Bening seketika menggeleng ketika mendengar bahwa ia dituduh selingkuh. Lebih buruk lagi, yang menuduh dirinya selingkuh adalah Wildan. Salah apa sebenarnya Bening kepada Wildan hingga pria itu tega memfitnahnya sekejam ini. Sudah ia diputuskan sepihak dengan alasan yang mengawang tidak jelas, kemudian tiba-tiba harus tahu bahwa Wildan ternyata bersama dengan Susan yang jelas-jelas adalah sahabatnya sendiri dan juga tahu hubungan mereka di belakangnya. Seolah kurang dengan semua itu, Wildan masih juga mengada-ada dan mengatakan bahwa Bening selingkuh?! Yang benar saja. "Ibu, itu fitnah. Jangan percaya sama Mas Wildan. Lagian mana mungkin sih aku selingkuh? Mas Wildan yang—""Bening!" potong ibunya. "Fitnah apanya?! Wildan bahkan kirim bukti fotonya ke Ibu. Kamu ketemuan sama laki-laki lain di hotel itu. Udah ngapain aja kalian sampai ketemuan di hotel segala, hah?"Bening mengepalkan telapak tangannya penuh amarah. Ia tidak menyangka Wildan akan bertindak sejauh ini sampai membuat fi
Hah? Bening tidak salah dengar, ‘kan?Kapten Kalingga penyuka sesama jenis?Sebenarnya, hal seperti itu bukan sesuatu yang baru. Bening juga melek dengan informasi yang beredar di semua platform media sosial mengenai fenomena orientasi seksual seperti itu yang semakin buka-bukaan. Di militer yang mayoritas laki-laki, hal semacam itu bisa saja terjadi. Tapi masa iya Kapten Kalingga yang itu ternyata belok? Orientasi seksual memang tidak kasat mata. Ada yang kelihatannya normal-normal saja tapi ternyata belok. Bening juga tahu itu. Namun, ia tetap saja tidak bisa percaya dengan ucapan Wildan. Kalingga itu komandannya Wildan, kalau memang ada isu bahwa Kalingga belok, seharusnya itu juga sudah terdengar sejak lama ‘kan? Maksudnya, selama lima tahun terakhir Bening berpacaran dengan Wildan, pria itu sama sekali tidak pernah menyinggung tentang hal ini. Mengapa tiba-tiba Wildan mengatakan kepada Bening sekarang, di saat mereka sedang bertikai?“Jangan bicara sembarangan ya Mas! Kalau ini
Setelah pergi dari rumah Bening, Wildan kembali melihat ponselnya. Benar dugaannya, berderet-deret panggilan tak terjawab datang dari Susan. Pesan-pesan pun memenuhi ponsel Wildan sampai ia geram sendiri melihatnya. Ia benci diganggu, apalagi ketika dirinya sedang ada urusan penting. Tak lama, sebuah panggilan dari Susan kembali masuk ke nomor Wildan. Ia meremas ponselnya sendiri. Sebenarnya, Wildan enggan menerima panggilan itu. Namun, ia tahu bagaimana watak Susan. Wanita itu tidak akan diam saja ketika Wildan mengabaikannya. Ia tidak pernah menyerah sampai kadang Wildan begitu risih."Ada apa lagi?" tanya Wildan to the point. Ia tidak sedikit pun menunjukkan antusiasme ketika bicara dengan Susan. Benar-benar nada malas seolah ia ingin sekali segera mengakhiri panggilan tersebut. "Aku nggak terima ya kalau kamu mau batalin semuanya! Awas aja kalau kamu berani ngelakuin itu," ancam Susan.Wildan menggertakkan giginya. Ia berusaha tenang. "Mau apa memangnya kamu?""Karir kamu akan b
Bening akhirnya tersadar bahwa ia keceplosan. Kedua matanya seketika membelalak. Ia yang dari tadi terus bicara sekalian menumpahkan kekesalannya mengenai Wildan juga seketika tutup mulut. Wajahnya pucat pasi. “Bening, kamu bilang apa tadi?” Kalingga mengulang pertanyaannya.Bening menelan ludahnya sendiri dengan susah payah. Ah, sial. Bisa-bisanya ia kelepasan mengatakan tentang hal itu di depan Kalingga sendiri. Ya sebenarnya tidak masalah. Maksudnya, bukan salah Bening juga kalau misalnya Kalingga tahu. Namun, melihat ekspresi Kalingga yang mendadak menggelap itu membuat Bening jadi ketar-ketir.“Maaf, Kapten. Anu… itu… eng…” Sialnya, Bening bingung sendiri harus beralasan apa. Sebenarnya, meskipun ia mau beralasan salah bicara juga kesannya bohong sekali. Bening sudah secara jelas menyebut gossip tentang Kalingga yang belok, memangnya mau pakai alasan apa lagi untuk hal itu?“Dia bilang begitu? Pratu Wildan bilang kalau saya belok? Saya h0m0, begitu?” Bening jadi salah tingkah d
Sesuai dengan perkataan Kalingga. Bina bisik atau binsik akan dilakukan. Kegiatan itu dimulai ketika masih pagi buta. Matahari bahkan belum benar-benar muncul. Langit masih agak gelap, embun juga masih tebal, membuat hawa pagi hari terasa amat dingin. Dalam kegiatan ini, prajurit dilarang terlambat atau akan dihukum dengan push up 50 kali tanpa rest. Kalingga sudah siap menggenggam selang kasih sayang miliknya. Tangannya juga sudah ia ayun-ayunkan sejak tadi, seolah sedang persiapan untuk menghantam mereka semua dengan selang itu. Kalau nanti ada prajurit yang latihannya tidak maksimal atau kurang semangat, maka siap-siap saja menerima pecutan kasih sayang dari selang keramat itu. Satu per satu prajurit datang dan berbaris. Mata Kalingga mengedar, memperhatikan para anggotanya yang datang dengan napas agak tersengal-sengal. Mereka pasti berlari tergesa-gesa kemari, berusaha menyelamatkan diri sendiri dan tak peduli apakah ada rekannya yang masih ketinggalan atau tidak. “Lima detik!
Keadaan ibu Bening sudah membaik sekarang. Ia juga sudah bisa beraktivitas seperti biasa. Namun, Bening mencegah ibunya untuk beraktivitas terlalu jauh. Kalau biasanya ibu Bening rajin bersih-bersih dan memasak, kali ini Bening melarangnya. Bening biasa menggantikan ibunya, tetapi memang selayaknya ibu-ibu pada umumnya, mereka seperti tidak puas kalau bukan dikerjakan sendiri. Pagi ini, ibu Bening sudah berkutat di dapur mengupas bawang. Katanya, tiba-tiba saja ingin makan nasi goreng. Bening yang tadi masih di kamar melipat baju-baju kering langsung menghampiri sang ibu.“Ibu mau ngapain?” tanya Bening.“Mau bikin nasi goreng. Ini lagi kupas bawang.”Bening mengernyit. Ia mendekati ibunya. Di wadah plastik kecil sudah ada beberapa butir bawang yang terkupas. “Sini biar Bening aja yang bikinin. Ibu lupa ya sama yang dibilangin sama dokternya? Nggak boleh capek-capek, nanti jantungnya bermasalah lagi.”Ibunya Bening menghela napas panjang. “Cuma bikin nasi goreng aja ya masa capek, N
Kalingga baru saja selesai mandi ketika pesan dari Bening masuk. Ia keluar dari kamar mandi dengan melingkarkan handuk di pingganya, sementara rambutnya masih basah. Layar ponselnya menyala begitu pesan itu masuk. Kalingga segera mendekati ponselnya dan mengecek siapa yang mengirim pesan.Kernyitan segera tercipta di kening Kalingga saat mengetahui bahwa pesan itu berasal dari Bening. Yang lebih membuat Kalingga heran sebenarnya karena isi pesan tersebut tampak serius. “Hal penting? Memangnya hal penting apa yang mau dia bicarakan?” gumam Kalingga.Karena penasaran dan tampaknya serius, Kalingga segera menghubungi nomor Bening. Benar saja, hanya sesaat setelah nada panggil berbunyi, Bening langsung menerima panggilannya. “Halo, assallammuallaikum,” ucap Bening“Waallaikumsalam,” jawab Kalingga. Ia terdiam. Entah mengapa, Kalingga merasa ada yang berbeda dari suara Bening. “Kapten Kalingga, aku, mm…”“Ada apa? Tolong bicara yang jelas supaya saya paham.”Biasanya, kalau Kalingga mul
Bening tersadar. Ketika ia membuka matanya, pemandangan yang ia lihat bukan kafe di gang yang sepi itu lagi, tetapi sebuah ruangan yang ia sinyalir sebagai kamar hotel. Bening sontak bangkit duduk dari posisinya. Kepalanya masih terasa begitu pusing, membuat ia meringis kesakitan karena tiba-tiba langsung duduk.“Ugh…” Bening meremas kepalanya sendiri. Saat itulah, selimut yang sejak tadi menutupi tubuh Bening turun, menampilkan kondisi tubuh Bening yang polos tanpa memakai apapun.Bening membelalak kaget. Ia sontak panik dan menarik selimut hotel itu kembali untuk menutupi badannya. “A-Apa yang terjadi? Kenapa aku…”Bening mulai berusaha menelaah apa saja yang sudah terjadi sebelumnya hingga dirinya bisa sampai pada posisi ini. Sebelumnya, Wildan memaksa Bening untuk bertemu, yang katanya sebagai pertemuan terakhir agar perpisahan mereka tidak meninggalkan kesan buruk satu sama lain. Lalu, Wildan mengirimkan sebuah alamat kafe, di sebuah gang kecil yang lumayan sepi. Wildan datang
Kalingga tidak menyangka kalau Maya mendengar semuanya. Jujur saja, ia bahkan tidak tahu kalau gadis itu ada di rumah mamanya. Kalingga pikir, waktu itu Maya hanya menginap semalam saja di rumah mamanya, ternyata sampai sekarang ia masih ada di sana. “Maaf May, tapi…”“Tapi apa?” sahut Maya. Kedua matanya berkaca-kaca. “Jangan bilang Abang mulai jatuh cinta sama perempuan itu dan mau melupakan janji kita. Iya?”“May, Abang enggak bermaksud untuk—”“Nggak usah ngeles lah, Bang. Bang Lingga harusnya inget dong sama masa lalu kita. Apa semuanya udah nggak berarti untuk Abang?”Kalingga menghela napas panjang. Masa lalu. Benar, mereka berdua terikat masa lalu. Jujur saja, posisi Kalingga sekarang ini sulit sekali. Ia tidak tahu mana yang benar dan mana yang salah. Melihat Maya berkaca-kaca seperti itu membuat dirinya juga merasa bersalah. Namun, Kalingga sendiri juga ingin membahagiakan Bening. Setidaknya, ia ingin memberi sedikit hiburan kepada Bening setelah mengalami hal yang menyakit
Kalingga langsung melompat dari kasur. Kepalanya masih agak pening karena belum mengumpulkan kesadaran tapi tiba-tiba sudah kaget perkara Bening tidak ada. Ia langsung keluar kamar dan mencari-cari keberadaan wanita itu. Rasa cemas dan takutnya menggelora, membuat Kalingga sampai berkeringat dingin. Bagaimana kalau Bening sengaja pergi meninggalkannya karena kejadian semalam? Bagaimana kalau Bening tidak mau lagi melihat wajah Kalingga? Berbagai pikiran buruk menghantui Kalingga dan itu membuat jantungnya berdetak semakin tak karuan.Kalingga menggeleng kencang. "Nggak... nggak... itu nggak mungkin."Kalingga pergi ke dapur, tetapi hasilnya nihil. Bening tidak ada di sana. Kalingga pun pindah ke kamar mandi, dan hasilnya juga serupa. Keberadaan Bening tidak tampak sama sekali. Masalahnya, ini masih subuh. Bahkan matahari saja belum benar-benar menampakkan dirinya, alias masih gelap di luar. Napas Kalingga memburu. Kepanikan tergambar jelas di wajahnya. Kalingga pun buru-buru keluar
Bening meringis kesakitan. Saking sakitnya, napas Bening sampai terasa sesak karena terus berusaha menahannya. Sementara itu, Kalingga masih syok berat melihat penyatuan mereka yang berakhir membuat Bening berdarah di bawah sana. Wajah Kalingga pucat pasi dan secara perlahan ia mengeluarkan miliknya dari area pribadi Bening. Benar saja, darah yang keluar lumayan banyak. “Bening, jangan bilang kamu masih…”Bening sendiri kebingungan. Ia juga tidak tahu mengapa sampai seperti itu. Sebenarnya Bening juga tahu kalau selaput dara bukanlah tanda mutlak seorang perempuan masih perawan. Bahkan seorang istri yang sudah pernah melahirkan pun masih bisa berdarah ketika berhubungan badan dengan suaminya. Namun, masalahnya ini berbeda. Bening bisa merasakan dengan jelas betapa sakitnya daerah itu, dan darah yang keluar pun lumayan banyak. “Kenapa ini bisa terjadi, Bening? Jawab saya!” pinta Kalingga. Bening mulai berpikir. Ia berusaha mengingat-ingat kejadian di hotel saat itu ketika dirinya b
Seluruh tubuh Bening bergetar ketakutan. Matanya menatap horor kepada Kalingga yang berada di hadapannya. Pria itu bagaikan seekor serigala ganas yang siap menerkam mangsanya. Ketika Kalingga mulai berusaha membuka pakaian Bening dengan paksa, wanita itu langsung menahan tangannya. Bening menggeleng penuh frustrasi. "Jangan Kapten!" seru Bening. Suaranya bergetar putus asa. Ia tidak mau. Ia tidak bisa. Ini semua pemaksaan dan Bening tidak akan pernah rela melakukannya atas dasar paksaan."Kenapa?" tanya Kalingga.Bening kembali menggeleng. "Aku nggak mau. Aku 'kan udah bilang kalau aku nggak mau melakukannya dengan...""Dengan suamimu? Tapi kamu mau melakukannya dengan lelaki lain yang bukan suamimu, begitu?" Kalingga langsung memotong ucapan Bening. Bening terlonjak kaget mendengar ucapan Kalingga. "Apa maksud Kapten bilang begitu?""Kamu mau melakukannya dengan pria yang bukan suami kamu, tapi kamu menolak saya yang suami kamu! Kamu itu durhaka, Bening!" Kalingga membentak dengan
Kalingga benar-benar murka. Panggilannya itu membuat Risky dan Bening tersentak kaget. Risky spontan saja melepaskan tangannya dari wajah Bening. Lelaki itu membelalak saat melihat seorang pria berbadan tegap menghampiri mereka. Sementara itu, Bening membeku di tempatnya. Tanpa sadar ia menyebutkan nama Kalingga..“Kapten Kalingga..?”Kalingga menggeram rendah lalu menghampiri Bening dengan tatapan mautnya. Secara kasar ia menarik Bening dari Risky menjauh. Seolah sedang mengambil apa yang menjadi miliknya. Bening mengaduh kesakitan, es krim di tangannya jatuh ke lantai. Cengkeraman Kalingga di lengannya seperti akan mematahkan tulangnya jadi dua.“Aduh, sakit!”“Hei, jangan kasar-kasar dong sama perempuan!” seru Risky tidak terima. Ia benar-benar tidak menyangka akan ada seorang pria yang berani menyakiti perempuan. Risky bisa melihat Bening meringis dan bagaimana cara Kalingga memegangi lengannya, urat nadi sampai menonjol di pergelangan tangan wanita itu.“Tolong lepasin dia, kamu
Bening dan orang yang tidak sengaja bertabrakan dengannya itu saling menatap satu sama lain. Seketika, wajah manyun Bening berubah.“Mas Risky?”“Bening?”Risky tersenyum semakin lebar. “Wah, enggak nyangka banget bakal ketemu sama kamu di sini. Lagi jalan-jalan juga? Atau belanja?” Risky melirik tangan Bening, tetapi wanita itu tidak kelihatan sedang membawa tas belanjaan apapun.Bening tersenyum. “Ya, begitulah. Lagi suntuk aja di rumah makanya jalan-jalan,” jawabnya.“Terus, kamu sama siapa di sini?”Bening teringat dengan Kalingga yang sedang bersama Maya dan itu seketika membuatnya kesal bukan main. Sebenarnya ia hendak menjawab bersama Kalingga, tetapi karena bad mood luar biasa, akhirnya ia tidak jadi menjawab begitu.“Sendirian,” jawab Bening.Risky mangut-mangut. “Oh…”“Terus kalau Mas Risku sendiri ngapain di sini? Lagi jalan sama ceweknya, ya?”Risky sontak tertawa mendengar pertanyaan itu. “Cewek apa? aku nggak punya cewek kok.”Bening ikut tertawa. “Ah, bohong banget. Ngg
Bening mengerjapkan matanya. Ia berada di sebuah kamar. Bening menatap sekitar, dan itu bukan kamar di rumah dinas Kalingga seperti yang ia kenal. Ini seperti sebuah kamar hotel atau mansion yang mewah. Ada ranjang berukuran king size dengan sprei lembut dan juga selimut yang empuk, aroma kamar ini juga wangi seperti bunga-bunga. Interiornya benar-benar menarik, atau setidaknya, itulah yang Bening pikirkan di awal, sampai kemudian ia menyadari sesuatu.“Eh? Aku di sini ngapain?” gumamnya. Ia tidak ingat pernah merencanakan liburan dan menginap di sebuah hotel mewah seperti ini. Dan apakah ia sendirian?Bening mengedarkan pandangannya, kemudian matanya menangkap sosok yang amat familiar sedang berdiri di balkon kamar, kedua siku tangannya bertumpu pada besi pembatas balkon, dan orang itu sedang menatap ke depan, ke arah langit malam yang tampaknya cerah bertabur bintang.“Kapten Kalingga?” ucap Bening.Bening melebarkan senyum. Ia pikir, mungkin ia lupa pernah merencanakan liburan deng
Tubuh Bening menjadi tegang. Dia tidak percaya dengan apa yang diucapkan Kalingga barusan. Ingin menyentuhnya? Bening tidak bodoh untuk mengetahui maksud Kalingga. Tetapi, dia tidak bisa melakukannya dengan Kalingga sekarang. Bening bahkan tidak tahu jika ucapan Kalingga tadi benar-benar tulus atau hanya caranya untuk menenangkan hati Bening.Di sisi lain, Kalingga menyadari reaksi spontan Bening. Wanita itu terlihat tidak bisa bernapas, dengan wajah yang menegang. “Kamu sudah mendengar rahasia saya. Selanjutnya, apa yang harus saya lakukan? Setidaknya beri saya jawaban,” bisik Kalingga sekali lagi.Bening membelalak dan mendorong Kalingga setelah ia menyadari situasi di antara mereka. “Awas! Tolong jangan lakukan ini lagi, Kapten.” Bening melemparkan tatapan memperingatkan dan kabur dari kungkungan Kalingga. Ia beringsut menjauh ke sudut kasur.“Jangan macam-macam. Kalau Maya tahu, aku yakin dia bakal marah.”“Maya?” Kalingga menggigit bibirnya saat nama Maya disinggung. “Saya seriu
Bening langsung pergi ke dapur untuk memasak meninggalkan Kalingga yang terdiam di sana. Ia mengeluarkan seluruh bahan-bahan yang tadi sudah disiapkan dari kulkas dan mengambil pisau untuk memotong wortel yang belum dipotong. Kepala Bening seakan hanya dipenuhi oleh amarah sehingga ia hanya bisa berpikir untuk menyalurkan emosinya dengan memasak.Namun, memang benar kata pepatah jika tidak seharusnya melakukan sesuatu saat emosi. Bening memotong wortel dengan tergesa, dan secara tidak sengaja mengiris jarinya sendiri. Dan seketika itu pula telunjuknya langsung berdarah.“Akh!!” Bening meringis dan langsung mengangkat jari telunjuknya yang mengeluarkan darah. Ada robekan kecil dan cukup dalam di ujung jari Bening. Rasa perih di jarinya itu membuatnya menangis tanpa sadar.“Aku kok apes banget sih, hiks.”Kalingga mendengar isakan halus Bening dari dapur. Kepalanya terangkat dan alisnya saling bertaut, kenapa mendadak Bening menangis? Kalingga jadi khawatir dan memutuskan untuk mengecek