Share

Belahan Jiwa

Dokter Vanya yang melihatku hanya bisa melongo saja. Sepertinya dia tidak suka melihat Ray pergi denganku.

"Maaf ya dokter Vanya, saya pergi dulu." Aku dan Ray beranjak dari duduk.

"Opik, kami pergi dulu, ya?" pamit Ray pada Opik.

"Oke. Ray, jangan lupa anterin Hanum pulang ke rumahnya. Jangan ke rumahmu. Haha."

Aku dan Opik pun cipika-cipiki.

"Aku kok nggak diajak cipika-cipiki," goda Ray.

"Ganjen," sahut Opik.

"Kami duluan ya, dokter Vanya," pamitku pada dokter Vanya. Kulihat ekspresi wajahnya menjadi agak berbeda dengan ketika ia masuk tadi. Masa bodoh, Ray memilihku, bukan memilihmu.

"Kemana kita?" tanyaku.

"Makan siang yuk?"

"Sebentar ya, aku menemui seseorang dulu. Tadi masih di UGD."

"Oh, pasien bernama Ningrum ya?" tanya Ray.

"Iya." Ningrum adalah nama ibunya Fahmi.

"Sudah masuk ke ruangan. Kebetulan aku tadi melihat dibawa ke ruang VIP. Mau kesana?"

Aku mengangguk. Berjalan bersama dengan Ray membuatku menjadi pusat perhatian. Beberapa pegawai rumah sakit, terutama yang pere
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status