Share

Terlilit Hutang

Author: Anna Sahara
last update Last Updated: 2024-10-29 19:42:56

Tidak seperti yang diharapkan Jihan, Bram justru melewati istrinya ketika akan memasuki rumah kontrakan tersebut. Aura yang dipancarkan pria itu juga terlihat berbeda dari hari sebelumnya. Mereka seperti orang asing saja, bertemu tanpa saling bertegur sapa.

"Bram ...!" Jihan segera mengejar suaminya. Dia juga berusaha menepis prasangka buruknya saat ini agar bisa bicara dengan kepala dingin.

Tampak jika Bram mempercepat langkahnya menuju kamar. Di sana dia mengeluarkan beberapa lembar pakaian dan langsung memasukkannya ke dalam koper mini.

"Bram ... kamu mau ke mana?" Jihan bertanya dengan khawatir. Dia belum mendapat penjelasan apapun, tapi suaminya sudah lebih dulu mengabaikannya.

Apa lagi yang terjadi?

"Aku ada urusan penting." Bram menarik seretan koper miliknya. Setelah itu, dia menatap Jihan yang nyaris menangis. "Tidak usah menghubungiku dulu, kepergianku sekaligus untuk menenangkan diri."

"Menenangkan diri?" Jihan menatap heran suaminya. Harusnya dia yang butuh penenangan, tapi kenapa justru Bram yang beralasan demikian.

"Ya, aku ingin menenangkan diri dari pengkhianatan yang sudah kamu lakukan," tuduh Bram dengan beringas.

"Apa maksudmu?" Jihan merasa dia adalah korban, tapi Bram malah memutarbalikkan keadaan.

Siapa yang bersalah sebenarnya?

"Tidak usah berpura-pura polos lagi!" Bram segera mendekati Jihan, lalu mencengkram bahu istrinya itu. "Ke mana kamu tadi siang? Siapa pria yang bersamamu dan ke mana kalian pergi?" tanya Bram dengan emosi.

Seketika ingatan Jihan tertuju pada Sam. Pria itu yang telah membawanya ke dalam sebuah tempat yang tidak diketahuinya. Entah apa yang terjadi, Jihan tidak mengingat kejadian apapun setelah dia pingsan di halte bis.

Belum juga bersuara, Bram sudah menuduh dengan membabi buta. "Katakan padaku, apa yang kamu lakukan dengan Sam? Apa kamu sudah bersenang-senang dengan pria itu? Apa aku tidak cukup memuaskanmu?"

"Bram, itu tidak benar, aku tidak melakukan apapun dengan Sam. Itu tidak mungkin terjadi."

Jihan mulai menangis. Namun, air mata yang mengalir di pipinya tidak membuat Bram merasa iba. Pria itu justru semakin kesal.

"Tidak usah banyak alasan kamu. Tidak usah tunjukkan air mata palsu itu!" Dengan kasar, Bram melempar tubuh Jihan ke tempat tidur, lalu menunjuk wajah wanita di depannya. "Aku tahu kamu adalah wanita yang digilai banyak pria. Ya, banyak pria di luar sana yang ingin menikah denganmu dan Sam adalah salah satunya, tapi sekarang kamu harusnya sadar diri dengan statusmu sebagai seorang istri."

Mendengar kata status, Jihan mulai berani untuk membela diri. Dia menantang. "Lalu bagaimana denganmu, apa kamu tidak pernah sadar dengan statusmu itu? Kamu lebih ...."

Sebelum Jihan melanjutkan ucapannya, Bram sudah mencengkram mulutnya. Jihan pun kesulitan untuk bicara.

Bram tengah dikuasai emosi. Dia merasa paling benar dan apa yang baru saja diucapkan Jihan menurutnya adalah sebuah pengakuan. Ya, sebuah pengakuan pengkhianatan yang membuat Bram kian berapi-api.

Sambil meremas mulut Jihan, Bram mulai melontarkan penghinaan. "Wanita tidak tahu diri, wanita rendahan, harusnya aku tidak pernah jatuh cinta padamu, harusnya aku tidak menikahi wanita sepertimu, tapi aku masih bisa bersyukur, sebelum mengenalkanmu pada keluargaku, aku sudah lebih dulu mengetahui belangmu yang sesungguhnya."

Sepasang suami istri semakin terlihat tegang.

Dari ruang tamu, Farouk dapat mendengar pertengkaran itu. Dia tersenyum puas. 'Ini lebih baik daripada Bram bertahan dengan wanita kampung seperti Jihan,' ucapnya dalam hati.

Bram merasa dikhianati setelah mendapatkan kiriman video dari Sam di mana teman dan istrinya sedang berduaan di sebuah kamar. Di atas sebuah ranjang, posisi keduanya juga terlihat intim, dan hanya ditutupi oleh selembar selimut.

Sedangkan Jihan juga baru saja mengetahui tingkah laku suaminya yang selama ini hobi bergonta-ganti pasangan. Dia belum sempat bertanya secara langsung, tapi suaminya itu sudah lebih dulu melayangkan fitnah yang begitu kejam.

Tanpa memberi kesempatan bicara, Bram meninggalkan Jihan. Dia bersama dengan asistennya memasuki sebuah mobil mewah.

"Apa kamu sudah memastikan keasliannya?" Bram bertanya pada Farouk. Di hadapan Jihan, dia bisa terlihat kasar dan berapi-api, tapi bersama dengan Farouk, dia masih tampak ragu.

"Semuanya asli, Bram, dan aku juga sudah mengecek tempat itu, bahkan Sam sendiri sudah mengakuinya secara langsung jika mereka berdua telah ...." Farouk tidak melanjutkannya lagi karena itu hanya akan menyakiti perasaan sahabat sekaligus atasannya itu.

Pikiran Bram sedang kacau, jadi dia tidak begitu peduli dengan ucapan Farouk. Dia hanya bertanya untuk memastikan. "Apa menurutmu tindakanku ini sudah benar?"

Bram sedikit ragu. Mungkin cintanya yang asli sudah tumbuh untuk Jihan hingga dia merasa bersalah menyakiti istri yang baru dinikahinya itu.

"Seharusnya kamu langsung menceraikannya saja, Bram!" Farouk menjawab dengan tegas. "Menurutku, berpisah adalah keputusan yang paling tepat."

***

"Jihan sedang hamil, itu adalah hasil pemeriksaan sementara dari dokter." Di dalam pertemuan di sebuah kafe, Sam memberitahu diagnosis dokter pada Nafa. "Aku belum memberitahukan ini pada Jihan, tapi lambat laun dia pasti mengetahui kehamilannya, dan sekarang tugasmu adalah segera melenyapkan bayi itu?"

"Kenapa kamu tidak melakukannya sendiri?" Nafa merasa tindakan kali ini terlalu beresiko.

Sam mendengus kesal. Peristiwa tadi siang benar-benar membuatnya marah, tapi di hadapan Jihan, dia benar-benar menutupi perasaannya itu.

Setelah mengetahui Kehamilan Jihan, Sam sama sekali tidak banyak bertindak pada wanita itu. Dia hanya melakukan sesuatu yang bisa membuat hati Bram panas dan akhirnya kedua sejoli itu berpisah dengan sendirinya.

Namun demikian, Sam tidak dapat menerima kehadiran bayi dalam kandungan Jihan. Mungkin cintanya juga besar pada wanita itu, tapi untuk menerima darah daging Bram, itu tidak bisa dinegosiasi.

"Kamu sudah berduaan dengan Jihan, harusnya kamu lakukan saat itu juga, bukankah kesempatan yang kamu miliki lebih besar, kenapa masih mengharapkan aku lagi?" tukas Nafa dengan wajah merengut.

"Aku hampir melakukannya, tapi gagal," balas Sam dengan ketus. Minuman yang diserahkannya pada Jihan telah dicampur obat penggugur kandungan, tapi wanita incarannya itu sudah lebih dulu menolak. Bahkan meninggalkannya sebelum menyentuh botol minuman.

*

Pukul 10 malam, Jihan tiba di rumah sakit, tempat ayahnya dirawat. Sebelum memasuki ruangan rawat inap, dia terlebih dulu membetulkan riasan wajahnya.

Jihan tidak ingin berbagi kesedihan dengan ibunya. Ini adalah pilihan hidupnya sendiri yang telah berani berbohong pada kedua orang tuanya.

"Jihan, kamu sudah datang." Sona tampak senang melihat Jihan berkunjung. Dia langsung meraih kedua tangan putri tunggalnya itu. "Ayahmu sedang kritis, dokter bilang kondisinya sangat parah, kemungkinan ayahmu ...." Sona tidak bisa melanjutkannya, dia sudah menangis sesenggukan.

"Apa yang terjadi, Bu?" Jihan menatap ke arah ayahnya yang sedang berbaring lemah itu.

Merasa malu dengan kelakuan suaminya, Sona memilih menutupi keadaan yang sebenarnya. Dia bahkan rela menutupi keburukan sang suami yang hobi berfoya-foya di luar sana dan akhirnya menggadaikan anak mereka satu-satunya.

"Sebenarnya, kami terlilit hutang selama ini, dan hari ini, tuan tanah yang meminjamkan uang pada ayahmu datang menagih, karena kami tidak bisa membayar atau mencicilnya, ayahmu menjadi bulan-bulanan para preman bayaran itu," jelas Sona sambil menangis.

"Berapa hutang ayah, Bu?"

Jihan memiliki sedikit tabungan karena selama ini dia juga bekerja di sebuah pabrik roti. Dengan uang simpanan itu, dia berharap hutang-hutang kedua orang tuanya bisa terselesaikan.

Sayangnya, Jihan tidak menyangka jumlah uang yang telah diambil ayahnya bernilai sangat tinggi dan jelas tidak terjangkau oleh orang kecil seperti mereka.

"Apa kamu punya banyak uang?" Tentu saja Sona ragu. Total jumlah hutang suaminya bukan sedikit. Entah berapa orang yang ingin memiliki Jihan, suaminya akan selalu mengiyakan asal mendapatkan uang yang banyak.

"Sebutkan saja, Bu!" desak Jihan.

"Sepengetahuan ibu sekitar 10 milyar, tapi itu belum pasti, Jihan," kata Sona sambil menundukkan kepala.

"Apa ....?"

Related chapters

  • KETIKA UCAPAN SUAMIKU BERUBAH JADI DOA   Hamil

    Tidak hanya terkejut, Jihan juga shock berat mendengar pengakuan ibunya. Tubuhnya lemas seketika dan dia terduduk lesu di samping ayahnya. Saat itu juga, perut Jihan terasa keram, tapi rasa sakitnya segera ditepis akibat terlalu fokus memikirkan keadaan orang tuanya."Hutang apa saja itu, Bu?" Jihan menangis sambil bertanya pada ibu dan ayahnya. "Kenapa kalian sampai berhutang sebanyak itu? Dari mana kita bisa mendapatkan uang sebanyak itu dalam waktu singkat?"Sona merasa bersalah. Dia bersimpuh di hadapan putrinya. "Maafkan ibu, Jihan, ini salah ibu, harusnya ibu tidak mengizinkan ayahmu melakukan semua itu?""Apa maksud Ibu?" Jihan bingung dengan pengakuan ibunya yang berbelit-belit.Karena merasa iba dengan putrinya, Sona yang tidak punya pilihan lagi akhirnya mengakui segala perbuatan suaminya yang selama ini ditutup-tutupi dengan rapat. Dengan pengakuan ini, dia juga berharap jika Jihan akan menerima salah satu pria yang telah membuat janji dengan suaminya."Apa-apaan ini, Bu?"

  • KETIKA UCAPAN SUAMIKU BERUBAH JADI DOA   Jebakan

    Karena tidak ada balasan apapun dari Bram, Jihan memutuskan untuk menghubungi Farouk. Pria itu pun memberikan alamat baru yang ditempati Bram dan belum diketahui Jihan sebelumnya. "Aku ingin bertemu dengan Bram, apa kamu belum memberitahukannya tentang kedatanganku ini?" ucap Jihan saat bertatap muka dengan Farouk. "Ada perlu apa?" balas Farouk dengan sinis. "Tentu saja ada hal penting yang ingin aku bicarakan dengannya." "Sayangnya Bram sudah tidak ingin bertemu denganmu," balasan Farouk semakin menyakitkan. "Jihan, aku sarankan kamu segera meminta cerai pada Bram, itu lebih baik daripada Bram yang menceraikan kamu!" "Apa maksudmu mengatakan itu?" Tidak ada kata menyerah untuk Jihan. "Kami masih suami istri, tolong jangan halangi aku untuk bertemu dengan suamiku sendiri!""Jika kamu mau, aku bisa membantumu untuk mendapatkan uang dari Bram, hitung-hitung sebagai biaya kompensasi selama kamu menjadi istrinya." Farouk berkata demikian karena sulit baginya untuk mempengaruhi Bram.

  • KETIKA UCAPAN SUAMIKU BERUBAH JADI DOA   Tidak Akan Melepaskan Jihan

    Jihan berusaha berontak dari dekapan Sam, tapi tubuhnya yang jauh lebih kecil tidak memungkinkan untuk melepaskan diri. Bahkan dia terlihat kesulitan untuk bergerak bebas. Usahanya sia-sia belaka. Sementara itu, Sam tampak menyunggingkan senyum kemenangan. Sambil memeluk Jihan, dia menatap ke arah Bram. Tindakan Sam seperti mencemooh salah satu teman baiknya itu. Selama ini Sam dan Bram adalah dua orang yang paling gencar menarik perhatian Jihan. Tidak heran jika mereka berdua selalu bersaing secara ketat. Kesal, Jihan akhirnya berteriak kencang, "Lepaskan aku, Sam ... lepaskan aku!" Jihan meronta-ronta, namun Sam semakin mengeratkan pelukannya. Pria berkumis tipis itu baru akan melonggarkan dekapannya setelah melihat mobil Bram meninggalkan tempat tersebut. 'Berhasil juga,' pikir Sam dengan tenang. Jihan tidak sanggup mengontrol diri lagi. Amarah yang ditahan-tahan sejak tadi meledak seketika. Dia segera mengangkat tangan dan melayangkan tamparannya yang sangat kuat pada

  • KETIKA UCAPAN SUAMIKU BERUBAH JADI DOA   Menyusul

    Sona bergegas menuju rumahnya. Malam itu sedang hujan lebat, tapi dia berkeras untuk menemui Jihan yang mana putrinya itu baru saja menjawab panggilan darinya dan mengatakan akan kembali ke rumah mereka.Ketika Sona tiba di kediamannya, dia tidak menemukan siapa-siapa di sana. Rumahnya tampak sunyi lengang. "Ke mana kamu Jihan?" Sona terduduk lesu di atas ubin.Di tengah kekecewaannya, seorang tetangga kemudian datang mengetuk pintu. Sania, nama gadis itu. Dia memberitahu dan menceritakan apa yang terjadi pada Jihan."Anakku sudah dibawa tuan tanah itu. Bahkan dia tidak mengatakan apapun sebelum membawa putriku." Sona keluar rumah sambil mengotak-atik ponselnya. "Kalau dia membawa Jihan, bagaimana dengan nasib suamiku? Dari mana lagi aku bisa mendapatkan uang dalam waktu singkat?"Ketika sedang panik di tengah jalan, Sona didatangi seorang wanita cantik. Langkah wanita paruh baya itu seketika terhenti saat bertatap muka dengan wanita di depannya."Siapa kamu?" Sona bertanya karena ti

  • KETIKA UCAPAN SUAMIKU BERUBAH JADI DOA   Rasanya Sangat Sakit

    Bab 7."Aku tahu saat ini kamu masih membenciku, Bram, tapi tidak bisakah kita membicarakan semuanya secara baik-baik?" Wajah Jihan masih basah, air matanya bercampur dengan air hujan. Selagi Bram memberinya kesempatan bicara, dia masih berusaha untuk mencoba membujuk suaminya itu. "Ini hanya salah paham, aku akan menjelaskan semuanya, tolong kembalilah, berikan aku waktu untuk menjelaskan semuanya!"Kesal, Farouk maju lebih dulu. "Apa yang ingin kamu jelaskan?" Bram langsung mengangkat tangan untuk menghadang. "Diam di tempatmu!" seru Bram dengan tegas, kemudian kembali fokus pada Jihan. Untuk sejenak, Bram mengamati raut wajah Jihan yang terlihat menyedihkan itu."Bram ...." Jihan maju beberapa langkah, tapi dia juga langsung dihentikan oleh suaminya itu."Jangan mendekat, bicara saja dari situ!" Ucapan Bram terdengar singkat dan dingin. Hal itu tentu sangat menyakitkan untuk Jihan. Namun, dia sadar kesalahpahaman lah yang telah membuat suaminya berubah. Maka detik itu juga, J

  • KETIKA UCAPAN SUAMIKU BERUBAH JADI DOA   Gugurkan Kandunganmu

    Pada pukul 11 siang Jihan terbangun. Perlahan dia membuka kelopak matanya yang masih terasa berat. Ketika kesadarannya mulai stabil, Jihan bisa mendengar dengan jelas percakapan dua orang wanita. Jihan mengenal salah satu di antara kedua suara itu. Ya, itu adalah milik Sona, ibu Jihan sendiri. Sedangkan satu lainnya, Jihan tidak begitu familiar."Bagaimana bisa kamu membiarkan anakmu hamil tanpa seorang suami? Anak cuma sebiji tidak bisa kamu jaga, hahhh ..." Velove adalah wanita asing itu. Dia seenaknya mencemooh seakan dia adalah orang yang bertanggung jawab pada Jihan.Jihan tidak mengenalnya, namun wanita yang dia lihat itu sangat berani membentak ibunya. Bahkan Sona terlihat pasrah dan tak berkutik dengan gertakan Velove."Ibu seperti apa kamu ini?" Velove kembali menegur dengan sombongnya. Dia terlihat berani karena telah menjadi penyelamat terakhir untuk Jihan. "Kamu tahu sendiri selama ini banyak pria di luar sana yang mengincar putrimu, kalau sudah seperti ini, mana ada lagi

  • KETIKA UCAPAN SUAMIKU BERUBAH JADI DOA   Mendapat Pembelaan

    Orang pertama yang Jihan tatap dan ingin dimintai pembelaan adalah Sona. Apa ini juga bagian dari rencana ibunya?Apakah Sona, wanita yang sudah pernah mengandung dan melahirkan itu sanggup menyuruh Jihan untuk membuang darah dagingnya sendiri?"Ibu ...!" Dengan suara yang lemah, Jihan memanggil ibunya. Dia masih menunggu Sona bicara. Mengingat perintah yang baru saja disebutkan ibunya tadi, tentu Jihan harus mengikuti setiap perkataan Velove tanpa terkecuali.Jihan berharap ibunya berpikiran bijak, karena ini berkaitan dengan nyawa seseorang.Sona tidak punya pilihan lain. Di bawah tekanan Velove, dia berkata dengan jelas. "Turuti saja apa yang dikatakan bibimu!" Dengan atau tidak adanya anak itu, Jihan sudah tidak menjadi tanggung jawab Sona lagi. Bahkan menurutnya, membuang anak dalam kandungan Jihan adalah solusi yang lebih baik.Jihan sontak panik mendengarnya. Wajahnya terlihat tegang. Meski kondisinya masih lemah, dia memaksakan diri untuk bergerak. Karena berusaha menggapai

  • KETIKA UCAPAN SUAMIKU BERUBAH JADI DOA   Tidak Ada Yang Bisa Diandalkan

    Bab 10 "Apa yang kalian lakukan di sini?" Jihan mengepalkan kedua tangan. Tatapannya penuh dengan awas. Tampak jika dia mengambil sikap hati-hati begitu melihat kedatangan Sam dan Nafa. Kedua manusia licik itu yang menyebabkan kebencian Bram terhadapnya, tentu dia langsung berpikiran negatif. Ketika Sam dan Nafa berjalan mendekat, Jihan juga langsung berseru. "Jangan mendekat, atau aku akan teriak!" Dia sangat waspada, tangannya berusaha meraih bel yang berada di atas kepalanya. "Jihan, kami datang untuk mengunjungimu," sama berkata dengan enteng seakan hubungan mereka masih baik-baik saja. Dia juga menunjukkan cedera mata yang mereka bawa. "Lihat, ini adalah buah-buahan segar kesukaanmu, aku membelikannya khusus untukmu." Untuk meyakinkan Jihan, Nafa segera menimpali. "Itu benar, Jihan, Sam sampai rela turun tangan mencari aneka buah segar untuk wanita hamil hanya untuk menyenangkan hatimu." "Aku tidak butuh semua itu. Tolong pergi dari hadapanku!" Jihan sungguh tida

Latest chapter

  • KETIKA UCAPAN SUAMIKU BERUBAH JADI DOA   Aku Memanggil

    Jihan tidak berharap masa seperti ini terulang lagi. Kembali duduk berduaan bersama Sam, itu adalah sebuah malapetaka bagi Jihan."Ayo minum tehnya!" sambil mengangkat gelas minumannya, Sam berkata pada Jihan. "Teh di sini sangat enak, sayang jika kamu lewatkan," lanjutnya dengan polos. Seperti tidak mengenal lelah, Sam masih saja bersikap sama pada Jihan. Penuh ambisi untuk mendapatkan perhatian wanita itu.Sudah tentu Jihan mengabaikan ucapan Sam. Alih-alih minum bersama, dia langsung bertanya pada intinya. "Malam itu, bukankah kamu yang mengantarkan aku ke rumah sakit?" tanya Jihan dengan penuh selidik. Jihan ingat bagaimana perjuangan Sam yang masih datang membujuknya meski kondisinya dalam keadaan hamil. Dalam kondisi kurang fit juga Jihan terpaksa dilarikan ke rumah sakit hingga harus melahirkan secara prematur.Seperti biasa, Sam selalu terlihat tenang. Tidak ada perasaan bersalah dalam dirinya. Setelah meletakkan gelas di atas meja, dia berkata pelan, "Ya, aku lah yang memb

  • KETIKA UCAPAN SUAMIKU BERUBAH JADI DOA   Pertemuan Yang Ingin Dihindari

    Jihan sontak menghentikan langkahnya. Suara pria di depan sana terdengar familiar baginya. Dan sejujurnya, dia sudah tidak ingin bertatap muka lagi dengan pria yang sangat dibencinya itu. Akan tetapi, ketika ingatan Jihan tertuju pada anaknya, sesuatu yang mengganjal dalam dirinya kembali berkecamuk. Ada satu hal yang membuat Jihan harus bertemu kembali dengan pria itu. "Ada apa, Jihan?" bibi Mary menegur saat melihat Jihan mematung. "Bagaimana kalau aku tunggu di luar saja, Bibi?" Jihan beralasan, lalu berpura-pura sibuk memandangi ponselnya. "Kenapa?" Tidak ingin membuat kegaduhan di depan bibi Mary, Jihan kembali membuat alasan yang baru. "Aku lupa, ternyata ada banyak pesan yang harus segera aku balas. Biarlah bibi sendiri yang masuk ke dalam, aku akan menunggumu di luar." "Kamu tidak bohong kan?" bibi Mary mulai terlihat curiga dengan gelagat Jihan. "Kamu tidak sedang menghindar dari tamu itu?" "Tentu saja tidak, Bibi." Jihan melebarkan senyumnya yang lembut, lalu

  • KETIKA UCAPAN SUAMIKU BERUBAH JADI DOA   Dari Kota Yang Sama

    "Aku salut melihat kesetiaanmu, begitu banyak datang tawaran padamu, tapi kamu masih saja bertahan dengan Alex," kata Ariel yang sudah berulang kali mempengaruhi Jihan. "Aku tidak tertarik," hanya itu yang diucapkan Jihan. Dia berjalan cepat menuju mobil. "What ...?" Ariel tercengang dengan pengakuan singkat itu. "Dihadiahkan pulau dan uang ratusan milyar masih tidak membuatmu tertarik." Karena Jihan telah meninggalkannya, Ariel pun mengejar. Baik Jihan dan Ariel sama-sama duduk di bangku penumpang. Seorang sopir mengemudikan mobil setelah Ariel memberi perintah. Jihan dengan pikirannya sendiri membuang muka ke samping. Dia terlalu bosan untuk membicarakan masalah kesetiaan mereka pada Alex. Jika bukan karena ibunya berada di tangan Velove yang merupakan anak buah Alex, mana mungkin Jihan bertahan dan mengabdikan hidupnya untuk seorang kriminal seperti Alex. Masih penasaran, Ariel menggoda lagi. "Mengingat bisnis Alex yang tidak seluruhnya bergerak secara legal, apa kamu

  • KETIKA UCAPAN SUAMIKU BERUBAH JADI DOA   Sang Pemikat

    "Segera bawa Jihan keluar dari negara itu!" Melalui panggilan telepon, Alex memberi perintah pada Simon."Kenapa begitu, Lex?" Simon protes. Masih ada tugas yang harus mereka kerjakan dan sebagai salah satu pelatih Jihan, dia rasa wanita itu adalah orang yang pantas untuk menjalankan misi berikutnya."Turuti saja perintah dariku, tidak usah banyak tanya!" Setelah mengatakan itu, Alex memutuskan panggilan secara sepihak. Dia sangat mengenal perangai Bram yang dulu. Pria itu sangat berambisi untuk mendapatkan wanita yang diinginkannya. Karena sejak awal hubungan mereka terjalin dengan baik, Alex pun tidak ingin bermasalah dengan temannya itu.Pada sore hari, Bram dan Mikha tiba di kota Bangaria. Keduanya disambut oleh anggota keluarga dengan sukacita."Akhirnya kamu pulang juga." Freya memeluk putri bungsunya itu. "Mama sangat mengkhawatirkanmu selama setahun ini, kamu bahkan melarang kami untuk mengunjungimu, entah apa maksudmu melakukan hal bodoh itu," lanjutnya dengan sedikit kesal

  • KETIKA UCAPAN SUAMIKU BERUBAH JADI DOA   Tidak Ada Satu Orang Pun Yang Boleh Merebut Jihan

    "Untuk apa kamu melihatnya?" Jihan menegur dengan kesal. "Apa kamu tidak pernah melihat orang yang berciuman?" "Aku hanya memastikan saja." Ariel tersenyum hambar melihat ekspresi Jihan."Memastikan apa maksudmu?" Jihan semakin geram dengan sikap rekannya itu."Aku kira pria itu sungguh-sungguh menyukaimu tadi, tapi ternyata perasaannya sangat cepat berubah." Ariel menghidupkan mesin mobil dan bersiap meluncur.Sedangkan Jihan bersandar santai sambil melipat kedua tangan di dada. "Kurang kerjaan saja." Seperti apapun perasaan Jihan saat ini, dia berusaha menekan emosinya di hadapan Ariel.Ketika hendak mendaratkan sebuah ciuman, tiba-tiba bayangan Jihan muncul dalam pikiran Bram. Segera dia menarik dirinya untuk menjauh."Maaf ...!" ucap Bram dengan suara yang lirih."Kenapa ...?" Mikha merasa kecewa.Lagi-lagi Bram merasa sangat buruk. Berkali-kali sudah dia ingin melakukan hal yang sama, tapi selalu saja gagal. Sebuah peringatan akan selalu muncul bahwa dia tidak boleh melakukan

  • KETIKA UCAPAN SUAMIKU BERUBAH JADI DOA   Kecurigaan

    "Bukankah itu Jihan?" Mikha begitu yakin. Sebelum Bram menjawab pertanyaannya, dia sudah lebih dulu mengambil keputusan. "Tolong ambil obatku, aku mau ketemu Jihan dulu.""Ah ... baiklah." Bram tampak pasrah walau sebenarnya ingin melarang pertemuan di antara kedua wanita itu.Mikha segera berjalan mendekati Jihan. Antusias gadis itu begitu tinggi. Sebelum meninggalkan negara itu, dia ingin bertukar telepon dan juga meminta alamat Jihan di tanah air. Dengan begitu, mereka masih bisa menjalin pertemanan di lain waktu.Akan tetapi, angan itu seketika buyar tatkala Mikha melihat jaket yang dikenakan oleh Jihan. Itu sama persis dengan milik Bram saat mereka memasuki rumah sakit tersebut."Kenapa Jihan memakai jaket Kak Bram? Bukannya tadi Kak Bram bilang sedang dilaundry?" Sembari berpikir, langkah Mikha terhenti sesaat. Dia ingat Bram menggunakan jaket, sedangkan Jihan hanya menggunakan kemeja berwarna abu-abu. Dia juga ingat Bram menghilangkan diri tepat ketika mereka akan memasuki ru

  • KETIKA UCAPAN SUAMIKU BERUBAH JADI DOA   Ceroboh

    Bram terhenyak mendengar tuduhan Jihan. Tubuhnya membeku, namun otaknya masih berputar.Meninggalkan Jihan karena salah paham? Bram tidak merasa melakukan itu.Sudah jelas Jihan yang berkhianat, kenapa masih berpikir seolah-olah menjadi korban dalam hubungan mereka. Bahkan dalam benak seorang Bram, Jihan adalah wanita yang kejam, di mana wanita itu tega mengugurkan anak dalam kandungannya sendiri. Terlepas dari siapapun ayahnya, tidak sepantasnya Jihan membunuh darah dagingnya sendiri.Tentang Mikha, itu adalah urusan pribadi Bram. Dia tidak ingin membahasnya di depan Jihan. Namun yang membuat penasaran adalah wanita-wanita yang pernah bercinta dengan Bram di waktu sebelumnya."Apa maksud kamu mengatakan wanita-wanita sebelumnya?" Sepengetahuan Bram, dia belum pernah bercerita tentang masa lalunya pada Jihan. "Siapa yang memberitahumu?" sentak Bram tidak terima. "Apa ini alasanmu berselingkuh dariku?" tuduhnya kemudian.Dengan semua itu, Bram justru berspekulasi bahwa Jihan sengaja m

  • KETIKA UCAPAN SUAMIKU BERUBAH JADI DOA   Tampan tapi tidak berperasaan

    Sesampainya di rumah sakit, Bram buru-buru membukakan pintu untuk Mikha. Tak lupa, dia menyerahkan sebuah kartu pada gadis itu."Pergilah duluan, aku sudah mendaftarkanmu," kata Bram dengan buru-buru."Kamu mau ke mana?""Aku mau ke toilet sebentar, nanti aku akan datang menyusulmu."Dengan alasan itu, Mikha menurut saja. Dia berjalan menuju ruangan praktek dokter jantung yang biasa menangani kesehatannya. Selama menyusuri koridor rumah sakit, matanya tak berhenti melirik ke sana ke mari, berharap bertemu dengan Jihan di tempat tersebut.Sedang Bram langsung berlari mencari keberadaan Jihan. Dia masih ingat ke mana arah wanita itu melangkah.Tak lama setelah Jihan memasuki rumah sakit, Bram juga melihat kemunculan Ariel. Pria itu datang seorang diri. Wajahnya terlihat santai, namun cara berjalannya tampak buru-buru.Apa yang dilakukan Jihan selama ini?Apa yang disembunyikan Jihan? Bram semakin penasaran.Sementara itu, Jihan dibawa seorang pria menuju ruangan yang terbengkalai. Di s

  • KETIKA UCAPAN SUAMIKU BERUBAH JADI DOA   Mengikuti Jihan

    Bab 23.Tangan Ariel rasanya sudah gatal untuk menghajar seseorang. Dengan tubuhnya yang tinggi besar, dia sudah terbiasa dengan pertarungan.Sejak bertemu di dalam pesawat, Ariel sudah ingin memberi pelajaran pada Bram yang telah berani mengganggu Jihan. Biar bagaimanapun, urusan wanita itu menjadi tanggung jawabnya. Tanpa meminta izin pada Alex, Ariel bisa saja membuat perhitungan pada Bram.Jihan gelisah memikirkannya. Dia pun berkata dengan jujur. "Lupakan tentang pria tadi, ini semua hanya kesalahpahaman, dan apa yang kamu lihat tadi, semua adalah salahku. Aku yang mendatangi kekasihnya, mungkin saja dia merasa terganggu dengan kemunculanku yang tiba-tiba, jadi niat pria itu hanya untuk melindungi wanitanya," ungkap Jihan."Kamu yakin?" Ariel tidak dapat melihat hubungan kekasih antara Bram dan Mikha. "Mereka sepasang kekasih?""Itu yang dikatakan wanitanya."Di lain tempat.Bram juga sedang menginterogasi Mikha. Segala pertanyaan yang diajukannya berkaitan dengan Jihan. "Jihan

DMCA.com Protection Status