"Ma, tolong tunggu sebentar. Mama nggak bisa memutuskan begitu saja untuk Lingga menikahi Bening. Masalahnya adalah—"Belum selesai Kalingga protes kepada mamanya, tiba-tiba ponsel Bu Rita malah berdering. Bu Rita jelas langsung fokus kepada ponselnya dan mengabaikan protesan yang dilayangkan oleh sang putera."Ah, Bu Anjani. Sebentar, Mama mau terima telepon dulu."Bu Rita langsung melenggang keluar dari ruang rawat inap itu begitu saja. Yang menghubungi Bu Rita adalah Bu Anjani. Wanita itu adalah teman baik Bu Rita. Sebenarnya, Bu Rita sudah ada janji dengan Bu Anjani sebelumnya untuk mempertemukan Kalingga dengan Erika yang merupakan puteri Bu Anjani. Sayangnya, Bu Rita sudah keburu lupa gara-gara masalah Kalingga dan Bening. Setelah Bu Rita keluar, hanya tersisa Kalingga dan Bening saja di ruangan itu. Kalingga langsung saja mendekati Bening. Sorot matanya tajam, membuat Bening refleks memundurkan badannya karena merasa terintimidasi. "Jangan deket-deket!" Bening mengangkat tela
Keesokan harinya, Bening diantarkan ke hotel tempatnya menginap oleh Kalingga. Sesuai dengan prediksi dokter, demam Bening sudah turun, tubuhnya juga sudah tidak tremor setelah menghabiskan satu botol cairan infus. Sebelum pulang dari rumah sakit tadi, ia sempat diperiksa dokter lagi lalu diresepkan beberapa obat serta vitamin untuk menjaga daya tahan tubuhnya. Kalingga yang menebuskan obatnya di apotek rumah sakit baru kemudian mereka kembali ke hotel. Sejak semalam, Bening tidak mengatakan apapun. Ia juga seperti mengabaikan Kalingga secara total. Ia hanya akan menjawab kalau ditanya saja, itupun hanya anggukan, gelengan, atau gumaman tidak jelas saja. Jelas sekali bahwa Bening marah padanya. Jujur saja, Kalingga juga sadar kalau perkataannya terlalu berlebihan. Namun, wajar saja kalau ia marah, 'kan? Gara-gara pengakuan palsu Bening kepada mamanya, Kalingga jadi terjebak dalam situasi seperti ini. Sudah begitu, mamanya jadi menilai bahwa Kalingga itu hanya lelaki brengsek yang suk
Bening terkejut. Ia diam saja, masih berusaha memproses apa yang dilihatnya saat ini. Benaknya mulai bertanya-tanya, mengapa Kalingga ada di sini? Bukankah pria itu sudah pulang? Namun, segala pertanyaan itu pada akhirnya hanya tersimpan di kepalanya saja. Bening mungkin masih terlalu terkejut dengan kehadiran Kalingga yang tiba-tiba sampai bibirnya hanya bisa mengatup dan tidak mengatakan apa-apa.Sementara Bening hanya bisa berdiri diam, Kalingga dan Wildan justru saling memandang satu sama lain. Ekspresi Kalingga mungkin tampak tenang, jauh lebih tenang daripada Wildan yang terang-terangan menggertakkan giginya karena kesal. Namun, sorot mata tajamnya tampak begitu jelas mengarah kepada Wildan."Ndan, saya minta dengan hormat untuk jangan ikut campur dengan masalah kami," kata Wildan. Ia harus berusaha keras meredam hasratnya untuk berkata kasar di hadapan Kalingga yang jelas-jelas adalah komandannya sendiri.Kalingga melirik Wildan dengan tajam. "Tidak bisa. Apa yang menjadi urusa
Bening seketika menggeleng ketika mendengar bahwa ia dituduh selingkuh. Lebih buruk lagi, yang menuduh dirinya selingkuh adalah Wildan. Salah apa sebenarnya Bening kepada Wildan hingga pria itu tega memfitnahnya sekejam ini. Sudah ia diputuskan sepihak dengan alasan yang mengawang tidak jelas, kemudian tiba-tiba harus tahu bahwa Wildan ternyata bersama dengan Susan yang jelas-jelas adalah sahabatnya sendiri dan juga tahu hubungan mereka di belakangnya. Seolah kurang dengan semua itu, Wildan masih juga mengada-ada dan mengatakan bahwa Bening selingkuh?! Yang benar saja. "Ibu, itu fitnah. Jangan percaya sama Mas Wildan. Lagian mana mungkin sih aku selingkuh? Mas Wildan yang—""Bening!" potong ibunya. "Fitnah apanya?! Wildan bahkan kirim bukti fotonya ke Ibu. Kamu ketemuan sama laki-laki lain di hotel itu. Udah ngapain aja kalian sampai ketemuan di hotel segala, hah?"Bening mengepalkan telapak tangannya penuh amarah. Ia tidak menyangka Wildan akan bertindak sejauh ini sampai membuat fi
Hah? Bening tidak salah dengar, ‘kan?Kapten Kalingga penyuka sesama jenis?Sebenarnya, hal seperti itu bukan sesuatu yang baru. Bening juga melek dengan informasi yang beredar di semua platform media sosial mengenai fenomena orientasi seksual seperti itu yang semakin buka-bukaan. Di militer yang mayoritas laki-laki, hal semacam itu bisa saja terjadi. Tapi masa iya Kapten Kalingga yang itu ternyata belok? Orientasi seksual memang tidak kasat mata. Ada yang kelihatannya normal-normal saja tapi ternyata belok. Bening juga tahu itu. Namun, ia tetap saja tidak bisa percaya dengan ucapan Wildan. Kalingga itu komandannya Wildan, kalau memang ada isu bahwa Kalingga belok, seharusnya itu juga sudah terdengar sejak lama ‘kan? Maksudnya, selama lima tahun terakhir Bening berpacaran dengan Wildan, pria itu sama sekali tidak pernah menyinggung tentang hal ini. Mengapa tiba-tiba Wildan mengatakan kepada Bening sekarang, di saat mereka sedang bertikai?“Jangan bicara sembarangan ya Mas! Kalau ini
Setelah pergi dari rumah Bening, Wildan kembali melihat ponselnya. Benar dugaannya, berderet-deret panggilan tak terjawab datang dari Susan. Pesan-pesan pun memenuhi ponsel Wildan sampai ia geram sendiri melihatnya. Ia benci diganggu, apalagi ketika dirinya sedang ada urusan penting. Tak lama, sebuah panggilan dari Susan kembali masuk ke nomor Wildan. Ia meremas ponselnya sendiri. Sebenarnya, Wildan enggan menerima panggilan itu. Namun, ia tahu bagaimana watak Susan. Wanita itu tidak akan diam saja ketika Wildan mengabaikannya. Ia tidak pernah menyerah sampai kadang Wildan begitu risih."Ada apa lagi?" tanya Wildan to the point. Ia tidak sedikit pun menunjukkan antusiasme ketika bicara dengan Susan. Benar-benar nada malas seolah ia ingin sekali segera mengakhiri panggilan tersebut. "Aku nggak terima ya kalau kamu mau batalin semuanya! Awas aja kalau kamu berani ngelakuin itu," ancam Susan.Wildan menggertakkan giginya. Ia berusaha tenang. "Mau apa memangnya kamu?""Karir kamu akan b
Bening akhirnya tersadar bahwa ia keceplosan. Kedua matanya seketika membelalak. Ia yang dari tadi terus bicara sekalian menumpahkan kekesalannya mengenai Wildan juga seketika tutup mulut. Wajahnya pucat pasi. “Bening, kamu bilang apa tadi?” Kalingga mengulang pertanyaannya.Bening menelan ludahnya sendiri dengan susah payah. Ah, sial. Bisa-bisanya ia kelepasan mengatakan tentang hal itu di depan Kalingga sendiri. Ya sebenarnya tidak masalah. Maksudnya, bukan salah Bening juga kalau misalnya Kalingga tahu. Namun, melihat ekspresi Kalingga yang mendadak menggelap itu membuat Bening jadi ketar-ketir.“Maaf, Kapten. Anu… itu… eng…” Sialnya, Bening bingung sendiri harus beralasan apa. Sebenarnya, meskipun ia mau beralasan salah bicara juga kesannya bohong sekali. Bening sudah secara jelas menyebut gossip tentang Kalingga yang belok, memangnya mau pakai alasan apa lagi untuk hal itu?“Dia bilang begitu? Pratu Wildan bilang kalau saya belok? Saya h0m0, begitu?” Bening jadi salah tingkah d
Sesuai dengan perkataan Kalingga. Bina bisik atau binsik akan dilakukan. Kegiatan itu dimulai ketika masih pagi buta. Matahari bahkan belum benar-benar muncul. Langit masih agak gelap, embun juga masih tebal, membuat hawa pagi hari terasa amat dingin. Dalam kegiatan ini, prajurit dilarang terlambat atau akan dihukum dengan push up 50 kali tanpa rest. Kalingga sudah siap menggenggam selang kasih sayang miliknya. Tangannya juga sudah ia ayun-ayunkan sejak tadi, seolah sedang persiapan untuk menghantam mereka semua dengan selang itu. Kalau nanti ada prajurit yang latihannya tidak maksimal atau kurang semangat, maka siap-siap saja menerima pecutan kasih sayang dari selang keramat itu. Satu per satu prajurit datang dan berbaris. Mata Kalingga mengedar, memperhatikan para anggotanya yang datang dengan napas agak tersengal-sengal. Mereka pasti berlari tergesa-gesa kemari, berusaha menyelamatkan diri sendiri dan tak peduli apakah ada rekannya yang masih ketinggalan atau tidak. “Lima detik!
Vina diam saja setelah mendengar jawaban Bening mengenai barang-barang yang ia beli untuk calon menantunya itu. Ia terus mengekori Irene dan Bening yang sedang berdiskusi, tetapi pikirannya benar-benar sudah melayang entah ke mana. Ia berusaha biasa saja, padahal hatinya menjerit frustrasi. Selesai berbelanja, Vina membantu mengepak semua item yang dibeli oleh Bening ke dalam kotak-kotak dengan ukuran beragam kemudian memasukkannya ke paper bag. Belanjaan Bening lumayan banyak, dan wanita itu tampak agak kesusahan membawanya sendirian. “Biar saya bantu bawakan sampai ke mobil, Tante,” kata Vina.Bening mengangguk. “Terima kasih ya, Vin.”Kebetulan, Bening datang ke butik itu hanya bersama dengan supir, dan biasanya supir Bening hanya menunggu di dalam mobil kalau tidak disuruh oleh Bening untuk mengawal. Makanya, Vina berinisiatif membantu membawakan semua paper bag belanjaan itu sampai ke mobilnya. Ketika sudah keluar dari butik, Bening langsung teringat dengan permasalahan yang d
Vina tidak kuat melihat kedekatan Bening dengan Raisa. Jujur saja, ia iri. Mungkin, Vina hanya merasa diistimewakan saat itu. Ia terlalu percaya diri karena Bening baik padanya, padahal Bening memang baik kepada semua orang. Dari awal, karakter Bening memang orang baik dan lemah lembut. Perlakuan baik Bening kepada Vina juga merupakan hal yang biasa, Vina saja yang menanggapinya berbeda seolah-olah ia sangat penting untuk Bening. “Harusnya aku nggak ke-PD-an pas Tante Bening baik sama aku. Tante Bening ‘kan emang selalu baik ke semua orang,” gumam Vina getir. Tujuannya ke sana untuk membicarakan masalah Garuda berdasarkan keterangan Raya, tetapi melihat Raisa di sana, Vina mengurungkan niat itu. Hatinya tak sanggup. Vina pun berbalik dan hendak pergi, tetapi ketika ia memutar badannya, malah ada Yudha di sana. Vina sontak menghentikan langkahnya karena terkejut. “Mau apa kamu ke sini?” tanya Yudha dingin. Vina menggeleng. Ia berusaha bersikap biasa saja meski hatinya berdebar ta
Vina seketika berwajah datar. Mengapa pula ia harus bertemu Raya di sini? Ia sedang tidak ingin bertemu siapa-siapa sekarang. Hubungan Vina dan Raya sebelumnya baik-baik saja. Raya juga ramah padanya karena tahu kalau Vina adalah pacar kakaknya. Namun, kali ini karena Vina sudah tidak pacaran dengan Reyhan, sikap Raya juga kelihatan sekali berubah. Vina yang tadinya sedang memilih-milih lotion badan langsung mengambil secara random yang ada di depan matanya. Ia memandang Raya sekilas, tak ada niatan sama sekali untuk berinteraksi lebih lama dengan gadis itu."Maaf, aku lagi sibuk. Lain kali aja," kata Vina. Ia segera berbalik dan hendak pergi ke kasir. Namun, Raya lebih dulu menarik bahunya dari belakang."Nggak bisa lain kali. Kita harus bicara sekarang," tegas Raya.Vina mengernyit. "Apa sih, Ray? Kan aku udah bilang kalau aku sibuk. Lain kali sajalah."Raya tetap bersikeras. Ia yang tadinya mencengkeram bahu Vina beralih menahan lengan gadis itu. "Nggak mau. Pokoknya harus sekaran
Selesai wawancara di butik tadi, Vina tidak langsung pulang ke rumah melainkan pergi ke rumah sakit untuk menemui orang tuanya. Suasana hati Vina membaik setelah ia berhasil mendapatkan kerja. Ia pergi ke rumah sakit dengan memesan ojek.Sesampainya di sana, Vina malah melihat ibunya sedang melipat semua pakaian yang dibawa untuk bapaknya.“Assallammuallaikum,” ucap Vina.“Waallaikumsalam. Kamu habis keluar, Vin?” tanya ibunya.Vina mengangguk. “Iya, Bu. Cari kerja. Alhamdulillah Vina tadi udah tanda tangan kontrak kerja.”Ibunya Vina senang mendengar hal itu. “Beneran? Kerja di mana, Vin?”“Di butik, Bu. Tadi udah sekalian wawancara terus diterima, makanya langsung tanda tangan kontrak kerja. Besok udah mulai kerja di sana.”“Alhamdulillah… Ibu turut senang, Vin. Semoga perkerjaannya berkah dan bisa membawa rezeki yang halal.”Vina mengangguk. “Iya, Bu. Aamiin. Oh iya, Ibu kok udah ngeringkes semua pakaian Bapak?”“Tadi pas dokter meriksa Bapak, katanya kondisi bapak sudah sangat mem
Yudha hanya bisa membeku selama beberapa saat usai mendengar perkataan Vina. "Tunggu sebentar, kamu ngomong apa sih Vin?" tanya Yudha. "Ya itu, Om. Aku yakin Om paham."Yudha menggeleng. "Maksud kamu apa tiba-tiba ngomong gitu?"Vina menunduk. Ia sama sekali tidak berani menatap mata Yudha. Ia takut, kalau ia menatap mata pria itu, maka pendiriannya akan goyah. Hatinya hancur, tetapi ia harus tetap tegar dan kelihatan biasa saja di depan Yudha supaya pria itu mau untuk mengakhiri hubungan mereka. "Maksud aku sesuai dengan apa yang aku katakan. Pokoknya gitulah. Aku minta maaf karena udah nyusahin Om Yudha. Aku janji ini yang terakhir," kata Vina. Yudha heran. Ini terlalu mendadak. Vina kelihatan baik-baik saja sebelumnya. Mereka berdua datang ke acara di rumah Kalingga dan Bening juga dalam situasi yang bahagia. Namun, mengapa tiba-tiba jadi seperti ini?"Sebenarnya ada apa sih, Vin? Apa saya melakukan kesalahan sama kamu? Jangan bikin saya bingung.""Apa kurang jelas yang aku omo
Yudha masih terus berusaha mencari keberadaan Vina. Ia berkeliling ke seluruh rumah, bahkan sampai ke halaman samping rumah keluarganya hanya untuk mencari tahu di mana keberadaan Vina. Namun, meskipun ia sudah berkeliling sampai ke area yang seharusnya tidak didatangi Vina pun, keberadaan gadis itu nihil. Yudha sudah berkali-kali menghubungi nomor Vina. Dan semua panggilannya tidak ada jawaban. Yudha semakin khawatir. Ini memang bukan pertama kalinya Vina datang ke rumah keluarga Yudha, tetapi ini adalah pertama kalinya Vina datang dalam acara yang dihelat oleh keluarganya. Yudha takut kalau Vina merasa tidak nyaman atau bagaimana sehingga tiba-tiba pergi.Yudha langsung menggeleng. "Nggak mungkin Vina kayak gitu. Dia pasti ngomong kalau memang nggak nyaman," gumam Yudha. Setelah menelusuri hampir seluruh penjuru rumah keluarganya, Yudha kembali ke depan. Acara akan segera dimulai beberapa menit lagi, tapi keberadaan Vina tidak juga ditemukan. Bening yang sedang menyapa tamu-tamu y
Setelah menjenguk orang tua Vina di rumah sakit, Yudha harus segera pamit. Ia keluar sudah lumayan lama tadi, jadi harus segera kembali. Vina mengantarkan Yudha keluar dari ruang rawat inap bapaknya, barulah Yudha pamitan kepada Vina.“Saya harus kembali,” kata Yudha.Vina mengangguk. “Iya, Om.”“Siap-siap untuk besok malam minggu ya, jangan sampai lupa. Saya jemput kamu ke rumah.”Vina mengangguk lagi. “Oke, Om. Makasih ya Om untuk hari ini, dan untuk semuanya.”Yudha tersenyum tipis. “Ya sama-sama. Kalau gitu, saya pergi dulu. Assalammualaikum.”Bukannya menjawab salam dari Yudha, Vina malah menahan pergelangan tangan pria itu. Yudha yang belum sempat melangkah langsung memutar lehernya menghadap Vina.“Kenapa?” tanya Yudha heran.“Mm… H-hati-hati di jalan ya, Om.” Vina mengucapkannya sambil menunduk, dengan suara yang amat pelan dan nyaris berbisik. Untung saja posisi mereka berdekatan, jadi Yudha masih bisa mendengar dengan jelas apa yang dikatakan oleh gadis itu. Yudha tersenyum
Vina berdebar dan tremor parah. Bahkan telapak tangannya sekarang terasa sangat berkeringat gara-gara mendengar Yudha menyebut bahwa dirinyalah calon istri pria itu. Padahal, tadi ia sedang kesal luar biasa. Bisa-bisanya sekarang ia berubah berdebar-debar dan grogi parah hanya karena satu kalimat yang diucapkan oleh Yudha. Jujur saja, Vina ingin teriak sekarang, tetapi tentu saja ia tidak mungkin melakukan itu. Yang ada, ia malah akan mempermalukan dirinya sendiri. Sementara itu, Yudha sendiri tidak mau melepaskan pandangannya dari Vina. Ia terus-menerus menatap gadis itu.“Vina, kamu nggak boleh nolak.”Vina semakin membuang muka. Ia tidak berani beradu tatap dengan pria itu. Melihat gelagat malu Vina, entah mengapa malah membuat Yudha antusias. Ekspresi malu-malu dan jaga imej ala Vina itu malah tampak menggemaskan di mata Yudha. “Kenapa sih dari tadi buang muka terus?” tanya Yudha. “Bukannya kalau bicara sama orang itu harus saling tatap muka ya?”Vina merengut. “Terus maunya ak
Yudha menghabiskan beberapa jam berkeliling dengan Raisa. Ia sendiri sudah mengakui sejak awal kalau dirinya bukan tipikal yang suka pergi jalan-jalan, jadi ia tidak terlalu tahu harus ke mana. Namun, Raisa menerima saja. Setelah dari kafe itu, mereka berkeliling lagi ke area dekat-dekat saja baru kemudian pulang. Selesai mengantar Raisa ke tempat Pak Danyon, Yudha langsung bergegas kembali ke rumah dinas. Baru saja ia menginjakkan kakinya ke dalam rumah dinas, ponsel Yudha bergetar, ada panggilan dari mamanya.“Halo, Ma?” “Sagara, Mama tadi kirim pesan ke kamu, kok enggak dibaca?” tanya Bening.Yudha langsung memeriksa ponselnya. “Oh iya, Sagara belum buka hape dari tadi, Ma.”“Memangnya dari mana, Ga? Kok sampai nggak buka hape sama sekali?”“Oh itu, tadi dimintai tolong sama Pak Danyon.” Yudha tidak menjelaskan detail kalau permintaan tolong Pak Danyon adalah untuk mengajak keponakan perempuannya jalan-jalan. Yudha hanya tidak mau mamanya nanti salah paham, sebab keluarga Yudha s