Festival Pameran Perhiasan Perak sudah sebentar lagi.Di ruangan kerja Diandra …“Pak, ini datanya, semuanya ada di sini, beberapa keleksi perhiasan punya kita yang akan kita pamerkan nanti.”Ujar seorang karyawan pria dengan tubuh kurus, tinggi dan terlihat berwibawa.Dia adalah Lukman, kepala desain di perusahaan Diandra.Sudah lebih dari sepuluh tahun Lukman bekerja bersama Diandra.Dia awalnya seorang pelukis pinggir jalan yang ditemukan Diandra.Saat tidak sengaja Diandra sedang menikmati malam di Malioboro dan melihat bakat Lukman.Meski dia hanya lulusan SMA, seni dan bakat melukis Lukman sangat luar biasa.Diandra menawarkan pekerjaan itu padanya.Awalnya Lukman menolak karena takut tidak sesuai dengan ekspetasi yang diharapkan Diandra.Tapi, Diandra bukanlah orang yang mudah menyerah.Dia terus mendatangi Lukman dan memberinya semangat, sampai sebulan penuh dan akhirnya Lukman menerima tantangan tersebut.Alhasil semua desain Lukman menjadi yang terbaik.Dia diajari oleh Dian
Saat itu sebuah suara datang dari luar ruangan.“Maaf, Pak Gala, Bapak tidak bisa masuk ke ruangan Pak Adi, karena sedang ada tamu.” Ujar seorang pegawai di sana.Gala tidak peduli, dia sejak tadi sudah mengatakan dengan baik-baik bahwa dia ingin bertemu langsung dengan Adijaya tapi para pegawai terus menghalanginya.Kali ini Gala berkata sambil melotot, “Aku tidak peduli, minggir atau …”Mendapat ancaman dari Gala, si pegawai wanita tidak berani menatap lalu dia dengan enggan minggir dan pada akhirnya membiarkan Gala masuk.Karena semua pegawai di sana juga memberi kode kepadanya untuk membiarkan Gala masuk, mereka tidak ingin kantor mereka kacau, siapa yang tidak kenal keluarga Wistaram terutama Calya, semua pegawai tidak ingin berhubungan dengan keluarga Wistara.Dengan cepat Gala membuka pintu, dia tidak terkejut sama sekali melihat Karina sedang berada di dalam ruangan bersama Adijaya.“Wah, siapa yang datang, Gala Wistara, akhirnya kamu datang sendiri.” Ujar Adijaya, dia berdiri
Seminggu kemudian …“Terima kasih Mas Totok atas bantuannya selama ini, kalau nggak ada Mas, saya nggak tahu apa yang terjadi sama keluarga saya.” Ucap Nala, dia duduk bersebelahan dengan Bi Darmi, di depannya Totok duduk dengan posisi tegak dan sopan.Sebelum menjawab Totok tersenyum, “Mbak, semua itu atas pertolongan Allah, saya hanya perantara, Insha Allah kalau kita istiqomah Allah akan kasih kemudahan. Jangan lupa ya selalu tepat waktu sholatnya, kalau bisa.”“Iya, makasih banget Mas.” Lanjut Nala.“Sebenarnya semua ini atas usul Mas Abian loh, saya diminta bantu Mbak Nala dari Mas Abian.”“Abian Diandra?” tanya Nala terkejut.Totok hanya mengangguk lalu menatap Bi Darmi.Reflek Nala menatap Bi Darmi.Perempuan paruh baya itu tersenyum lalu berkata, “Iya, Maaf ya Non Nala, sebenarnya selama ini saya suka curhat sama Mas Diandra, saya jangan dimarahi ya, saya hanya berusaha mau bantu keluarga Non Nala sama Mas Gala.”Nala menarik napas panjang, dia berhutang budi lagi sama Diandra
“Gala, Ayunda cepetan udah kesiangan nih, kalian lama banget sih!”“Bentar ….”“Iya tunggu ….”Suara teriakan di pagi hari di rumah besar keluarga Wistara.“Mbak, sarapannya udah aku sediain, nggak sarapan dulu?” tanya Nala pada sang kakak iparnya.Calya, wanita berusia empat puluh tahun beberapa hari lagi itu menoleh ke meja makan, ada banyak makanan di sana, tapi dia lalu menggeleng dengan kuat dan menatap Nala yang berdiri di pinggir meja makan dengan daster dan rambut berantakan serta wajahnya yang berminyak.Calya mendengus lalu mengacuhkan sambil berkata, “Kita mau sarapan di jalan aja, bosan sarapan itu-itu muluk, emangnya nggak ada menu lain apa selain itu lagi-itu lagi.”Nala menarik napas panjang mendengar ucapan pedas kakak iparnya itu.Sudah biasa, sudah sepuluh tahun Nala diperlakukan seperti ini oleh kakak iparnya tersebut.Hanya bisa menahan di dalam hati Nala mengerjapkan matanya.Ini adalah untuk yang kesekian kalinya dia diperlakukan seperti pembantu oleh kakak iparn
Nala masih menatap penuh rasa kasihan dan jijik pada dirinya sendiri di cermin besar yang ada di dalam kamar tidurnya.Dia teringat sepuluh tahun yang lalu saat pertama kali pertemuan dirinya dengan Gala, di Yogyakarta.Nala bekerja di sebuah perusahaan industri pengrajin perak di Kotagede, Yogyakarta.Sejak kecil Nala suka sekali dengan desain perhiasaan, saat lulus kuliah dia langsung bekerja di perusahaan milik keluarga Diandra, yang tak lain adalah sahabat dari almarhum ayahnya.Keluarga Diandra sudah menganggap Nala seperti putrinya sendiri karena sejak kecil dia memang sering melihat para pengrajin perak di sana setiap kali ayahnya mengajak berlibur ke Yogyakarta.Sampai akhirnya cita-cita Nala tercapai dan bekerja di perusahaan tersebut.Putra pertama Diandra, Abian Diandra adalah teman Gala.Dari Abian-lah Nala diperkenalkan oleh Gala.Mereka bertemu dan Gala menyukai Nala, akhirnya mereka menikah.Pertemuan keduanya memang sangat singkat, sampai akhirnya mereka menikah.Padah
Di kamar utama, Nala yang sedang dipijit oleh Bi Darmi meringis menahan kesakitan, kaki kanannya sudah terlihat agak sedikit bengkak.“Non, tahan ya, Bibi sih mau panggil tukang urut aja, biar diurut kakinya nanti Non nggak bisa jalan gimana.”“Nggak papa Bi, nanti kalau uda Bi Darmi urut pasti enakan. Auh!”“Tuh kan sakit.”“Iya, nggak papa aku tahan, uda biasa kan nahan sakit.”Mendengar itu Bi Darmi hanya bisa tersenyum.Dia sangat menyukai Nala, sejak wanita ini memasuki rumah keluarga Wistara, Bi Darmi merasa dia senang sekali, karena Nala sangat baik pada dirinya dan selalu mengalah dan diam diperlakukan apa pun oleh Calya.Bi Darmi sangat mengenal Calya, sejak kecil Bi Darmi yang merawat dan mengurus Calya dan juga Gala.“Non, kamu nggak papa?” tanya Bi Darmi masih mengurut kaki Nala.Perempuan paruh baya itu memperhatikan Nala yang termenung, terlihat lusuh dan sedikit kurus.“Kenapa Bi?”“Kamu kelihatan capek, apa ada yang dipikirin? Kalau masalah Mbak Calya, Non mah uda bias
“Calya, segitunya lo benci sama adik ipar lo itu, bahkan udah berapa tahun Calya. Kenapa sih lo masih dendam sama dia.” Suara dari seberang telepon suaranya terdengar merendah.Mendengar itu Calya merengut, dia terdiam sesaat lalu memikirkan pertanyaan barusan.‘Kenapa gue benci sama Nala?’‘Kenapa?’‘Ah kalau nggak suka, ya nggak suka aja emangnya harus ada alasan. Lagian gara-gara dia juga hidup gue sama Gala jadi berantakan.’“Calya … Hello … any bdoy home … spada … lo masih di tempat kan?”“Eh … hum …. Sorry. Emangnya harus ada alasan kalau gue nggak suka sama seseorang?”Tanya Calya balik.Di sana, orang yang ditelpon oleh Calya terdiam sesaat lalu setelah jeda ada suara jawaban, tawa keras terdengar setelahnya.“Hahahaha … bener kata lo, emangnya harus ada alasan. What ever lah ya, sekarang lo bisa transfer ke gue lagi biaya ongkos jalan sama ke orang pintarnya, kan?”“Nggak masalah, ntar gue transfer, tapi ….”“Apa? Lo masih punya permintaan?”“Iya, gue mau lo bilang ke orang p
Gala menerima telepon dan sedikit berteriak, "Eh kok bisa! Bukannya harganya sekitar 120 juta? Mahal banget""Siapa yang kasih keputusan?""Aku paham."Gala menutup telepon dan mendesah.“Karina, berapa harga yang kita tawarkan sebelumnya?” Gala bertanya dengan tidak sabar."Sembilan puluh juta," ujar Karina.Harga itu jauh melebihi perkiraan. Selisihnya lebih dari 10 juta. Gala bisa membayangkan pantas saja keluarga Diandra tidak memberikan penawaran itu kepada perusahaannya. Seratus dua puluh juta, harga yang harus dibayar untuk menjaga reputasi keluarga.“Pak Gala, apa mereka sekarang mencoba untuk menekan perusahaan kita? Atau sengaja mengeluarkan kita dari komunitas? Kalau seperti ini kita nggak punya stok dan barang untuk dipamerkan nanti” lanjut Karina.“Dia kayaknya sengaja,” Gala berkata dengan ekspresi kekesalan. Meskipun dia tidak tahu Diandra pasti melakukan ini dengan sengaja. Semenjak Gala menikahi Nala, dan istrinya memutuskan keluar dari perusahaan keluarga Diandra, te
Seminggu kemudian …“Terima kasih Mas Totok atas bantuannya selama ini, kalau nggak ada Mas, saya nggak tahu apa yang terjadi sama keluarga saya.” Ucap Nala, dia duduk bersebelahan dengan Bi Darmi, di depannya Totok duduk dengan posisi tegak dan sopan.Sebelum menjawab Totok tersenyum, “Mbak, semua itu atas pertolongan Allah, saya hanya perantara, Insha Allah kalau kita istiqomah Allah akan kasih kemudahan. Jangan lupa ya selalu tepat waktu sholatnya, kalau bisa.”“Iya, makasih banget Mas.” Lanjut Nala.“Sebenarnya semua ini atas usul Mas Abian loh, saya diminta bantu Mbak Nala dari Mas Abian.”“Abian Diandra?” tanya Nala terkejut.Totok hanya mengangguk lalu menatap Bi Darmi.Reflek Nala menatap Bi Darmi.Perempuan paruh baya itu tersenyum lalu berkata, “Iya, Maaf ya Non Nala, sebenarnya selama ini saya suka curhat sama Mas Diandra, saya jangan dimarahi ya, saya hanya berusaha mau bantu keluarga Non Nala sama Mas Gala.”Nala menarik napas panjang, dia berhutang budi lagi sama Diandra
Saat itu sebuah suara datang dari luar ruangan.“Maaf, Pak Gala, Bapak tidak bisa masuk ke ruangan Pak Adi, karena sedang ada tamu.” Ujar seorang pegawai di sana.Gala tidak peduli, dia sejak tadi sudah mengatakan dengan baik-baik bahwa dia ingin bertemu langsung dengan Adijaya tapi para pegawai terus menghalanginya.Kali ini Gala berkata sambil melotot, “Aku tidak peduli, minggir atau …”Mendapat ancaman dari Gala, si pegawai wanita tidak berani menatap lalu dia dengan enggan minggir dan pada akhirnya membiarkan Gala masuk.Karena semua pegawai di sana juga memberi kode kepadanya untuk membiarkan Gala masuk, mereka tidak ingin kantor mereka kacau, siapa yang tidak kenal keluarga Wistaram terutama Calya, semua pegawai tidak ingin berhubungan dengan keluarga Wistara.Dengan cepat Gala membuka pintu, dia tidak terkejut sama sekali melihat Karina sedang berada di dalam ruangan bersama Adijaya.“Wah, siapa yang datang, Gala Wistara, akhirnya kamu datang sendiri.” Ujar Adijaya, dia berdiri
Festival Pameran Perhiasan Perak sudah sebentar lagi.Di ruangan kerja Diandra …“Pak, ini datanya, semuanya ada di sini, beberapa keleksi perhiasan punya kita yang akan kita pamerkan nanti.”Ujar seorang karyawan pria dengan tubuh kurus, tinggi dan terlihat berwibawa.Dia adalah Lukman, kepala desain di perusahaan Diandra.Sudah lebih dari sepuluh tahun Lukman bekerja bersama Diandra.Dia awalnya seorang pelukis pinggir jalan yang ditemukan Diandra.Saat tidak sengaja Diandra sedang menikmati malam di Malioboro dan melihat bakat Lukman.Meski dia hanya lulusan SMA, seni dan bakat melukis Lukman sangat luar biasa.Diandra menawarkan pekerjaan itu padanya.Awalnya Lukman menolak karena takut tidak sesuai dengan ekspetasi yang diharapkan Diandra.Tapi, Diandra bukanlah orang yang mudah menyerah.Dia terus mendatangi Lukman dan memberinya semangat, sampai sebulan penuh dan akhirnya Lukman menerima tantangan tersebut.Alhasil semua desain Lukman menjadi yang terbaik.Dia diajari oleh Dian
Calya dan Bima sudah berada di ruangan lain saat Gala masuk lebih dulu ke kamar, semantara Nala dan Bi Darmi masih sibuk berkutat di dapur.Calya yang duduk dengan kaki kanan di silangkan mendekap kedua tangannya di dada dengan wajah angkuh dan ekspresi mencibir berkata pada Bima yang masih berdiri dengan mengedarkan pandangannya ke seluruh ruangan.“Kamu nggak usah bikin gara-gara kalau mau menetap di sini Bim.”Bima mengacuhkan ucapan Calya.Ini adalah ruang kerja keluarga Wistara, Bima membayangkan pastinya dulu ini adalah ruangan favorit ayahnya. Meski Bima tidak bisa mengingat semua kenangan masa kecil dengan ayahnya tapi dia bisa merasakannya.Calya kesal diacukan oleh Bima, dia berteriak, “Bima, dengerin aku jangan sok belagu ya. Kamu …”Bima menundukkan pandangannya, ada senyum sinis di sudut bibirnya melihat ekspresi marah Calya.Lalu dia berjalan mendekati Calya, sedikit membungkuk dengan wajahnya yang masih tersenyum Bima menjawab, “Gue emang bakalan stay di rumah ini … sel
“Oke, kalau begitu, kamu mau kan bantu seseorang?” tanya Diandra, kali ini ekspresi wajahnya terlihat lebih serius dari sebelumnya.Totok yang melihat itu diam sejenak lalu menganggukkan kepalanya dan berkata dengan suara pelan, “Insha Allah Mas, saya akan bantu kalau saya bisa.”“Bagus, ada seseorang yang butuh bantuan kamu, Tok.”“Semoga bisa ya Mas. Karena dulu waktu di pondok ustad saya juga pernah cerita ada banyak kasus serupa yang dia tangani, beberapa bisa berhasil dengan rujuk kembali, banyak sekali Mas kayak gitu.”“Oh, gitu ya. Aku juga tahu dari beberapa teman dan nonton di tv Tok.”“Iya, sekarang sudah banyak yang paham dengan pengobatan metode Ruqyah meski belum semuanya karena banyak yang masih ragu juga, semua tergantung keyakinan di sini Mas.”Totok menekan dadanya saat berkata.Diandra mengangguk.Diandra dalam hatinya merasa senang dan juga tenang, dengan begitu dia bisa membantu masalah Nala, setelah ini dia akan memberi kabar pada Bi Darmi.“Tok, kalau yang mau be
Di lain tempat ….Diandra yang sudah selesai olahraga mengambil ponsel miliknya di atas meja, melihat ada banyak pesan Whatsapp sejak beberapa jam yang lalu salah satunya ada nama Bi Darmi.Dengan cepat dia menscroll lalu dengan sekali klik pesan dari Bi Darmi terbaca olehnya.[Mas Diandra, ada kejadian aneh pagi ini … tapi Bibi belum pastikan apa yang terjadi, semoga saja Mbak Calya cari orang pintar lagi buat melakukan sesuatu. Oh ya, Mas bisa bantu saya carikan ustad yang bisa bantu Non Nala, dia pengen belajar ngaji katanya.]Lama Diandra membaca pesan itu.Sampai pada akhirnya dia menghapusnya tanpa membalas.Pria bertubuh tinggi dengan wajah kebapakan itu melepaskan kaos yang basah oleh keringat lalu pergi mandi.Setelah memikirkan lebih jauh pesan dari Bi Darmi, Diandra merasa masalah dari semua kejadian di rumah tangga antara Gala dan Nala adalah kakaknya Gala.Meski Diandra masih menyimpan perasaan dan belum menerima sepenuhnya pernikahan mereka berdua tetap saja Diandra suda
Mendenger ancaman dari Calya, Bima hanya tersenyum lalu berkata, “Ah, Mbak Calya kenapa galak sekali sih.”Bima melirik meja makan yang sudah tersedia menu sarapan pagi, dia menemukan ide dan berkata lagi, “Aku numpang sarapan di sini ya.”Dia berjalan melangkah mendekati meja makan, seolah acuh dengan apa yang baru saja Calya katakan, menarik kursi lalu duduk menghadap makanan yang sudah tersaji.‘Ini adalah cara terbaik, gue harus bisa bertahan di sini dulu.’Bima bergumam dalam hati.Calya mendengus melihat Bima sepertinya tidak mendengar apa yang dikatakannya.‘Kenapa bocah tengil ini jadi berani sama aku? Apa yang sebenarnya terjadi pada dia akhir-akhir ini?’Alis Calya mengerut saat dia memikirkan Bima yang berubah menjadi anak yang tidak menurut kepadanya.Ayunda yang masih memegang tangan Bi Darmi berbisik pada wanita paruh baya itu, “Bi, dia siapa?”Wajar gadis kecil itu bertanya, karena memang selama ini Bima tidak pernah ada di sekitar mereka.Sejak SMA Bima sudah diungsika
Mobil sedan warna silver melaju kencang di pagi hari, semburat matahari yang jingga baru saja menyembul di langit mengenai wajah tampan Bima Wistara dari kaca mobil bagian depan, mengenakan kaos kasual berkerah V neck, Bima mengemudi sendiri.Wajahnya bak pinang dibelah dua dengan Gala, itu mengapa dulu saat mereka berdua sama-sama masih di bangku kuliah banyak yang mengira Bima dan Gala adalah saudara kembar, padahal nyatanya mereka adalah saudara sepupu.Bima dan Gala lahir hanya selang beberapa hari. Bima lahir lebih dulu dari pada Gala.Tapi sayang nasib Bima Wistara sangat berbeda dengan Gala.Sejak usia lima tahun Bima sudah hidup sendiri dan tinggal di rumah kedua orang tua Gala.Ayah ibunya Bima meninggal karena kecelakaan mobil di jalan tol menuju Bandung kala itu, tidak ada yang tahu penyebab kecelakaan tersebut sampai sekarang kasusnya ditutup oleh pihak yang berwajib.Mengenakan kaca mata hitam yang bertengger di hidungnya yang mancung, Bima terus tersenyum sambil bibirnya
Yang jadi pertanyaan di hati Calya adalah … bagaimana bisa perekam suara yang dia sembunyikan di kamar Gala bisa mati saat mereka berdua sedang melakukan hubungan intim, seharusnya Calya bisa tahu kan?‘Siapa yang matiin perekam suaranya? Apa jangan-jangan Gala tahu? Nggak, aku nggak akan biarkan dia tahu apa yang sudah aku lakukan.’Dia melemparkan ponsel miliknya ke tempat tidur.Dengan panik Calya berlari keluar kamar dan menuruni anak tangga.Saat dia sedang terburu-buru, ada Bi Darmi dan Ayunda sudah berdiri di depan pintu kamar Gala, mereka berdua sedang berpelukan, melihat itu Calya hanya memperhatikan saja dan lalu mengacuhkan keduanya, dia terlihat lebih panik dari Bi Darmi dan Ayunda.“Bi, mama sama papa nggak papa, kan? Mereka berantem hebat Bi, kenapa? Apa masalanya?”“Bibi juga nggak tahu.”“Terus gimana Bi, ayo buka pintunya.”“Bibi nggak berani Non.”“Kasihan mama, Bi, kalau terjadi sesuatu di dalam.”Calya juga mendengar mereka sedang berbicara.Berdiri di depan pintu,