Home / Pernikahan / Kamu Menidurinya? / 7. Menunggu Pulang

Share

7. Menunggu Pulang

Author: Lusia
last update Last Updated: 2022-03-29 18:28:26

Satu jam Alia habiskan untuk berbelanja, dia dengan bersemangat mendorong troli belanja di Supermarket, belanja kebutuhan sehari-hari dan tidak lupa membeli keperluan untuk dimasak malam ini juga. Setelah puas belanja, Alia menyibukkan diri di dapur. Semua bahan yang tadi dibeli sudah tersedia di atas meja.

Sebelum menikah dan setelah menjadi pengantin baru, Alia memang tak pandai memasak, namun dia berusaha mengikuti kelas memasak. Alia malu pada Fahmi, masa sang suami lebih pandai memasak ketimbang sang istri? Jadi Alia tak mau kalah dari Fahmi. Alia ingin lebih pandai memasak, walaupun tangan sering terkena cipratan minyak panas.

Semua makanan sudah terhidang dan tertata rapih di atas meja makan. Makanan sudah siap untuk dimakan. Alia melihat ke arah jam dinding, tak terasa sudah pukul setengah tujuh malam. Tiga puluh menit lagi Fahmi pulang, Alia tidak sabar masakannya akan dinikmati oleh Fahmi. Alia bergegas naik tangga untuk melakukan ritual mandi.

Lima belas menit berlalu, Alia mengambil ponsel untuk menghubungi Fahmi. Dia mencoba memanggil panggilan, tapi panggilan tidak terjawab. Akhirnya Alia mencoba mengirimkan pesan.

Pesan dari Alia untuk Fahmi: Mas, aku sudah selesai masak, nih. Sebentar lagi pulang, ‘kan? Takutnya makanan keburu dingin.

Ting! Bunyi pesan masuk di ponsel Alia. Hanya butuh waktu tiga menit menunggu balasan pesan dari Fahmi.

Balasan Fahmi; Iya, La. Sebentar lagi pulang.

Alia memekik girang membaca balasan pesan itu. Jari jemari sudah gatal untuk segera membalas: Aku tunggu, Mas.

“Yey. Akhirnya Mas Fahmi pulang lebih awal dan mencoba mencicipi masakan dariku,“ batin Alia dengan perasaan gembira.

Wanita itu segera bersiap-siap untuk menyambut suaminya pulang. Sembari menunggu Fahmi pulang, Alia duduk di ruang tengah, dan sibuk membaca novel yang beberapa hari lalu dia beli.

Saking asiknya membaca novel hingga tidak sadar waktu tiga puluh menit telah berlalu. Jam setengah delapan dan Fahmi belum pulang. Bukankah Fahmi berkata akan pulang jam tujuh?

Alia mendadak tidak tenang. Tangannya meraih ponsel di meja lalu menghubungi Fahmi, tetapi panggilan tidak terjawab.

***

Alia terbangun dari tidur saat mendengar bunyi pintu terbuka pelan, dia tanpa sadari tertidur di meja belajar. “Mas ....” Suara Alia khas orang bangun tidur, nyawa belum sepenuhnya terkumpul. Matanya menyipit silau, berusaha untuk berdiri. Namun hendak mendekati Fahmi, tubuhnya hampir terhuyung,dan terjatuh. Untung saja Fahmi dengan sigap menahan tubuh Alia agar tidak terjatuh. 

Kepala Alia pusing dan pandangan buram. “Mas, kamu baru pulang?” tanya Alia dengan tangan memegang kepala.

“Iya, aku baru sampai,” jawab Fahmi. “Jika kamu lelah dan mengantuk, jangan menungguku. Tidurlah lebih dahulu.” Fahmi membantu Alia duduk di tepi ranjang. 

“Aku hanya ketiduran di meja belajar sambil membaca novel,” elak Alia. Nyatanya, dia menunggu Fahmi pulang hingga tertidur. 

“Lain kali, jangan menungguku lagi, ya.”

Alia mengangguk saja. Dia yakin, kejadian ini akan terulang lagi. “Mas sudah makan?” tanya Alia memandang Fahmi. “Kalau mau makan, aku panaskan dulu masakannya.”

“Tidak perlu, La. Aku sudah makan di rumah sakit,” tolak Fahmi.

Alia menggigit bibirnya kecewa. “Oh gitu, sudah makan, ya.” Alia berusaha untuk bersikap biasa saja, walaupun harus menelan rasa kekecewaan. 

“Iya, tadi sekalian makan malam sama Erza.”

Alia menarik sudut bibir, tersenyum pahit. Antara percaya atau tidak Fahmi makan malam bersama Erza. Apakah Fahmi telah melupakan janjinya? Apakah Fahmi lupa dirinya telah memasak untuknya? Sudah berapa kali Fahmi tak makan masakan buatannya? Rasanya ingin tertawa saja, menertawakan diri Alia sendiri. Alia sudah berusaha keras, ikut kelas memasak dan belajar masak. Setiap hari membuat makanan untuk suaminya, namun seperti tidak dihargai sama sekali.

Sakit tapi tidak berdarah.

“Mas mau mandi?”

Fahmi tak menjawab, hanya berdiri menaruh tas kerjanya. Alia membantu Fahmi melepaskan Jas yang masih melekat di badannya, Alia membantu melepaskan sepatu, dan kaos kaki, serta meletakkan sepatu di tempat semestinya.

“Aku buatkan air panas dulu, ya, untuk kamu mandi,” kata Alia lagi, walaupun pertanyaan tadi tidak dijawab oleh Fahmi.

”Hmm.”

Alia segera memasak air hangat untuk suaminya, dia sempat mengelus dadanya. Sikap cuek Fahmi terhadapnya membuat Alia harus menguatkan dirinya sendiri.

“Berbuat baiklah ketika suami memperlakukan dengan cuek dan dingin. Tidak boleh cengeng, Al,” batin Alia.

Alia tidak akan membiarkan air mata menetes hanya karena Fahmi bersikap dingin padanya. 

Lima menit kemudian air sudah mendidih, Alia menyuruh Fahmi untuk secepatnya mandi dan dia akan menyiapkan pakaian ganti. Alia berjalan ke arah lemari besar, mengambil pakaian untuk Fahmi.

Tiba-tiba Alia tidak bisa menahan tubuhnya, kakinya melemas seketika, tubuhnya merosot duduk di depan lemari.

“Apa yang harus aku lakukan? Haruskah aku berpisah dengan Mas Fahmi saja?”

Comments (4)
goodnovel comment avatar
Dian Rahmat
knp gak ingatkan suami klw dia akan segera plg dan sdh dimasakkan. itulah perlunya komunikasi 2 arah, utk saling mengingatkan bila ada yg salah shg gak kebablasan. truus, minta suami menenin alia makan, biar ada timbul rasa bersalah.
goodnovel comment avatar
Fahmi
Hidupku harus realistis
goodnovel comment avatar
Ris Nadeak Laoly
hidup itu hrs realistis klo yg di sayang ngelunjak tak perlu di tangisi toh hidup terus berlanjut jd perjalanan msh jauh tak usah di pertahankan lepaskan sj utk itu tak perlu bertahan dgn suami yg tak lg mjd panutan
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

  • Kamu Menidurinya?   8. Pesan Dari Seseorang

    Astaga. Ya Tuhan! Alia meremas dadanya, hatinya terasa begitu sakit dan dadanya sesak sekali. Sekuat tenaga tidak membiarkan air matanya jatuh. Alia bangkit, turun dari tangga, berjalan menuju dapur. Alia menatap sedih makanan. Tiga jam lebih menunggu Fahmi pulang untuk makan malam bersama, namun kekecewaan yang didapatkan bahwa Fahmi sudah makan di rumah sakit. Jadi selama ini Alia memasak sia-sia? Makanan terbuang sia-sia juga. Apakah masakannya tidak enak, sehingga Fahmi tak ingin makan di rumah? Setelah membereskan makanan, Alia segera masuk ke kamar. Pandangan pertama tertuju pada ponsel Fahmi menyala di nakas. Ada rasa sedikit penasaran, Alia meraih ponsel itu, rupanya ada satu pesan masuk. “Genta?” gumam Alia saat melihat nama kontak. Isi pesan dari Genta: Sudah tidur belum, Mas? Kening Alia berkerut. Tak paham. Sebenarnya siapa Genta itu? Kenapa Genta mengirimkan pesan seperti itu? Bukankah Genta itu laki-laki? Kenapa memanggil Fahmi dengan sebutan ‘Mas.’ Sangat tidak m

    Last Updated : 2022-03-29
  • Kamu Menidurinya?   9. Nomor Misterius

    “KAMU TULI?! AKU BILANG. AKU TIDAK LAPAR, ALIA!!!” bentak Fahmi dengan nada tinggi. Kedua bola mata menatap tajam ke Alia. DEG! Jantung Alia berdetak hebat. Dia tersentak kaget. Matanya sama sekali tidak berkedip. Pagi-pagi Alia sudah mendapatkan bentakan dari sang suami. “Kenapa kamu jadi membentakku?!” Alia tidak terima dibentak olehnya. “Memangnya aku salah menyuruhmu untuk sarapan?! Aku istrimu, Mas! Kalau kamu tidak mau sarapan, it's okay. Tidak perlu membentak segala!” cerocos Alia. Fahmi mengacak rambutnya hingga berantakan, kepalanya pening pagi-pagi sudah ribut dengan istrinya. Sadar telah membentak Alia dengan suara keras. Ada rasa penyesalahan sedikit telah membentak Alia. Fahmi tahu Alia type wanita yang tidak suka dibentak. “Maaf telah membentakmu,” sesal Fahmi. “Sudahlah aku berangkat sekarang,” pamitnya. Lelaki itu langsung meninggalkan Alia tanpa mencium keningnya seperti dulu lagi. Padahal tadi Alia akan mendekati Fahmi untuk menyalaminya, tapi Fahmi menghirauk

    Last Updated : 2022-04-06
  • Kamu Menidurinya?   10. Pasien Bunuh Diri

    Fahmi dan Misella sedang menikmati makan siang di kantin, beruntung keadaan kantin tidak ramai, jadi kedua orang itu menikmati waktu berduaan tanpa ada gangguan suara berisik. Lebih beruntung kali ini Erza tak ikut makan siang bersama mereka. “Tumben nggak bawa bekal makan siang. Biasanya kamu bawa bekal makan siang dari istrimu,” celutuk Misella setelah menyadari Fahmi memesan makanan kantin. “Hari ini Istri kamu nggak masak, Mas?” tebak Misella. Fahmi terdiam sesaat, kalau dipikir-pikir semakin hari hubungan dengan Alia semakin tak begitu dekat layaknya pasangan suami istri, justru Fahmi semakin lengket dengan Misella. Sebelum menjawab, Fahmi meraih energy drink-nya. Meneguk cukup banyak. “Hari ini dia nggak masak, Sel.” Mendengar itu, Misella agak kesal pada Alia. “Istri macam apa itu tidak memasak untuk suaminya. Membiarkan suaminya kelaparan,” dumel Misella. “Sudah jangan dibahas. Cepat habiskan makan siang dahulu,” perintah Fahmi. Misella memotong daging chicken steak it

    Last Updated : 2022-04-07
  • Kamu Menidurinya?   11. Ancaman Dari Misella

    Zeta menemui Misella untuk memberi nasehat agar tidak marah seperti tadi kepada ibu pasien, seharusnya Misella tahu betapa terpukulnya Ibu pasien ketika Putrinya bunuh diri yang hampir merebut nyawanya. “Kamu tidak bisa mengontrol emosimu? Kamu itu Dokter psikiater! Seharusnya tidak seperti itu kepada Ibu pasien!” ucap Zeta kesal. “Aku berteriak kepadanya, meneriaki bahwa dia hampir membunuh putrinya, Itu bukankah masalah besar,” jawab Misella enteng. Zeta tersenyum miring. “Bukan masalah besar katamu?!” Misella menghela napas. “Chintya, dia pasienku yang tidak mau diterapi dan ibunya membawa kabur dari rumah sakit.” “Sekarang putrinya, apa kamu ingin melihat ibunya yang dirawat psikiatri?” tanya Zeta dengan nada menyindir. Misella diam. Sejak dirinya mempunya mental illnes juga, dia menjadi sensitif pada orang yang yang mencoba bunuh diri, karena Misella beberapa kali pernah melakukan bunuh diri namun gagal. “Jika pasien meninggal, kamu memang akan kehilangan satu dari ribuan

    Last Updated : 2022-04-07
  • Kamu Menidurinya?   12. Sentuhan Menggelora, Begitu Memabukkan

    Paksaan dari Misella membuatnya tidak ada pilihan lain. Tanpa pikir panjang lagi, Fahmi menyalakan mobilnya dan langsung menuju ke rumah Misella dengan kecepatan tinggi. Kira-kira membutuhkan sekitar waktu dua puluh menit agar sampai di rumah Misella. Sesampai di rumah Misella. Misella menyuruh Fahmi masuk setelah membuka pintu dan mengajak ke kamar lantai atas. Fahmi kaget setengah mati melihat barang-barang Misella berserakan di lantai bagaikan kapan pecah. "Are you okay?" tanya Fahmi dengan hati-hati, menghampiri Misella yang tidak seperti biasanya. "Tell me your problems, Baby ...." "I need you," ucap Misella dengan suara lirih dan tatapan mata redup. "Can you hug me?" Fahmi mengangguk. Tidak lupa memberikan senyuman lebar. "Of course, come here." Kedua tangan Fahmi terbuka lebar membiarkan Misella memeluk dirinya. "Kamu aman." "Five minutes." "Okay." Fahmi paham, dia memeluk erat tubuh Misella, sesekali mengecup pucuk kepala Misella, dan mengelus punggung Misella agar ten

    Last Updated : 2022-04-08
  • Kamu Menidurinya?   13. Bermain di Ranjang

    Sentuhan menggelora. Begitu memabukkan.Misella bergerak gelisah menikmati setiap sentuhan yang diberikan oleh Fahmi. Kecupan di atas kulitnya. Sentuhan kilat yang mengatakan kepada Misella bahwa dirinya adalah milik Fahmi. Fahmi mencium perut Misella. Seluruh tubuh Misella bergetar. Kakinya mengejang. Misella ingin menjerit kala Fahmi menyatukan tubuhnya dengan Misella, lelaki itu terus mendesaknya dan hanya desahan yang keluar dari Fahmi. Sedangkan Misella menggigit bibir bawahnya, bukan karena rasa sakit namun karena rasa nikmat tiada tara.Fahmi meraung. Misella mengalungkan tangan di leher Fahmi, membiarkan milik Fahmi bekerja di mana seharusnya berada. Keduanya saling menatap dengan tatapan sayu, mulut setengah menganga sambil mendesah. Lalu Fahmi juga memainkan bibir Misella dan menggigit bibir bawahnya hingga kaki Misella lemas. Fahmi juga menunjukkan kemampuan bermain lidah dengan handal. Permainan Fahmi semakin membuatn

    Last Updated : 2022-04-08
  • Kamu Menidurinya?   14. "I Want To Eat You."

    Hari berganti hari, Minggu berganti minggu. Tidak terasa sudah satu bulan.Malam ini hujan deras mengguyur kota Jakarta. Fahmi turun dari mobilnya, berlari sambil menutupi kepalanya dengan jas hitamnya. Fahmi masuk ke dalam rumah dengan keadaan sedikit basah, melepaskan sepatu pantofelnya dan memakai saldal rumah yang telah disediakan oleh Alia. Lelaki itu melangkah menuju kamarnya, membuka pelan pintu kamar agar kepulangannya tidak membuat Alia terbangun. Dia segera mengganti pakaian tidurnya untuk segera tidur.Fahmi melihat Alia tengah tertidur miring. Fahmi menelan saliva memperhatikan tubuh Alia yang hanya memakai lingerie, mempertontonkan punggung mulusnya. Sudah lama sekali Fahmi tak melihat istrinya memakai lingerie. Fahmi menaiki ranjang, membelai pipi Alia dengan lembut, menyelipkan helai rambut ke daun telinga, hal itu membuat Alia terbangun.“Kamu baru pulang?” tanya Alia dengan suara serak

    Last Updated : 2022-04-09
  • Kamu Menidurinya?   15. Mengapa Mencumbuinya?

    Sebuah sensasi sangat luar biasa dirasakannya saat sebuah kehangatan menyentuh puncuk bagian dadanya berganti dari kanan ke kiri dan kembali lagi beberapa kali.“Oh, my God! Sial!" maki Alia dengan suara tertahan.Dia sangat menyukai permainan Fahmi. Alia paham sekali bagian tubuh yang sangat ingin suaminya sentuh adalah dua gundukan daging kenyal. Liat! Fahmi melahap tanpa henti seperti bayi kelaparan dan kehausan, kedua gundukan menggemaskan selalu membuatnya begitu tegang.Bisa dibilang sudah terlalu lama keduanya tidak merasakan kenikmatan hubungan suami istri dan syukur kini mampu merasakan arti dari rasa nikmat yang sesungguhnya.Fahmi melebarkan kaki Alia dengan tidak sabar dan menyuruh menaikkan pinggulnya sedikit. Seperti yang dibayangkan Fahmi, Alia mengeluarkan desahan panjang saat sesuatu berusaha masuk ke dalam miliknya dan berhasil untuk menjelajah celah sesak it

    Last Updated : 2022-04-09

Latest chapter

  • Kamu Menidurinya?   140. —THE END — S 2

    Para tamu bertanya-tanya termasuk Misella ikut terheran. Sontak Abian dan Alia menutup mulut tak percaya. Dikejutkan dengan kehadiran kedua orang tua Abian yang tiba-tiba datang bergabung di acara tersebut. Tak disangka-sangka mendapat surprise dari keluarga Abian. Ayah Mario, Ibu Caroline, Kak Amber dan juga Xylia si gadis kecil bule dengan rambut pirangnya."Sepertinya mereka dari keluarga terpandang," batin Misella menebak.Amber melambaikan tangan pada Abian dengan semangat sekali dan senyum lebarnya. Keluarga Abian pun semakin mendekat. Hati Alia terenyuh dengan kedatangan mereka. Alia pikir, keluarga Abian sangat mustahil untuk menginjak kaki di Jakarta. Sebab mereka lebih menyukai berada di Bali ketimbang di Jakarta, seperti pertama kali Abian memperkenalkan Alia pada keluarganya di Bali. "Siapa mereka?" ucap Papa Alia kebingungan."Mereka Keluarga saya, Pa. Ibu, ayah, dan kakakku dari Amerika," jawab Abian cepat. "Saya kira tidak akan datang."Tiffany melongo, begitu juga den

  • Kamu Menidurinya?   139. Sembilan Bulan Kemudian — S 2

    Sembilan bulan kemudian .... Setelah kejadian mengerikan di Belleza, rencana Robert berhasil total dan kematian Fahmi tidak membuat orang menaruh kecurigaan. Itulah gelapnya tinggal di hunian modern itu. Siapapun yang mempunyai uang, dia akan berkuasa. Pada dasarnya uang segalanya, termasuk uang membuat orang lain tutup mulut.Di hunian elit, Belleza unit 002 milik keluarga Robert.Keluarga Robert hidup jauh lebih bahagia daripada tahun kemarin. Kini Kayla sudah bisa berbicara walaupun belum amat jelas. Tingkah lucu dan nada bicara cadel Kayla sangat menghibur mereka. Apalagi Kayla cukup tanggap, pasti tumbuh besar menjadi anak pintar. "Kayla sayang ...!" Tiffany berteriak, melambaikan tangannya dengan senyum lebarnya. Saking kangennya dengan cucunya. "Nenek datang!"Kayla baru turun dari tangga dituntun oleh Misella. Misella langsung berkata, "Hayo, siapa yang datang itu, Kay?" nunjuknya ke arah pintu.Awalnya Kayla sempat bingung, tapi langsung sadar. Tubuh mungil itu berlari untuk

  • Kamu Menidurinya?   138. Menjadi Pembunuh — S 2

    Deg."APA KATAMU?!" Robert sangat terkejut. Berdiri dengan sorot mata tidak percaya. "Putriku tidak mungkin melakukan itu!"Bella terkaget-kaget. Tiffany yang baru sadar dari pingsan, syok kembali. Membekap mulutnya tidak menyangka. "T-tidak! Putriku bukan anak pembunuh!" Geleng-geleng kepala. "Pasti ada kesalahpahaman. Iya, kan?!""Maaf ... Saya melihat dengan kepala saya sendiri! Bahwa Putri Anda yang mendorong Fahmi!" tegas pengawal itu meyakinkan. "Harus ke atas sekarang kalau tidak percaya."Mereka langsung berlari-lari naik tangga menuju kamar Kayla. Mulut mereka terbuka lebar saat melihat jendela kaca telah hancur. Mata masing-masing menangkap punggung Misella, berdiri di antara serpihan kaca berserakan di lantai. Tidak ada yang memperdulikan betapa cantiknya warna kembang api di menyala-nyala.Robert membalikkan badan Misella. "Apa yang sebenarnya terjadi?!" tanya Robert butuh penjelasan. "Kenapa begitu berantakan di sini?!" tambah Robert.Kesadaran Misella kembali saat kedat

  • Kamu Menidurinya?   137. Terjatuh dari Penthouse — S 2

    "T-tapi Tuan ...." "Tidak ada tapi tapi!" Robert masih punya secuil rasa kasihan setelah melihat Fahmi begitu mengenaskan. "Beri waktu dua menit dan awasi dia jangan sampai menyentuh sedikitpun cucu saya! Kalau cucu saya sedang tidur, jangan sampai lelaki itu membangunkan!""Baik Tuan." Body guard menurut, mereka pun menghampiri Fahmi. "Hei! Ayo jalan!" perintahnya karena Fahmi hanya diam tak bergerak. "Cepat jalan! Sebelum Tuan Robert berubah pikiran!"Fahmi pun berjalan pincang naik ke arah tangga dikawal ketat. Meninggalkan Robert di bawah bersama putri pertama. Bella dengan penuh amarah menghampiri Robert yang melamun dengan kedua tangan dimasukkan ke dalam kantong celana."Papa!" teriak Bella. "Papa yang benar saja membiarkan lelaki bajingan itu menemui Kayla?! Di atas juga ada Sella!" Marah Bella, geleng-geleng kepala kenapa Papanya berbuat demikian.Robert menatap putri pertamanya. "Sudah. Kamu jangan marah begitu," tanggap Robert

  • Kamu Menidurinya?   136. Menghajar habis-habisan — S 2

    Robert kembali ke apartemen karena baru selesai menyelesaikan beberapa pekerjaan mendadak di hari tersebut. Awalnya Robert ingin menikmati waktu malam tahun baru bersama sang istrinya, alhasil gagal. Saat pulang lelaki tua geram setelah mendapatkan pesan dari putrinya. "Dia datang sendirian?" tanya Robert pada dua body guard itu.Salah satu body guard menjawab, "Sepertinya sendiri, Tuan. Saya mendapat notif panggilan banyak sekali dari putri dan istri Anda.""Kenapa dia ada di sini?" Napas Robert terdengar berat. Sangat heran sekali. "Apa tidak punya harga diri?" sinisnya mengingat wajah Fahmi yang begitu memuakkan."Mungkin dia lapar," tebak body guard setengah bercanda."Dia lapar pada hari ini?" Satu alis Robert naik."Kan Tuan yang membuatnya miskin tak punya apa-apa. Jadi, dia berusaha mendatangi keluarga Tuan agar mendapat belas kasih," jelas body guard itu."Ah, iya. Kalau begitu kita harus cepat!"Dua b

  • Kamu Menidurinya?   135. Dendam. Benci. Marah. — S 2

    Jantung Misella terasa dihantam batu. Selama ini tidak pernah mengizinkan Fahmi melihat wajah putrinya. Batinnya pedih mendengar permintaan Fahmi, Misella merasa menjadi Ibu yang jahat. Sorot mata Fahmi hampir membuat pertahanan Misella goyah, rasa kasihan segera ditepis jauh-jauh.“Dia hanya mantan suami yang tidak tahu diri!” batinnya memperingatkan."Jangan mimpi. Jangankan Sella sebagai ibu! Aku saja tak akan membiarkanmu bertemu Kayla," sinis Bella. "Pergilah dari sini!" Bella menarik paksa tangan Misella, cepat-cepat memencet sandi pintu.Misella menoleh ke belakang, terperangah Fahmi semakin mendekat. Hah?! secepat itu? "Kak! Ayo cepat!" Menarik-narik dress Bella dengan panik."Sabar dong, Sel. Tangan Kakak jadi tremor ini," balasnya bersamaan bunyi pintu apartemen terbuka.Keduanya bergerak cepat masuk ke dalam saat pintu akan tertutup sempurna, tangan Fahmi menerobos pintu tak peduli akan terjepit. Misella dan Bella langsung mendorong sekuat tenaga agar pintu tertutup."Hanya

  • Kamu Menidurinya?   134. Ingin Bertemu Putrinya — S 2

    Lima jam yang lalu.Misella dan Bella saling berdebat kecil mengenai undangan party dari Yuna. Bella merobek-robek kertas undangan pink pastel cantik itu dengan kesal. "Untuk apa kau datang?! Bukannya lebih baik kamu mengabaikan wanita penyebalkan itu!" omel Bella, pipinya merah menyala. Tak habis pikir jalan pikiran adiknya itu. Diperlakukan buruk, dipermalukan masih saja mau bergabung dengan orang bermuka tebal. Misella berdiri memasang muka tanpa dosa di depan Bella. "Aku hanya ingin datang. Apa salahnya, sih, Kak?""Salah! Memang salah." Bella menarik napas dalam-dalam. Sadar, hanya masalah kecil sampai berdebat dan emosi begini. "Sudah, abaikan saja," lanjutnya menahan diri—merebahkan tubuhnya di sofa."Aku mau datang! Titik." Misella keukuh. "Aku belum pernah datang ke party tahun baru."Bella memutar bola matanya. Astaga. Adiknya sudah dewasa tapi masih keras kepala. Tidak pernah menurut perkataanya. "Ya sudah. Aku temenin! Jangan sendirian. Bisa jadi kamu akan dipermalukan de

  • Kamu Menidurinya?   133. Sebuah Perintah — S 2

    Sudah setengah jam Alia pingsan, kini mulai sadar. Matanya mulai terbuka, pandangan pertama yang dilihat adalah lampu cantik di atas langit-langit dinding yang menggantung. "Akhirmya kamu juga sadar, sayang." Abian menghela napas lega. Setia menunggu Alia bangun, tak melepas genggaman tangan.Alia melihat Abian duduk di sampingnya. "A-apa yang terjadi padaku? Di mana kita?" tanyanya bingung, sadar sedang bukan di kamar miliknya, kamar itu asing.Pelayan datang membawa segelas air putih, diberikan pada Abian. "Minum dulu," perintah Abian.Alia bangun dari posisi baringnya. Meminum beberapa teguk air putih dibantu Abian memegang gelasnya."Kamu pingsan, sayang. Kita masih di apartemen Yuna," ucap Abian memberi tahu. Alia sadar seketika. Matanya membesar, ingat kejadian menakutkan. Memegang kepalanya yang terasa pusing. Dia langsung turun dari ranjang tanpa berpikir panjang, tubuhnya oleng—untunglah pelayan siap siaga me

  • Kamu Menidurinya?   132. Apa yang terjadi?! — S 2

    Bunyi kaca pecah mengangetkan dan tiba-tiba ada teriakan dari atas membuat empat orang di balkon itu menengadah kepala ke atas. Betapa terkejutnya melihat ada seseorang di atas sana—di dorong hingga tubuhnya hilang kendali, jatuh bersamaan serpihan kaca tebal telah melukai setiap kulitnya. Tangan itu berusaha menggapai di udara, namun malangnya tak bisa berpegang benda apapun.Pasrah dalam hitungan detik tubuh itu jatuh melewati samping kiri balkon hingga menghantam sky light lobby apartemen yang terbuat dari kaca. Sky light berbentuk persegi panjang terpecah, hancur seketika. Saat menghantam lantai seketika sel sel dalam tubuh meledak. Pembuluh darah pecah sehingga tak ada sirkulasi oksigen ke seluruh tubuh membuat organ vital dan otak berhenti berfungsi. Tengkorak hancur beberapa bagian dan darah terciprat ke mana-mana.Orang-orang sedang berada lobby terkejut mendengar bunyi amat keras lalu diperlihatkan tubuh tergeletak tak bernyawa. Tak hanya itu penghuni Bel

DMCA.com Protection Status