Home / Pernikahan / Kamu Menidurinya? / 2. Wanita Selingkuhannya

Share

2. Wanita Selingkuhannya

Pukul lima pagi Alia sudah terjaga dari tidurnya. Wanita itu selalu ingat dengan perkataan ibunya, dia harus terbiasa bangun pagi setelah menikah.

Alia menurunkan kedua kaki jenjangnya dari ranjang, melakukan pergerakan tubuh sebentar, dan menarik napas panjang lalu dihembuskan, menikmati udara di pagi.

Kepalanya menoleh ke samping, mendapati Fahmi sedang tertidur pulas. Terlihat dari raut wajahnya nampak kelelahan.

Alia termenung, sejak terungkap suaminya berselingkuh. Ada yang aneh, Fahmi benar-benar tidak menginginkan dirinya setiap malam, dan malam-malam selanjutnya.

Alia tidak pernah lagi meminta sentuhan dari Fahmi, karena akan dibuat merasa harga dirinya terinjak.

Apa Alia sama sekali tidak lagi membuat gairah Fahmi terusik?

Ah, memikirkan hal itu membuat Alia sakit hati.

Semalam Alia menunggu Fahmi pulang, namun yang ditunggu tak kunjung menampakkan diri. Alia pun ketiduran. Sudahlah, sekarang lupakan kejadian tadi malam. Sekarang waktunya mandi, membuat sarapan, dan bersiap untuk bekerja karena dirinya masuk shift pagi.

Alia bekerja di rumah sakit sebagai perawat  di bagian Perinatologi, sedangkan Fahmi dokter obgyn. Namun berbeda rumah sakit, keduanya tidak bekerja di rumah sakit yang sama.

Jika mereka bekerja berada dalam rumah sakit yang sama, mungkin Alia akan mengetahui, siapa wanita yang menjadi orang ketiga di rumah tangganya.

Masih menjadi misteri, karena Alia sudah mencari tahu wanita itu, tak mendapatkan informasi apapun.

“Jam berapa sekarang?”

Alia kaget saat mendengar pertanyaan khas orang baru bangun tidur.

Astaga!

Hampir saja jarinya teriris oleh pisau, dia tadi sedang mengiris bawang merah. Dia sedang berada di dapur untuk membuat sarapan. Alia memutar balik badannya.

Di sana Fahmi berdiri dengan mata mengantuk dan nyawa masih belum terkumpul.

“Masih jam tujuh, Mas,” jawab Alia setelah melihat ke arah jam dinding.

Mata Fahmi yang tadi menyipit menahan kantuk sekarang membelalak lebar. Raut wajah berubah dalam sekejap.

"Kok kamu nggak bangunin aku, sih? Aku telat jadinya,” ngedumel Fahmi menyalahkan Alia yang tidak membangunkan tidur.

Alia mengerutkan kening bingung. “Kenapa jadi nyalahin aku?”

Agak tidak terima disalahkan. Lagipula semalam Alia menunggu Fahmi pulang hingga ketiduran. Di sisi lain, dia salah. Bangun pagi, tapi tak membangunkan sang suami, untuk sekedar bertanya tidak. Bertanya masuk shift pagi atau malam.

“Maaf, Mas. Aku kelupaan dan tak tega membangunkan karena wajahmu terlihat sangat kelelahan.”

Walaupun kecewa, kesal, dan marah. Alia harus mengalah dan selalu minta maaf terlebih dahulu.

Fahmi menatap Alia tanpa berkedip. “Kamu istriku, Alia. Sudah sepantasnya membangunkan tidur suami yang masih tidur untuk bekerja,” jawab Fahmi. “Aku shift pagi, Alia,” imbuhnya dan buru-buru bersiap-siap untuk bekerja.

“Maaf, Mas.”

“Jangan ulangi lagi.”

Huh.

Alia menghela napas panjang. 

Setelah Fahmi sudah siap untuk berangkat bekerja, lelaki itu segara turun dari tangga dan menghampiri Alia yang sedang menaruh nasi di atas piring.

“Semalam pulang jam berapa, Mas?” tanya Alia berusaha untuk tenang.

Menyembunyikan rasa kekecewaan semalam. Sebenarnya Alia ingin mengintrogasi perihal semalam, kenapa Fahmi tak mengangkat panggilannya dan tidak membalas pesan.

Tidak ada jawaban dari Fahmi. Hanya ada suara tarikan kursi.

“Aku nungguin sampai ketiduran lho, Mas,” ungkap Alia saat pertanyaan tidak dijawab, dia menaruh lauk pauk dan menyodorkan sarapan di hadapan Fahmi, malahan tangan Fahmi mengambil roti dan selai. “Tidak sarapan?”

Fahmi tersenyum tipis.

“Aku sedang tidak ingin sarapan nasi. Aku makan roti saja,” jawab Fahmi.

Dia mengoles selai nanas di atas roti lalu memakan tiga kali gigitan saja, selesai makan roti, lelaki itu meneguk setengah gelas air putih.

“Lain kali jangan menunggu aku pulang, tidur saja kalau kamu sudah mengantuk.”

Alia tidak bisa berkata apa-apa. Bodoh memang, menunggu suami pulang bekerja, malah dikecewakan dengan serangkaian kata yang menyakitkan.

Fahmi berdiri. “Aku berangkat dulu. Sudah telat,” pamit Fahmi dan pergi begitu saja tanpa memperdulikan bagaimana perasaan Alia saat itu juga.

“Iya, Mas. Hati-hati di jalan.”

Tidak ada morning kiss. Tidak ada kecupan kasih sayang di kening Alia lagi. Semua keadaan berubah begitu saja. Rumah yang dulu dipenuhi kehangatan, canda tawa kini terasa dingin.

Alia menatap punggung kosong Fahmi yang perlahan menghilang dari penglihatannya. Setelah bunyi mesin mobil menyala, Alia menunduk melihat makanan buatannya yang sama sekali tidak dimakan oleh Fahmi.

Perasaan Alia mendadak menjadi kacau, tidak tenang. Pikiran overthinking mulai berseliweran.

“Apa mungkin Fahmi sengaja tidak sarapan agar nanti bisa sarapan bersama wanita selingkuhannya?”

Comments (4)
goodnovel comment avatar
Radman Amanada
hadeuh ketahuan
goodnovel comment avatar
Andi Ardiansyah
selingkuh itu indah tapi deritanya sakittttt kali
goodnovel comment avatar
Andi Ardiansyah
sangat seru dan menyakitkan ujung2..nya
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status