Mentari sudah mulai muncul. Bukit kesesatan telah bersih dari kabut kebingungan. Udara yang tadinya kotor, sekarang sudah bersih. Setelah bangun dari meditasi, Zera menghampiri Tifany yang masih terbaring.
"Bagaimana kondisimu sekarang?" Tanya Zera. "Sudah mendingan daripada tadi malam." jawab Tifany. "Di mana penyihir yang menyelamatkan kita?" tambahnya. "Dia di pintu goa, berjaga semalaman..." belum selesai Zera berkata, Isaac datang menghampirinya. "Apa kalian sudah bangun? Kalau sudah, mari kita makan sambil bercerita." ajak Isaac sambil menyuguhkan daging panggang yang telah ia tangkap. "Terima kasih, sangat tidak sopan kalau menolak ajakan orang yang telah menolong kami," sahut Tifany dan Zera. Mereka bertiga pun makan bersama sambil bertukar cerita. "Tuan, kalau boleh tahu ke mana tujuan, Tuan?" Zera pun mulai bertanya sambil melahap hidangan daging bakar yang ada di tangannya. "Sebelum kujawab pertanyaanmu, mengapa kalian berdua bisa berakhir di bukit ini? Padahal bukit ini terdapat banyak penghalang dan formasi yang sangat mengerikan." Isaac bertanya kembali. "Aku ingin pergi ke Pulau Terapung dan harus melewati bukit ini. Sedangkan dia ingin datang ke sini untuk mengambil mantelnya yang telah dicuri oleh si Ryu." Jawab Zera. "Apa ini mantel punyamu?" Isaac mengeluarkan sebuah baju dari cincin penyimpanannya. "Bagaimana bisa mantel keluarga kami di tanganmu?" Tifany langsung berdiri dan ingin memakai busurnya. "Tenang duku nona muda. Biar aku jelaskan kenapa mantelmu ini ada padaku." Jawab Isaac. "Ya, dengarkan dulu jawabannya. Jika ia berniat jahat, maka sedari tadi malam kita tidak akan bisa hidup." Zera membujuknya. "Baiklah tuan. Jika begitu, bisakah tuan jelaskan, kenapa mantelku bisa berada di tanganmu?" Tegas Tifany. "Apa kamu tahu, nama bukit ini?" Isaac kembali bertanya. "Jangan banyak omong kosong lagi, langsung saja ke intinya," Tukas Tifany. "Tapi sebelum itu, ambillah dulu mantelmu ini. Jika mantel ini sangat penting bagimu." Isaac menyerahkan mantel itu kepada Tifany tanpa mempedulikan tingkahnya itu. Tifany pun mengambil mantelnya itu sambil mengatakan, "Terima kasih." Isaac pun hanya menganggukkan kepalanya. "Jadi, bagaimana ceritanya mantel keluarga kami sampai di tanganmu, Tuan?" Kembali Tifany bertanya. Sementara itu Zera hanya mendengar saja. "Sama dengan pertanyaanku tadi, apa kamu tahu nama bukit ini?" Isaac kembali bertanya. "Sudah jelas nama bukit ini adalah bukit kesesatan,bukan?" Timpal Tifany. "Tidak, nama bukit kesesatan itu, hanya baru-baru ini saja. Palingan sekitar 6 tahunan. Karena adanya kabut, lebih tepatnya karena adanya formasi kabut kebingungan, formasi iblis tingkat 6 yang membuat bukit ini menjadi suram." Jelas Isaac. "Tidak hanya itu saja. Sebelumnya bukit ini sangat indah banyak memancarkan mana dan aura murni. Sehingga hewan buas yang mirip monster kita lihat sekarang ini, dulunya adalah hewan spritual yang menuntun para pendaki pengambil tumbuhan herba." Isaac menjelaskan lebih lanjut. "Jadi, apa nama bukit ini dahulunya, dan siapa yang membuatnya berubah menjadi seperti sekarang ini? " Zera mulai bertanya, yang mana ia tadinya hanya pendengar. "Nama bukit ini dahulunya adalah Bukit Kesaksian. Sebuah bukit yang mengeluarkan aroma semua kehidupan. Dan tempat mencari tanaman herba bagi para penduduk desa yang berada di kaki bukit. Dan sebagai salah satu mata pencaharian bagi penduduk setempat." Isaac menjelaskan. "Namun, kehidupan itu hanya bertahan sebentar. Setelah Enes dan 3 jenderalnya menyerang Kerajaan Maqdis. Dan menetapkan bukit ini menjadi medan perang. Jika bukan karena si Naga Emas dan Dewi Pedang Air, maka desa di balik bukit ini pun akan sama seperti desa desa di bawah kaki bukit ini. Dan berhasil memukul mundur mereka kembali. Namun, Kaijin si Iblis formasi menanamkan formasi bintang 6 sebelum mereka kembali ke kerajaannya. Dan menjatuhkan mantel sihir lautan ini tanpa sepengetahuannya." Isaac menambahkan penjelasannya. Mendengar cerita Isaac, Zera pun teringat akan paman dan bibinya yang mana mereka pergi dari Gunung Dwargo 6 tahun lalu. Dan Tempest kembali menjemputnya kemudian membawa Zera pergi untuk mengambil Kotak Cahaya. Dan berpisah kembali di Hutan Kematian. "Jadi, apakah Tuan yang memungutnya?" Tanya Zera. "Ya, aku mengambilnya tidak lama ini. Karena aku tahu bahwa mantel ini bukan mantel biasa." Jawab Isaac. "Anu.. Terima kasih banyak, Tuan. Maaf saya salah paham, dan bersikap lancang kepada Tuan." Tifany menundukkan kepalanya dengan perasaan malu dan bersalah. "Tidak apa-apa, aku paham bagaimana perasaan dan reaksimu." Isaac kembali menenangkan suasana. "Dan tak usah memanggilku memakai kata Tuan, karena aku kurang nyaman dengan panggilan itu. Panggil saja aku kakak atau gimana gitu. Sebab umurku tidak berbeda jauh dari kalian, baru 20 tahunan." "Baiklah kalau begitu, aku panggil Kak Isaac, bagaimana?" Tanya Tifany. Dan Zera pun cuma menganggukkan kepalanya dengan ucapan Tifany. "Ok, boleh juga. Karena sekarang kabut sudah hilang dan formasinya rusak. Maka bukit ini sudah bisa kembali seperti semula, walaupun butuh beberapa waktu. Karena tujuan kita sama, ingin pergi ke Pulau Terapung, bagaimana kalau kita Barangan?" Ajak Isaac. "Bagus juga, lagian kita mempunyai arah tujuan yang sama. Bagaimana denganmu Tifany? Karena tujuanmu untuk mencari mantel ini telah tercapai, apa kamu ingin kembali ke lautan atau ikut dengan kami ke Pulau Terapung? Tanya Zera? "Aku akan ikut denganmu Zera, lagian aku sudah mempunyai tujuan yang baru." Jawab Tifany. "Tapi sebelum itu istirahatlah dahulu, Pulihkan luka dan staminamu. Setelah tiga hari, baru kita berangkat." Isaac memberi masukan. "Baiklah, kami di bawah pengawasanmu Kak Isaac." Mereka menjawab serentak. Lalu mereka tinggal di Bukit Kesaksian selama tiga hari. Selama itu, Zera memulihkan stamina dan energinya. Di malam hari, ia bermeditasi, sedangkan di waktu pagi ia pergi berburu hewan dan tanaman herba. Dan di siang hari ia berlatih tanding dengan Isaac. Begitulah kegiatannya selama tiga hari. Karena ia mengetahui bahwa ia masih lemah dan kurang pengalaman dalam menghadapi sihir dan menghancurkan formasi. Maka dari itu ia sering berlatih tanding dengan Isaac yang merupakan seorang penyihir bintang dan juga ahli dalam formasi sihir. Untuk melengkapi kekurangannya terhadap sihir dan formasi, ia pun mulai mempelajari sihir combat. Sebuah sihir yang bisa digunakan untuk pertarungan jarak dekat. Jika pengguna aura mempelajari sihir yang merupakan jalur mana, maka hal ini bisa dikatakan langka. Kebetulan juga dengan metode aura yang dipelajari Zera, maka mempelajari sihir serta menggunakannya bukan hal yang mustahil. Sebab tak ada yang mustahil di dunia ini, karena sebuah kekurangan akan menjadi sebuah keistimewaan yang gemilang. Dengan mengetahui fakta ini, Isaac meluangkan waktunya untuk melatih Zera dalam penguatan sihir combat yang dilapisi dengan aura selama tiga hari. Selepas dari waktu itu, mereka pun memulai perjalanan untuk mencapai Pulau Terapung.¤Pagi yang cerah. Mentari sudah menampilkan karismanya. Setelah istirahat selama tiga hari di goa bukit kesaksian, Zera, Tifany dan Isaac memulai perjalanan untuk mencapai Pulau Terapung dengan berjalan kaki. Sebab tidak jauh dari balik bukit ini ada sebuah desa yang bisa membuat mereka beristirahat untuk sebentar sebelum melanjutkan perjalanan kembali."Kira-kira berapa lama kita akan sampai di desa terdekat, Kak Isaac?" Tanya Tifany sambil berjalan dengan kelelahan."Kisaran 2 jam lagi kita akan sampai. Apa kamu sudah lelah? Kalau iya kita istirahat sebentar." Jawab Isaac."Ayo kita istirahat dulu 15 menit, Kak Isaac!" Ajak Zera sambil menghampiri sebuah pohon yang agaj rindang."Baiklah, kita istirahat dulu." Isaac dan Tifany pun ikut menghampirinya dan duduk. Dan mengeluarkan sebotol air dari cincin penyimpanannya.Sedang asyik duduk dan bersandar di bawah pohon, terdengar suara yang agak bising oleh Zera dan Isaac."Kayaknya kita telah dikepung, Kak Isaac?" Zera mengambil pedangny
Siang berdentang. Udara terasa hambar karena terik matahari sedang menggila. Dalam ruang pertemuan, udara terasa pengap dan berat."Jadi bukit itu telah dimurnikan, ya?" Tanya Kaijin kepada Kazen."Apa kamu tidak merasakannya? Padahal kamulah yang memasang penghalang dan formasi tingkat enam itu." Jawab Kazen dengan senyuman tipis."Aku merasakannya empat hari lalu, namun aku hanya acuh saja. Lagian mana ada orang bisa menghancurkan formasi yang kubuat." Timpal Kaijin."Memangnya kenapa jika formasi itu hancur dan bukit telah dimurnikan? Lagian tidak akan ada untung dan ruginya buat kita, bukan? Ryu bertanya datar sambil menyalakan rokoknya."Tentu ada untung dan ruginya bagi kita. Apa kamu ingat ketika peperangan 6 tahun lalu di bukit itu?" Kazen menepis perkataan Ryu."Kerugian yang kita dapati jika bukit itu telah dimurnikan adalah kawasan dan sumber daya. Sebab bukit itu bagaikan benteng kekuatan antara kegelapan dan cahaya. Ketika bukit itu menyimpan kegelapan, maka kekuatan Yang
Malam mulai datang. Setelah kejadian heboh di sore tadi. Orang-orang banyak menyebarkan rumor di setiap penginapan dan restoran. Salah satu penginapan itu bernama Mawar Putih."Hei! Apa kamu lihat fenomena di sore tadi?" Seseorang sedang berbicara dengan teman di meja makannya."Iya, aku lihat. Fenoma yang sangat dahsyat. Apakah mungkin Sang Legenda akan terlahir kembali?" Tanya temannya kembali."Bisa jadi. Karena telah 1000 tahun cerita itu diturunkan secara turun-temurun disetiap keluarga yang ada di kerajaan ini." kata temannya satu lagi."Betul, pernah nenekku mengatakan dahulu bahwa suatu hari nanti akan terlahir kembali legenda yang akan melindungi kita semua dari kegelapan yang hampa. Dia adalah orang yang mempunyai aura dan mana dalam satu tubuh." Teman yang lain pun menambahkan perkataan temanya."Apakah mungkin aura dan mana bersatu dalam satu tubuh? Kebanyakan dari kita hanya mempunyai salah satu di antaranya.""Bisa jadi hal itu menjadi mungkin berkumpulnya dua energi itu
Dalam ruangan yang penuh dengan semua karya Blacksmith, Zera dan Isaac masih menunggu. Sudah berlalu 3 jam sejak masuk toko itu. Tak lama sesudah itu, blacksmith itu menghampiri dan memperhatikan mereka dari dekat tanpa mereka sadari. Mulai dari kesinambungan mana dan aura, blacksmith itu menganggukkan kepalanya. "Ada yang bisa dibantu, Tuan?" Sapa Blacksmith itu kepada mereka. Zera dan Isaac pun terkejut dengan sapaan itu. Sebab mereka tidak merasakan hawa keberadaannya. "Sungguh hawa keberadaan yang sangat halus. Bahkan kami pun tak merasakannya." Kata hati Zera dan Isaac. "Ini, Tuan..." Belum sempat Zera melanjutkan perkataannya, blacksmith itu lansung memotong pembicaraan. "Panggil saja aku Pak Tua Bruq. Namaku Bruq Romander. Dari keluarga Romander ras Dwarf." Pak tua itu menepuk pakaiannya yang terkena debu. "Jadi apa ada yang bisa kubuantu buat kalian." Imbuhnya. "Bisakah kamu menyatukan isi dalam kotak ini dengan pedangku." Zera mengeluarkan sebuah kotak yang berukir lam
Malam muncul dengan kedinginan pekat. Purnama telah menerang di langit malam. Tower Kehidupan di Pulau Terapung terdengar sangat riuh. Karena Raja kerajaan ini datang bersama pengawal elitnya yang tersembunyi di dalam kegelapan. Dengan terburu-buru, satu murid di tower itu mencari Tempest sang penguasa tower untuk memberitahukan kedatangan raja. "Guru! Raja beserta pengawalnya datang ke sini." Kata murid itu kepada Tempest. "Iya, aku telah mengetahuinya. Di mana raja sekarang?" Tanya Tempest. "Dia berada di ruang tamu, guru." Jawab muridnya. Mereka pun bersegera ke ruang tamu untuk menemui raja. Setelah sampai di dalam ruangannya. "Maafkan aku, Yang Mulia. Aku tidak tahu akan kedatanganmu ke mari. Biasanya, Yang Mulia mengirim surat terlebih dahulu kepadaku untuk mengabari kedatanganmu." Kata Tempest sambil menundukkan kepalanya memberi hormat kepada raja. "Tempest, temanku! Apakah salah, seorang teman datang untuk menemui temannya? Apakah kamu sendirian? Di mana Dewi Peda
Dini hari. Udara terasa dingin seumpama es yang datang. Bulan masih nampak terang. Bagaikan lingkaran cincin menemani kedinginan dini hari. Gumpalan awan pun beriring dihembuskan angin.Zera terjaga dari tidurnya di sebuah kamar yang ia sewa selama 6 hari ini. Setelah mencuci muka, ia berjalan keluar penginapan dengan pedang yang terselip di pinggangnya untuk menghirup udara segar di pagi dini hari. Kemudian melangkah ke hutan yang pernah ia tempuh untuk melatih kemampuan pedangnya.Wajar jika Zera ingin berlatih karena semenjak ia menembus mana aura bintang 7 dan mendapatkan pedang baru, belum sekali pun ia meregangkan tubuhnya. Sehingga seluruh tubuhnya merasa kaku. Hal itu disebabkan karena Zera dan Isaac pergi mencari beberapa herba yang akan ia gunakan untuk membuat pil.Zera mulai melatih staminanya dengan berlari menggunakan Langkah Angin. Sebuah langkah cepat yang bergerak secepat angin. Langkah ini ia pelajari dari buku yang pernah diberikan oleh bibinya (Azzura). Karena bibi
Dalam pertarungan itu, empat raja Spirit dan empat hewan suci datang menahan serangan Zera supaya tidak membabat semua hutan dan penghuninya. "Wahai Sang Kaisar Agung semua galaksi, tahanlah amarahmu dan berilah belas kasihmu terhadap semua penghuni hutan ini!" Suara mereka bergema ke seluruh hutan dan memohon pengampunan kepada Zera. Karena mereka melihat bayangan Kaisar Agung yang berada di atas Naga Bintang tunggangannya. Tubuh Zera pun berdiri melayang terbang dengan gagahnya dan memancarkan mana aura yang sangat kuat, sehingga semua penghuni hutan tunduk kepadanya. "Hei empat spirit alam, dan kau empat hewan! Beri pemahaman kepada makhluk telinga panjang yang sombong itu. Jangan sekali-kali mengusik ketenanganku. Aku bersikap lunak, bukan berarti aku takut. Jika tidak, akan kumusnahkan semua rasnya sehingga tidak akan pernah ada lagi di bintang ini." "Baik, Kaisar Agung. Akan kami ingat nasihatmu." Kata mereka. "Hei Vatsal! Apa kamu mau terus bersembunyi? Atau mau kucabut se
Kokok ayam bersahutan membangunkan Zera. Dia beringsut turun dari dipannya dan membuka jendela kamar. Mentari belum terbit, langit pun masih terlihat gelap. Namun, temaram cahaya dari lampu minyak membantunya melihat pemandangan desa Elves. Sudah tiga hari sejak Zera tiba di desa ini. Isaac, Tifany dan Bruq pun juga datang ke desa ini karena merasakan energi yang sangat kuat. Namun, setelah mereka tahu bahwa energi itu milik Zera, barulah mereka agak tenang. Zera pun tersenyum sendiri ketika melihat ada orang yang khawatir tentang dirinya. Setelah tubuhnya merasa lebih baik dari hari sebelumnya, Zera pun turun dari rumah yang berada di atas pohon tempatnya tinggal yang disediakan oleh para Elves untuk kembali melatih tubuhnya. Setelah melatih tubuh dan menjernihkan pikiran, Zera kembali ke tempatnya tinggal. Didapatkannya Isaac, Tifany dan Bruq sudah menantinya untuk sarapan. "Maaf, apa sudah dari tadi kalian menungguku?" Tanya Zera kepada mereka setelah memasuki rumah itu. "Ta
Zhuan dan Vatsal pun pergi ke arah pintu keluar dunia kecil ini. Setelah mereka berdua pergi, kedua orang itupun langsung memeluk Zera. Zera pun merasa bingung dengan apa yang mereka berdua lakukan. "Kamu telah besar ya, nak." Kata orang itu sambil mengusap kepalanya. "Maaf, kamu siapa? Kenapa aku merasakan sesuatu yang dekat denganmu?" Tanya Zera. "Oh iya, kamu belum pernah melihat kami berdua. Tetapi kami selalu mengawasimu." Kata salah seorangnya lagi. "Namaku Azzumar Rahil, yang dulu terkenal dengan sebutan si Harimau Petir." Kata Azzumar sambil tersenyum ramah. "Dan, aku Louyi Grader, yang dulu disebut dengan Saintes Bintang." Kata Louyi sambil menangis terharu. Mendengar nama itu, Zera pun bingung antara senang dan sedih. "Jangan bercanda, ayah dan ibuku telah lama meninggal akibat melawan pasukan kegelapan." Kata Zera sambil menahan perasaannya. "Kami berdua memang telah lama mati. Ini adalah kehendak yang kami tinggalkan di kalung ruby yang kamu pakai itu, sebelum kami
Pertempuran semakin mencekam antara pasukan kegelapan melawan tentara aliansi empat kerajaan. Dromid yang memimpin pasukan iblis di sayap kiri, ditahan Alwen yang melancarkan serangan dengan menyeruduk semua pasukan Dromid. Dromid pun menebaskan pedangnya dengan niat membunuh yang kuat. "Apa menurutmu aku tidak bisa mengalahkanmu, kehendak Gill?" Kata Dromid sambil menyerang dengan enam tangannya. "Iblis sialan, berhentilah memanggilku dengan sebutan itu. Aku adalah Alwen Sang Penguasa Tombak yang akan menghancurkanmu." Jawab Alwen sambil menggerakkan tombaknya menepis serangan Dromid. "Aku akui kamu mempunyai nyali yang kuat, bocah. Tapi itu saja tidak cukup, Teknik Iblis Asura, Enam Pedang Penghapus Cahaya." Dromid pun menebaskan enam senjatanya yang telah dialiri aura hitam pekat ke arah Alwen. "Tak usah kamu banyak bacot, aku akan melawanmu sampai hancur tak bersisa. Teknik Tombak, Tebasan Tujuh Tornado Lautan Mengamuk." Datanglah tujuh pusaran angin yang diikuti air membentuk
Peperangan pun tertahan selama seminggu, karena kedua belah pihak telah kehilangan banyak pasukan. Dalam masa itu, Tempest membuka saluran komunikasi ke Istana Tashrif untuk memberi tahu mereka apa yang telah terjadi selama perang. Ia pun memberitahukan semuanya ke putra mahkota, dan bersiap untuk hal-hal yang tidak terduga nantinya. Tempest pun menyuruh semua menteri untuk langsung mengangkat putra mahkota menjadi raja Kerajaan Maqdis. Hal itupun langsung diterima oleh orang yang berada di istana. Besoknya pun diselenggarakanlah penobatan putra mahkota menjadi raja di depan semua penduduk yang telah dievakuasi ke ibukota. Maka dengan resmi diangkatlah Pijai Loza menjadi raja kerajaan ini. * Seminggu sudah berlalu dari gencatan senjata, keluarlah tiga jenderal iblis memimpin pasukannya untuk kembali menyerang pasukan Tempest. Pasukan yang mereka bawa kali ini sangatlah kuat dan mendominasi. Namun, begitu juga dengan pasukan yang berada di pihak Tempest, kali ini Bruq dan dua rekann
Enes dan Ryu pun ikut serta bersama para iblis dalam melancarkan serangannya untuk menghantam Isaac dan Alwen. Ryu yang telah kembali ke bentuk naganya, mendaratkan serangan yang kuat di arahkan ke Tempest dan Azzura. "Hantaman Cakar Naga Hitam Mengamuk." Naga Hitam Ryu pun memberikan pukulan kepada Tempest dan Azzura yang sedang berada dalam barier untuk memulihkan energi mana dan auranya. "Tidak akan kubiarkan itu terjadi," Alwen pun berlari ke arah mereka. Namun, para iblis menahannya. "Pelindung Kehidupan Ilahi," terbukalah sebuah energi memperkuat barier penghalang dari Tempest. "Ini,,, energi ini sangat murni dan kuat. Apakah Lucia juga datang untuk memberikan bantuan?" Tanya Azzura. "Panah Api Kehendak Phoenix," meluncurlah serangan anak panah yang dibalut mana api yang sangat kuat mengenai sayap kiri Ryu. Kemudian, membakar sebagian kecil dari sayap itu. "Urgh, serangan yang menyakitkan." Kata Ryu sambil mundur ke belakang. Adapun serangan panah itu, juga memberikan dam
Dalam ruang bawah tanah, Rukame telah menarik barier penghalangnya. Karena, semua pewaris kehendak sudah selesai mengultivasi teknik mereka. "Aku rasa, sudah waktunya bagi kalian untuk tampil di panggung sebenarnya. Karena para prajurit kerajaan sudah habis dilumat kegelapan di medan perang. Begitu juga dengan rajanya." Kata Rukame. "Apakah sesuatu telah terjadi ketika kami berkultivasi, senior?" Tanya Bruq. "Benar, peperangan telah terjadi antara Gaffar melawan 4 kerajaan. Sudah lebih satu minggu perang itu terjadi. Kerajaan yang beraliansi dengan Maqdis telah melarikan diri dari peperangan. Sehingga seluruh pasukan kerajaan telah musnah, begitu juga dengan raja dan jenderalnya." Rukame menjelaskan. "Isaac dan Alwen telah berangkat dari tadi untuk mencegah mereka terlalu jauh." Sambungnya. "Kalau begitu, kami akan ikut melawan pasukan Enes," kata Bruq. "Memang harus demikian, jika kerajaan ini jatuh, maka Benua Cengal akan dikuasai oleh kegelapan. Maka dari itu, tolong selamatka
Dalam perang yang tidak seimbang itu, Tempest dan Azzura beserta pasukan kerajaan yang tersisa, sudah merasa putus asa. Hal ini dikarenakan semakin banyaknya pasukan kegelapan mengalahkan jumlah dari pasukan kerajaan yang tersisa. Dan ditambah dengan pasukan aliansi kerajaan melarikan diri dari medan perang. Dalam situasi yang tidak menguntungkan itu, ketika Enes ingin memberikan serangan jangkauan luas yang ditargetkan kepada Tempest, datanglah sebuah serangan yang menepis serangan dari Enes, dan memberikan gravitasi yang kuat. Sehingga membuatnya terjatuh, begitu juga dengan naga hitam yang ditungganginya. * "Apa kamu tidak apa-apa, Pak Tua?" Tanya orang itu sambil membantunya berdiri. "Urgh, kamu siapa, nak?" Tanya Tempest sambil memegang tangannya. "Sihirmu sangat mirip dengan profesor Rukam." Sambungnya. "Maksud anda leluhurku, Pak Tua? Namaku Isaac Radian, seorang penyihir bintang." Jawab Isaac dengan singkat, karena akan ada serangan yang datang kepada mereka. "Nanti kita
Di ruang bawah tanah, Isaac dan rekannya hampir selesai mengultivasi kitab kuno yang diberikan oleh Rukame. Hal ini ditunjukkan oleh energi mereka yang telah memadat, dan mencapai puncak bintang 10 dalam mana dan aura. Jika mereka berhasil, maka mana dan aura mereka akan menembus batasan menuju Alam Sage. ** Melihat serangannya dibelokkan oleh Kazen, Tempest menyadari bahwa semua jenderal pasukan kerajaan Maqdis yang ikut perang telah mati. Ditambah dengan Raja Babel Loza yang ikut menyusul mereka, semua pasukan militer kerajaan telah mencapai putus asa yang tidak tertahankan. Seolah-olah mereka telah pasrah tentang diri mereka untuk mempertahankan tanah airnya dari invasi iblis dan monster yang dipimpin Raja Kegelapan. "Keinginanmu itu hanya untuk menguasai semua benua ini, bukan?" Kata Tempest. "Kalau kamu sudah tahu, untuk apalagi kamu bertanya, Tempest? Aku akan menguasai seluruh benua ini, dan akan kumulai dari kerajaan ini. Gehaha. Jika kerajaan yang kuat telah jatuh, maka k
Dalam aura hitam yang pekat, akhirnya Ryu berubah menjadi makhluk besar bersayap dan mempunyai sisik yang hitam pekat. Adapun tombak miliknya, langsung menyatu dengan tubuhnya. Sehingga membuat sebuah inti naga yang belum matang. Kepakan sayapnya langsung menghempaskan semua pasukan dari Kerajaan Maqdis dan tiga kerajaan yang mendukungnya. "Hei Tempest, Azzura! Apa kamu yakin membiarkannya dan melawanku? Gehaha... Kalau begitu semua pasukan itu, akan binasa lho... Gehaha." Kata Enes dengan suara yang senang. "Dasar bajingan, apa yang telah kamu perbuat kepadanya, sehingga berubah menjadi monster seperti itu?" Tanya Tempest. Getaran yang dibuat Ryu pun semakin kuat ketika ia mengepakkan sayapnya dan terbang ke langit. "Hahahaha, inilah kekuatanku yang sebenarnya. Inilah puncak dari kekuatan itu. Hahahaha." Teriak Ryu sambil terbang. Kemudian dia mengeluarkan nafasnya. Dengan seketika, prajurit yang terkena nafas itupun membeku. Tidak hanya prajurit, monster yang berada di dekatnya
Perang masih berlanjut dan berkecamuk dengan sangat hebat. Kedua belah pasukan sudah sedaging peperangan, terdengar bunyi suara pedang saling beradu. Pasukan kerajaan didorong mundur oleh pasukan monster yang menggila."Kazen, aku akan mengahadapimu dengan segenap kekuatanku." Kata Kuo dengan memasang auranya."Aku pun juga begitu, Kuo. Aku tidak menyangka bisa beradu pedang denganmu. Tetapi, pertemuan ini menjadi pertemuan pertama dan terakhir bagi kita." Jawab Kazen dengan mengeluarkan auranya."Maka dari itu, mari kita lakukan salam kenal kita. Gerakan pertama, Tarian Pedang Api Harimau Putih." Kuo pun membuat langkah pertama untuk menyerang Kazen."Aku selalu siap, Tebasan Pedang Api Harimau Hitam." Kazen dengan cepat menangkis serangan pedang Kuo.Pancaran energi dan serangan mereka berdua pun beradu. Setiap pedang mereka berdua beradu, Kazen dan Kuo pun bisa melihat kenangan lama yang mereka alami. Kezen melihat kenangan Kuo, dan Kuo pun menelisik kenangan dari Kazen. Sehingga m