"Aku jijik, membayangkan suamiku yang ternyata pandai bersandiwara. Kamu adalah laki-laki munafik yang pernah ada!"Kembali, Luna berteriak. Kemudian, dia menjalankan kursi rodanya, masuk ke rumah. Aku pun mengikutinya."Sayang, maaf, aku bukan bermaksud ingin membohongimu. Tapi perempuan yang kemarin kau cekik lehernya, dia mengalami sesak nafas. Sampai-sampai, bernafasnya harus dibantu dengan selang oksigen. Mau tidak mau, aku harus ke sana. Aku tidak ingin, kamu terkena masalah. Bagaimana jika perempuan itu mati? Bukankah nantinya, kamu juga, yang repot? Aku tidak ingin kamu masuk penjara, Sayang ...."Aku berusaha berkata dengan sangat lembut dan penuh kehati-hatian. Jangan sampai, Luna bertambah marah."Dari mana kamu tahu, kalau perempuan tua itu, sesak nafas?" tanya dia dengan suara yang dingin dan terdengar menakutkan. Matanya menatap ke arah bola mataku. Dia seolah sedang mencari kejujuran. Tidak sedikit pun memberikan celah untukku mengarang kebohongan."Bunga yang menelponk
Kubuka ponselku. Kubuka aplikasi hijau. Maksud hati ingin menelpon Luna. Namun baru saja aku buka, justru sudah ada panggilan video dari Bunga. Karena kesal, aku pun menolak panggilan itu.Berkali-kali dia mencoba memanggilku dengan panggilan video. Berkali-kali pula, aku menolaknya.Akhirnya, karena tidak ingin diganggu, aku pun kembali mematikan data ponselku.Kulangkahkan kakiku menuju rumah Bu Indah. Tetangga yang paling dekat dengan istriku. Siapa tahu, Bu Indah tahu tentang keberadaan Luna.Kuketuk rumah mewah itu. Kutekan bel yang ada di samping pintu, berkali-kali. Namun tidak ada orang yang keluar.Mobil milik Bara yang kadang terparkir di halaman, kini juga tidak tampak. Rumah besar yang menjulang ini, tampak sepi tidak berpenghuni.Aku pun kembali dengan tangan kosong. Melangkah pelan pulang ke rumah.Ponselku berdering kembali. Panggilan telepon biasa. Lagi-lagi, Bunga yang menelponku.Kuabaikan saja. Otakku sedang dipenuhi oleh Luna. Bagaimana pun juga, dia adalah perempu
Aku berusaha melacak keberadaan Luna, lewat ponselnya. Namun tidak bisa. Entah aku yang bodoh, entah Luna yang memang sengaja sudah mengatur ponselnya agar tidak bisa diketahui titik lokasinya.Aku frustasi. Malam-malam seperti ini, harus ke mana hendak kucari.Ingin kutelpon Mama atau Papa pun, rasanya tidak mungkin. Mereka pasti akan bertanya tentang banyak hal. Bisa-bisa mereka akan menjadi curiga jika sampai mengetahui bahwa menantu kesayangannya kabur dari rumah anak lelakinya. Mereka akan menyelidiki semuanya.Dan aku tidak bisa membayangkan, seandainya orang tuaku mengetahui rencana pernikahan ke duaku. Mereka bisa mengamuk. Bisa mengusirku, dan memecatku sebagai anak.Apalagi jika ingin bertanya kepada mertuaku. Lebih tidak mungkin lagi. Bahkan seandainya Luna pulang ke rumah orangtuanya, aku pun mungkin tidak akan berani menjemputnya.Kenapa semuanya, menjadi kacau seperti ini?Kuambil kunci mobil. Ingin kucari Luna, meskipun sampai pagi. Jika dia belum kutemukan, aku tidak a
POV. LunaLuka yang paling menyakitkan adalah ketika kamu dilukai oleh seseorang yang kamu tidak pernah mengira, bahwa dia akan melukaimu.Itulah yang kini sedang kurasakan.Seorang suami yang dulu begitu mencintaiku. Begitu bersabar menungguku yang sedang belajar mencintainya. Begitu menerima kekuranganku yang cenderung keras kepala. Kini dia justru menancapkan luka. Dan setelah kesalahan fatalnya mencoba kumaafkan dengan lapang dada. Kini dia justru mulai lagi ingin merobek hatiku yang dengan susah payah, sudah kucoba memulihkannya.Luka itu kembali mengaga. Bahkan kali kian perih terasa. Dia yang sejatinya begitu kucinta, tega menduakan cinta. *****Berkali-kali kulihat status yang kuunggah. Status hasil dari screenshot status suamiku. Yang kuatur privasinya, supaya hanya dia saja yang bisa melihatnya.Sekitar empat jam kemudian, kulihat, suamiku sudah melihat statusku. Kupastikan, sebentar lagi dia akan pulang dengan tergesa-gesa. Dia tidak akan mungkin lembur sampai malam, seper
POV. LunaHingga sampailah aku di sebuah tempat. Di sebuah taman, di mana ada pohon rindang. Di mana dulu aku dan Bara sering menghabiskan waktu untuk sekedar duduk di sini.Tempat ini lumayan ramai. Ada beberapa pasangan muda yang membawa anak kecilnya. Mereka bermain dengan riang. Mereka tampak begitu utuh dan bahagia. Melihat pemandangan itu, hatiku justru bertambah pilu. Mereka datang ke sini dengan suka cita. Sementara, hatiku justru sedang bertabur luka.Mengingat suamiku yang sebentar lagi akan menikahi perempuan lain. Dan sebentar lagi, mereka akan punya anak dari perempuan itu. Benar-benar, nasib pernikahanku begitu tragis.Kupejamkan mataku. Terkenang semua kenangan indah yang pernah kulewati.Kenangan bersama Bara, ketika kami masih berusia remaja. Kemudian dia pergi dan tidak pernah kembali.Juga kehadiran Mas Aksa, yang akhirnya ditakdirkan untuk menjadi suamiku. Dan kini Bara kembali, di saat nasib rumah tanggaku sedang benar-benar berada di ujung tanduk. Benar-benar, T
POV. LunaBeberapa langkah kemudian, aku menemukan pohon yang lumayan besar, yang bisa kujadikan untuk sandaran.Mereka tetap setia mengikutiku. Begitu mereka mendekat, aku segera memukulkan kruk ini ke arah wajah mereka bergantian.Mereka terlihat sangat marah. Aku memukul lagi dengan sekuat tenaga. Mereka yang sedang mabuk pun, tubuhnya oleng dan terjatuh.Aku segera mengambil kesempatan. Pergi dari tempat ini secepatnya. Namun saat aku beru saja mendapat beberapa langkah, dua orang itu sudah berhasil mencekal lenganku. Kanan dan kiri."Ternyata kamu galak juga, Nona ....Tapi justru itu yang membuat kita menjadi penasaran ... ha ... ha ... ha ...."Aku berusaha melepaskan diri. Namun sangat sulit. Cekalan mereka terlalu kuat.Aku berusaha berjalan sekuat tenaga, mendekati jalan raya. Semoga saja ada kendaraan yang lewat, yang bersedia memberiku pertolongan.Kini bahkan kerudungku sudah ditariknya.Aku menjerit sekencangnya. Menjerit berkali-kali. Hingga ada mobil yang tadinya suda
POV. Luna"Sudah, jangan ngeyel. Aku antar kamu pulang. Pakai mobil sendiri-sendiri," jawabnya.Inilah salah satu persamaan kami. Sama-sama keras kepala. Bara berbeda dengan Mas Aksa. Mas Aksa sering banyak mengalah, denganku. Dia lebih banyak menuruti kemauanku. Sedangkan Bara, jika dia sudah punya pendirian, maka akan sangat sulit untuk digoyahkan.Seperti ketika dia nekat menjadi TKI ke luar negeri. Seperti apa pun aku menangisinya, dia tetap saja pergi. Alasannya, karena dia ingin memantaskan diri, saat meminangku nanti. Dan ternyata, kami tidak berjodoh."Kenapa bengong? Nunggu ada orang jahat lagi? Maaf, kalau disuruh melawan penjahat lagi, saat ini kayaknya aku sudah nggak sanggup. Lengan kiriku nyeri, tubuhku juga sudah hampir nggak ada tenaganya," ucapnya."Baiklah, aku pulang sekarang," jawabku."Jangan lupa, kakinya yang terkilir, oleskan minyak pemberianku itu. Kalau sudah habis, minta saja sama Ibu," ucapnya.Dia pun segera masuk ke mobilnya.Aku pun masuk ke mobilku. Kam
POV. Bunga"Lihatlah, Mas, apa tidak kasihan melihat Ibunya Bunga yang terbaring tanpa sadar seperti ini. Beliau menginginkan, agar sebelum beliau meninggal, Bunga sudah ada yang menikahinya. Sudah ada yang menjaganya. Apalagi, sekarang Bunga juga sedang mengandung anakmu. Apa kamu tidak kasihan, jika nanti anakmu dibully oleh teman-temannya, dibilang anak haram? Kamu itu laki-laki. Anak orang kaya. Seharusnya kamu malu, jika sampai tidak bertanggung jawab atas apa yang sudah kamu lakukan. Malu!" ucap saudaraku.Mungkin karena Aksa hanya sendirian, sementara para karabatku ada lebih dari enam orang, laki-laki semua, akhirnya Aksa pun menyerah. Dia menganggukkan kepalanya. Dia setuju, ingin menikahiku malam ini juga."Untuk malam ini, nikah siri saja dulu. Yang penting, ibunya Bunga lega. Besok baru diurus ke KUA. Begitu ya, Mas?" bujuk kerabatku."Mohon maaf. Bagaimana, jika malam ini, menikah siri, terus melanjutkan ke KUA pelan-pelan saja. Biar aku pelan-pelan, memberitahu istriku y
POV. Aksa"Aku sudah tidak peduli. Kamu mau menikahi dia, kamu mau menceraikan dia. Bukan urusanku. Justru sekarang juga, aku yang akan meminta cerai. Ceraikan aku sekarang juga! Aku tidak mau lagi bersuamikan laki-laki yang kelakuannya bahkan melebihi kelakuan binatang!"Lagi-lagi, Luna berbicara dengan sangat lantang. Perempuan itu. Sudah kuperlakukan dengan baik, tetap saja bersikap angkuh. Lama-lama, aku pun kesal juga. Apalagi, semenjak dia mengetahui perselingkuhanku dengan Bunga, akhir-akhir ini, dia entah sudah berapa kali mengataiku sebagai binatang. Aku juga heran. Dia yang notebenya sebagai bisnis woman, sebagai seorang putri pejabat, namun mulutnya tidak bisa terkontrol. Tingkahnya juga cenderung arogan. "Luna! Kamu dengar tidak. Nyalakan airnya sekarang juga. Kamu jadi perempuan terlalu angkuh. Selalu ingin menjadi yang paling dominan, di setiap keadaan. Laki-laki mana pun, tidak akan tahan, hidup bersama dengan perempuan sepertimu. Kamu itu sudah berani kurang ajar.
POV. AksaBunga pun tampak berbinar. Kemudian dengan manjanya, dia meminta gendong. Sesuatu yang tidak pernah dilakukan oleh Luna. Dengan senang hati, aku pun menggendongnya hingga ke kamar atas. Sayangnya, saat di kamar mandi, Bunga justru menggodaku. Hingga akhirnya, aku pun tidak kuasa untuk menolaknya. Dan terjadilah semuanya. Suara musik yang mengalun dengan merdu, membuat kami lupa. Saat aku bersama Bunga sedang sibuk memadu cinta, tiba-tiba aku dikejutkan dengan air shower yang tiba-tiba mati, tidak mengalir lagi. Dalam sekilat pandangan mata, aku melihat Luna sudah menggenggam sabun cair dalam botol. Di semprotkannya, sabun cair itu ke wajahku, hingga mengenai mataku. Aku pun tidak bisa melihat dengan jelas. Mataku terasa perih. Dan sepertinya, hal yang sama juga terjadi kepada Bunga.Kami yang memang sedang berbaring di lantai kamar mandi, dalam posisi yang tidak siap pun, kalah telak, dengan seorang yang diberikan oleh Luna. Luna juga menyemprotkan sabun cair itu ke
POV. Aksa"Aku nggak bisa tidur. Rasanya aku pingiiiinnn ... banget tidur di rumah kamu. Mungkinkah ini yang dinamakan ngidam?"Bunga berbicara lirih, sambil takut-takut. Kasihan sekali, dia. "Ini bukan keinginanku. Ini keinginan anak kamu. Dia pingin tidur di rumah papanya. Kalau aku sih, sudah terbiasa hidup miskin. Meskipun diajak tinggal dikolong jembatan, asal bersamamu, aku rela ...."Bunga mengusap-usap perutnya. "Kalau besok saja, bagaimana? Biar Luna, aku ungsikan dulu ke rumah orang tuaku,"Aku berusaha beralasan. Terus terang, aku merasa ragu, jika ingin membawa Bunga ke rumahku, sementara di situ ada Luna. Aku takut, Bunga yang sedang hamil, dijadikan bulan-bulanan oleh Luna. Jangan sampai, nanti calon bayiku yang menjadi korban. "Tapi anak kita maunya sekarang. Aku nggak bakalan bisa tidur, jika tidak diajak ke sana," rengek Bunga dengan sangat manja. Akhirnya, aku pun mengalah. Membawa Bunga ke rumahku. Untunglah, Luna sudah tidur. Aku bisa masuk ke dalam rumah denga
POV. AksaPagi ini juga, Luna langsung bilang kepada orang tuaku, bahwa dia ingin pulang saja ke rumahnya. Jika sudah Luna yang berbicara, maka Mama Papa pun akan menyetujuinya.Akhirnya, aku bisa juga lepas dari pengawasan Papa.Sepulang dari rumah orangtuaku, aku langsung menghampiri Bunga ke rumahnya."Aksa, muka kamu kenapa? Kok lebam?"Bunga menatap wajahku dengan tatapan heran."Dihajar Papa," jawabku. Bunga menatapku dengan tatapan kasihan. Kemudian dia masuk ke dalam. Tidak berselang lama, dia sudah keluar dengan mangok yang berisi air hangat, dan sapu tangan. Dikompresnya wajahku dengan air hangat itu. "Pasti istrimu mengadu yang tidak-tidak, kepada orang tuamu. Aku bahkan heran. Apa istimewanya Luna, hingga orangtuamu lebih membelanya, daripada terhadap anaknya sendiri."Bunga berbicara dengan nada yang nelangsa. "Luna sudah meminta cerai."Aku berbicara sambil menahan perih di wajahku."Bagus, dong. Ceraikan saja secepatnya! Toh kamu sudah punya aku. Punya calon anak jug
POV. Luna"Siapa juga, yang mau nyium handuk kamu? Aku juga ogah, yang ada ntar aku langsung pingsan. Keringat kamu, baunya nggak ketulungan. Udah gitu, kepedean, lagi."Aku berbicara sambil mencebikkan bibirku."Cewek memang paling pinter, kalau disuruh ngeles. Kirain kamu cuma pinter nangis doang. Ternyata pinter ngeles juga. Bilangnya pingsan, kalau nyium bau keringat aku. Padahal pas pinjem selimut punya aku aja, dicium-cium, dihirup-hirup sampai matanya merem-merem. Kamu pikir, aku tidak tahu? Aku bahkan melihatnya dengan mata kepalaku sendiri. Masih mau ngeles juga?"Aku malu, mendengar semua kalimat yang dia ucapkan. Benarkah dia melihatnya. "Tuh, kan, pipi kamu merona. Itu artinya, iya."Kenapa pagi ini, dia mendadak genit? Benar-benar, kepribadiannya memang sulit untuk ditebak. Kadang dia bersikap cuek, kadang bersikap serius, kadang malah genitnya nggak ketulungan, seperti pagi ini. "Gimana, boleh ya, aku ngelukis wajah kamu? Sebenarnya, bakat melukis itu, sudah ada sejak
POV. Luna"Maaf juga, jika kemarin-kemarin, aku sempat membuat status yang bukan-bukan. Tapi status yang kuunggah, sudah aku atur privasinya, sehingga tidak ada orang yang melihatnya. Maaf juga, jika beberapa hari yang lalu, aku sempat meludahimu."Sebisa mungkin, aku berbicara dengan sopan. Aku ingin, saat perceraian nanti, aku sudah meminta maaf kepadanya."Sudahlah, jangan ngomong hal-hal yang nggak penting. Aku ke sini cuma mau ngomong, kalau nasi gorengnya nggak jadi. Aku mau bubur ayam saja. Kamu tolong ke depan, cari bubur ayam. Cepetan, jangan pakai lama."Aku merasa kesal dengannya. Seenaknya saja, dia mengganti perintah, saat perintah yang pertama sudah hampir kuselesaikan. "Matanya jangan melotot seperti itu. Baru juga meminta maaf, sudah mau membuat dosa. Atau kamu mau? Nanti jika sudah jadi janda, aku informasikan kepada semua orang, jika kamu itu perempuan arogan yang sering melakukan kekerasan dalam rumah tangga, dan bahkan pernah meludahiku? Biar kamu jadi janda seum
POV. LunaItu minuman siapa? Perasaan, aku tidak pernah meminum minuman seperti itu. Di kulkas memang menyimpannya, tapi lebih sering kugunakan untuk menjamu temannya Mas Aksa, jika ada yang datang ke sini. Suamiku pun, jarang sekali menyentuh minuman seperti itu. Apakah Mas Aksa, semalam sempat pulang? Tapi dia tidur di mana? Dari mana juga, dia bisa masuk? Apakah dia memiliki kunci cadangan?Aku memutar langkahku, menuju ke ruang tamu. Kusingkap dengan lebar, gorden jendela yang tadinya masih tertutup.Benar saja, aku melihat mobil suamiku. Tapi orangnya, ada di mana? Apakah tidur di mobil? Lantas botol minuman itu? Kulangkahkan kakiku, menuju kamar tamu. Kuputar kenop pintunya. Terkunci dari dalam. Itu artinya, memang suamiku pulang, dan memilih tidur terpisah dariku. Sudahlah, biar saja.Aku sedang mulai untuk tidak peduli dengan semua hal tentang dia. Aku akan fokus dengan kebahagiaanku. Semoga saja, Mama dan Papa bisa segera pulang. Dan semoga saja mereka tidak kaget, jika nan
Pov. LunaEntah benar, entah salah. Bahkan aku sudah tidak bisa membedakan lagi. Saat aku sedang merasa begitu rapuh, aku justru berbagi cerita dengan mantan kekasihku itu. Bahkan aku juga bercerita tentang rencana perceraianku. Mungkin memang aku salah. Aku keliru. Sebagai seorang istri yang baik, seharusnya jika sedang ada masalah, dia akan mengadu kepada Tuhannya. Dia akan lebih mendekatkan diri kepada agamanya. Bukan malah seperti aku. Berduaan di luar rumah malam-malam, membuka aib rumah tanggaku, berkeluh kesah kepada mantan pacarku. "Kamu yakin, akan bercerai?" tanya Bara."Aku tidak sanggup berbagi. Kemarin-kemarin, kukira aku akan kuat. Tapi baru beberapa hari menjalani, aku rasanya sudah mau gila. Aku lebih baik menjauhi mudharat, daripada mengejar manfaat. Aku tidak sanggup ...."Bara tercenung sejenak, mendengar kalimat yang kuucapkan. Entah apa yang dia pikirkan. Kadang laki-laki itu, memang terlihat misterius."Dik, masuklah ke rumahmu. Tubuhmu punya hak, untuk dijaga
POV. Bara[Samawa till jannah. Dekap eratlah yang ada di hadapanmu. Lupakan yang sudah meninggalkanmu.]Aku tahu. Aku paham, maksud dari komentar itu. Nadin ingin, agar Luna belajar mencintai Aksa yang telah menjadi suaminya, dan melupakan aku yang telah meninggalkannya.Nasehat itu tidak salah. Jika saat ini hatiku merasa tercubit, itu karena mungkin saja aku sedang sensitif. Komentar Nadin, hanya ditanggapi Luna dengan emotikon tersenyum.Kulihat unggahan-unggahannya dari yang paling atas. Semua hanya tentang butiknya. Tentang produk-produk yang dijualnya. Dia sama sekali tidak mengunggah masalahnya di dunia maya.Namun ada akunnya Nadin yang menandainya.[Keep strong. Wonder woman akan selalu kuat. Sobatku yang cantik dan baik.]Unggahan itu disertai dengan fotonya Nadin dan Luna, yang sepertinya sedang duduk di sudut kafe. Postingan itu baru saja diunggah beberapa jam yang lalu. Itu artinya, mereka masih berinteraksi hingga saat ini. Kulihat ada lingkaran kecil berwarna hijau m