Share

BAB 7

Rumah Pak Rudi tepat berada di depan rumah mama. Dari sana jelas terlihat jika ada tamu yang datang dan memarkirkan motornya di depan rumah. Pak Rudi mendengarkan penjelasan Mas Naufal soal keinginannya memeriksa cctv di depan rumah mama dua hari terakhir. Sepertinya laki-laki paruh baya itu paham apa yang sebenarnya dicurigai Mas Naufal. Dia pun memperbolehkan Mas Naufal untuk memeriksa cctv nya.  

Sebenarnya aku malu jika masalah ini diketahui orang lain, hanya saja aku tak bisa berbuat banyak. Semakin aku mengelak atau menolak, Mas Naufal akan semakin curiga dan percaya apa yang diucapkan keluarga besarnya. Jadi, jalan satu-satunya memang sama-sama melihat cctv itu supaya semua lega. 

"Lihat itu, Mas. Jam lima lebih ada yang datang bawa kado!" tunjuk Ratna saat terlihat seorang lelaki membawa sebuah kado lalu mengetuk gerbang rumah mama. 

Aku ingat betul kejadian sore kemarin. Lelaki itu memang datang, tapi aku benar-benar tak mengenalinya. Dia hanya menanyakan alamat paket yang dia bawa dan kebetulan milik Mbak Rani. Paket itu pun masih kusimpan di kamar. Bo dohnya aku sampai lupa nggak segera memberikan paketnya karena kembali sibuk dengan pekerjaan rumah yang menumpuk. 

"Bukan kado itu paket buat Mbak Rani. Aku juga nggak tahu isinya apa, paketnya masih kusimpan di kamar kok," sahutku cepat. 

"Lihat saja itu dia pulang lagi. Mana mungkin aku ajak lelaki menginap di rumah. Sekalipun aku jelek, burik dan miskin, aku juga paham adab dan tahu soal haramnya zina." Kedua mataku kembali berkaca saat adik iparku itu terus menyudutkanku. 

Mas Naufal yang seharusnya bisa berucap tegas, justru seolah bingung mau memihak siapa. Dia hanya mengacak rambutnya kasar lalu mendengkus kesal. 

"Kadonya ada di rumah, Mas. Kalau nggak percaya, ayo pulang. Sekalian aku kasih ke Mbak Rani," balasku lagi mencoba meyakinkannya. 

"Alasan! Kalau kadonya nggak ada, apa kamu masih percaya sama istrimu yang sok polos itu, Mas?" Ratna masih saja mengompori. 

"Sudah, Rat! Kamu masih anak kemarin sore, ngapain ikut campur masalah orang tua. Mikir kuliah saja sana. Bikin tambah pusing aja. Ayo pulang!" sentak Mas Naufal setelah pamit dan mengucapkan terima kasih pada Pak Rudi. 

Tak ingin membuat keributan di rumah tetangga, aku pun mengikuti Mas Rama untuk pulang. Ratna masih saja cerewet, berulang kali kubentak rupanya tak membuatnya takut. Justru sengaja mencari cara agar emosiku meluap. 

"Kalau memang kamu benar-benar tak mengenali laki-laki itu, mana kado buat Mbak Rani seperti yang kamu katakan tadi, Al?" Mas Naufal mulai menata emosinya. Dia mengusap lenganku pelan untuk menenangkan. 

Aku tahu sebenarnya Mas Naufal tak seburuk saudara-saudaranya. Hanya saja dia nggak bisa tegas kalau mama sudah angkat bicara. Mbak Rani dan mama saling tatap lalu sama-sama diam. Tak ada obrolan apapun yang terjadi setelahnya. 

"Cepetan ambil, Mbak! Jangan-jangan cuma alasan!" Ratna sedikit mendorong punggungku.

"Ratna!" bentak Mas Naufal lagi membuat gadis itu terdiam seketika. 

Aku pun buru-buru ke kamar untuk mengambil kado Mbak Rani dari laki-laki yang dititipkannya padaku kemarin sore itu. Aku ingat betul jika kadonya kuletakkan di dalam lemari paling atas tepat di tumpukan bajuku. Namun, entah mengapa saat ini menghilang. Kadonya lenyap begitu saja tanpa jejak. 

Ya Allah, gimana ini? Pasti Mas Naufal menuduhku macam-macam setelah ini. Aku yakin dia akan semakin curiga jika tuduhan Ratna benar adanya. 

"Mana kadonya, Al? Katanya buat aku, kok sekarang nggak ada? Jangan-jangan isinya duit makanya kamu ambil sendiri. Lihat tuh, Fal! Istri polos yang kamu bilang setia, jelas sudah mulai bermain mata dengan lelaki lain jika kamu tak berada di rumah. Keputusanmu menikah dengan Er-- 

Ucapan Mbak Rani terpotong saat Mas Naufal membulatkan kedua matanya. Aku kembali mengeja kata-kata yang terucap dari bibir Mbak Rani tadi. Keputusan menikah dengan Er-- Er siapa? Mungkinkah Erika yang selalu dipuji-puji mama sebagai teman kecil Mas Naufal itu? 

Apakah semalam Mas Naufal menikah dengan perempuan lain, makanya pakai acara menginap segala? Apakah firasatku kemarin benar, jika terjadi sesuatu dengan Mas Naufal di luar sana? 

Ya Allah, jika memang itu terjadi betapa teganya dia. Baru tiga bulan bersama, dia sudah berani mendua. Apakah belum banyak pengorbanan yang kulakukan selama tiga bulan bersamanya? Apakah aku kurang patuh, kurang setia dan kurang mengalah hingga dia tega mengkhianati janji-janji sucinya sendiri? 

Jika sudah begini, haruskah aku terus mempertahankan rumah tanggaku ini? Pernikahan yang nyatanya tak membuatku bahagia, tapi justru semakin membuatku nelangsa. Mas Naufal tak bersyukur memiliki istri sepertiku. Rupanya dia yang bermain api, bukan aku. 

"Mana kadonya, Al?" Pertanyaan Mbak Rani kembali membuatku tersentak. 

"Kadonya hilang, Mbak. Aku juga nggak tahu kenapa kado itu nggak ada di dalam lemari. Padahal aku ingat betul jika kadonya kumasukkan di lemariku paling atas. Namun, sekarang lenyap tak berbekas." Kedua mataku mulai berkaca. Aku yakin Mas Naufal tak akan percaya lagi dengan apa yang kuucapkan setelah bukti kado itu hilang. 

"Kamu buka kali, Al. Terus kamu buang bungkusnya! Kalau nggak, dugaan Ratna benar isinya sesuatu yang spesial dari laki-laki itu buat kamu. Makanya sekarang nggak ada karena isinya sudah kamu simpan." Mbak Rani mencibir. Pikiranku mendadak kacau saking heran kemana lenyapnya kado itu. 

"Kamu beneran nggak buka kadonya, Dek?" Aku hanya menjawabnya dengan menggeleng pelan.

"Halah! Kalau sudah ketahuan pasti banyak drama. Urus saja istrimu yang pembual itu, Fal. Aku males!" Mbak Rani melengos pergi, diikuti dengan Ratna yang melirikku sinis. Tak peduli dengan sikap mereka, aku kembali duduk di tepi ranjang.

Ada banyak hal yang mengusik benak, tapi tak mungkin kutanyakan pada Mas Naufal. Yang ada makin menyesakkan dada sebab dia pasti akan dan selalu membela keluarganya. Mana mungkin dia percaya dengan kecurigaanku, jika saudara-saudaranyalah yang sengaja mengambil kado itu untuk mengadu domba aku dengannya.

"Mas, hajatan kemarin apa ada acara istimewa di sana? Apa kamu memiliki hubungan spesial dengan perempuan yang bernama Erika itu?" Entah mengapa pertanyaan itu meluncur begitu saja. 

Setelah ucapan Mbak Rani yang terpotong tadi, perasaanku semakin nggak karuan. Aku merasa ada yang ditutupi dari Mas Naufal. Sikapnya terlalu berbeda dan tak sesantai biasanya. 

*** 

Komen (2)
goodnovel comment avatar
Bunda Wina
udah si Alya tingglin aj Naufal Al Krn dia kyk ny bnr2 mengkhianati mu deh
goodnovel comment avatar
Dian Rahmat
di bab ini Alya tolol deh. ngapain paket bukan buat dia tp disimpen di kamarnya. kan iseng bgt tuh namanya...
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status