“Calya, segitunya lo benci sama adik ipar lo itu, bahkan udah berapa tahun Calya. Kenapa sih lo masih dendam sama dia.” Suara dari seberang telepon suaranya terdengar merendah.
Mendengar itu Calya merengut, dia terdiam sesaat lalu memikirkan pertanyaan barusan.
‘Kenapa gue benci sama Nala?’
‘Kenapa?’
‘Ah kalau nggak suka, ya nggak suka aja emangnya harus ada alasan. Lagian gara-gara dia juga hidup gue sama Gala jadi berantakan.’
“Calya … Hello … any bdoy home … spada … lo masih di tempat kan?”
“Eh … hum …. Sorry. Emangnya harus ada alasan kalau gue nggak suka sama seseorang?”
Tanya Calya balik.
Di sana, orang yang ditelpon oleh Calya terdiam sesaat lalu setelah jeda ada suara jawaban, tawa keras terdengar setelahnya.
“Hahahaha … bener kata lo, emangnya harus ada alasan. What ever lah ya, sekarang lo bisa transfer ke gue lagi biaya ongkos jalan sama ke orang pintarnya, kan?”
“Nggak masalah, ntar gue transfer, tapi ….”
“Apa? Lo masih punya permintaan?”
“Iya, gue mau lo bilang ke orang pintarnya, bikin adik ipar gue makin parah atau buat dia mampus sekalian.”
“Hm … bisa diatur itu mah, asal ada cuan …”
“Oke, pokoknya gue serahin semuanya sama lo, ingat ya, jangan kayak sebelumnya, gue nggak habis pikir sama si Nala, dia kenapa kek nggak mempan sih diapa-apain sama kita.”
Suara Calya terdengar sedikit keras, ekspresi wajahnya terlihat kesal.
“Calya, jangan khawatir kali ini gue bakal beresin semuanya, lo percaya sama gue kan?”
“Hum … gue selalu percaya sama lo.”
“Sip … jangan lupa, transfer cuan-nya.”
“Oke …”
“Bye Calya …”
“Hum ….”
Setelah itu suara panggilan terputus.Tidak butuh waktu lama bagi Calya, dia membuka aplikasi M-banking miliknya lalu dengan cepat pula dia mentrasnfer sejumlah uang ke sebuah rekening atas nama seseorang di laman favoritnya.
Setelah terproses Calya mengirimkan bukti transfer yang baru saja dia lakukan.
TERKIRIM 1.000.000
Di tempat lain, seseorang yang menerima pesan dari Calya tersenyum bahagia saat dia mendapati pesan yang berisi bukti transfer dari Calya.
Senyuman di wajah wanita yang usianya tak jauh dari Calya itu terus melebar.
Setelah sekian detik senyuman itu berubah menjadi senyuman sinis, dia bergumam sendiri.
“Aku bahkan bisa hidup tanpa bekerja dengan uang seperti ini, Calya, dia memang wanita menyebalkan tapi … kalau bukan karena uang gue malas berteman sama dia. Wanita menyebalkan.”
….
Kediaman Keluarga Wistara.
Nala dan Bi Darmi sudah berada di halaman belakang rumah.
Halaman itu sangat luas.
Ada banyak pohon di sana, berbagai macam tumbuhan bunga dan rumput yang tertata rapi.
Iya, Nala memang rajin merawat halaman belakang rumah keluarga itu.
Halaman luas itu bisa digunakan untuk bermain bola.
Rumput yang dirawat oleh Nala sangat bagus, begitu juga bunga-bunga yang tertanam di pot berada di pinggiran tembok, mereka tumbuh subur.
Pohon besar yang ada di sana membuat rindang halaman belakang.
Hanya saja, Nala dan Bi Darmi yang sering berada di halaman belakang tersebut.
Bagi Calya dan Gala, halaman belakang adalah tempat yang membosankan dan juga sangat mereka hindari.
Mereka berdua bahkan tidak pernah ke sana, bagi keduanya halaman belakang hanya membuat keduanya mengingat kenangan kedua orang tuanya.
Pernah suatu hari Calya murka, karena Nala sibuk berkebun dan merawat tanaman di sana.
Tapi Bi Darmi menenangkan Calya, kalau semua itu dilakukan karena Bi Darmi juga yang meminta agar halaman belakang tidak terlihat seram dan menakutkan.
Atas permintaan Nala pada Gala.
Akhirnya Calya bisa menerima dan membiarkan Nala dan Bi Darma merawat halaman belakang rumahnya.
Nala dan Bi Darmi membuang bungkus kain putih ke dalam tong sampah kaleng yang ada di sudut halaman.
Bi Darmi bergegas berjalan ke arah dapur mengambil pematik.
Setelah itu dia kembali dan berdiri di sisi kanan Nala.
“Ini Non …”
“Bi, apa karena benda seperti ini juga aku sering mimpi macam-macam.”
Bi Darmi menoleh, menatap nanar wajah wanita yang terlihat lusuh di sampingnya itu.
“Non, emang suka mimpi apa?” tanya Bi Darmi penasaran.
“Aku sering mimpi buruk dan kadang suka dikejar-kejar orang Bi.”
“Ya Allah, Non … ada-ada aja.”
“Menurut Bi Darmi?”
“Apa Non, mau Bibi carikan orang pintar?”
“Hah? Orang pintar? Dukun maksudnya? Bi, biar aku nggak paham agama tapi aku takut kayak gitu-gituan.”
“Bukan Non, maksudnya kek semacam Kyai atau Ustad gitu loh, kayak di tv yang sering Bibi lihat kalau pas senggang.”
“Hm … apa iya Bi?”
Bi Darmi mengangguk lalu menjawab, “Non mau?”
Nala terdiam, dia menoleh ke tong sampah, tepatnya fokus pada bungku kain putih di dalam tong sampah itu.
Bi Darmi mengikuti arah pandang Nala.
Lalu keduanya terdiam.
“Nggak perlu Bi? Aku takut nanti kenapa-kenapa. Selama kita percaya sama Allah, pasti dilindungi kan?”
Nala berkata dengan suara pasrah.
Bi Darmi menatapnya dan berkata, “Kalau Non Nala nggak yakin, ya udah nggak usah, kita berdoa aja semoga dijauhkan dari hal-hal buruk.”
“Aamiin …”
“Jad dibakar nggak Non?” tanya Bi Darmi.
“Iya …”
Setelah itu Nala menyalakan pematik lalu membuang ke tong sampah.
Api mulai menyala dan melahap bungkus kain putih di depan mereka.
Keduanya terdiam menatap api yang menyala di hadapan keduanya.
Nala, dalam diam teringat akan kejadian beberapa tahun yang lalu saat dia jatuh sakit dan dokter menyatakan bahwa Nala tidak memiliki riwayat penyakit apa pun selama dirawat.
Itu artinya, dia tidak sakit tapi tubuhnya lemas selama beberapa bulan dan harus dirawat di rumah sakit.
Bahkan hanya Bi Darmi yang peduli padanya.
Meski Calya dan Gala, suaminya itu hanya merawat Ayunda tanpa mempedulikan dirinya.
Mengingat semua itu Nala semakin yakin, ada seseorang yang berusaha ingin membuat dirinya celaka.
‘Tapi siapa?’
‘Aku tidak pernah menyinggung perasaan orang lain.’
‘Atau …’
‘Ah, Nala jangan mengada-ngada, tidak mungkin!’
Nala menggelengkan kepalanya kuat.
Bi Darmi yang melihat hanya mengerutkan dahinya.
“Non, ayo masuk. Bersih-bersih dulu, Non belum mandi.”
“Hm … Iya Bi.”
Keduanya berbalik setelah api padam. Berjalan masuk ke dalam rumah.
Nala masih memikirkan kejadian yang baru saja dia alami.
Lalu dia teringat perkataan sahabatnya saat dia sakit.
“Nala, gue yakin penyakit lo ini nggak bener, ada sesuatu yang mencurigakan. Lagian suami lo kok bisa sih cuek banget, istri sakit dia santai aja di rumah. Jagain kek istrinya.”
Nala berjalan sambil mengingat semua ucapan sahabatnya itu.
Dia selama ini tahu, Gala, suaminya itu memang sudah berubah.
Sejak melahirkan Ayunda, suaminya bahkan sudah tidak peduli dengannya dan mereka sebenarnya sudah pisah ranjang sejak lama.
‘Apa Mas Gala punya wanita lain?’
‘Bungkusan itu … apa jangan-jangan …’
Gala menerima telepon dan sedikit berteriak, "Eh kok bisa! Bukannya harganya sekitar 120 juta? Mahal banget""Siapa yang kasih keputusan?""Aku paham."Gala menutup telepon dan mendesah.“Karina, berapa harga yang kita tawarkan sebelumnya?” Gala bertanya dengan tidak sabar."Sembilan puluh juta," ujar Karina.Harga itu jauh melebihi perkiraan. Selisihnya lebih dari 10 juta. Gala bisa membayangkan pantas saja keluarga Diandra tidak memberikan penawaran itu kepada perusahaannya. Seratus dua puluh juta, harga yang harus dibayar untuk menjaga reputasi keluarga.“Pak Gala, apa mereka sekarang mencoba untuk menekan perusahaan kita? Atau sengaja mengeluarkan kita dari komunitas? Kalau seperti ini kita nggak punya stok dan barang untuk dipamerkan nanti” lanjut Karina.“Dia kayaknya sengaja,” Gala berkata dengan ekspresi kekesalan. Meskipun dia tidak tahu Diandra pasti melakukan ini dengan sengaja. Semenjak Gala menikahi Nala, dan istrinya memutuskan keluar dari perusahaan keluarga Diandra, te
Nala dan Bi Darmi berada di rumah sakit …Nala dengan cepat membalikkan Ayunda dan mengangkat dagunya.Wajah putrinya sangat pucat sehingga tidak ada jejak kehidupan yang tersisa di pipinya. Matanya terpejam rapat seperti tertidur.Mengikuti gerakan Nala, tangan gadis itu terjatuh di sampingnya dengan lemah ...“Ayu? Ayunda!”Ketakutan yang tak dapat dijelaskan menyelimuti pikiran Nala saat dia memeluk gadis itu seperti wanita gila. “Ayu, bangun! Bangun sayang kamu kenapa ....”“Apa yang terjadi sama Ayunda?”Bi Darmi berdiri dengan ekspresi ketakutan.Bukankah tadi pagi, gadis ini terlihat baik-baik saja?Lalu kenapa sekarang Ayunda seperti orang sekarat, wajahnya sangat menakutkan.Mereka bergegas ke rumah sakit, karena mendapat telpon dari pihak sekolah memberi tahu bahwa Ayunda sedang dirawat di rumah sakit karena pingsan dan sebelumnya sempat histeris.Nala mengangkat kepalanya dan menatapnya. Kesedihan dan kemarahan melonjak di dadanya.“Bi Darmi, apa yang terjadi pada anakku?” t
Di tempat lain …Nala terus bersin, entah kenapa dia seperti ini padahal sebelumnya dia baik-baik saja.Bi Darmi yang melihat langsung berkomentar, “Non, kayaknya ada yang lagi ngomongin Non Nala.”Nala yang mendengar tersenyum lalu berkata, “Bi Darmi ada-ada aja, masih percaya mitos kayak gituan ah.”“Bisa jadi gara-gara asap tadi Bi.” Sambung Nala lagi.“Hehehe … iya kali ya.” Bi Darmi langsung merasa tidak enak hati, dia meringis sendiri.Setelah selesai membakar bungkus kain putih dan membersihkan diri, hari mulai siang Nala dan Bi Darmi berjalan-jalan di taman belakang. Mereka berdua lalu duduk di bangku bambu yang ada di bawah pohon mangga yang daunnya rindang. Itu adalah tempat favorit keduanya.Saat selesai mengerjakan pekerjaan rumah dan senggang, mereka berdua sering menghabiskan waktu di sana.Biasanya Nala menyulam, Bi Darmi membersihkan sampah daun kering.“Non, apa udah baikan kakinya?” Bi Darmi bertanya pada Nala.Tapi sebenarnya Bi Darmi tahu bahwa Nala sedang memikirk
Selesai berbicara, ponsel Calya berbunyi …Drtt …. Drrtt … Drtt ….Dengan cepat dia meraih ponsel di dlam tas miliknya.Saat manik matanya menangkap sebuah nama di layar ponsel tersebut, kedua alisnya berkerut.Calya bergumam sebelum mengangkat panggilan telepon tersebut.“Wali kelasnya Ayunda?” Gala yang mendengar juga ikut terkejut, ekspresi wajah lelaki itu pun sama terkejutnya dengan Calya.“Ada apa Mbak? Ada apa sama Ayunda? Kenapa wali kelasnya telpon ke Mbak?”Gala mengajukan banyak pertanyaan, dengan perasaan khawatir.Calya meliriknya dengan ketus dia menjawab, “Mana aku tahu? Ini juga belum dijawab.”“Buruan angkat Mbak?” lanjut Gala, dia berdiri di depan Calya dengan wajahnya yang terlihat cemas, menatap ponsel yang ada di tangan Calya.Melihat sikap Gala, Calya mendengus dan berkata, “Santai aja kenapa sih.”“Siapa tahu itu penting Mbak, buruan angkat. Wali kelas Ayunda nggak mungkin nelpon kalau nggak penting kan?”“Issh …. Berisik!” sewot Calya, dia menekan satu jarinya
Melihat wajah ibunya memerah, Ayunda langsung bergegas mengangkat suaranya, “Tante, aku baik-baik saja, semua ini nggak ada hubungannya sama mama.”Mendengar itu Calya yang tangannya masih di udara dengan cepat melirik Ayunda, gadis itu tatapan matanya penuh dengan permohonan kepadanya.Menarik napas panjang Calya menurunkan tangannya.Bi Darmi yang melihat menahan emosi di dadanya saat dia harus menyaksikan lagi sikap arogan dan kasar Calya pada Nala.Begitu dia menatap pada Gala yang hanya berdiri dengan ekspresi datar, Bi Darmi menahan tinju tangannya dengan kuat.Calya menatap kembali pada Nala yang masih memegang pipinya yang merah.“Sudah aku bilang berkali-kali kalau ada masalah terkait Ayunda, kamu harus cepat hubungi aku. Dan ingat, jangan pernah melakukan sesuatu tanpa seizin aku.”“Mbak, dia juga anakku, jadi apa salahnya kalau aku …”“Apa salahnya? Dasar bodoh! Kamu nggak ngaca, ngerawat diri kamu sendiri aja nggak becus gimana mau ngerawat anak kamu hah!”Mendengar itu Na
Gala yang ditanya hanya bisa diam mematung, dia bingung harus menjawab apa.Lalu pada akhirnya Gala hanya bisa memalingkan wajahnya ke arah putrinya, dia merasa bersalah tapi dalam hati Gala juga kesal kepada Calya, kakaknya ini sungguh keterlaluan, seharusnya dia tidak mengatakan hal itu di depan putrinya.“Gala, kenapa diam, kamu jadi suami harus tegas dong.” Sela Calya dengan melotot pada Gala.“Mbak, bukan waktunya ….”“Apa? Kamu bilang belum waktunya? Mau nunggu sampai kapan lagi? Kamu berdua sama-sama nggak cocok dan menderita ngapain sih dipertahankan.”Saat berbicara Calya memperhatikan pandangan Gala, manik matanya bertemu dengan Ayunda, Calya menarik napas panjang setelah paham dengan situasi Gala saat ini.“Ayunda pasti paham kok!” jawab Calya dengan entengnya.Sementara Nala yang masih berdiri di antara keduanya tidak bisa menahan setiap perkataan kakak iparnya itu, dia mengaitkan kedua tangannya, menarik napas, yang awalnya menunduk, perlahan dia mengangkat wajanya dan be
Bima Wistara adalah sepupu Gala.Pria itu dulu satu SMA dengan Nala.Siapa sangka dia bertemu kembali dengan Nala, gadis yang dulu pernah bersamanya saat masih di bangku SMA tapi … wanita yang kini ada di depannya jauh berbeda dari Nala yang dulu pernah dia kenal.Dengan tatapan penuh terkejut Bima langsung berkata, “Nala … Gala …”Nala dan Gala, keduanya juga terkejut saat melihat Bima berdiri di depan mereka.“Bima?” sapa Gala balik dengan mengerjapkan mata.Sementara Nala yang masih berdiri dengan penampilannya yang sungguh kacau tidak bisa berpikir dengan jernih dan kesadarannya masih belum pulih.Tapi saat dia melihat senyuman Bima, perlahan ingatan Nala kembali ke masa lalu.Sosok yang dia kenali dulu ada di hadapannya.Bima masih terus tersenyum, bukan pada Gala tapi pada Nala.Jelas saja membuat Gala mengernyitkan dahinya saat melihat Bima acuh tak acuh kepadanya.“Nala, kamu Nala kan? Yang dulu …” sapa Bima dengan gembira.Nala saat melihat wajah yang tak asing di depannya di
Melihat sikap kasar Gala pada Nala, Bima tidak bisa diam saja, dia dengan cepat juga menahan tangan Gala.“Lo … jangan ikut campur urusan rumah tangga orang lain.” Teriak Gala pada Bima.Mendengar dan melihat sikap Gala, Nala menyeringai.‘Ternyata Mas Gala bisa cemburu juga, dan ini …’Nala terdiam melihat keduanya saling berselisih.‘Aku punya ide, biar saja Bima aku jadikan alat untuk membantuku dan juga mendapatkan Ayunda dari Gala. Mungkinkah Bima … seseorang yang dikirim Allah untuk membantuku saat ini?’Dalam diam Nala terus berpikir, dia tidak akan mau mengalah atas hak asuh Ayunda pada kakak iparnya.Kedua kakak beradik itu terus berusaha menyingkirkan Nala dari kehidupan Ayunda.Melihat betapa kesal dan marahnya Gala, Nala jadi paham bahwa karakter Gala yang tidak pernah bisa mengalah dan selalu merasa menang itu pada akhirnya, Nala menemukan jawaban.“Aku nggak akan biarin lo merebut Nala dari gue.” Bentak Gala pada Bima, “Bagaimana pun da masih istri gue.”Nala tersenyum p