Share

Chapter 2. Aura Dewa Kematian

Senja temaram. Langit masih kelam dan berjerabu. Nampaklah mega merah yang menawan di ufuk Barat. Begitu pula dengan hembusan angin yang menerpa diri nan sedang kelelahan.

"Bukankah sudah kukatakan kepadamu, Azzura, jangan melawan Enes sendirian. Karena kekuatannya sekarang ini sangatlah besar dan dahsyat." Tempest memberikan nasihat kepada Azzura.

"Bagaimana tidak aku ingin menebasnya. Sebab, Azzumar dan Louyi telah dibunuh olehnya," timpal Azzura sambil menarik nafas ketika masih menyandarkan badannya yang masih terluka di sebuah pohon beringin.

"Memang benar apa yang dia katakan. Tapi sayang aku terlambat datang untuk membantunya. Aku melihat mereka berdua tidak lagi bernyawa. Namun, kalau dilihat dari bekas pertempuran mereka, sangat mustahil jika Azzumar kalah." Jelas Tempest sambil mengoleskan obat penyembuh super kepadanya.

"Maksudmu?" Tanya Azzura penasaran.

"Ya, kita tahu bagaimana kuatnya Azzumar. Lagian di antara pemegang kunci cahaya, dialah yang paling kuat dan bersinar. Sehingga amat mustahil bagi Enes bisa mengalahkannya walaupun dengan kekuatannya yang sekarang, jika tidak dengan cara licik."

"Cara licik bagaimana?" Azzura semakin penasaran.

"Bisa jadi dengan menyandera anak mereka." Jawab Tempest dengan mata serius.

"Menyandera anaknya?" Azzura terbakar emosi.

"Ya, dengan menyandera anaknya. Maka Azzumar dan Louyi tidak akan bisa melawan Enes dengan semua kekuatannya. Dilihat dari kematian mereka berdua, sepertinya bukan dibunuh melainkan..." Tempest tertegun.

"Melainkan bunuh diri maksudmu, begitu?"

"Iya bunuh diri, ketika mereka hendak melepaskan anaknya dari cengkeraman Enes dengan kekuatan Dewa Kematian yang mereka punya, tapi mereka masukkan kekuatan itu melalui tangan Enes. Dan akhirnya anak itu terlepas dari genggaman Enes."

"Apa kamu melihat tanda bahwa Azzumar dan Louyi melakukan hal demikian?"

"Ya, aku melihatnya pada lingkaran tangan mereka. Dengan menyatukan kekuatan jempol sehingga berbentuk silang jika dilihat dari bekasnya. Maka di situlah Dewa Kematian akan keluar dari dalam tubuh dan merenggut nyawa pemanggilnya. Namun, kekuatan itu ia salurkan melalui tangan musuhnya."

"Uhg... Baiklah, boleh bantu aku berdiri, Tempest?" Azzura meraih pundak Tempest.

"Hei, jangan banyak gerak dulu! Nanti lukamu makin terbuka." Tempest berusaha menghentikannya. Namun, Azzura bersikeras untuk berdiri.

"Jadi, di mana anak mereka sekarang?" Sambil menarik nafas.

"Aku meninggalkannya di Gunung Dwargo yang dekat dengan Desa Penyihir. Karena udara dan mana di sana pas untuk masa pertumbuhannya. Dan melatihnya menjadi kesatria yang hebat seperti ayahnya."

"Kalau begitu mari kita ke sana!" Ajak Azzura kepada Tempest.

"Tapi, lukamu bagaimana?"

"Luka sedikit ini tidak masalah bagiku, asalkan bisa bertemu dengan anaknya Azzumar. Sehingga merawat dan membesarkannya sebagai anakku sendiri."

Akhirnya Tempest dan Azzura pergi ke Gunung Dwargo. Sebuah gunung yang buas akan hewannya, terletak di desa para penyihir. Di gunung itu banyak mengandung batu dan kristal sihir murni. Bahkan dunia ini adalah dunia yang mengandung unsur sihir dan mana.

Dunia yang saling berbenturan antara cahaya dan kegelapan. Dunia yang terdapat bangsa peri, iblis dan manusia. Jika seseorang telah masuk ke dalamnya akan merasakan betapa hebatnya dunia ini.

***

Waktu berlalu dan berjalan. Bayi yang dulunya hanya bisa menangis, sekarang telah bisa berlari. Bahkan pegunungan Dwargo ini yang terkenal dengan hewan buasnya seolah tempat bermain baginya. Setiap hari dia diajarkan oleh paman dan bibinya untuk menggunakan kekuatan aura dan pedang. Ketika dia telah berumur 8 tahun, dia disuruh seorang diri berburu hewan untuk dijadikan makanan. Setelah beranjak 10 tahun, sang paman mengajaknya memburu iblis.

"Apa kau telah siap, Zera?"

Ya, namanya Zera Dwargo putra dari Azzumar dan Louyi yang dibesarkan oleh Tempest dan Azzura. Nama ini telah terukir di kalung yang tergantung di lehernya. Kalung yang terbuat dari taring dan kuku perpaduan empat hewan suci. Dan nama belakangnya diambil dari tempat pertumbuhannya.

"Sudah, Paman. Aku telah siap dari tadi," jawabnya dengan semangat.

"Kalau begitu, carilah iblis yang akan kita buru!" Sambil menunjuk ke arah hutan dari tempat berdirinya.

"Bagaimana cara mencarinya?" Zera pun menoleh ke arah pamannya.

Tempest pun memperagakan caranya, kemudian mengeluarkan auranya. "Sebarkan aura di sekitarmu! Jika ada aura atau mana yang menyentuhnya, kamu bisa mengetahui keberadaannya. Karena seluruh makhluk memiliki aura dan mana. Kamu bisa segera tahu tentang makhluk apa dan lokasinya. Hal ini di kalangan para penyihir, disebut Sihir Pendeteksi."

"Oh, begitu caranya, ya Paman. Baiklah sekarang akan kucoba."

Zera pun langsung mencoba apa yang dilakukan Tempest. Disebarkannyalah aura miliknya, aura yang sangat terang dan sangat besar. Bahkan, Tempest pun terkejut melihat pancaran aura yang dikeluarkannya.

"Sudah kuduga, aura yang dimilikinya lebih terang dari aura Azzumar. Wajar saja, Azzumar dan Louyi mau mengorbankan diri untuk menyelamatkan anak mereka," gumam Tempest.

Setelah Zera menyebarkan auranya, dia bisa melihat aura dan mana seluruh hutan. Pas ketika bersentuhan auranya dengan mana hitam, di situ ia tertegun.

"Bagaimana, apa kau menemukannya?" Tanya Tempest karena ia pun merasakan mana hitam itu.

"Iya, paman, aku menemukannya. Tapi, aku merasakan bahwa ada bau darah di sekitarnya. Ayo paman kita bergegas." Zera pun berlari menyusuri mana hitam yang ia rasakan, dan Tempest menyusul dari belakang.

Setiba di tempat itu, mereka melihat bahwa ada dua kereta kuda hancur beserta penumpangnya. Nampaknya, ada dua rombongan yang telah disantap iblis itu. Iblis yang berbentuk harimau hitam. Pancaran mana yang dikeluarkannya sungguh gelap dan menakutkan.

"Paman, ayo segera kita selesaikan dia. Kalau tidak akan banyak korban berjatuhan karena ulahnya." Zera pun langsung melesat sambil mengeluarkan pedang kecil dari sarungnya.

"Tunggu, Zera!" Tempest mencegahnya.

"Langkah angin," dia menggunakan langkah seperti angin kencang. Kemudian terbang dengan sangat cepat ke arah iblis itu.

"Tebasan pedang petir," kemudian mengayunkan pedangnya ke arah kepala iblis, itu.

Namun, iblis itu menangkis dengan cakarnya dan mengibaskan ekornya menampar Zera. Dengan sigap Zera menghindari kibasan itu.

Kemudian, Zera memasang kuda-kuda seperti harimau yang akan melompat untuk segera mencapai iblis itu sambil memancarkan aura cahaya yang sangat terang dan hangat darinya. Dan memasang kuda-kuda penyerangan keduanya.

"Terkaman Harimau Petir," sambil mengayunkan pedangnya keluarlah harimau biru dari ayunannya. Lalu ditambah dengan, "Tebasan kilat langit," Zera pun menebas kepala iblis itu dengan secepat kilat setelah ia tidak bisa bergerak karena serangan pertama yang dia lancarkan. Dan, akhirnya iblis itu pun tumbang.

Tempest yang hanya melihat sedari tadi pun tercengang karena kemampuan yang dimiliki muridnya. Seketika itu juga, Tempest pun melihat aura Dewa Kematian dari diri Zera.

"Paman... Oi.. Paman!" Zera memanggil Tempest yang tercengang sedari tadi.

"I... Iya, ada apa?"

"Bagaimana, paman, apa seperti itu caranya? Betulkah apa yang kulakukan tadi?"

"Benar, seperti itu. Tapi, apa itu tadi yang berada di kakimu? Sehingga kau bisa melesat seperti tadi?" Tempest bertanya penasaran.

"Oh itu adalah langkah angin, paman. Hi.. Hi... Hi." Sambil ketawa kecil.

"Langkah angin? Tapi, ya sudah mari kita pulang. Nanti bibimu bisa marah jika kita terlambat." Ajak Tempest kepada Zera, sambil membenamkan pertanyaan dalam kepalanya.

"Baiklah, paman."

Mereka pun kembali pulang setelah membasmi iblis harimau itu. Dalam perjalanan pulang, mereka pun bercanda sebagaimana bercandanya ayah kepada anaknya. Walaupun sebenarnya mereka adalah guru dan murid. Tetapi, Tempest sudah menganggap Zera sebagai anaknya, kenangan dari teman lama dan adiknya, yaitu Azzumar dan Louyi.¤

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status