POV. Luna[Bu, bagaimana keadaan Luna?] pesan dari Bara.[Baik-baik saja, jangan khawatir.] balas Bu Indah.[Bu, jangan lupa, nanti Luna dikasih makan, sama suruh minum obat,] pesan dari Bara.[Iya, jangan khawatir.] Balas Bu Indah.[Bu, pakaian Luna yang semalam, sudah saya cuci, saya jemur di belakang. Nanti kalau sudah kering, berikan, tapi jangan bilang, jika aku yang mencucinya.] pesan dari Bara.[Bara, tolonglah, kamu jangan terlalu mencintainya. Ibu takutnya nanti kamu justru akan kecewa pada akhirnya. Bagaimanapun juga, Luna sudah punya suami. Ibu takut, kamu terluka untuk yang kedua kalinya.] Balas Bu Indah.[Bukankah Ibu sendiri yang selalu bilang, bahwa aku harus memperjuangkan perasaanku, jika memang aku masih mencintai Luna?] pesan Bara.[Sudah dua tahun ini, aku berusaha melupakan. Tetap saja, aku tidak bisa. Apalagi jika melihat kelakuan suaminya, ketika dia pacaran dengan g*ndiknya, di rumah itu, pas Luna sedang pergi. Rasanya aku ikut merasakan sakitnya.] balas Bara.
POV. Luna"Ini, Non, tasnya memang tertinggal di kamar tamu. Maaf, saya agak lama. Ternyata di kamar tamu, ada tumpahan bakso, saya harus membersihkan terlebih dahulu. Mana baksonya kecil-kecil, menggelinding ke mana-mana," ucap Bu Indah, sambil tertawa kecil."Mohon maaf, Bu. Itu semalam saya yang memecahkan mangkoknya. Habisnya saya syok. Ternyata laki-laki yang dulu sering kuceritakan kepada Bu Indah, tidak lain adalah laki-laki yang sering diceritakan oleh Bu Indah sebagai majikannya," jawabku."Maaf, jujur, saya juga dulu tidak tahu, jika Luna yang pernah diceritakan oleh Bara, itu adalah Non Luna. Saya sering melihat fotonya. Tapi kayaknya, berbeda. Saya tahunya baru satu tahun yang lalu, kalau Lunanya Bara, ya Non Luna. Tapi Bara melarang Ibu untuk bercerita kepada siapa pun. Lagian Bara juga jarang ada di rumah," ucap Bu Indah."Sekali lagi, saya minta maaf, Bu. Sudah memecahkan mangkoknya," ucapku.Bu Indah tersenyum. Memberikan tas itu kepadaku.Kuterima tas itu, dan kuraba
Pov. AksaMelihat Luna yang menc*kik Ibunya Bunga dengan begitu kejam, dan melihat Bunga yang menjerit histeris karena ketakutan, sebenarnya aku merasa iba, dengan dua perempuan itu.Bagaimanapun juga, aku ikut andil dalam kejadian yang terjadi saat ini. Aku juga bersalah.Namun aku juga tidak berani untuk menyalahkan Luna. Aku tahu, bagaimana rasa sakit hatinya.Apalagi jika sampai Luna mengira bahwa aku lebih membela Bunga dan keluarganya. Bisa-bisa justru akulah yang mendapat giliran untuk dicekiknya.Akhirnya aku lebih memilih cara halus, untuk menaklukkan istriku. Kupeluk dia. Agar hatinya menjadi lebih tenang. Dan benar saja, setelah itu, dia pun menjadi bersikap normal.Dalam perjalanan pulang, aku senantiasa ingat dengan ibunya Bunga, yang hingga kepulanganku, bahkan wajahnya masih tampak pucat itu.Aku takut, jika terjadi sesuatu kepadanya. Bagaimana jika nanti Luna justru harus dimintai pertanggungjawaban. Bagaimana jika nanti, masalahnya justru semakin panjang.Akhirnya, ak
POV. Aksa"Maaf, ya?" ucapku kepada perempuan yang sedang berbaring itu.Dia mengangguk. Senyumnya tersungging indah. Namun senyum itu berbarengan dengan air matanya. Sungguh, aku merasa tidak tega.Kenapa semuanya menjadi seperti ini. Di saat aku ingin memperbaiki rumah tanggaku, Bunga justru hamil karena benihku.Di sini bukan hanya Luna yang terluka. Bunga pun sama terlukanya. Betapa tidak adilnya aku. Aku telah menyia-nyiakan wanita yang sedang mengandung benihku."Maaf, aku pulang dulu," ucapku, sambil beranjak dari tempat dudukku.Bunga mengangguk sambil tersenyum."Terimakasih, sudah menjengukku. Aku sangat bahagia. Meskipun dengan perhatian kecil, aku sudah merasa sangat bahagia sekali."Lagi-lagi, ucapan Bunga mampu mengetuk hatiku. Itulah bedanya Bunga dengan Luna. Bunga cenderung lebih bisa menghargaiku.Aku merasa dianggap, aku merasa dihargai.Aku menyempatkan diriku untuk menatap wajah yang sebenarnya memang cantik itu. Kemudian aku lekas memutar tubuhku, berjalan ke ara
POV. AksaYa Allah, jadi dari tadi siang, kunci ini terbawa olehku? Aku pun lekas masuk ke dalam, menyalakan semua lampunya.Aku segera keluar lagi, ingin mencari istriku. Mungkin di rumah orang tuaku. Namun baru saja aku sampai di teras, aku sudah menemukan istriku yang sedang tertidur di kursi teras. Leganya. Aku pun segera mengajaknya ke dalam. Untungnya, dia tidak bertanya tentang banyak hal. Jadi aku tidak perlu susah-susah mengarang cerita.Kami pun tertidur, hingga pagi menjelang.Sebelum adzan subuh, aku sudah bangun, dan langsung ke masjid. Sebentar lagi, aku akan memiliki dua istri. Itu artinya, aku harus semakin tekun melakukan ibadah wajib.Di jalan depan, ternyata tetanggaku yang tidak pernah muncul ke permukaan itu, juga sedang berjalan menuju ke masjid.Kami pun melangkah kaki dengan cepat, tanpa banyak berbicara.Setelah selesai berjamaah, kami mampir di tempat penjual bubur ayam. Aku makan di tempat. Begitu juga, dia. Aku membungkus dua. Begitu juga, dia. Dan tanpa ku
POV. AksaTapi dari mana, aku akan mendapatkan uang untuk biaya pernikahan? Aku tidak mungkin meminta kepada Luna. Dia tentu tidak mau memberikan uang itu."Baiklah, nanti aku akan mengabarimu, jika semuanya sudah beres," jawabku.Kuiyakan saja permintaannya. Daripada nanti dia kecewa dan sakit hati, dan akhirnya mengancam ingin menyebarkan video itu. Entah nanti bagaimana caranya, untuk mendapatkan uang. Akan kupikirkan nanti."Terimakasih. Aku tahu, kamu memang yang terbaik buat aku. Aku merasa sangat beruntung, bisa bertemu kembali denganmu. Aku tahu, kamu adalah laki-laki yang baik. Laki-laki yang bertanggung jawab. Aku tidak pernah menyesal, telah mempersembahkan kehormatanku kepadamu. Lihatlah, aku sekarang sedang mengandung anakmu. Buah cinta kita."Bunga kembali mengusap perutnya dengan wajah yang terlihat sumringah. Dia melambaikan tangannya. Memberikan isyarat, agar aku mendekat ke arahnya.Aku pun mendekat. Tanganku diraihnya. Kembali, dia membawa telapak tanganku untuk dit
Aku pun membayar cincin itu, kemudian pergi dari toko itu.Keluar dari toko, aku ingin menelpon istriku. Aku ingin bertanya, apakah dia masih di butik. Jika masih, aku ingin mampir ke butiknya.Karena saking sibuknya, seharian ini, aku bahkan tidak menyalakan ponsel. Seharian ini, aku juga tidak menelepon Luna. Jam makan siang, aku juga tidak datang ke butiknya. Aku sibuk mengejar pekerjaan yang selama ini memang keteteran.Ponsel pun kuhidupkan dayanya.Ada banyak sekali chat yang ada. Entah dari siapa saja, karena saking banyaknya.Kebanyakan dari chat yang ada, adalah bertanya tentang siapa yang sakit. Aku menjadi bingung, kenapa ada banyak tanggapan statusku? Perasaan aku tidak membuat status apa pun.Kubuka, kolom status. Kulihat status apa yang kuunggah. Mataku membulat sempurna, begitu melihat apa yang terunggah di akunku itu.Astaghfirullah, kenapa ada status seperti ini? Unggahan berupa gambar tiang dengan botol dan selang infus. Juga ada bubur ayam, di meja kecil dekat selan
"Aku jijik, membayangkan suamiku yang ternyata pandai bersandiwara. Kamu adalah laki-laki munafik yang pernah ada!"Kembali, Luna berteriak. Kemudian, dia menjalankan kursi rodanya, masuk ke rumah. Aku pun mengikutinya."Sayang, maaf, aku bukan bermaksud ingin membohongimu. Tapi perempuan yang kemarin kau cekik lehernya, dia mengalami sesak nafas. Sampai-sampai, bernafasnya harus dibantu dengan selang oksigen. Mau tidak mau, aku harus ke sana. Aku tidak ingin, kamu terkena masalah. Bagaimana jika perempuan itu mati? Bukankah nantinya, kamu juga, yang repot? Aku tidak ingin kamu masuk penjara, Sayang ...."Aku berusaha berkata dengan sangat lembut dan penuh kehati-hatian. Jangan sampai, Luna bertambah marah."Dari mana kamu tahu, kalau perempuan tua itu, sesak nafas?" tanya dia dengan suara yang dingin dan terdengar menakutkan. Matanya menatap ke arah bola mataku. Dia seolah sedang mencari kejujuran. Tidak sedikit pun memberikan celah untukku mengarang kebohongan."Bunga yang menelponk
POV. Aksa"Aku sudah tidak peduli. Kamu mau menikahi dia, kamu mau menceraikan dia. Bukan urusanku. Justru sekarang juga, aku yang akan meminta cerai. Ceraikan aku sekarang juga! Aku tidak mau lagi bersuamikan laki-laki yang kelakuannya bahkan melebihi kelakuan binatang!"Lagi-lagi, Luna berbicara dengan sangat lantang. Perempuan itu. Sudah kuperlakukan dengan baik, tetap saja bersikap angkuh. Lama-lama, aku pun kesal juga. Apalagi, semenjak dia mengetahui perselingkuhanku dengan Bunga, akhir-akhir ini, dia entah sudah berapa kali mengataiku sebagai binatang. Aku juga heran. Dia yang notebenya sebagai bisnis woman, sebagai seorang putri pejabat, namun mulutnya tidak bisa terkontrol. Tingkahnya juga cenderung arogan. "Luna! Kamu dengar tidak. Nyalakan airnya sekarang juga. Kamu jadi perempuan terlalu angkuh. Selalu ingin menjadi yang paling dominan, di setiap keadaan. Laki-laki mana pun, tidak akan tahan, hidup bersama dengan perempuan sepertimu. Kamu itu sudah berani kurang ajar.
POV. AksaBunga pun tampak berbinar. Kemudian dengan manjanya, dia meminta gendong. Sesuatu yang tidak pernah dilakukan oleh Luna. Dengan senang hati, aku pun menggendongnya hingga ke kamar atas. Sayangnya, saat di kamar mandi, Bunga justru menggodaku. Hingga akhirnya, aku pun tidak kuasa untuk menolaknya. Dan terjadilah semuanya. Suara musik yang mengalun dengan merdu, membuat kami lupa. Saat aku bersama Bunga sedang sibuk memadu cinta, tiba-tiba aku dikejutkan dengan air shower yang tiba-tiba mati, tidak mengalir lagi. Dalam sekilat pandangan mata, aku melihat Luna sudah menggenggam sabun cair dalam botol. Di semprotkannya, sabun cair itu ke wajahku, hingga mengenai mataku. Aku pun tidak bisa melihat dengan jelas. Mataku terasa perih. Dan sepertinya, hal yang sama juga terjadi kepada Bunga.Kami yang memang sedang berbaring di lantai kamar mandi, dalam posisi yang tidak siap pun, kalah telak, dengan seorang yang diberikan oleh Luna. Luna juga menyemprotkan sabun cair itu ke
POV. Aksa"Aku nggak bisa tidur. Rasanya aku pingiiiinnn ... banget tidur di rumah kamu. Mungkinkah ini yang dinamakan ngidam?"Bunga berbicara lirih, sambil takut-takut. Kasihan sekali, dia. "Ini bukan keinginanku. Ini keinginan anak kamu. Dia pingin tidur di rumah papanya. Kalau aku sih, sudah terbiasa hidup miskin. Meskipun diajak tinggal dikolong jembatan, asal bersamamu, aku rela ...."Bunga mengusap-usap perutnya. "Kalau besok saja, bagaimana? Biar Luna, aku ungsikan dulu ke rumah orang tuaku,"Aku berusaha beralasan. Terus terang, aku merasa ragu, jika ingin membawa Bunga ke rumahku, sementara di situ ada Luna. Aku takut, Bunga yang sedang hamil, dijadikan bulan-bulanan oleh Luna. Jangan sampai, nanti calon bayiku yang menjadi korban. "Tapi anak kita maunya sekarang. Aku nggak bakalan bisa tidur, jika tidak diajak ke sana," rengek Bunga dengan sangat manja. Akhirnya, aku pun mengalah. Membawa Bunga ke rumahku. Untunglah, Luna sudah tidur. Aku bisa masuk ke dalam rumah denga
POV. AksaPagi ini juga, Luna langsung bilang kepada orang tuaku, bahwa dia ingin pulang saja ke rumahnya. Jika sudah Luna yang berbicara, maka Mama Papa pun akan menyetujuinya.Akhirnya, aku bisa juga lepas dari pengawasan Papa.Sepulang dari rumah orangtuaku, aku langsung menghampiri Bunga ke rumahnya."Aksa, muka kamu kenapa? Kok lebam?"Bunga menatap wajahku dengan tatapan heran."Dihajar Papa," jawabku. Bunga menatapku dengan tatapan kasihan. Kemudian dia masuk ke dalam. Tidak berselang lama, dia sudah keluar dengan mangok yang berisi air hangat, dan sapu tangan. Dikompresnya wajahku dengan air hangat itu. "Pasti istrimu mengadu yang tidak-tidak, kepada orang tuamu. Aku bahkan heran. Apa istimewanya Luna, hingga orangtuamu lebih membelanya, daripada terhadap anaknya sendiri."Bunga berbicara dengan nada yang nelangsa. "Luna sudah meminta cerai."Aku berbicara sambil menahan perih di wajahku."Bagus, dong. Ceraikan saja secepatnya! Toh kamu sudah punya aku. Punya calon anak jug
POV. Luna"Siapa juga, yang mau nyium handuk kamu? Aku juga ogah, yang ada ntar aku langsung pingsan. Keringat kamu, baunya nggak ketulungan. Udah gitu, kepedean, lagi."Aku berbicara sambil mencebikkan bibirku."Cewek memang paling pinter, kalau disuruh ngeles. Kirain kamu cuma pinter nangis doang. Ternyata pinter ngeles juga. Bilangnya pingsan, kalau nyium bau keringat aku. Padahal pas pinjem selimut punya aku aja, dicium-cium, dihirup-hirup sampai matanya merem-merem. Kamu pikir, aku tidak tahu? Aku bahkan melihatnya dengan mata kepalaku sendiri. Masih mau ngeles juga?"Aku malu, mendengar semua kalimat yang dia ucapkan. Benarkah dia melihatnya. "Tuh, kan, pipi kamu merona. Itu artinya, iya."Kenapa pagi ini, dia mendadak genit? Benar-benar, kepribadiannya memang sulit untuk ditebak. Kadang dia bersikap cuek, kadang bersikap serius, kadang malah genitnya nggak ketulungan, seperti pagi ini. "Gimana, boleh ya, aku ngelukis wajah kamu? Sebenarnya, bakat melukis itu, sudah ada sejak
POV. Luna"Maaf juga, jika kemarin-kemarin, aku sempat membuat status yang bukan-bukan. Tapi status yang kuunggah, sudah aku atur privasinya, sehingga tidak ada orang yang melihatnya. Maaf juga, jika beberapa hari yang lalu, aku sempat meludahimu."Sebisa mungkin, aku berbicara dengan sopan. Aku ingin, saat perceraian nanti, aku sudah meminta maaf kepadanya."Sudahlah, jangan ngomong hal-hal yang nggak penting. Aku ke sini cuma mau ngomong, kalau nasi gorengnya nggak jadi. Aku mau bubur ayam saja. Kamu tolong ke depan, cari bubur ayam. Cepetan, jangan pakai lama."Aku merasa kesal dengannya. Seenaknya saja, dia mengganti perintah, saat perintah yang pertama sudah hampir kuselesaikan. "Matanya jangan melotot seperti itu. Baru juga meminta maaf, sudah mau membuat dosa. Atau kamu mau? Nanti jika sudah jadi janda, aku informasikan kepada semua orang, jika kamu itu perempuan arogan yang sering melakukan kekerasan dalam rumah tangga, dan bahkan pernah meludahiku? Biar kamu jadi janda seum
POV. LunaItu minuman siapa? Perasaan, aku tidak pernah meminum minuman seperti itu. Di kulkas memang menyimpannya, tapi lebih sering kugunakan untuk menjamu temannya Mas Aksa, jika ada yang datang ke sini. Suamiku pun, jarang sekali menyentuh minuman seperti itu. Apakah Mas Aksa, semalam sempat pulang? Tapi dia tidur di mana? Dari mana juga, dia bisa masuk? Apakah dia memiliki kunci cadangan?Aku memutar langkahku, menuju ke ruang tamu. Kusingkap dengan lebar, gorden jendela yang tadinya masih tertutup.Benar saja, aku melihat mobil suamiku. Tapi orangnya, ada di mana? Apakah tidur di mobil? Lantas botol minuman itu? Kulangkahkan kakiku, menuju kamar tamu. Kuputar kenop pintunya. Terkunci dari dalam. Itu artinya, memang suamiku pulang, dan memilih tidur terpisah dariku. Sudahlah, biar saja.Aku sedang mulai untuk tidak peduli dengan semua hal tentang dia. Aku akan fokus dengan kebahagiaanku. Semoga saja, Mama dan Papa bisa segera pulang. Dan semoga saja mereka tidak kaget, jika nan
Pov. LunaEntah benar, entah salah. Bahkan aku sudah tidak bisa membedakan lagi. Saat aku sedang merasa begitu rapuh, aku justru berbagi cerita dengan mantan kekasihku itu. Bahkan aku juga bercerita tentang rencana perceraianku. Mungkin memang aku salah. Aku keliru. Sebagai seorang istri yang baik, seharusnya jika sedang ada masalah, dia akan mengadu kepada Tuhannya. Dia akan lebih mendekatkan diri kepada agamanya. Bukan malah seperti aku. Berduaan di luar rumah malam-malam, membuka aib rumah tanggaku, berkeluh kesah kepada mantan pacarku. "Kamu yakin, akan bercerai?" tanya Bara."Aku tidak sanggup berbagi. Kemarin-kemarin, kukira aku akan kuat. Tapi baru beberapa hari menjalani, aku rasanya sudah mau gila. Aku lebih baik menjauhi mudharat, daripada mengejar manfaat. Aku tidak sanggup ...."Bara tercenung sejenak, mendengar kalimat yang kuucapkan. Entah apa yang dia pikirkan. Kadang laki-laki itu, memang terlihat misterius."Dik, masuklah ke rumahmu. Tubuhmu punya hak, untuk dijaga
POV. Bara[Samawa till jannah. Dekap eratlah yang ada di hadapanmu. Lupakan yang sudah meninggalkanmu.]Aku tahu. Aku paham, maksud dari komentar itu. Nadin ingin, agar Luna belajar mencintai Aksa yang telah menjadi suaminya, dan melupakan aku yang telah meninggalkannya.Nasehat itu tidak salah. Jika saat ini hatiku merasa tercubit, itu karena mungkin saja aku sedang sensitif. Komentar Nadin, hanya ditanggapi Luna dengan emotikon tersenyum.Kulihat unggahan-unggahannya dari yang paling atas. Semua hanya tentang butiknya. Tentang produk-produk yang dijualnya. Dia sama sekali tidak mengunggah masalahnya di dunia maya.Namun ada akunnya Nadin yang menandainya.[Keep strong. Wonder woman akan selalu kuat. Sobatku yang cantik dan baik.]Unggahan itu disertai dengan fotonya Nadin dan Luna, yang sepertinya sedang duduk di sudut kafe. Postingan itu baru saja diunggah beberapa jam yang lalu. Itu artinya, mereka masih berinteraksi hingga saat ini. Kulihat ada lingkaran kecil berwarna hijau m