Nenek dan semua orang yang ada di rumah segera berlari menghampiri Khania. "Ada apa? Kamu kenapa Khania?!" tanya nenek saat ia sudah dekat dengan Khania. Ia terkejut saat melihat Khania yang terduduk di lantai."Tadi aku kepeleset di tangga Nek," jawab Khania sambil meringis."Kamu gak apa-apa? Sini Nenek bantu!" Nenek hendak membantu Khania namun terhenti saat ia mendengar suara Efgan yang berteriak."KHANIA!" Efgan dengan cepat berlari ke arah Khania yang duduk terdiam di atas lantai. "Kamu kenapa?" tanyanya dengan panik sambil membawa Khania berdiri."Aww!" Khania meringis kesakitan saat Efgan membantu ia berdiri."Kamu kenapa? Mana yang sakit?!" tanya Efgan lagi sambil memeriksa tubuh Khania."Pergelangan kaki aku sakit Mas, kayaknya keseleo," sahut Khania sambil meringis kesakitan.Efgan dengan segera membopong tubuh Khania dan membawanya ke kamar. "Kamu tunggu di sini."Khania menganggukan kepalanya.Efgan lalu keluar dari dalam kamar. Tak lama kemudian ia datang dengan ice pack
Siang harinya Khania yang tengah duduk bersantai di ruang keluarga bersama nenek terkejut saat bi Sumi datang dengan tergopoh-gopoh."Ada apa Bi?!" tanya nenek yang heran melihat bi Sumi."Itu Nek ... di depan ada yang mencari Non Khania," jawab bi Sumi.Khania mengerutkan dahinya saat mendengar perkataan bi Sumi. "Siapa Bi?!" tanyanya."Tidak tau Non! Tadi Bibi sudah tanya, tapi dia gak jawab. Dia wanita paruh baya, Non!" sahut bi Sumi.Khania tidak bertanya lagi dan segera bergegas ke depan. Ia terkejut saat melihat wanita yang selama ini membencinya berada di hadapannya."Ma ... Ekhem! Ibu?!" seru Khania pada Wanita yang kini berada di hadapannya."Khania!" sapanya dengan lembut sambil tersenyum.Khania mengerutkan alisnya saat melihat wanita itu tersenyum. Apa ia tidak salah lihat. Wanita ini. Ibu dari Albi! Memanggil dia dengan lembut dan tersenyum?!"A-ada apa Bu?!" tanya Khania dengan was-was."Enggak, Mami ke sini hanya ingin minta maaf sama kamu! Mami sadar jika Mami sudah ket
Efgan tidak bisa diam saja. Ia bergegas pergi dari rumah itu dengan wajah yang penuh amarah. Ia membawa mobilnya dengan kecepatan cukup tinggi. Sampai tiba di sebuah area pemakaman. Ia memarkirkan mobilnya dengan sembarang, setelahnya ia keluar dan berlari menyusuri area pemakaman itu."KHANIAAA." Efgan berteriak sambil terus berlari menyusuri area pemakaman itu. Ia masih berharap Khania ada di sana. "Khania ... Khania," Efgan terus berteriak memanggil nama sang istri."Mas cari siapa?" tanya seorang pria paruh baya."Saya cari istri saya Pak!" jawab Efgan, ia seperti orang yang kehilangan arah, entah kenapa ada rasa takut di dalam hatinya. Namun ia hempaskan jauh-jauh rasa itu."Maaf Mas! Apa Masnya ada foto istrinya, siapa tau saja saya tadi lihat istri Masnya, kebetulan saya penjaga makam di sini," ucap pria itu.Efgan dengan segera merogoh jasnya. Namun ia baru sadar jika ponselnya tertinggal di rumah setelah ia lemparnya tadi. Ia menatap penjaga makam itu dengan memelas. "Ponsel s
Efgan baru tiba di depan rumah. Ia melangkahkan kakinya dengan gontai. Entah bagaimana nasib Khania sekarang. Efgan tidak tau. Ia hanya mampu berdo'a, agar Khania baik-baik saja dan pulang dengan selamat tanpa kekurangan apapun.Nenek menghampiri Efgan saat ia melihat Efgan masuk. "Gimana? Kamu sudah ketemu Khania?!" tanya nenek dengan khawatir.Efgan menggelengkan kepalanya dengan lesu. "Ya Allah! Semoga cucuku baik-baik saja. Semoga tidak terjadi sesuatu yang buruk padanya," Nenek berdo'a sambil menangis. Ia tidak menyangka akan ada kejadian seperti ini. "Maafkan Nenek Efgan, Nenek salah! Andai Nenek tau jika perempuan itu jahat. Nenek tidak akan pernah mengijinkan Khania pergi bersamanya.""Ini semua bukan salah Nenek! Efgan yang tidak bisa melindungi Khania!" Nenek mendekatkan tubuhnya pada cucunya itu. Lalu membawanya ke dalam dekapan. Ia memelih Efgan dan mengusap-usap pelan punggungnya. " Aku harus cari Khania kemana lagi, Nek? Aku takut! Benar-benar takut. Jika sampai terja
Khania sangat panik, saat ia melihat depan bangunan itu sudah terbakar. Khania berusaha membuka tali yang mengikat tangannya. Sampai akhirnya ia berhasil membukanya walaupun dengan dipaksa sampai tangannya terluka.Khania tidak memedulikan tangannya yang terluka. Ia mencari jalan agar ia bisa keluar dari bangunan yang terbakar itu. Ia tersenyum saat melihat ada celah di sebelah kirinya. Khania berjalan menuju celah itu. Namun, langkahnya terhenti saat sebuah balok kayu terjatuh tepat di kakinya. AAAKKKHHH!Khania merintih kesakitan. Rasa nyeri ia rasakan di kakinya. Akan tetapi ia tidak menghiraukan rasa sakit yang ada di kaki dan tangannya. Ia hanya ingin keluar dari bangunan yang terbakar itu.Dengan susah payah Khania melepas balok kayu yang ada di kakinya. Setelah terlepas ia berjalan menuju celah itu. Sampai akhirnya ia berhasil keluar dari bangunan yang terbakar itu.Khania menangis sambil terduduk di tanah. Ia tidak menyangka, jika ibu Astika dengan tega ingin membunuhnya. Kh
Di rumah sakit.Khania mengerjapkan matanya. Ia menyipitkan mata saat ia melihat tempat yang asing baginya.Eugh!Khania mencoba menggerakan tubuhnya yang terasa sakit.Seorang wanita yang Khania tidak kenal datang menghampiri Khania. "Kamu sudah sadar? Sebentar, saya akan panggilkan dokter!" ucapnya sambil pergi berlalu meninggalkan Khania.Tak lama kemudian dokter datang dan memeriksa kondisi Khania."Bagaimana kondisi dia, Dok?" tanya orang itu dengan wajah yang Khawatir."Kondisi pasien baik-baik saja. Untungnya tidak ada luka yang serius," sahut sang dokter menjelaskan."Syukur Alhamdulillah! Terima kasih Dokter," ucapnya lagi pada sang dokter.Dokter itu hanya menganggukan kepalanya sebagai jawaban. Setelahnya ia pergi dari sana.Orang yang tadi menanyakan kondisi Khania menoleh ke arah Khania dan menghampirinya."Kamu baik-baik saja?! Apa ada yang sakit?!" tanyanya pada Khania.Khania hanya menggelengkan kepalanya sebagai jawaban. Walau sebenarnya ia merasakan sekujur tubuhnya s
"Sa-sayang." Efgan mendekati ranjang dengan langkah perlahan. Ia tidak percaya dengan apa yang sekarang ia lihat. "Anda keluarga pasien?!" tanya suster kepada Efgan.Efgan tidak berbicara dan hanya menaggukan kepalanya. Sungguh, ia sekarang tidak bisa berkata apa-apa."Tolong untuk segera diurus admintrasinya, sebelum pemulangan jenazah, ya, Pak," ucap suster itu yang sontak membuat Efgan diam mematung."I-istri saya gak mungkin meninggal sus. Ini semua pasti bohong, tadi kata asisten saya, istri saya baik-baik saja! Kenapa sekarang dia bisa jadi seperti ini?!" Efgan memeluk jenazah yang terbaring di atas ranjang itu."Istri? Ini, istri Bapak?" tanya suster itu dengan wajah terkejutnya."Iya sus, dia istri saya." Efgan masih memeluk erat jenazah itu."Bener, ini istri Bapak?" tanya suster itu memastikan.Efgan hanya menganggukan kepalanya sambil menangis meraung."Ssstt! Pak Bos, ngapain di sana?" tanya Glen dari balik gorden rumah sakit.Efgan menoleh ke arah Glen. "Kamu yang ngapai
Efgan mengerutkan dahinya. "Kamu nanya sama siapa, sayang?!" "Anda!" jawab Khania.Efgan semakin dalam mengerutkan dahinya ia tidak mengerti kenapa Khania menanyakan siapa pada dirinya."Aku, suami kamu! Masa kamu lupa?!" Efgan nampak berpikir beberapa saat. "Perasaan yang cedera itu kaki dan tangan kamu, bukan kepala! Kenapa bisa kamu jadi amnesia?!" "Hahaha! Bisa pake logika juga ternyata!" celetuk Khania sambil tertawa dengan renyah."Maksudnya?!" "Aku kira, kamu bakalan kayak tadi, nangis bombai, sampai meraung-raung," ejek Khania.Efgan mendelikan matanya. Ia kira Khania beneran amnesia. Nyatanya cuma mau ngeledek Efgan."Puas ketawanya?! Aku tadi beneran sedih, tau! Aku kira yang meninggal itu beneran kamu! Kamu malah ngetawain!" rajuk Efgan sambil memasang wajah cemberut."Utu ... utu ... utu, suami tampanku ini merajuk, ya!" goda Khania.Efgan semakin memajukan bibirnya ke depan. Ia merasa bahagia sebenarnya bisa berinteraksi seperti ini lagi dengan Khania. ia benar-benar se