Bab 137Ada kejutan yang sejak lama direncanakan oleh Putri. Bahkan gadis kecil itu juga telah bekerja sama dengan Handi. Putri bahkan tidak mengatakan rencananya pada Siti karena wanita itulah yang akan mendapatkan kejutan.Semalam, Siti meminta izin pada sang majikan bahwa hari ini dia akan mengambil cuti selama 1 hari untuk pergi keluar karena ada urusan.Handi tak bertanya tentang urusan Siti. Dia tak ingin mengetahui lebih jauh tentang privasi ataupun suatu hal yang sengaja ditutupi oleh Siti.Putri melirik ke arah ibunya yang kini tengah bersiap untuk pergi keluar. Gadis kecil itu lantas beralih menatap Handi dan memberikan kode pada pria itu untuk bersiap-siap. Handi mengerlingkan matanya sejenak."Sum, maaf ya karena aku lagi-lagi ambil libur. Jadi ngerepotin kamu dan Bibi," ujarnya.Sumi mengangguk pelan. "Aduh, kenapa harus nggak enak hati gitu, Mbak? Dibilang nggak apa-apa, kok. Aku sama Bi Yati juga dulu udah biasa kerja berdua doang. Jadi nggak masalah," ujarnya."Tetep a
Bab 138"Om, ayo kita pergi sekarang!"Handi mengangguk pelan. Pria itu lantas beranjak dari kursi dan menggandeng tangan Putri. Tapi sebelum dia pergi berlalu, Handi menoleh dan menatap lekat dua asisten rumah tangganya."Bi, Sum ... saya akan pergi keluar sebentar sama Putri. Jaga rumah baik-baik," ujarnya.Sumi dan Bi Yati mengangguk serentak. "Siap, Pak! Tenang aja," ujar mereka berdua.Handi hanya mengangguk. Pria itu lantas pergi keluar. Sedangkan Siti dan Bi Yati saling lempar pandang."Banyak perubahan ya, Bi?"Bi Yati mengangguk pelan. Tapi jelas wanita paruh baya itu tersenyum tipis. Di luar rumah, Handi langsung masuk ke dalam mobilnya. Pria itu berniat untuk menyetir sendiri dan pergi hanya dengan Putri. "Saya aja yang nyetir, Mang. Mamang jaga rumah aja bareng Dadang," tolak pria itu sambil menyalakan mesin mobil."Siap, Pak!"Setelah Handi memutar mobilnya, pria itu langsung melaju dengan kecepatan sedang. Disampingnya, Putri duduk dengan wajah yang tak sabaran."Om, I
Bab 139Siti kini telah sampai di pusat kota. Wanita itu bergegas untuk pergi ke salah satu cafe yang telah menjadi tempat janji bertemu dengan editornya."Hm, sepertinya itu cafenya."Tanpa basa-basi sedikitpun wanita itu langsung melangkahkan kakinya masuk ke sebuah bangunan yang kini tampak sedikit ramai karena memang dikunjungi oleh banyak orang.Siti lantas memilih tempat duduk yang tak terlalu jauh dari pintu masuk agar editornya bisa langsung mengenalinya jika datang.Tak berselang lama seorang wanita berjas coklat tampak menolehkan kepalanya seolah tengah mencari seseorang."Maaf, apa anda benar Kak Siti penulis 'Cinta diatas Luka'?"Siti menganggukkan kepalanya dengan cepat dan wanita itu langsung berdiri dari kursinya."Benar, saya sendiri. Anda Editor Chelsea?"Wanita berkacamata itu menganggukan kepala sambil tersenyum. "Benar, Kak. Maaf jika saya terlambat datang," ujarnya."Oh, nggak sama sekali, kok. Silahkan duduk," tawar Siti.Mereka berdua kini duduk dan memesan maka
Bab 140Siti turun dari taksi. Dadang yang melihat kedatangan Siti, kini tergopoh-gopoh untuk membukakan pagar."Makasih, Dang!"Dadang tersenyum tipis. "Sama-sama, Mbak! Habis dari mana saja?""Ketemu temen tadi, Dang." Hanya jawaban singkat saja yang keluar dari mulut Siti dan wanita itu langsung bergegas masuk karena tak ingin menunda lebih lama lagi. Sudah setengah hari dia berada di luar rumah dan pastinya merasa tak enak hati pada Sumi serta Bi Yati."Assalamualaikum," ujarnya sambil membuka pintu rumah."Waalaikumsalam," jawab Sumi. Putri yang ada di kamar juga kini keluar ketika mendengar suara ibunya. Gadis kecil itu berlari mendekat dan memeluk Siti."Ibu kok lama banget?"Siti tersenyum tipis sambil mengelus pelan puncak kepala gadis kecilnya dengan lembut. "Soalnya Ibu tadi harus ketemu sama temen, Put."Kening Siti terlihat berkerut hingga kedua alisnya saling menyatu ketika melihat anaknya mengenakan pakaian yang berbeda."Kamu habis dari mana?"Putri tersentak kaget. Ga
Bab 141Setelah Siti selesai membersihkan diri, wanita itu kembali keluar dan lanjut untuk menyiapkan makan malam karena hari yang sudah sore.Pandangan Siti beralih menatap Sumi dan Bi Yati secara bergantian."Biar aku aja yang masak. Sumi dan Bibi istirahat aja dulu. Pasti capek seharian kerja, 'kan?"Sumi menoleh sekilas. "Nggak apa-apa, Mbak. Masih kuat kok," tolaknya. Siti menghela napasnya perlahan. Wanita itu lantas merebut pisau yang tengah dipegang oleh Sumi."Dibilang istirahat aja dulu. Kalau nggak giliran malah aku yang merasa sungkan," ujarnya."Ya udah deh kalau maksa. Kalau gitu aku sama Bi Yati istirahat dulu, Mbak."Siti mengangguk pelan seraya tersenyum tipis. Kini seorang gadis kecil tampak mendekat ke arahnya."Putri bantuin ya, Bu?""Boleh, tapi cuci tangan dulu," ujarnya.Gadis kecil itu bergegas mencuci tangannya. Saat Sumi dan Bi Yati beristirahat, Putri membantu ibunya untuk menyiapkan bahan-bahan masakan."Masak apa malam ini, Bu?"Siti diam sejenak. Dia me
Bab 142Siti diam sejenak. Wanita itu perlahan mengangkat wajahnya dan menatap lekat sosok pria yang berdiri tepat di hadapannya."Apa Bapak khawatir?"Pertanyaan lugu itu lolos begitu saja dari bibirnya. Bagaimanapun juga sikap sang majikan telah membuatnya bertanya-tanya."Bisa dibilang seperti itu," ujar Handi.Kening Siti tampak berkerut. Dia makin tak mengerti. Memang wajar apabila majikan khawatir dengan bawahannya, tapi apa ada yang wajar jika perhatiannya itu berlebihan?Bahkan Handi sendiri sampai rela mengobati Siti. Padahal pria itu bisa saja tak peduli.Handi menghela napas pelan. Ditatapnya lekat manik mata Siti. "Kamu itu berharga," ujarnya lagi."Maksud Bapak apa?"Pernyataan Handi yang ambigu membuat Siti salah tingkah. Namun Handi hanya diam. Handi kini menatapnya dengan lekat. Semakin dalam dan juga ... intim.Rasanya, suasana begitu hening. Siti bahkan bisa mendengar suara detak jantungnya sendiri. Suara yang makin lama tak beraturan.Namun tak lama keduanya saling
Bab 143Siti kini tampak bergegas untuk pergi ke pasar. Dia tengah sibuk mencatat beberapa bahan makanan yang harus dibeli di pasar dan juga supermarket."Ini sudah semua, Sum?""Udah, Mbak. Itu sesuai kebutuhan buat seminggu ke depan."Siti mengangguk pelan. Wanita itu lantas memasukkan kertas note belanjaan ke dalam dompet yang sudah disediakan oleh Handi. Pria itu memang memfasilitasi para asisten rumah tangganya dengan jumlah tertentu untuk belanja mingguan."Ya sudah, aku berangkat dulu.""Hati-hati, Mbak!" teriak Sumi, wanita itu masih fokus menata meja dapur karena pagi tadi baru saja membuat sarapan. Sedangkan Bi Yati yang dapat giliran untuk cuci piring.Siti lagi-lagi hanya mengangguk. Wanita itu beralih menatap sosok putrinya yang masih duduk dan menyantap sarapan."Put, Ibu mau pergi ke pasar. Putri mau ikut?"Putri menoleh sekilas. Gadis kecil itu dengan cepat langsung menggelengkan kepalanya."Nggak, Bu! Putri di rumah aja, sarapannya juga belum habis.""Ya sudah kalau gi
Bab 144Retno pulang dalam keadaan marah. Dia merasa sangat kesal karena tak bisa berkutik di hadapan Siti. Dia bahkan belum menyelesaikan acara belanjanya karena tak ingin berada dekat lebih lama dengan Siti."Ck! Sialan! Kalau bukan karena dia pernah lapor ke polisi, aku udah buat dia malu di depan orang," desisnya. Retno masih ingat dengan jelas wajah mantan menantunya itu yang berani menyapa sambil tersenyum ramah. Bukannya merasa dihormati, Retno justru merasa seolah-olah tengah diledek oleh Siti."Dia pasti ngeledek karena merasa menang," desisnya lagi.Tangan Retno terulur pelan dan menghentikan sebuah taksi. Wanita itu langsung masuk ke dalam taksi sambil memasang tatapan tajam."Ke Jalan Pariaman 12," ujarnya."Siap, Bu!" Tanpa banyak bicara lagi sopir taksi itu segera mengemudikan mobilnya menjauhi area supermarket.Sepanjang perjalanan menuju rumahnya, Retno hanya diam membisu. Namun napas wanita itu tampak memburu naik turun karena emosi.Tak perlu waktu lama dia telah sam