Share

Bab 5 - Dua Pria

Gala menerima telepon dan sedikit berteriak, "Eh kok bisa! Bukannya harganya sekitar 120 juta? Mahal banget"

"Siapa yang kasih keputusan?"

"Aku paham."

                                           

Gala menutup telepon dan mendesah.

“Karina, berapa harga yang kita tawarkan sebelumnya?” Gala bertanya dengan tidak sabar.

"Sembilan puluh juta," ujar Karina.

Harga itu jauh melebihi perkiraan. Selisihnya lebih dari 10 juta. Gala bisa membayangkan pantas saja keluarga Diandra tidak memberikan penawaran itu kepada perusahaannya. Seratus dua puluh juta, harga yang harus dibayar untuk menjaga reputasi keluarga.

“Pak Gala, apa mereka sekarang mencoba untuk menekan perusahaan kita? Atau sengaja mengeluarkan kita dari komunitas? Kalau seperti ini kita nggak punya stok dan barang untuk dipamerkan nanti” lanjut Karina.

“Dia kayaknya sengaja,” Gala berkata dengan ekspresi kekesalan. Meskipun dia tidak tahu Diandra pasti melakukan ini dengan sengaja. Semenjak Gala menikahi Nala, dan istrinya memutuskan keluar dari perusahaan keluarga Diandra, temannya itu terlihat kalau sikapnya berubah terhadapnya. Bahkan sekarang jelas sekali Diandra membuatnya kesulitan.

“Apa kita masih bisa mencari perusahaan pengrajin lainnya?” tanya Gala.

“Kayaknya sulit, karena ini sudah waktu pameran, semua pengrajin di Kota Yogyakarta pasti sudah menentukan pembeli masing-masing dan Bapak tahu sendiri perusahaan keluarga Diandra selalu yang terakhir membuka penawaran karena mereka merasa, mereka adalah ikon di kota itu dan menjadi satu-satunya perusahaan pengrajin yang sangat dikejar customer seperti kita.”

Mendengar penjelasan Karina, Gala mengangkat wajahnya menatap wanita yang sudah menjadi asisten pribadinya itu sejak sepuluh tahun terakhir.

Mendapat tatapan seperti itu Karina hanya bisa tersenyum kecil.

“Apa kamu nggak bisa berbuat apa-apa? Kalau sampai Mbak Calya tahu kita nggak dapat apa-apa tahun ini, habis kita semua.” Gerutu Gala sambil mendesah.

“Biar nanti aku yang jelasin ke Mba Calya.” Jawab Karina.

“Nggak perlu, kalau dia mendengar dari kamu pasti dia bakalan murka, kamu tahu sendiri karakter Mba Calya. Dia masih ada di toko kan?”

“Tadi, aku telepon menurut staf di sana Mba Calya belum sampai.”

“Hah, Mba Calya belum sampai di toko?” Gala melirik ke meja di mana ada jam di sana, itu bahkan sudah pukul sembilan lewat.

Bukannya mereka pagi sudah jalan dan harusnya dia sudah ada di sana?

Ke mana dia pergi?

Melihat Gala termenung, Karina mendekat dan berkata, “Pak, apa nggak lebih baik sekarang menemui Mba Calya dan menjelaskan padanya. Dia pasti akan berusaha mengejar Diandra, kalau sampai kita nggak mendapatkan dukungan perhiasaan dari model dan koleksi keluarga itu, toko kita pasti …”

Gala langsung mendongak menatap Karina.

Wanita ini seperti sengaja, membungkukkan sedikit tubuhnya.

Kemeja warna merah yang dikenakan Karina, agak sedikit pas body. Meski penampilannya sopan, tapi kalau dia bersikap seperti ini, yah sudah pasti akan terekspose kan bagian terlarang miliknya itu.

Saat manik mata Gala jatuh tepat pada itu, dia langsung menunduk. Gala masih sosok pria yang memiliki kesopanan dan dia memang sulit digoda oleh wanita, terbukti meski dia dan Nala memiliki masalah dalam hubungan rumah tangganya, Gala masih bisa bertahan untuk tidak tergoda wanita lain.

Sudah sejak lama wanita ini terus menggodanya.

Tapi Gala, selalu bisa menahan diri.

Karina tersenyum senang dan menggoda tapi sayang setelahnya …

“Kamu bisa kembali ke tempat kamu, urusan Mba Calya biar aku beresin.”

Mendengar itu Karina langsung mencelos dan merasa kesal, lagi-lagi dia mendapat penolakan.

Siapa yang tidak tergoda dengan wajah tampan Gala, meski pria ini memang terkesan tidak berprinsip dan selalu menjadi pria penurut di depan kakak perempuannya, bagi Karina status Gala lebih baik jika dibandingkan dengan para pria yang mengejarnya selama ini.

Karina tahu benar, gosip tentang hubungan bosnya itu dengan istrinya sudah lama tidak baik-baik saja, semua karyawan mendengar rumor tersebut.

Dengan sigap Karina menegakkan tubuhnya, meraih map putih di meja, lalu pergi dengan cepat.

Gala menghembuskan napas panjang setelah wanita itu pergi dan menyisakan aroma wangi yang menggoda.

“Gala, jangan gegabah!”

Pria itu mengingatkan dirinya sendiri sambil menatap kepergian Karina.

Siapa yang tidak tergoda dengan wanita seperti Karina yang memiliki tubuh sempurna dan parasnya memang sangat cantik.

Tapi ….

“Hei Gala, sadarlah!”

Gala menepuk wajahnya sendiri dengan kencang.

Tuuutt ….

Saat itu juga suara panggilan ponselnya berbunyi.

Tuuutt ….

Gala melirik ponsel miliknya di meja, pada layar ponsel tersebut tertera sebuah nama …

Diandra …

‘Kebetulan sekali, tuh bocah nongol di saat yang tepat.’

Buru-buru Gala mengangkat telepon tersebut.

Langsung terdengar suara pria yang sedikit serak.

“Gala … untuk sekarang perusahaan gue nggak ada lagi toleransi, semua sudah disepakati jadi lo nggak perlu lagi mencoba mengajukan komplain, semua sesuai prosedur, perusahaan mana yang punya kriteria yang dicari oleh perusahaan keluarga Diandra, jadi lo harus paham, seenggaknya kalian sudah paham sejak awal.”

“Hei, Bro … Brother, kenapa buru-buru sih, penawaran itu terlalu … kalau lo sejak awal info harganya berubah …”

“Gala, kita abaikan pertemanan kita, bisnis adalah bisnis.”

“Diandra … lo nggak becanda dan ngancam gue, kan?”

“Siapa yang ngancam lo? Jelas-jelas penawaran dan syarat dari perusahaan lo nggak sesuai dengan apa yang kita inginkan.”

“Apa semua ini karena Nala?”

Mendengar itu Diandra langsung terdiam.

“Ah, sialan! Kalau memang benar.” Umpat Gala.

“Kenapa lo bawa-bawa dia? Nggak ada hubungannya sama masalah bisnis kita, yang ngurus semuanya adalah tim dan karyawan gue jadi keputusan bukan dari pribadi gue sendiri. Sialan lo Gala. Apa lo masih berpikir negatif tentang istri yang udah ngasih anak ke lo.”

Keduanya mulai tegang.

Gala selalu teringat putrinya jika dia melakukan sesuatu yang buruk, meski hubungan dia dengan Nala sangat tidak harmonis, Gala masih punya iman.

…..

Di tempat lain …

Nala terus bersin, entah kenapa dia seperti ini padahal sebelumnya dia baik-baik saja.

Bi Darmi yang melihat langsung berkomentar, “Non, kayaknya ada yang lagi ngomongin Non Nala.”

Nala yang mendengar tersenyum lalu berkata, “Bi Darmi ada-ada aja, masih percaya mitos kayak gituan ah.”

“Bisa jadi gara-gara asap tadi Bi.” Sambung Nala lagi.

“Hehehe … iya kali ya.” Bi Darmi langsung merasa tidak enak hati, dia meringis sendiri.

Setelah selesai membakar bungkus kain putih dan membersihkan diri, hari mulai siang Nala dan Bi Darmi berjalan-jalan di taman belakang. Mereka berdua lalu duduk di bangku bambu yang ada di bawah pohon mangga yang daunnya rindang. Itu adalah tempat favorit keduanya.

Saat selesai mengerjakan pekerjaan rumah dan senggang, mereka berdua sering menghabiskan waktu di sana.

Biasanya Nala menyulam, Bi Darmi membersihkan sampah daun kering.

“Non, apa udah baikan kakinya?” Bi Darmi bertanya pada Nala.

Tapi sebenarnya Bi Darmi tahu bahwa Nala sedang memikirkan sesuatu.

“Udah mendingan kok Bi, meski agak sakit dikit. Tapi aku ini kan wanita kuat, hehehe …”

Nala tersenyum, wajahnya tertempa sinar matahari.

Bi Darmi yang melihat ekspresi wajah Nala hatinya tersenyuh.

Gadis yang dulu masuk ke rumah ini sangat polos, cantik dan lugu. Tapi sekarang dia terlihat lusuh, wajahnya kusam, ada kerutan di bawah mata dan senyuman itu baru terlihat lagi.

….

“Diandra, bukannya seharusnya kita nggak bersikap seperti ini?” Gala mereda.

Dia merasa kalau dia bersikeras membalas Diandra, pria yang dia kenali itu tidak akan berhenti, Diandra memang sejak dulu sangat menyayangi Nala.

Sejak Gala menikahi Nala, mereka berdua tidak pernah saling bertemu. Nala menghabiskan waktunya di rumah mengurus keluarganya.

Gala terlalu picik, tapi dia juga terbawa emosi sehingga berkata seperti tadi.

“Lo sendiri yang mulai.” Ujar Diandra dari ujung telepon.

“Jadi, sekarang kontrak kita udah berakhir dan ….” Lanjut Diandra, suara intonasinya meninggi, dia tersulut emosi juga mendengar ucapan Gala barusan.

“Diandra, tunggu, lo kasih gue kesempatan sekali lagi, hubungan keluarga kita udah baik sejak dulu kenapa … lo nggak kasih kesempatan dan penawaran itu ….”

“Gal, semuanya udah berubah. Gue juga harus mikirin karyawan gue. Kalau perusahaan lo nggak mampu mending cari rekan bisnis lain, masih banyak pengrajin di sini.”

“Jadi, nggak ada kesepakatan sama sekali?”

“Hm …”

Gala terdiam.

GUBRAK!

“SINI …”

Tiba-tiba suara orang menggebrak meja terdengar keras, Calya datang dengan tiba-tiba dan menggebrak meja, merampas ponsel dari tangan Gala.

Gala tercengang melihat kakaknya itu sudah berdiri di hadapannya dengan ekspresi murka menatapnya seolah ingin memangsanya.

“DIANDRA SIALAN!” teriak Calya pada akhirnya, urat di lehernya terlihat jelas.

Gala melotot, dia hanya bisa bergeming melihat betapa menakutkan kakaknya ini, seperti biasa kalau sudah murka.

Alih-alih mengatakan sesuatu, Gala hanya diam. Lebih tepatnya, takut.

Diandra yang mendengar langsung terkejut juga.

“Gue akan hancurin keluarga lo kalau lo main curang sama perusahaan gue.”

Bentak Calya pada Diandra.

Mendengar ancaman itu Diandra hanya tersenyum lalu membalas dengan suara lembut.

“Mba Calya, semuanya sudah selesai, aku sudah kasih info ke Gala. Jadi …”

“Gue tahu, lo cuma mau balas dendam sama Gala, kan? Apa karena wanita sialan itu hah!”

Dahi Diandra berkerut mendengarnya.

‘Wanita sialan?’

Gala yang mendengar perkataan kakaknya langsung mengerjapkan matanya.

‘Nala, masih istriku.’

Diandra di ujung telepon, mencengkram ponsel dengan kuat mendengar wanita yang sudah dia kenali berwatak tak baik dan selalu bersikap arogan ini, perlu diberi pelajaran.

‘Dia akhirnya mengeluarkan sifat aslinya, rubah licik!’ umpat Diandra.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status