya untuk menenangkan hati Bening.Di sisi lain, Kalingga menyadari reaksi spontan Bening. Wanita itu terlihat tidak bisa bernapas, dengan wajah yang menegang. “Kamu sudah mendengar rahasia saya. Selanjutnya, apa yang harus saya lakukan? Setidaknya beri saya jawaban,” bisik Kalingga sekali lagi.Bening membelalak dan mendorong Kalingga setelah ia menyadari situasi di antara mereka. “Awas! Tolong jangan lakukan ini lagi, Kapten.” Bening melemparkan tatapan memperingatkan dan kabur dari kungkungan Kalingga. Ia beringsut menjauh ke sudut kasur.“Jangan macam-macam. Kalau Maya tahu, aku yakin dia bakal marah.”“Maya?” Kalingga menggigit bibirnya saat nama Maya disinggung. “Saya seriu
Bening langsung pergi ke dapur untuk memasak meninggalkan Kalingga yang terdiam di sana. Ia mengeluarkan seluruh bahan-bahan yang tadi sudah disiapkan dari kulkas dan mengambil pisau untuk memotong wortel yang belum dipotong. Kepala Bening seakan hanya dipenuhi oleh amarah sehingga ia hanya bisa berpikir untuk menyalurkan emosinya dengan memasak.Namun, memang benar kata pepatah jika tidak seharusnya melakukan sesuatu saat emosi. Bening memotong wortel dengan tergesa, dan secara tidak sengaja mengiris jarinya sendiri. Dan seketika itu pula telunjuknya langsung berdarah.“Akh!!” Bening meringis dan langsung mengangkat jari telunjuknya yang mengeluarkan darah. Ada robekan kecil dan cukup dalam di ujung jari Bening. Rasa perih di jarinya itu membuatnya menangis tanpa sadar.“Aku kok apes banget sih, hiks.”Kalingga mendengar isakan halus Bening dari dapur. Kepalanya terangkat dan alisnya saling bertaut, kenapa mendadak Bening menangis? Kalingga jadi khawatir dan memutuskan untuk mengecek
Wildan mengepalkan telapak tangannya. “Semuanya sia-sia. Semua sia-sia. Padahal aku sudah melakukan segala cara agar Bening nggak menikah dengan laki-laki lain. Tapi… tapi kenapa mereka malah tetap menikah?”Di kamar rumah sakit itu, Wildan terus meracau seperti orang gila. Ia benar-benar tidak terima dengan kenyataan ini. Baru saja ia sadar dari koma, kesehatannya pun bahkan belum membaik secara sempurna, dan ia harus merasakan tekanan mental seperti ini. Ia tidak bisa membayangkan Bening sudah dimiliki pria lain. Wildan meremas kepalanya sendiri, sesekali bahkan menjambak rambutnya karena tidak kuasa menahan rasa frustrasi yang mengguncang jiwa dan raganya.“Bening… Bening… Kamu seharusnya menjadi milikku, Bening. Kenapa kamu malah sama dia?” gumam Wildan berkali-kali.*Flashback Wildan tentu masih ingat dengan apa yang sudah ia lakukan kepada Bening. Bahkan setelah mengalami koma pun, tidak ada sedikit pun memorinya yang terganggu. Segalanya masih tampak jelas seolah masih baru
Kalingga refleks mendorong Maya lumayan keras karena kaget. Untung saja Maya masih mampu mempertahankan keseimbangannya meskipun didorong seperti itu oleh Kalingga. "Apa-apaan kamu, May?!" seru Kalingga. Ia agak kesal karena Maya tidak tahu batasan dan malah melakukan hal mencurigakan seperti ini di rumah dinasnya, di mana Bening juga ada di sini bersama mereka. Maya tidak mengindahkan seruan Kalingga. Ia malah lanjut memeluk Kalingga lagi dengan begitu erat."Aku kangen sama Bang Lingga," ucap Maya. Ia menyandarkan kepalanya pada dada Kalingga, sementara rengkuhannya pada tubuh Kalingga begitu erat.Kalingga panik. Ia berusaha mendorong Maya lepas, tetapi ia harus menahan kekuatannya untuk tidak sampai menyakiti Maya. Karena menahan diri itu jugalah, agak sulit untuk Kalingga melepaskan diri."Lepasin Abang, May. Jangan kayak gini.""Maya kangen banget, Bang." Maya mulai merengek."Nggak kayak gini caranya, May," tegas Kalingga. Maya cemberut. Namun, ia masih bertahan dengan memel
Setelah mendapatkan pemberitahuan dari kampusnya, hari ini merupakan jadwal bagi Bening untuk mengambil jas almamaternya. Ia juga akan berbelanja beberapa keperluan untuk OSPEK. Kebetulan karena Bening tidak seperti mahasiswi reguler pada umumnya, OSPEK bagi Bening yang mengambil kelas karyawan tidak diwajibkan. Mungkin ia dan mahasiswa kelas karyawan lain hanya perlu mendengarkan pidato dari para petinggi universitas dan lainnya. Kala itu, setelah mengambil jas almamater dari ruang jurusan, Bening secara tidak sengaja bertemu dengan Risky, kakak tingkat yang kala itu ia tabrak saat berjalan-jalan di sekitar kampus. Risky menyapa Bening terlebih dulu dan menghampirinya dengan senyum mengembang.“Hari ini jadwal maba ambil almamater, ya?”Bening mengangguk dan menunjukkan bungkusan plastik di tangannya. “Iya, Mas. Untung aja tadi antreannya nggak terlalu banyak, jadi bisa langsung dapet.”“Mm, gitu, ya.” Risky manggut-manggut. Ia melihat jam di ponselnya dan menyadari bahwa hari masih
“Risky itu temanku,” jawab Bening santai. Memang kenyataannya seperti itu, jadi jawabannya pun jujur.Sayangnya, Kalingga menatap Bening dengan ekspresi skeptis.“Kenapa, Kapten? Nggak percaya ya?” tanya Bening.Kalingga menggeleng. “Nggak papa.”Bening mengangguk saja. Lalu, ia teringat kalau ada jadwal live hari ini untuk mempromosikan produk yang baru saja mengambil jasa endorse darinya, jadi Bening pun buru-buru masuk ke kamar untuk bersiap-siap live. Bening segera mandi supaya wajahnya juga lebih segar. Hampir seharian ia berada di rumah Bu Rita tadi, jadi sudah pasti wajahnya agak kucel. Setelah mandi, Bening berganti pakaian, berdandan sedikit supaya lebih segar, kemudian mengatur posisi ponselnya agar bisa menangkap wajahnya serta produk yang akan ia promosikan dengan baik. Ketika melihat Bening mempersiapkan semua kebutuhan live-nya itu, ia tidak sadar kalau sejak tadi Kalingga memperhatikannya. Kalingga mengernyit ketika melihat Bening mempercantik wajahnya, memakai hijab
Begitu melihat bahwa yang datang ternyata Maya, ekspresi Bu Rita seketika berubah. Sejak tadi, wanita itu penuh senyum dan berseri-seri, tetapi kali ini seolah semua itu hilang begitu saja. Bening memperhatikan sekilas perubahan ekspresi Bu Rita. Memang, beliau masih tersenyum, tetapi entah mengapa senyumannya agak aneh, atau mungkin itu hanya perasaan Bening saja?‘Ternyata dia ada di Indonesia toh,’ batin Bu Rita. Maya yang datang langsung tersenyum cerah begitu melihat Bu Rita. “Bude… Apa kabar? Lama nggak jumpa.”Bu Rita tersenyum tipis saja saat Maya langsung masuk ke ruang tamu melewati Bening yang membukakan pintu. Gadis itu langsung menghampiri Bu Rita dan memeluknya dengan erat.“Wah… Maya kangen banget sama Bude soalnya udah lama enggak ketemu.” Maya kelihatan senang sekali bisa bertemu dengan Bu Rita. Bening terus memperhatikannya saja, tetapi ia hanya diam dan tidak mengatakan apa-apa.Bu Rita hanya membalas pelukan itu dengan satu lengan kemudian melepaskan diri secara p