"T-tapi Tuan ...."
"Tidak ada tapi tapi!" Robert masih punya secuil rasa kasihan setelah melihat Fahmi begitu mengenaskan. "Beri waktu dua menit dan awasi dia jangan sampai menyentuh sedikitpun cucu saya! Kalau cucu saya sedang tidur, jangan sampai lelaki itu membangunkan!""Baik Tuan." Body guard menurut, mereka pun menghampiri Fahmi. "Hei! Ayo jalan!" perintahnya karena Fahmi hanya diam tak bergerak. "Cepat jalan! Sebelum Tuan Robert berubah pikiran!"Fahmi pun berjalan pincang naik ke arah tangga dikawal ketat. Meninggalkan Robert di bawah bersama putri pertama. Bella dengan penuh amarah menghampiri Robert yang melamun dengan kedua tangan dimasukkan ke dalam kantong celana."Papa!" teriak Bella. "Papa yang benar saja membiarkan lelaki bajingan itu menemui Kayla?! Di atas juga ada Sella!" Marah Bella, geleng-geleng kepala kenapa Papanya berbuat demikian.Robert menatap putri pertamanya. "Sudah. Kamu jangan marah begitu," tanggap RobertDeg."APA KATAMU?!" Robert sangat terkejut. Berdiri dengan sorot mata tidak percaya. "Putriku tidak mungkin melakukan itu!"Bella terkaget-kaget. Tiffany yang baru sadar dari pingsan, syok kembali. Membekap mulutnya tidak menyangka. "T-tidak! Putriku bukan anak pembunuh!" Geleng-geleng kepala. "Pasti ada kesalahpahaman. Iya, kan?!""Maaf ... Saya melihat dengan kepala saya sendiri! Bahwa Putri Anda yang mendorong Fahmi!" tegas pengawal itu meyakinkan. "Harus ke atas sekarang kalau tidak percaya."Mereka langsung berlari-lari naik tangga menuju kamar Kayla. Mulut mereka terbuka lebar saat melihat jendela kaca telah hancur. Mata masing-masing menangkap punggung Misella, berdiri di antara serpihan kaca berserakan di lantai. Tidak ada yang memperdulikan betapa cantiknya warna kembang api di menyala-nyala.Robert membalikkan badan Misella. "Apa yang sebenarnya terjadi?!" tanya Robert butuh penjelasan. "Kenapa begitu berantakan di sini?!" tambah Robert.Kesadaran Misella kembali saat kedat
Sembilan bulan kemudian .... Setelah kejadian mengerikan di Belleza, rencana Robert berhasil total dan kematian Fahmi tidak membuat orang menaruh kecurigaan. Itulah gelapnya tinggal di hunian modern itu. Siapapun yang mempunyai uang, dia akan berkuasa. Pada dasarnya uang segalanya, termasuk uang membuat orang lain tutup mulut.Di hunian elit, Belleza unit 002 milik keluarga Robert.Keluarga Robert hidup jauh lebih bahagia daripada tahun kemarin. Kini Kayla sudah bisa berbicara walaupun belum amat jelas. Tingkah lucu dan nada bicara cadel Kayla sangat menghibur mereka. Apalagi Kayla cukup tanggap, pasti tumbuh besar menjadi anak pintar. "Kayla sayang ...!" Tiffany berteriak, melambaikan tangannya dengan senyum lebarnya. Saking kangennya dengan cucunya. "Nenek datang!"Kayla baru turun dari tangga dituntun oleh Misella. Misella langsung berkata, "Hayo, siapa yang datang itu, Kay?" nunjuknya ke arah pintu.Awalnya Kayla sempat bingung, tapi langsung sadar. Tubuh mungil itu berlari untuk
Para tamu bertanya-tanya termasuk Misella ikut terheran. Sontak Abian dan Alia menutup mulut tak percaya. Dikejutkan dengan kehadiran kedua orang tua Abian yang tiba-tiba datang bergabung di acara tersebut. Tak disangka-sangka mendapat surprise dari keluarga Abian. Ayah Mario, Ibu Caroline, Kak Amber dan juga Xylia si gadis kecil bule dengan rambut pirangnya."Sepertinya mereka dari keluarga terpandang," batin Misella menebak.Amber melambaikan tangan pada Abian dengan semangat sekali dan senyum lebarnya. Keluarga Abian pun semakin mendekat. Hati Alia terenyuh dengan kedatangan mereka. Alia pikir, keluarga Abian sangat mustahil untuk menginjak kaki di Jakarta. Sebab mereka lebih menyukai berada di Bali ketimbang di Jakarta, seperti pertama kali Abian memperkenalkan Alia pada keluarganya di Bali. "Siapa mereka?" ucap Papa Alia kebingungan."Mereka Keluarga saya, Pa. Ibu, ayah, dan kakakku dari Amerika," jawab Abian cepat. "Saya kira tidak akan datang."Tiffany melongo, begitu juga den
Langit mendadak berubah kelabu. “Ah, hujan akan datang, ya?” Alia melihat langit dari jendela kamar tidur lalu mendengar suara mobil masuk ke garasi. Mematung berdiri di jendala melihat sang suami baru saja keluar dari mobil. Tidak ada kebahagian dari raut wajahnya ketika suami pulang bekerja. Hanya terdengar suara helaan napas berat. “Mungkin ini waktu yang tepat untuk bertanya padanya,” gumam Alia. Fahmi sebagai suami Alia tersenyum sumringah membuka pintu kamar, melangkah lambat, dan mendekati Alia, tangannya melingkarkan di perut ramping Alia. “Hei sayang. Aku pulang,” bisiknya tepat di telinga Alia. “Aku merindukanmu. Jadi pulang lebih awal.” Fahmi mengecup leher Alia beberapa kali. Tentu saja menggoda Alia agar terangsang. Alia menunduk melihat tangan Fahmi yang bergerak agresif di perutnya. Perutnya mulai melilit nyeri, bersama dengan perasaan gelisah, bimbang, dan takut pikiran negatif itu benar-benar sesuai dugaan. Rasanya semakin tak nyaman. Mngkin Alia belum sanggup
“Siapa wanita jalang itu? Apa dia jauh lebih cantik?”“Tidak.”“KATAKAN DENGAN JUJUR!” perintah Alia.“Kita bisa membicarakan ini dengan baik-baik. Tak perlu berteriak seperti itu.”Bagaimana tidak emosi dan marah? Mengetahui suaminya berciuman dengan wanita lain?“Okay. Fine.” Alia menurut. “Apa dia lebih cantik dariku?”Membutuhkan waktu beberapa menit untuk menjawab.“She so pretty.”“Damn!” Alia mengacak rambutnya frustasi. Ingin menangis keras, namun ditahan. Raut wajahnya terlihat begitu menyedihkan.Bagaimana pun harus menerima kenyataan ini.Keduanya hening beberapa saat.Tiga menit kemudian.“Ini yang pertama. Kalau memang iya kamu berselingkuh, akan aku berikan kesempatan kedua.”Suara Alia tidak setinggi tadi, sekarang lebih terdengar serak. Lelaki yang belum lama menikahi dirinya, pernikahan baru berjalan tiga bulan namun telah mengkhianati kepercayaannya.“I'm so sorry, Alia.”Permintaan maaf yang tidak ada artinya bagi Alia.“Aku hanya butuh jawaban jujur dan pasti, Mas!”
Pukul lima pagi Alia sudah terjaga dari tidurnya. Wanita itu selalu ingat dengan perkataan ibunya, dia harus terbiasa bangun pagi setelah menikah.Alia menurunkan kedua kaki jenjangnya dari ranjang, melakukan pergerakan tubuh sebentar, dan menarik napas panjang lalu dihembuskan, menikmati udara di pagi.Kepalanya menoleh ke samping, mendapati Fahmi sedang tertidur pulas. Terlihat dari raut wajahnya nampak kelelahan.Alia termenung, sejak terungkap suaminya berselingkuh. Ada yang aneh, Fahmi benar-benar tidak menginginkan dirinya setiap malam, dan malam-malam selanjutnya.Alia tidak pernah lagi meminta sentuhan dari Fahmi, karena akan dibuat merasa harga dirinya terinjak.Apa Alia sama sekali tidak lagi membuat gairah Fahmi terusik?Ah, memikirkan hal itu membuat Alia sakit hati.Semalam Alia menunggu Fahmi pulang, namun yang ditunggu tak kunjung menampakkan diri. Alia pun ketiduran. Sudahlah, sekarang lupakan kejadian tadi malam. Sekarang waktunya mandi, membuat sarapan, dan bersiap un
Flashback.Satu bulan yang lalu.Seorang wanita berlari tergesa-gesa setelah turun dari pesawat yang baru saja dia tumpangi. Dia menggenggam erat ponsel dan tangan kirinya menarik koper, sesekali mencoba menghubungi nomor seseorang sambil berjalan lurus. Wajahnya tampak tak sabar ingin segera sampai ke tempat tujuan setelah melewati perjalanan panjang dari Bali ke Jakarta.“Kenapa tidak bisa dihubungi, ya?” gumam wanita itu saat panggilan itu dijawab oleh suara mbak-mbak operator.Wanita itu tak mau menyerah, berkali-kali menghubungi nomor yang dituju, walaupun sama sekali tak ada jawaban. Terlalu sibuk dengan ponsel hingga tidak sengaja menabrak tubuh lelaki berbadan besar dan ponselnya terjatuh begitu saja.“Maaf ... maaf, aku tidak sengaja,” ucapnya kikuk, segera memungut ponsel.“Kalau jalan hati-hati, Kak. Keadaan lagi ramai begini jangan main ponsel sambil jalan. Bahaya,” peringat lelaki itu dengan nada dingin.Wanita itu mendongak menatap wajah lelaki. Begitu juga dengan lelaki
Fahmi memarkirkan mobilnya di tempat parkir rumah sakit. Setelah mematikan mesin, lelaki itu tak segera turun dari mobil. Dia termenung menunduk, menatap setir mobil dengan tatapan mata kosong. Misella. Kenapa wanita itu kembali di waktu yang tidak tepat. Semua yang terjadi itu adalah kesalahan dirinya. Fahmi menghela napas, mengatur detak jantungnya karena kesal pada diri sendiri. Bodoh! Lelaki bodoh! Kembalinya Misella membuat dirinya goyah dan pertahanannya runtuh dalam beberapa hari. Fakta teramat jelas, masih mencintai Misella. Sampai kapan pun Fahmi belum mampu melupakan wanita itu. “Do you love her?” Sebuah pertanyaan dari Misella satu bulan lalu, ketika pertemuan pertama sekembalinya Misella. Fahmi ingat kejadian itu. Dirinya berusaha untuk setia, namun pendiriannya goyah sejak kedatangan Misella. “Yes. I love her.” “Apa kamu masih mencintaiku?” “Jangan tanyakan itu, aku sudah beristri, Sel. Kamu harus mengerti. Ada hati yang harus aku jaga.” Di dalam mobil, Fahmi me