Share

BAB 151. Papah minta uang.

“Wah, kalau kadung rajin sudah tengah bolong begini masih mau bersihin halaman rumah, coba kalau stresnya kumat jam segini masih molor,” ucap seseorang entah siapa.

Takut terjadi sesuatu aku segera ke depan. Ternyata Bu Sri tetangga belakang rumahku.

“Ada apa ya, Bu Sri?” tegurku.

“Eh, Nindi, enggak ada apa-apa tumben banget ini mamahmu rajin?”

“Harus rajin Bu, kan, bentar lagi lebaran,” jawabku.

“Iya, lagi pula mau ada tamu spesial datang. Suamiku mau pulang, Bu,” sahut mamah.

Kulihat Bu Sri mengerutkan keningnya. Pasti beliau heran karena setahu warga di sini mamahku janda.

“Benar, Nin? Bukannya kamu anak yatim, ya?”

“Benar, Bu Sri. Papahku besok mau pulang.”

“Memang papahmu dari mana?” Jiwa keponya mulai meronta sampai-sampai beliau duduk di teras rumahku.

Aku takut sekali mamah jujur. Bisa-bisa suumur hidup bakalan dibuli karena status papahku.

“Papahku jadi TKI di Malaysia, Bu Sri,” jawabku berbohong. Mamah hanya menoleh saja dan kembali fokus pada bunga warna-warni di depannya.

Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status