Share

BAB 2 - Hanya Dia yang Berbalik Untukku

Kamu nggak kerja?”

“Kamu sendiri?” Asa memilih bertanya balik pada Athalia.

“Hari ini aku lagi cuti,” jawab Athalia. Perempuan itu melirik jam tangannya yang terpasang di pergelangan tangan kirinya. “Udah lewat dari jam istirahat, lebih baik kamu kembali ke kantor. Ini gedung kantor kamu kan?”

“Kok kamu tahu?”

Athalia terkekeh pelan. “Aku kenal ibumu, jadi aku tahu pasti kamu itu siapa.”

Asa tersenyum malu mendengar ucapan Athalia yang lugas tersebut. Ia sempat lupa dengan fakta kalau Athalia kenal langsung dengan ibunya. Minimal Athalia pasti tahu di mana ia sekarang—di kantor Sadira Group.

“Beneran nggak apa-apa aku tinggal sendiri?” tanya Asa pada akhirnya. “Kamu nggak perlu ditemenin?”

“Aku baik-baik aja kok.”

Asa menaikkan satu alisnya, sangsi dengan kebenaran kata-kata Athalia. Tidak ada orang yang langsung bisa baik-baik saja setelah kejadian seperti tadi.

“Beneran, Sa,” tegas Athalia sekali lagi. “Kamu balik kerja aja gih. Aku nggak enak sama kamu kalau kamu telat lebih lama lagi.”

Melihat bagaimana Athalia benar-benar berusaha meyakinkannya, Asa pun menghela napas. Ia mengangguk dan bangkit meninggalkan Athalia sendirian di meja yang berada di sudut tersebut.

Athalia terpana untuk beberapa saat. Perempuan itu sendiri tak menyangka kalau Asa akan pergi begitu saja. Namun, dugaannya meleset karena lima menit setelahnya lelaki itu kembali dengan sepiring red velvet roll cake di tangannya.

Asa meletakkan piring itu di meja dan mengatakan, “Dimakan ya, Tha. Kalau adekku lagi sedih, makan manis bisa agak sedikit membantu dia.”

“Kamu baik banget sih, Sa,” gumam Athalia tanpa sadar.

Asa tersenyum teduh. “Bukan baik banget, Tha. Aku cuma melakukan sesuatu yang harusnya kulakukan. Nggak mungkin aku melengos begitu aja di saat aku kenal kamu.”

Setelah itu, Asa benar-benar pamit dari hadapan Athalia. Athalia menatap punggung Asa yang makin lama makin jauh dari pandangannya.

Kemudian perempuan itu menunduk dan menatap gelas plastik berukuran venti berisi dark mocca frappuccino dan red velvet roll cake tersebut dengan hati yang gamang. Dari semua orang yang melintas di hidupnya, hanya Asa yang berbalik untuk menolongnya.

Orangtuanya, kakak-kakaknya, teman-temannya—mereka semua berbalik memunggunginya, menjauhinya seolah-olah ia adalah virus.

Mungkin karena Asa juga tak tahu siapa dirinya, maka dari itu ia bersedia menolong Athalia.

Andai dia tahu siapa Athalia sebenarnya….

Getar ponselnya yang ada di saku membuyarkan lamunan Athalia. Perempuan itu langsung buru-buru mengambil ponselnya dengan tangan gemetar supaya tak terlambat untuk membalas pesan itu.

Marcell: Babe, barusan Mama bilang dia abis ketemu kamu. Kamu ngapain nurutin ajakan Mama sih?

Marcell: Kan aku bilang, cuekin aja.

Marcell: Kamu ngobrol apa aja sama Mama?

Athalia: Aku mana mungkin nolak ajakan mama kamu, Sayang.

Athalia: Nggak banyak hal penting yang kami obrolin kok.

Marcell: Bohong.

Rasanya jantung Athalia terasa berhenti berdetak saat itu juga ketika Marcell membalas hanya dengan satu kata itu.

“Tha.”

Athalia tak sengaja melempar ponselnya ke meja karena terkejut. Beruntung seseorang dengan cepat menangkap ponsel tersebut dan mengembalikannya pada Athalia.

“Asa,” gumam Athalia dengan tak percaya. “Kamu ngapain di sini?”

“Kayaknya aku nggak bisa ninggalin kamu sendirian di sini, Tha.”

“Hah?” Athalia tak bisa menahan diri untuk tidak melongo. Kini Asa berdiri di hadapannya sambil membawa tas laptop. “Terus? Kamu mau bolos?”

“Nggak juga, Tha.”

“Tapi kamu bawa tas,” tunjuk Athalia. “Asa, beneran, aku nggak apa-apa. Kita kan baru kenal juga, aku nggak mau ketika kita belum kenal begini tapi aku udah ngerepotin kamu.”

“Nggak ngerepotin kok. Anggap aja aku lagi bosen kerja di ruanganku.”

Athalia menggeleng tak setuju. “Tapi kamu bisa dimarahin atasan kamu.”

“Sesekali jadi karyawan bandel nggak apa-apa kok.”

Dengan cepat, Asa mengambil piring berisi kue yang belum disentuh dan membawanya ke kasir. Ia meminta pegawai Starbucks tersebut membungkus kue itu dan setelah selesai, ia kembali ke meja Athalia.

“Yuk.”

“Ke mana?”

“Aku tahu tempat yang bisa bikin kamu lupa sejenak sama apa pun yang jadi beban pikiranmu saat ini.”

Ragu-ragu, Athalia bangkit dari kursinya dan mengikuti Asa. Ia menukar KTP-nya untuk access card sementara yang diperuntukkan untuk tamu di gedung tersebut.

Setelahnya, Asa mengajak Athalia ke lift yang ada di sudut dan hampir tak terlihat jika dari tempat biasa orang menunggu lift yang berjejer.

“Kenapa kita naik lift yang ini?” Athalia tak terlalu bodoh untuk tidak mengenali lift di hadapannya ini adalah lift yang biasa dipakai petinggi perusahaan.

“Karena yang ini nunggunya nggak lama.” Asa memberikan cengirannya. “Aku nggak bakal ngapa-ngapain kamu kok, kalau itu yang kamu khawatirin.”

“Aku percaya sama kamu kok,” tukas Athalia sambil menatap refleksi mereka di pintu lift. “Kamu anaknya Tante Padma, pasti sebaik beliau.”

Asa tersenyum kecil. “Kamu terlalu cepat percaya sama orang, Tha.”

“Kamu sendiri juga gitu. Kita baru kenal tiga hari yang lalu dan nggak komunikasi lagi setelah pertemuan waktu itu, but here I am.

Kini ganti Asa yang melirik Athalia. “Aku tahu mamaku nggak sembarangan mengenalkan perempuan ke aku.”

Kali ini Athalia terkekeh dan hal itu ditangkap Asa dengan baik. Kalau sedang begini, rasanya baru ia menemui Athalia yang tiga hari lalu ia temui.

Athalia dan wajah murung bukan kombinasi yang bagus, pikirnya.

“Kamu jangan bilang mamamu kalau kita ketemu lagi,” canda Athalia saat lift terbuka dan mereka bergegas masuk. “Nanti mamamu berekspektasi kalau kita akan kencan lagi.”

Asa terbatuk begitu mendengarnya. “Oke, kalau itu maumu.”

Reaksi Asa terlihat lucu di mata Athalia. Perempuan itu pun berkata, “Kasihan kamu kalau harus deket-deket sama aku. Jadi cukup tiga hari yang lalu dan hari ini aja kita bisa ketemu dan ngobrol begini.”

Rasanya baru kali ini Asa gatal ingin bertanya kenapa mereka hanya boleh bertemu sampai hari ini saja, tapi ia menahan diri untuk tidak melakukannya karena Asa takut, pertanyaannya akan kembali membawa kesedihan di mata Athalia.

Hal yang berbulan-bulan setelah hari itu baru disadari Asa, kalau hal tersebut bukanlah hal yang ia sukai.

Asa takkan suka melihat Athalia sedih seperti hari ini, di pertemuan kedua mereka.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status