Share

Kaisar Badai Petir Zera
Kaisar Badai Petir Zera
Author: MNE Sidi nan Mulie

Chapter 1. Kotak Pandora

Malam semakin pekat dengan gumpalan awan tebal. Tidak nampak lagi cahaya bulan terang. Terdengar suara anjing mutan yang lagi mengejar dua lelaki di Hutan Kematian. Suara sihir peledak pun selalu berdentang.

"Hei, cepat kalian berhenti! Jika tidak peluru mana ini akan menyasar ke kepala kalian atau kalian akan kami habisi beserta hutan ini," kata salah seorang yang memakai kadal merah sebagai tumpangannya.

"Kapten, jika hutan ini habis, tentu kami juga akan musnah," jawab salah seorang prajuritnya.

"Bodoh kalian. Itu tadi hanya ancaman. Jika kita tidak mendapatkan mereka berdua, kita semua akan dilumat oleh Jenderal Ryu dengan kekuatannya. Apa kalian mau mati?" kata sang kapten kepada anak buahnya.

"Tentu tidak, kapten." mereka semua menjawab serentak.

"Jika tidak mau, cepat tangkap mereka berdua. Terutama bocah yang memegang Kotak Pandora itu!" Perintah sang kapten.

"Siap laksanakan!"

Tentara itupun hampir mengepung seluruh Hutan Kematian. Namun, ketika tentara itu mendekati mereka berdua, berbaliklah salah seorang yang diburu sambil melepaskan kekuatannya.

"Semburan cahaya api...!" Serangan itu pun membabat sebagian besar pasukan. Kemudian dia berkata kepada rekannya.  "Zera, cepat lari. Biar aku yang mengatasi cecunguk ini. Ingat, jangan sampai berpaling! Kita akan bertemu di Tower Penghidupan Pulau Terapung," sambungnya sambil menghadang tentara yang mengejarnya.

"Baiklah, Paman. Tapi jangan sampai mati, ya." Kemudian ia berlari sekuat tenaga supaya keluar dari hutan ini.

"Oh, jadi kamu yang akan menghadang kami, Tempest?" Kata Sang Kapten.

"Tentu saja, Rogi. Tanpa Ryu, kalian hanyalah lalat kecil bagiku," jawabnya dengan santai.

"Sombong sekali kau berucap. Apa kamu lupa bahwa dirimu tak muda lagi? Walaupun kamu salah satu legenda Pemegang Kunci Cahaya, tapi kamu telah rapuh." Sambil meloncat dari kadalnya.

"Kalau begitu jangan basa basi lagi, mari kita selesaikan ini dengan cepat! Sebab keponakanku sedang kesulitan. Kau tahu kan, dia selalu ceroboh. Huaaa haha, huaa haha," sambil muka mengejek.

"Berengsek kau Tempest, terimalah ini! Semburan naga bayangan." Keluarlah naga bayangan dari tongkat Kapten Rogi memakan semua yang berada di depannya. Namun tidak dengan Tempest, dia pun mengeluarkan serangan yang hampir serupa.

"Amukan api naga kembar," Tempest pun mengeluarkan mantra dari tongkatnya.

Kekuatan mereka berdua pun beradu.  Satu naga kegelapan dan satu lagi naga api. Namun, karena terlalu kuatnya serangan dari Tempest, Rogi dan pasukannya pun terhempas.

"Hei, bocah! Kamu harus sering berlatih. Kekuatanmu itu belum cukup untuk menggoresku. Oh, iya sampaikan ucapanku pada bocah Ryu. Katakan padanya aku akan mengajarkan cara mengeluarkan amarah dari serangan naga emas untuk terakhir kalinya. Huaaa haha, huaa haha." Tempest memanggil peliharaannya yang bernama King Milki. Seekor Harimau Putih yang merajai Hutan Rawa dan meninggalkan tentara musuh beserta kaptennya yang tergeletak karena kekalahan.

Kemudian dengan rasa kekalahan itu, mereka pun berbalik pulang untuk melaporkan kegagalannya dalam mengejar si pembawa kotak cahaya kepada Jenderal Ryu. Salah seorang dari tiga jenderal Kerajaan Gafar yang dipimpin oleh seorang raja yang kejam bernama Raja Enes.

***

Di benteng kediaman Jenderal Ryu yang berada di Pulau Naga, Kapten Rogi dan pasukannya kembali.

"Apa? Dia berhasil kabur, dan kau tidak bisa mengatasinya? Padahal yang kau hadapi hanya bocah yang berumur 17 tahun dan orang tua yang telah rapuh?" Jenderal Ryu merasa kecewa.

"Tapi, Jenderal, yang kami hadapi ini adalah Tempest. Salah seorang dari 3 Legenda Cahaya." Jawab dari Kapten Rogi.

"Apa ada pesan darinya?"

"Ada, Jenderal, yaitu cara mengeluarkan kekuatan amarah dari serangan naga emas." Timpal Kapten Rogi.

"Baiklah, untuk sekarang kau kumaafkan, Rogi. Namun, tidak untuk selanjutnya. Jadi pergilah dan kumpulkan pasukan! Kita akan pergi ke Istana Rayan menghadapi Sang Raja." Perintah Jenderal Ryu kepada kapten.

"Siap laksanakan, Jenderal."

Dari tutur kata bawahannya, bergidik Jenderal Ryu mendengarnya. Karena dia tahu bagaimana kekuatan serangan itu. Serangan  Amarah Naga Emas bisa melumat sebuah pulau dan kota. Sehingga hilanglah pulau itu dari peta dunia. Hal ini Jenderal Ryu ketahui ketika dia masih menjadi murid dari Tempest salah seorang dari 3 legenda yang masih hidup.

Adapun Sang Legenda itu pernah mengalahkan Raja Enes pada 20 tahun lalu. Tiga legenda yang mengalahkannya adalah Azzumar si Harimau Petir, Tempest si Naga Emas, dan Azzura si Dewi Pedang Air. Dengan bersatunya kekuatan mereka pada satu titik, maka tumbanglah Raja Enes. Namun, sayang mereka tidak membunuhnya dengan beberapa alasan yang ada pada diri mereka.

***

Pada satu malam yang sedang dingin.  Di Desa Jura, perbatasan antara kerajaan Maqdis dan Gafar, tepatnya di ujung kerajaan Maqdis. Azzura menghadang seorang diri tentara yang di pimpin Raja Enes.

"Akhirnya, kita bertemu lagi, Azzura." Sapaan Raja Enes kepadanya.

"Iya, kita bertemu lagi. Kurasa kau tidak akan sanggup untuk datang ke mari, Enes," jawab Azzura.

"Mana mungkin aku tidak datang. Karena aku datang untuk menjemputmu. Sekarang, begini saja, jadilah permaisuriku, Azzura!" Ajakan Enes kepadanya.

"Terima kasih atas ajakanmu, namun di dalam hatiku telah ada seseorang yang layak untuk memegangnya."

"Apa karena aku telah pergi dari kerajaan Maqdis, kau berubah seperti ini?"

"Itu bukan masalah bagiku, baik kau di sini atau membelot sehingga menciptakan kerajaan sendiri, namun hatiku tidak layak untukmu. Karena, kau orang yang tidak bisa dipercaya, Enes," Azzura menekan suaranya.

"Jadi, kau menolakku dan ingin mati di tanganku, sebagaimana aku membunuh Azzumar beserta istrinya, bukan begitu, Azzura?" Pertanyaan Enes.

"Apaaa? Kau membunuh Azzumar dan Louyi? Kalau begitu tiada ampun bagimu, Enes, bersiaplah!" Azzura marah.

"Gehaha... Gehaa... Sungguh malang nasib mereka karena tak mau menyerahkan Kunci itu..." Belum selesai Enes melanjutkan perkataannya.

"Angin pembeku," Azzura membekukannya. Belum sampai di situ, "Tebasan air." Enes pun membeku dan terpotong.

Sedangkan tentaranya hanya diam dan menjauh karena tidak mau terkena percikan pertempuran mereka. Namun, serangan dari Azzura, tidak membekas bagi Enes.

"Kau, sangat lemah sekali sekarang, Azzura. Sudah kuduga, tanpa Azzumar, Tempest dan Louyi, kalian hanya bongkahan kecil. Ketahuilah, aku bukan selemah dulu ketika kalian menyegelku di Kawah Gunung Cimuri.  Sungguh, kalian semua naif sekali, tak mau membunuhku. Tapi, bagiku sekarang..."

"Es penghancur..." Azzura menembakkan esnya, kemudian ditambah, "Gelombang air kematian. Apakah masih belum, juga?" Azzura bergumam.

"Lubang hitam," Enes menghisap serangan Azzura, "Sungguh serangan yang anggun, Azzura. Walau rasanya lebih sakit, namun belum bisa serangan itu mengalahkanku. Sekarang giliranku, Irama kegelapan."

"Cahaya pedang halilintar," Azzura mengeluarkan kunci cahaya yang berbentuk tongkat dan menangkis serangan Enes.

Serangan mereka saling beradu. Nampaklah awan terbelah seperti mengoyak langit. Langit pun bergemuruh dan berubah gelap. Karena kekuatan dahsyat saling berbenturan.

"Apakah hanya segini kekuatanmu, Azzura? Sangat mengecewakan. Ini kutambahkan, Pelahap cahaya," ketika kekuatan itu hampir melahap Azzura...

"Amarah api naga emas," dengan seketika tertepislah serangan mereka berdua. Secara refleks Azzura dan Enes menghindar serangan itu. Namun, meninggalkan lubang lava yang sangat dalam bahkan hampir menghancurkan semua pijakan mereka.

"Tempest!" mereka berdua terkejut.

"Enes, hasratmu untuk menghancurkan kunci cahaya, tidak akan kubiarkan," dengan seketika Tempest menembakkan kekuatannya, "Semburan petir naga emas."

Kemudian, Tempest mengambil Azzura yang sedang terluka parah dan meninggalkan tempat pertarungan itu dengan langkah kecepatan. Bekas dari serangannya menghilangkan gunung yang terdapat di Desa Jura dan sebuah pulau Gimlan pun menghilang dari peta dunia. Karena lantunan serangannya.

"Tempest, sialan. Tapi, biarlah lagian satu kunci telah musnah. Lain kali tidak akan kubiarkan mereka. Geehaha... Gehaa." Mereka pun kembali ke kerajaannya dengan penuh kemenangan.

Akhirnya pertempuran kedua dari Raja Kegelapan dan salah seorang pemegang kunci cahaya yaitu Dewi Pedang Air pun usai. Pertempuran kedua ini terjadi pada hari kamis tahun 568 Geyal.¤

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status