Siang berdentang. Panas matahari membara. Angin yang berembus tidak memberikan kenyamanan, seolah menghardik siapa saja yang mengenainya. Setelah lepas dari Hutan Kematian, Zera pun tiba di perbatasan desa Goblin. Sebuah desa para monster yang dibilang kejam. Walaupun monster itu peringkat bahayanya berada di rank E, tapi jika dia menyerang bersama maka naiklah peringkat bahayanya menjadi rank B. Biasanya mereka menyerang pada malam hari.
Banyak orang menganggap enteng tentang Goblin, padahal jika mereka berevolusi menjadi Hobgoblins, maka ketika itu juga bahaya mereka naik menjadi Rank A. Sangat jarang melihat para goblin atau monster berevolusi, jika tidak ada mendalanginya. Sedang bersandar melepaskan letih di pohon beringin yang menjadi perbatasan desa, Zera mendengar sebuah pertarungan yang berada di dalam desa itu. "Panah Es Beracun," nampaklah kilauan es datang dari langit menghujani monster yang ditargetkan. Bisa dibilang monster itu setingkat dengan raksasa. Karena ukurannya yang besar dan tinggi. Adapun yang bertarung dengan monster itu seorang wanita yang setidaknya bisa di bilang begitu. Dalam kondisi bertarung, wanita itu melihat ke arah Zera. "Hei kau yang di sana, ngapain hanya duduk saja? Cepat pergi dan lindungi dirimu." Perintah wanita itu. "Hooh, sepertinya dirimu sedang kesulitan, nona, apa butuh bantuan?" Zera tidak mempedulikan omongan wanita itu. "Aku tak butuh bantuanmu," sambil menghindari kapak dari monster yang ia hadapi. Wanita itu pun menarik busur kedua kalinya kemudian melepaskan anak panah yang telah berisi energi sihir, "Panah angin es." Serangan itu pun melesat ke tenggorokan monster raksasa yang dia hadapi. Dengan seketika keluarlah darah dari leher monster itu, dan membeku menyusuri segala uratnya. Tidak berapa lama monster itu pun hancur berkeping. Kalau dilihat dari bentuknya, monster itu adalah goblin yang telah berevolusi menjadi hobgoblins. Dengan ukuran yang besar itu, kemungkinan itu adalah raja goblin yang menguasai desa ini. "woow, tembakan yang cantik," Zera pun bertepuk tangan sambil memujinya. Perempuan itu tidak mengacuhkan sapaan Zera. Kemudian ia langsung pergi meninggalkannya dan masuk kembali ke desa goblin itu. Ketika ia hendak melangkah ke dalam desa, perempuan itu langsung terpental keluar. "Hei, nona, jangan memaksakan diri untuk ke dalam. Karena penghalang desa itu sangat kuat. Jika kau hanya setengah siap untuk ke dalam, maka kau akan terlempar keluar." Zera memberikan saran sambil kembali menyandar ke pohon beringin. Perempuan itu pun menoleh ke arah Zera, dan datang menghampirinya. "Apa maksudmu aku kurang siap untuk ke situ?" Perempuan itu pun membalas ucapan Zera dengan muka kesal. "Hei, nona, jangan tersinggung dulu. Aku mengatakan apa adanya. Ya, buktinya kau terlempar kembali, bukan?" Zera membuka sebelah matanya sambil melihat reaksi perempuan yang diajaknya bicara. Namun, perempuan itu terus bersikeras untuk masuk ke dalam desa goblin itu. Sepertinya ada sesuatu di sana yang harus membuatnya masuk. Tetapi setiap kali dia mencoba, dia pun terlempar. Melihat hal itu, Zera pun bangkit dari duduknya. "Huff. Baiklah jika kamu bersikeras ingin ke sana. Lagi pula aku pun harus melewati desa itu untuk mencapai Pulau Terapung." Mendengar apa yang Zera katakan, perempuan itu pun menghampirinya. "Maaf, sebelumnya jika perkataanku tadi kasar. Kalau boleh tahu, siapa namamu?" Perempuan itu pun mulai ramah dalam berbicara. "Bukankah sebaiknya, kamu memperkenalkan namamu dulu sebelum menanyakan namaku, nona?" Zera berkilah sambil menyapu celananya yang tidak kotor. "Oh, iya. Perkenalkan, namaku Tifany dari ras Peri Laut. Salam kenal! Kalau boleh tahu namamu siapa?" Perempuan yang bernama Tifany itu pun menyodorkan tangannya untuk bersalaman. Mendengar ras peri, Zera pun langsung pula menyodorkan tangannya. "Namaku, Zera Dwargo. Dari bangsa manusia biasa. Salam kenal kembali! Kalau boleh tahu, ada urusan apa kamu ingin masuk ke desa goblin itu?" "Aku ingin mengambil mantel sihirku yang dicuri para goblin. Tanpa mantel itu, aku tidak bisa kembali ke lautan. Dan mantel itu, adalah peninggalan dari ibu dan ayahku yang dibunuh oleh Ryu si Tombak Es, salah seorang tiga Jenderal dari Raja Kegelapan Enes." "Ryu?" "Iya." Tifany menjawab datar. "Baiklah, aku akan membantumu untuk mendapatkan mantel itu kembali. Tapi, aku tidak bisa menjamin keselamatanmu. Sebab, desa ini di bawah pengawasan Kaijin. Salah seorang dari jenderalnya Enes. Apa kamu tetap ingin pergi mengambilnya?" Zera bertanya dengan serius. "Aku siap menerima segala konsekuensinya. Asalkan aku mendapatkan kembali mantel peninggalan keluargaku itu." Tifany menatap Zera dengan sebuah harapan. "Baiklah, bersiaplah dan jangan sampai jauh dariku." Mereka berdua pun melangkah ke gerbang masuk desa goblin. Sebuah gerbang baja yang tak kasat mata. Setiba di gerbang itu, Zera mengeluarkan auranya dan mengambil serta menghunuskan pedang yang berada di belakang punggungnya. "Jurus pemungkas level dua tebasan badai taring petir," Zera mengayunkan pedangnya ke arah gerbang itu. Dengan sekali tebas penghalang itu pun hancur. Zera dan Tifany masuk ke dalam desa goblin. Setiba di dalam, mereka langsung diserang oleh monster yang menjijikkan itu. Banyak di antara monster itu telah berevolusi menjadi hobgoblins. Sepertinya, para monster itu telah mendapatkan nama. Perlu diingat, jika monster telah diberi nama maka dia akan berevolusi. Tidak ada yang akan memberikan nama kepada mereka kecuali monster yang kuat dan levelnya tinggi, atau ras yang mempunyai kegelapan pekat. Adapun monster ini terbagi dua pula. Ada yang baik dan ada jahat. Biasanya para monster itu menjadi jahat karena telah dirasuki hawa kejahatan, kedengkian dan kebencian yang telah didalangi. Maka monster seperti ini kerap kali menghancurkan desa manusia atau ras lain sesuai kehendak tuannya. Zera dan Tifany melayani monster yang menyerang itu. Dan dengan sekejap area itu berubah menjadi lautan darah hijau dari para goblin dan hobgoblins. Dalam sengitnya pertempuran mereka, melesatlah anak panah yang telah dirasuki mana kegelapan mengarah ke jantung mereka berdua. Dengan sigap mereka menepis serangan itu menggunakan pedang dan panah yang telah diisi aura juga. Panah itu pun jatuh ke tanah. Melihat anak panah itu, para goblin dan hobgoblins langsung mundur. Sepertinya anak panah itu adalah sinyal dari tuannya yang dilepaskan dari arah bukit yang disebut Bukit Kesesatan. Karena para goblin dan hobgoblins telah mundur, mereka pun meneruskan perjalanan untuk mengambil kembali mantel sihir Peri Laut dan menuju Pulau Terapung. Tidak mempedulikan apa yang akan terjadi dan menanti, Zera dan Tifany terus berjalan hingga sampai kepada tujuannya. *** Bulan nampak terang dengan cahaya yang indah. Langit pun nampak biru pada malam hari. Udara terasa dingin di kulit. Setelah dua hari meninggalkan desa goblin, Zera dan Tifany sekarang memasuki Negeri Kuri. Sebuah negeri yang berada di bawah kekuasaan Raja Enes. Negeri yang sangat kelam bahkan penduduknya telah tiada. Hal ini disebabkan karena mereka semua dibantai oleh pasukan iblis. Kalau pun ada, mereka akan menjadi budak dari iblis itu. Siapa yang berani melawan, maka akan mati tragis. Di negeri ini, terdapat pula sebuah bukit yang tidak terlalu tinggi. Di situlah tujuan dari Tifany dan Zera untuk mengambil mantel sihir milik Tifany. Mereka selalu berjalan tanpa henti untuk sampai ke tempat yang dituju. Dalam perjalanan ini, mereka telah merasakan lelah yang tiada terkira. Karena bekal yang telah ada, sekarang sudah habis. "Apa benar jalan ini mengantarkan kita ke bukit kesesatan itu?" Tifany masih tampak ragu dalam pertanyaan yang ia berikan kepada Zera. "Aku sangat yakin inilah jalannya. Bisakah kamu melihat, semuanya berkabut." Tanya Zera. "Betul, tapi aku ragu saja. Bisa jadi kita akan tersesat." Kata Tifany. "Namanya saja Bukit Kesesatan, tentulah kita akan dibuat tersesat. Tapi, tenang saja, aku akan menyebarkan aura pendeteksiku ke semua arah untuk melihat reaksi dari penghuni bukit ini." Zera pun melepaskan auranya. Tetapi karena tebalnya kabut yang dihasilkan oleh formasi yang disusun oleh Kaijin, ia pun tak bisa mendeteksi area sekitar. Karena formasi kabut ini dinamakan Formasi Kebingungan.¤Kabut semakin tebal menutupi jalan di kaki bukit. Sehingga siang seolah menjadi malam. Formasi kabut kebingungan yang disusun Kaijin menjadi semakin kuat dan pekat. Dalam keadaan situasi itu terdengar suara bergema."Hihahaha... Hihahaha... Ada dua kelinci yang berani memasuki formasiku tanpa rasa takut kiranya,""Hei, siapa kamu? Jangan bersembunyi seperti pengecut. Keluar kau...! " Ucap Tifany dengan rasa takut.Melihat tingkah Tifany seperti itu, Zera pun merasa kagum. "Walau dia merasa takut, tapi masih berani menantang sesuatu di luar kemampuannya." Gumam Zera."Hihahaha... Berani juga kau. Kalau begitu, akan kubuat dirimu tak bisa keluar dari formasiku ini," suara itu pun semakin bergema kemudian hilang perlahan. Dan kabut pun semakin tebal sehingga membuat mereka bingung dalam ilusi kabut.**Dalam ilusi kabut."Hei nak, kamu sudah besar. Apakah kamu sekuat ayahmu, yang pernah melukai dan memukul mundurku?" Sapa seseorang yang keluar dari dalam kabut."Siapa kamu? Mengapa kamu
Mentari sudah mulai muncul. Bukit kesesatan telah bersih dari kabut kebingungan. Udara yang tadinya kotor, sekarang sudah bersih. Setelah bangun dari meditasi, Zera menghampiri Tifany yang masih terbaring."Bagaimana kondisimu sekarang?" Tanya Zera."Sudah mendingan daripada tadi malam." jawab Tifany. "Di mana penyihir yang menyelamatkan kita?" tambahnya."Dia di pintu goa, berjaga semalaman..." belum selesai Zera berkata, Isaac datang menghampirinya."Apa kalian sudah bangun? Kalau sudah, mari kita makan sambil bercerita." ajak Isaac sambil menyuguhkan daging panggang yang telah ia tangkap."Terima kasih, sangat tidak sopan kalau menolak ajakan orang yang telah menolong kami," sahut Tifany dan Zera.Mereka bertiga pun makan bersama sambil bertukar cerita."Tuan, kalau boleh tahu ke mana tujuan, Tuan?" Zera pun mulai bertanya sambil melahap hidangan daging bakar yang ada di tangannya."Sebelum kujawab pertanyaanmu, mengapa kalian berdua bisa berakhir di bukit ini? Padahal bukit ini te
Pagi yang cerah. Mentari sudah menampilkan karismanya. Setelah istirahat selama tiga hari di goa bukit kesaksian, Zera, Tifany dan Isaac memulai perjalanan untuk mencapai Pulau Terapung dengan berjalan kaki. Sebab tidak jauh dari balik bukit ini ada sebuah desa yang bisa membuat mereka beristirahat untuk sebentar sebelum melanjutkan perjalanan kembali."Kira-kira berapa lama kita akan sampai di desa terdekat, Kak Isaac?" Tanya Tifany sambil berjalan dengan kelelahan."Kisaran 2 jam lagi kita akan sampai. Apa kamu sudah lelah? Kalau iya kita istirahat sebentar." Jawab Isaac."Ayo kita istirahat dulu 15 menit, Kak Isaac!" Ajak Zera sambil menghampiri sebuah pohon yang agaj rindang."Baiklah, kita istirahat dulu." Isaac dan Tifany pun ikut menghampirinya dan duduk. Dan mengeluarkan sebotol air dari cincin penyimpanannya.Sedang asyik duduk dan bersandar di bawah pohon, terdengar suara yang agak bising oleh Zera dan Isaac."Kayaknya kita telah dikepung, Kak Isaac?" Zera mengambil pedangny
Siang berdentang. Udara terasa hambar karena terik matahari sedang menggila. Dalam ruang pertemuan, udara terasa pengap dan berat."Jadi bukit itu telah dimurnikan, ya?" Tanya Kaijin kepada Kazen."Apa kamu tidak merasakannya? Padahal kamulah yang memasang penghalang dan formasi tingkat enam itu." Jawab Kazen dengan senyuman tipis."Aku merasakannya empat hari lalu, namun aku hanya acuh saja. Lagian mana ada orang bisa menghancurkan formasi yang kubuat." Timpal Kaijin."Memangnya kenapa jika formasi itu hancur dan bukit telah dimurnikan? Lagian tidak akan ada untung dan ruginya buat kita, bukan? Ryu bertanya datar sambil menyalakan rokoknya."Tentu ada untung dan ruginya bagi kita. Apa kamu ingat ketika peperangan 6 tahun lalu di bukit itu?" Kazen menepis perkataan Ryu."Kerugian yang kita dapati jika bukit itu telah dimurnikan adalah kawasan dan sumber daya. Sebab bukit itu bagaikan benteng kekuatan antara kegelapan dan cahaya. Ketika bukit itu menyimpan kegelapan, maka kekuatan Yang
Malam mulai datang. Setelah kejadian heboh di sore tadi. Orang-orang banyak menyebarkan rumor di setiap penginapan dan restoran. Salah satu penginapan itu bernama Mawar Putih."Hei! Apa kamu lihat fenomena di sore tadi?" Seseorang sedang berbicara dengan teman di meja makannya."Iya, aku lihat. Fenoma yang sangat dahsyat. Apakah mungkin Sang Legenda akan terlahir kembali?" Tanya temannya kembali."Bisa jadi. Karena telah 1000 tahun cerita itu diturunkan secara turun-temurun disetiap keluarga yang ada di kerajaan ini." kata temannya satu lagi."Betul, pernah nenekku mengatakan dahulu bahwa suatu hari nanti akan terlahir kembali legenda yang akan melindungi kita semua dari kegelapan yang hampa. Dia adalah orang yang mempunyai aura dan mana dalam satu tubuh." Teman yang lain pun menambahkan perkataan temanya."Apakah mungkin aura dan mana bersatu dalam satu tubuh? Kebanyakan dari kita hanya mempunyai salah satu di antaranya.""Bisa jadi hal itu menjadi mungkin berkumpulnya dua energi itu
Dalam ruangan yang penuh dengan semua karya Blacksmith, Zera dan Isaac masih menunggu. Sudah berlalu 3 jam sejak masuk toko itu. Tak lama sesudah itu, blacksmith itu menghampiri dan memperhatikan mereka dari dekat tanpa mereka sadari. Mulai dari kesinambungan mana dan aura, blacksmith itu menganggukkan kepalanya. "Ada yang bisa dibantu, Tuan?" Sapa Blacksmith itu kepada mereka. Zera dan Isaac pun terkejut dengan sapaan itu. Sebab mereka tidak merasakan hawa keberadaannya. "Sungguh hawa keberadaan yang sangat halus. Bahkan kami pun tak merasakannya." Kata hati Zera dan Isaac. "Ini, Tuan..." Belum sempat Zera melanjutkan perkataannya, blacksmith itu lansung memotong pembicaraan. "Panggil saja aku Pak Tua Bruq. Namaku Bruq Romander. Dari keluarga Romander ras Dwarf." Pak tua itu menepuk pakaiannya yang terkena debu. "Jadi apa ada yang bisa kubuantu buat kalian." Imbuhnya. "Bisakah kamu menyatukan isi dalam kotak ini dengan pedangku." Zera mengeluarkan sebuah kotak yang berukir lam
Malam muncul dengan kedinginan pekat. Purnama telah menerang di langit malam. Tower Kehidupan di Pulau Terapung terdengar sangat riuh. Karena Raja kerajaan ini datang bersama pengawal elitnya yang tersembunyi di dalam kegelapan. Dengan terburu-buru, satu murid di tower itu mencari Tempest sang penguasa tower untuk memberitahukan kedatangan raja. "Guru! Raja beserta pengawalnya datang ke sini." Kata murid itu kepada Tempest. "Iya, aku telah mengetahuinya. Di mana raja sekarang?" Tanya Tempest. "Dia berada di ruang tamu, guru." Jawab muridnya. Mereka pun bersegera ke ruang tamu untuk menemui raja. Setelah sampai di dalam ruangannya. "Maafkan aku, Yang Mulia. Aku tidak tahu akan kedatanganmu ke mari. Biasanya, Yang Mulia mengirim surat terlebih dahulu kepadaku untuk mengabari kedatanganmu." Kata Tempest sambil menundukkan kepalanya memberi hormat kepada raja. "Tempest, temanku! Apakah salah, seorang teman datang untuk menemui temannya? Apakah kamu sendirian? Di mana Dewi Peda
Malam semakin pekat dengan gumpalan awan tebal. Tidak nampak lagi cahaya bulan terang. Terdengar suara anjing mutan yang lagi mengejar dua lelaki di Hutan Kematian. Suara sihir peledak pun selalu berdentang."Hei, cepat kalian berhenti! Jika tidak peluru mana ini akan menyasar ke kepala kalian atau kalian akan kami habisi beserta hutan ini," kata salah seorang yang memakai kadal merah sebagai tumpangannya."Kapten, jika hutan ini habis, tentu kami juga akan musnah," jawab salah seorang prajuritnya."Bodoh kalian. Itu tadi hanya ancaman. Jika kita tidak mendapatkan mereka berdua, kita semua akan dilumat oleh Jenderal Ryu dengan kekuatannya. Apa kalian mau mati?" kata sang kapten kepada anak buahnya."Tentu tidak, kapten." mereka semua menjawab serentak."Jika tidak mau, cepat tangkap mereka berdua. Terutama bocah yang memegang Kotak Pandora itu!" Perintah sang kapten."Siap laksanakan!"Tentara itupun hampir mengepung seluruh Hutan Kematian. Namun, ketika tentara itu mendekati mereka b