Malam semakin pekat dengan gumpalan awan tebal. Tidak nampak lagi cahaya bulan terang. Terdengar suara anjing mutan yang lagi mengejar dua lelaki di Hutan Kematian. Suara sihir peledak pun selalu berdentang.
"Hei, cepat kalian berhenti! Jika tidak peluru mana ini akan menyasar ke kepala kalian atau kalian akan kami habisi beserta hutan ini," kata salah seorang yang memakai kadal merah sebagai tumpangannya. "Kapten, jika hutan ini habis, tentu kami juga akan musnah," jawab salah seorang prajuritnya. "Bodoh kalian. Itu tadi hanya ancaman. Jika kita tidak mendapatkan mereka berdua, kita semua akan dilumat oleh Jenderal Ryu dengan kekuatannya. Apa kalian mau mati?" kata sang kapten kepada anak buahnya. "Tentu tidak, kapten." mereka semua menjawab serentak. "Jika tidak mau, cepat tangkap mereka berdua. Terutama bocah yang memegang Kotak Pandora itu!" Perintah sang kapten. "Siap laksanakan!" Tentara itupun hampir mengepung seluruh Hutan Kematian. Namun, ketika tentara itu mendekati mereka berdua, berbaliklah salah seorang yang diburu sambil melepaskan kekuatannya. "Semburan cahaya api...!" Serangan itu pun membabat sebagian besar pasukan. Kemudian dia berkata kepada rekannya. "Zera, cepat lari. Biar aku yang mengatasi cecunguk ini. Ingat, jangan sampai berpaling! Kita akan bertemu di Tower Penghidupan Pulau Terapung," sambungnya sambil menghadang tentara yang mengejarnya. "Baiklah, Paman. Tapi jangan sampai mati, ya." Kemudian ia berlari sekuat tenaga supaya keluar dari hutan ini. "Oh, jadi kamu yang akan menghadang kami, Tempest?" Kata Sang Kapten. "Tentu saja, Rogi. Tanpa Ryu, kalian hanyalah lalat kecil bagiku," jawabnya dengan santai. "Sombong sekali kau berucap. Apa kamu lupa bahwa dirimu tak muda lagi? Walaupun kamu salah satu legenda Pemegang Kunci Cahaya, tapi kamu telah rapuh." Sambil meloncat dari kadalnya. "Kalau begitu jangan basa basi lagi, mari kita selesaikan ini dengan cepat! Sebab keponakanku sedang kesulitan. Kau tahu kan, dia selalu ceroboh. Huaaa haha, huaa haha," sambil muka mengejek. "Berengsek kau Tempest, terimalah ini! Semburan naga bayangan." Keluarlah naga bayangan dari tongkat Kapten Rogi memakan semua yang berada di depannya. Namun tidak dengan Tempest, dia pun mengeluarkan serangan yang hampir serupa. "Amukan api naga kembar," Tempest pun mengeluarkan mantra dari tongkatnya. Kekuatan mereka berdua pun beradu. Satu naga kegelapan dan satu lagi naga api. Namun, karena terlalu kuatnya serangan dari Tempest, Rogi dan pasukannya pun terhempas. "Hei, bocah! Kamu harus sering berlatih. Kekuatanmu itu belum cukup untuk menggoresku. Oh, iya sampaikan ucapanku pada bocah Ryu. Katakan padanya aku akan mengajarkan cara mengeluarkan amarah dari serangan naga emas untuk terakhir kalinya. Huaaa haha, huaa haha." Tempest memanggil peliharaannya yang bernama King Milki. Seekor Harimau Putih yang merajai Hutan Rawa dan meninggalkan tentara musuh beserta kaptennya yang tergeletak karena kekalahan. Kemudian dengan rasa kekalahan itu, mereka pun berbalik pulang untuk melaporkan kegagalannya dalam mengejar si pembawa kotak cahaya kepada Jenderal Ryu. Salah seorang dari tiga jenderal Kerajaan Gafar yang dipimpin oleh seorang raja yang kejam bernama Raja Enes. *** Di benteng kediaman Jenderal Ryu yang berada di Pulau Naga, Kapten Rogi dan pasukannya kembali. "Apa? Dia berhasil kabur, dan kau tidak bisa mengatasinya? Padahal yang kau hadapi hanya bocah yang berumur 17 tahun dan orang tua yang telah rapuh?" Jenderal Ryu merasa kecewa. "Tapi, Jenderal, yang kami hadapi ini adalah Tempest. Salah seorang dari 3 Legenda Cahaya." Jawab dari Kapten Rogi. "Apa ada pesan darinya?" "Ada, Jenderal, yaitu cara mengeluarkan kekuatan amarah dari serangan naga emas." Timpal Kapten Rogi. "Baiklah, untuk sekarang kau kumaafkan, Rogi. Namun, tidak untuk selanjutnya. Jadi pergilah dan kumpulkan pasukan! Kita akan pergi ke Istana Rayan menghadapi Sang Raja." Perintah Jenderal Ryu kepada kapten. "Siap laksanakan, Jenderal." Dari tutur kata bawahannya, bergidik Jenderal Ryu mendengarnya. Karena dia tahu bagaimana kekuatan serangan itu. Serangan Amarah Naga Emas bisa melumat sebuah pulau dan kota. Sehingga hilanglah pulau itu dari peta dunia. Hal ini Jenderal Ryu ketahui ketika dia masih menjadi murid dari Tempest salah seorang dari 3 legenda yang masih hidup. Adapun Sang Legenda itu pernah mengalahkan Raja Enes pada 20 tahun lalu. Tiga legenda yang mengalahkannya adalah Azzumar si Harimau Petir, Tempest si Naga Emas, dan Azzura si Dewi Pedang Air. Dengan bersatunya kekuatan mereka pada satu titik, maka tumbanglah Raja Enes. Namun, sayang mereka tidak membunuhnya dengan beberapa alasan yang ada pada diri mereka. *** Pada satu malam yang sedang dingin. Di Desa Jura, perbatasan antara kerajaan Maqdis dan Gafar, tepatnya di ujung kerajaan Maqdis. Azzura menghadang seorang diri tentara yang di pimpin Raja Enes. "Akhirnya, kita bertemu lagi, Azzura." Sapaan Raja Enes kepadanya. "Iya, kita bertemu lagi. Kurasa kau tidak akan sanggup untuk datang ke mari, Enes," jawab Azzura. "Mana mungkin aku tidak datang. Karena aku datang untuk menjemputmu. Sekarang, begini saja, jadilah permaisuriku, Azzura!" Ajakan Enes kepadanya. "Terima kasih atas ajakanmu, namun di dalam hatiku telah ada seseorang yang layak untuk memegangnya." "Apa karena aku telah pergi dari kerajaan Maqdis, kau berubah seperti ini?" "Itu bukan masalah bagiku, baik kau di sini atau membelot sehingga menciptakan kerajaan sendiri, namun hatiku tidak layak untukmu. Karena, kau orang yang tidak bisa dipercaya, Enes," Azzura menekan suaranya. "Jadi, kau menolakku dan ingin mati di tanganku, sebagaimana aku membunuh Azzumar beserta istrinya, bukan begitu, Azzura?" Pertanyaan Enes. "Apaaa? Kau membunuh Azzumar dan Louyi? Kalau begitu tiada ampun bagimu, Enes, bersiaplah!" Azzura marah. "Gehaha... Gehaa... Sungguh malang nasib mereka karena tak mau menyerahkan Kunci itu..." Belum selesai Enes melanjutkan perkataannya. "Angin pembeku," Azzura membekukannya. Belum sampai di situ, "Tebasan air." Enes pun membeku dan terpotong. Sedangkan tentaranya hanya diam dan menjauh karena tidak mau terkena percikan pertempuran mereka. Namun, serangan dari Azzura, tidak membekas bagi Enes. "Kau, sangat lemah sekali sekarang, Azzura. Sudah kuduga, tanpa Azzumar, Tempest dan Louyi, kalian hanya bongkahan kecil. Ketahuilah, aku bukan selemah dulu ketika kalian menyegelku di Kawah Gunung Cimuri. Sungguh, kalian semua naif sekali, tak mau membunuhku. Tapi, bagiku sekarang..." "Es penghancur..." Azzura menembakkan esnya, kemudian ditambah, "Gelombang air kematian. Apakah masih belum, juga?" Azzura bergumam. "Lubang hitam," Enes menghisap serangan Azzura, "Sungguh serangan yang anggun, Azzura. Walau rasanya lebih sakit, namun belum bisa serangan itu mengalahkanku. Sekarang giliranku, Irama kegelapan." "Cahaya pedang halilintar," Azzura mengeluarkan kunci cahaya yang berbentuk tongkat dan menangkis serangan Enes. Serangan mereka saling beradu. Nampaklah awan terbelah seperti mengoyak langit. Langit pun bergemuruh dan berubah gelap. Karena kekuatan dahsyat saling berbenturan. "Apakah hanya segini kekuatanmu, Azzura? Sangat mengecewakan. Ini kutambahkan, Pelahap cahaya," ketika kekuatan itu hampir melahap Azzura... "Amarah api naga emas," dengan seketika tertepislah serangan mereka berdua. Secara refleks Azzura dan Enes menghindar serangan itu. Namun, meninggalkan lubang lava yang sangat dalam bahkan hampir menghancurkan semua pijakan mereka. "Tempest!" mereka berdua terkejut. "Enes, hasratmu untuk menghancurkan kunci cahaya, tidak akan kubiarkan," dengan seketika Tempest menembakkan kekuatannya, "Semburan petir naga emas." Kemudian, Tempest mengambil Azzura yang sedang terluka parah dan meninggalkan tempat pertarungan itu dengan langkah kecepatan. Bekas dari serangannya menghilangkan gunung yang terdapat di Desa Jura dan sebuah pulau Gimlan pun menghilang dari peta dunia. Karena lantunan serangannya. "Tempest, sialan. Tapi, biarlah lagian satu kunci telah musnah. Lain kali tidak akan kubiarkan mereka. Geehaha... Gehaa." Mereka pun kembali ke kerajaannya dengan penuh kemenangan. Akhirnya pertempuran kedua dari Raja Kegelapan dan salah seorang pemegang kunci cahaya yaitu Dewi Pedang Air pun usai. Pertempuran kedua ini terjadi pada hari kamis tahun 568 Geyal.¤Senja temaram. Langit masih kelam dan berjerabu. Nampaklah mega merah yang menawan di ufuk Barat. Begitu pula dengan hembusan angin yang menerpa diri nan sedang kelelahan. "Bukankah sudah kukatakan kepadamu, Azzura, jangan melawan Enes sendirian. Karena kekuatannya sekarang ini sangatlah besar dan dahsyat." Tempest memberikan nasihat kepada Azzura. "Bagaimana tidak aku ingin menebasnya. Sebab, Azzumar dan Louyi telah dibunuh olehnya," timpal Azzura sambil menarik nafas ketika masih menyandarkan badannya yang masih terluka di sebuah pohon beringin. "Memang benar apa yang dia katakan. Tapi sayang aku terlambat datang untuk membantunya. Aku melihat mereka berdua tidak lagi bernyawa. Namun, kalau dilihat dari bekas pertempuran mereka, sangat mustahil jika Azzumar kalah." Jelas Tempest sambil mengoleskan obat penyembuh super kepadanya. "Maksudmu?" Tanya Azzura penasaran. "Ya, kita tahu bagaimana kuatnya Azzumar. Lagian di antara pemegang kunci cahaya, dialah yang paling kuat dan bers
Siang berdentang. Panas matahari membara. Angin yang berembus tidak memberikan kenyamanan, seolah menghardik siapa saja yang mengenainya. Setelah lepas dari Hutan Kematian, Zera pun tiba di perbatasan desa Goblin. Sebuah desa para monster yang dibilang kejam. Walaupun monster itu peringkat bahayanya berada di rank E, tapi jika dia menyerang bersama maka naiklah peringkat bahayanya menjadi rank B. Biasanya mereka menyerang pada malam hari.Banyak orang menganggap enteng tentang Goblin, padahal jika mereka berevolusi menjadi Hobgoblins, maka ketika itu juga bahaya mereka naik menjadi Rank A. Sangat jarang melihat para goblin atau monster berevolusi, jika tidak ada mendalanginya.Sedang bersandar melepaskan letih di pohon beringin yang menjadi perbatasan desa, Zera mendengar sebuah pertarungan yang berada di dalam desa itu."Panah Es Beracun," nampaklah kilauan es datang dari langit menghujani monster yang ditargetkan.Bisa dibilang monster itu setingkat dengan raksasa. Karena ukurannya
Kabut semakin tebal menutupi jalan di kaki bukit. Sehingga siang seolah menjadi malam. Formasi kabut kebingungan yang disusun Kaijin menjadi semakin kuat dan pekat. Dalam keadaan situasi itu terdengar suara bergema."Hihahaha... Hihahaha... Ada dua kelinci yang berani memasuki formasiku tanpa rasa takut kiranya,""Hei, siapa kamu? Jangan bersembunyi seperti pengecut. Keluar kau...! " Ucap Tifany dengan rasa takut.Melihat tingkah Tifany seperti itu, Zera pun merasa kagum. "Walau dia merasa takut, tapi masih berani menantang sesuatu di luar kemampuannya." Gumam Zera."Hihahaha... Berani juga kau. Kalau begitu, akan kubuat dirimu tak bisa keluar dari formasiku ini," suara itu pun semakin bergema kemudian hilang perlahan. Dan kabut pun semakin tebal sehingga membuat mereka bingung dalam ilusi kabut.**Dalam ilusi kabut."Hei nak, kamu sudah besar. Apakah kamu sekuat ayahmu, yang pernah melukai dan memukul mundurku?" Sapa seseorang yang keluar dari dalam kabut."Siapa kamu? Mengapa kamu
Mentari sudah mulai muncul. Bukit kesesatan telah bersih dari kabut kebingungan. Udara yang tadinya kotor, sekarang sudah bersih. Setelah bangun dari meditasi, Zera menghampiri Tifany yang masih terbaring."Bagaimana kondisimu sekarang?" Tanya Zera."Sudah mendingan daripada tadi malam." jawab Tifany. "Di mana penyihir yang menyelamatkan kita?" tambahnya."Dia di pintu goa, berjaga semalaman..." belum selesai Zera berkata, Isaac datang menghampirinya."Apa kalian sudah bangun? Kalau sudah, mari kita makan sambil bercerita." ajak Isaac sambil menyuguhkan daging panggang yang telah ia tangkap."Terima kasih, sangat tidak sopan kalau menolak ajakan orang yang telah menolong kami," sahut Tifany dan Zera.Mereka bertiga pun makan bersama sambil bertukar cerita."Tuan, kalau boleh tahu ke mana tujuan, Tuan?" Zera pun mulai bertanya sambil melahap hidangan daging bakar yang ada di tangannya."Sebelum kujawab pertanyaanmu, mengapa kalian berdua bisa berakhir di bukit ini? Padahal bukit ini te
Pagi yang cerah. Mentari sudah menampilkan karismanya. Setelah istirahat selama tiga hari di goa bukit kesaksian, Zera, Tifany dan Isaac memulai perjalanan untuk mencapai Pulau Terapung dengan berjalan kaki. Sebab tidak jauh dari balik bukit ini ada sebuah desa yang bisa membuat mereka beristirahat untuk sebentar sebelum melanjutkan perjalanan kembali."Kira-kira berapa lama kita akan sampai di desa terdekat, Kak Isaac?" Tanya Tifany sambil berjalan dengan kelelahan."Kisaran 2 jam lagi kita akan sampai. Apa kamu sudah lelah? Kalau iya kita istirahat sebentar." Jawab Isaac."Ayo kita istirahat dulu 15 menit, Kak Isaac!" Ajak Zera sambil menghampiri sebuah pohon yang agaj rindang."Baiklah, kita istirahat dulu." Isaac dan Tifany pun ikut menghampirinya dan duduk. Dan mengeluarkan sebotol air dari cincin penyimpanannya.Sedang asyik duduk dan bersandar di bawah pohon, terdengar suara yang agak bising oleh Zera dan Isaac."Kayaknya kita telah dikepung, Kak Isaac?" Zera mengambil pedangny
Siang berdentang. Udara terasa hambar karena terik matahari sedang menggila. Dalam ruang pertemuan, udara terasa pengap dan berat."Jadi bukit itu telah dimurnikan, ya?" Tanya Kaijin kepada Kazen."Apa kamu tidak merasakannya? Padahal kamulah yang memasang penghalang dan formasi tingkat enam itu." Jawab Kazen dengan senyuman tipis."Aku merasakannya empat hari lalu, namun aku hanya acuh saja. Lagian mana ada orang bisa menghancurkan formasi yang kubuat." Timpal Kaijin."Memangnya kenapa jika formasi itu hancur dan bukit telah dimurnikan? Lagian tidak akan ada untung dan ruginya buat kita, bukan? Ryu bertanya datar sambil menyalakan rokoknya."Tentu ada untung dan ruginya bagi kita. Apa kamu ingat ketika peperangan 6 tahun lalu di bukit itu?" Kazen menepis perkataan Ryu."Kerugian yang kita dapati jika bukit itu telah dimurnikan adalah kawasan dan sumber daya. Sebab bukit itu bagaikan benteng kekuatan antara kegelapan dan cahaya. Ketika bukit itu menyimpan kegelapan, maka kekuatan Yang
Malam mulai datang. Setelah kejadian heboh di sore tadi. Orang-orang banyak menyebarkan rumor di setiap penginapan dan restoran. Salah satu penginapan itu bernama Mawar Putih."Hei! Apa kamu lihat fenomena di sore tadi?" Seseorang sedang berbicara dengan teman di meja makannya."Iya, aku lihat. Fenoma yang sangat dahsyat. Apakah mungkin Sang Legenda akan terlahir kembali?" Tanya temannya kembali."Bisa jadi. Karena telah 1000 tahun cerita itu diturunkan secara turun-temurun disetiap keluarga yang ada di kerajaan ini." kata temannya satu lagi."Betul, pernah nenekku mengatakan dahulu bahwa suatu hari nanti akan terlahir kembali legenda yang akan melindungi kita semua dari kegelapan yang hampa. Dia adalah orang yang mempunyai aura dan mana dalam satu tubuh." Teman yang lain pun menambahkan perkataan temanya."Apakah mungkin aura dan mana bersatu dalam satu tubuh? Kebanyakan dari kita hanya mempunyai salah satu di antaranya.""Bisa jadi hal itu menjadi mungkin berkumpulnya dua energi itu
Dalam ruangan yang penuh dengan semua karya Blacksmith, Zera dan Isaac masih menunggu. Sudah berlalu 3 jam sejak masuk toko itu. Tak lama sesudah itu, blacksmith itu menghampiri dan memperhatikan mereka dari dekat tanpa mereka sadari. Mulai dari kesinambungan mana dan aura, blacksmith itu menganggukkan kepalanya. "Ada yang bisa dibantu, Tuan?" Sapa Blacksmith itu kepada mereka. Zera dan Isaac pun terkejut dengan sapaan itu. Sebab mereka tidak merasakan hawa keberadaannya. "Sungguh hawa keberadaan yang sangat halus. Bahkan kami pun tak merasakannya." Kata hati Zera dan Isaac. "Ini, Tuan..." Belum sempat Zera melanjutkan perkataannya, blacksmith itu lansung memotong pembicaraan. "Panggil saja aku Pak Tua Bruq. Namaku Bruq Romander. Dari keluarga Romander ras Dwarf." Pak tua itu menepuk pakaiannya yang terkena debu. "Jadi apa ada yang bisa kubuantu buat kalian." Imbuhnya. "Bisakah kamu menyatukan isi dalam kotak ini dengan pedangku." Zera mengeluarkan sebuah kotak yang berukir lam