"Jadi bagaimana? Apakah pendapatmu masih sama ketika pertama kali tadi melihatnya?" tanyaku dengan senyum jahil."Be-berisik. Diamlah," ujarnya Erika malu-malu."Wah lihat tuh dia malu," ujar Alex.Erika langsung menatap sinis kepada Alex. "Oh ok. Aku berhenti," ujar Alex.Lalu tidak lama kemudian Leon datang mengantarkan pesanan mereka. "Baik, ini dia pesanan kalian. Silahkan dinikmati," ujar Leon."Wah terima kasih, Pelayan. Silahkan berkerja keras, ya." ujar Erika meledek."Hm terserahlah," lalu Leon mengantarkan pesanan orang lain. Saat dia meletakkannya. Ada seorang perempuan yang memegang tangan Leon."Hei tampan. Apakah kamu ingin berjalan-jalan bersama kami?" tanya perempuan itu dengan tatapan menggoda."Haha. Terima kasih atas tawarannya. Tapi maaf saat ini saya sedang sibuk. Permisi," saat Leon ingin pergi perempuan itu menahan tangannya."Ayolah. Setidaknya malam ini temani kami berkeliling," ujarnya."Maaf kak. Tapi saya terburu-buru," ujar Leon kebingungan."Hanya untuk ma
"Hm, begitu ... Ngomong-ngomong kau bekerja sebagai apa?" tanya Erika pada Rena."Ah itu, aku jadi penulis kecil saja. Aku buat cerpen, kemudian mencetaknya dan lalu menjualnya," jawab Rena."Kalau ada waktu aku akan membantumu," ujar Leon."Terima kasih, Leon. Kau baik sekali," jawab Rena."Alex berkerja sebagai asisten pelukis kan? Ngomong-ngomong apakah kau tidak akan menyusahkan? Kan gambarmu itu ..." ujar Erika."Iya-iya aku tahu gambarku jelek. Aku pun hanya sekedar membantu pekerjaan kecil saja, bukan melukis secara langsung," jawab Alex."Eits!" Rena menghentikan mereka bertiga."Ada apa, Rena?" tanya mereka serentak."Aku mau beli es krim!" jawab Rena sambil menunjuk ke arah stan es krim.Plak! Alex memukul Rena. "Kau ini bikin khawatir saja," ujar Alex.Mereka berempat pun membeli es krim bersama dengan rasa yang berbeda.Beberapa hari berikutnya Rena dan Alex kembali lagi ke pencetak saat libur sekolah. Dan Rena mendapatkan beberapa kardus yang berisikan duplikat cerpen mili
"Apa yang harus kami lakukan?" tanya Erika. Saat ini Leon dan Erika masih menggunakan pakaian pelayan mereka.Rena melihat sekitar dan tersenyum melihat orang-orang yang berjalan memandangi Leon dan Erika.Rena membagikan buku-buku cerpen miliknya ke tangan Leon dan Erika."Sekarang tolong kalian jual buku-buku ini sambil berkeliling menggunakan pakaian pelayan kalian itu, ya." ujar Rena."Ha! Apa? Enggak-enggak. Aku gak mau!" ujar Erika menolak."Oh ayolah, Erika. Kau tidak mau kan jika rahasiamu itu terbongkar?" tanya Rena sambil menyeringai."Rahasia apa yang kau maksud?" tanya Erika bingung.Lalu Rena berbisik kepada Erika untuk menjawab pertanyaannya. Rena mengancam Erika dengan bilang kalau dia akan mengatakan jika Erika suka pada Leon."Eh kau mengancamku dengan itu ya? Tinggal kubilang saja hal yang sama kepada Alex," jawab Erika."Ya silahkan kau bilang saja. Aku sih tidak peduli ya. Toh nanti aku juga bakal kasih tahu dengan sendirinya," jawab Rena tidak takut.Berbeda dengan
Gawat! pikir Alex."Pangeran! Hei semuanya! Di sini ada pangeran Alex!" teriak perempuan itu terkejut melihat Alex."Apa? Pangeran Alex? Mana? Di mana dia?""Di sana! Pangeran Alex!"perempuan lain mulai mengejar dan mengekerumuni Alex."Waduh. Gimana caranya aku bisa ke luar dari sini," ujar Alex.Sementara itu Rena masih berusaha menjual buku cerpennya."Ayo! Semuanya! Silahkan di lihat-lihat dulu. Bukunya dengan cerita yang menarik dan bikin nagih! Ayo dilihat dulu!" seru Rena.Lalu ada laki-laki yang menghampiri Rena."Kak, berapa bukunya satu?" tanya orang itu."Murah kok, bang. Cuman 30 aja. Mau berapa?" tanya Rena."Satu aja, kak." Laki-laki itu merogoh koceknya."Waduh, kak. Sepertinya uang saya ketinggalan. Begini saja deh, kak. Kakak mau gak ikut aku sebentar untuk ambil uangnya?" tanya orang itu."Tapi saya tidak bisa meninggalkan kios saya." jawab Rena."Sebentar saja kok, kak. Rumah saya tepat di ujung gang itu. Sebenarnya buku ini saya belikan untuk adik saya yang sedang
Mereka bertiga pun pergi ke rumah Yuna dan bertanya kepada para pengawal."Pak, apakah kalian melihat Yuna?" tanya Erika."Putri Yuna? Saya tidak melihatnya dari tadi putri Erika. Setahu saya putri Yuna tidak ada keluar dari kamarnya dari tadi pagi," jawab pengawal."Loh? Bukannya dia-" Alex langsung menutup mulut Erika."Oh begitu ya, pak. Apakah tuan dan nyonya ada di rumah?" tanya Alex."Mereka tidak ada di rumah pangeran. Mereka sedang pergi ke luar kota dalam seminggu ini," jawab pengawal."Baiklah. Aku ingin bapak beritahukan kepada semua orang yang ada di rumah kalau misalnya Yuna ada di rumahku. Dia sedang menginap," ujar Alex."Hah? putri ada di rumah pangeran? Bagaimana bisa?" tanya pengawal yang terkejut."Hehe iya. Sebenarnya Yuna pergi diam-diam. Jadi jangan khawatir tentang Rena," jawab Alex."Siap pangeran. Saya tidak akan khawatir kalau putri ada bersama pangeran," ujar pengawal."Kalau begitu kami permisi dulu, pak." ujar Alex."Hati-hati di jalan," ujar pengawal samb
Pria itu terburu-buru mengeluarkan kunci dari sakunya dan membuka jeruji besi kemudian masuk ke dalam.Pria itu perlahan mendekati Yuna. "Hehe, ke sini kamu putri Yuna ..." ujar pria itu.Yuna mulai mundur perlahan dan akhirnya tersudut. "Ti-tidak! Menjauhlah!" Yuna berteriak."Ayo ... Kemarilah. Jangan takut," pria itu menjulurkan tangannya.Yuna lalu tersenyum dan menangkap tangan pria itu."Eh? Apa yang kau lakukan?" pria itu terkejut."Apa yang kulakukan? Cuma bentuk pertahanan diri saja, kok. Hiaaahh!" Yuna menarik tangan pria itu dan mengangkatnya ke atas.Braak! Kemudian membantingnya ke lantai."Hoaahk!" pria itu kesakitan.Duk-duk! Yuna menendang biji zakar pria itu berkali-kali."Ukh! Aw! Berhenti! Stop!" pria itu merintih kesakitan."Hahaha rasakan ini! Kau pikir karena aku perempuan, aku tidak bisa melawan gitu? Salah besar kawan. Aku sudah belajar bela diri dari kecil loh!" Yuna terus menendang-nendang biji zakar pria itu hingga Yuna tidak sadar pria itu sudah pingsan."O
Yuna kemudian berlari cepat ke depan sambil menghunuskan pedangnya.Trang! bibi langsung menangkis dan membuat pedang Yuna terhempas. Yuna refleks langsung mundur menjauh ke belakang."Masih belum cukup putri. Kau harus lebih serius lagi. Kemampuanmu tidak hanya sampai di sini saja kan?" ujar bibi memancing emosi Yuna.Yuna mengambil pedangnya."Baiklah bi. Dari tadi aku masih ragu. Tapi kau tahu. Kau benar-benar hina," ujar Yuna.Pandangan Yuna seketika menjadi dingin. "Siap-siap saja. Kau akan kubunuh di sini," ujar Yuna."Haha coba saja, putri!" jawab bibi.Yuna kembali berlari lagi menuju bibi dengan tangan yang siap mengayunkan pedangnya.Bibi tersenyum karena dia merasa Yuna akan mengulangi hal yang sama. Saat Yuna tepat berada di depannya, ia mengayunkan pedangnya untuk menangkis tapi dia terkejut karena tiba Yuna merunduk ke bawah dan dengan cepat memukul kaki bibi menggunakan sikutnya.Krek! kaki bibi menjadi retak karena pukulan Yuna yang kuat."Akh! Sialan kau!" bibi lang
Kemudian keesokan harinya. Yuna bersama orang tuanya. Turun ke ruang bawah tanah di mana tempat bibi sudah dikurung. Mereka dikawal oleh pengawal yang berjaga di ruang bawah tanah."Hehe! Ayo ke sini putri Yuna. Kau tau kan aku adalah orang yang selalu memperhatikanmu? Karena begitu biarkan aku mencongkel matamu itu," ujar bibi.Yuna dan orang tuanya melihat bibi dengan bentuk yang sudah kaca balau. Rambutnya berantakan, bajunya disobek-sobek, serta kukunya yang berdarah. Bibi disekap menggunakan rantai besi yang mengikat kaki dan tangannya di dinding."Wah ini orang sepertinya udah gak waras lagi," ayah Yuna kesal dan ingin menarik pedangnya namun dihentikan Yuna."Sudahlah ayah. Biar aku saja yang menyelesaikan hal ini," ujar Yuna."Pak, bibi kenapa bisa seperti ini tampilannya dalam semalam saja?" tanya Yuna."Jujur saja tadi malam, bibi sepertinya mulai gila. Dia berteriak dan meraung-raung menyebutkan nama Putri. Dan menggigit kukunya sendiri sampai seperti itu. Jadi kami bersusa