Efgan mengerutkan dahinya. "Kamu nanya sama siapa, sayang?!" "Anda!" jawab Khania.Efgan semakin dalam mengerutkan dahinya ia tidak mengerti kenapa Khania menanyakan siapa pada dirinya."Aku, suami kamu! Masa kamu lupa?!" Efgan nampak berpikir beberapa saat. "Perasaan yang cedera itu kaki dan tangan kamu, bukan kepala! Kenapa bisa kamu jadi amnesia?!" "Hahaha! Bisa pake logika juga ternyata!" celetuk Khania sambil tertawa dengan renyah."Maksudnya?!" "Aku kira, kamu bakalan kayak tadi, nangis bombai, sampai meraung-raung," ejek Khania.Efgan mendelikan matanya. Ia kira Khania beneran amnesia. Nyatanya cuma mau ngeledek Efgan."Puas ketawanya?! Aku tadi beneran sedih, tau! Aku kira yang meninggal itu beneran kamu! Kamu malah ngetawain!" rajuk Efgan sambil memasang wajah cemberut."Utu ... utu ... utu, suami tampanku ini merajuk, ya!" goda Khania.Efgan semakin memajukan bibirnya ke depan. Ia merasa bahagia sebenarnya bisa berinteraksi seperti ini lagi dengan Khania. ia benar-benar se
Khania membekap mulutnya saat ia melihat Efgan yang kini memeluk wanita yang tiba-tiba datang itu. Ia mengeleng-gelengkan kepalanya. "Mas! Ternyata kamu memang sudah merencanakan semua ini?!" Efgan dan perempuan itu sontak menoleh ke arah Khania dan dapat Khania lihat jika wanita itu tersenyum menyeringai ke arah Khania."Ooh! Jadi ini istri kamu, honey! Apa sih yang kamu lihat dari dia! Masih cantikan aku lah, jauh!" ucapnya yang membuat Khania tidak percaya dengan apa yang ia dengar."Waah! Anda pelakor yang tidak tau diri ya! Hei. Biarpun saya tidak cantik, tapi ... tapi apa ya,"Khania nampak berpikir, apa yang bisa ia banggakan dari dirinya, yang bisa menjadikan ia lebih dari wanita di depannya ini. Setelah Khania berpikir cukup lama. Ia pun menyerah, karena tidak ada yang bisa ia banggakan dari dalam dirinya. Cinta? Ia belum cinta sama Efgan, begitu juga sebaliknya. Harta? Sudah jelas ia kalah. Cantik? Sudah jelas wanita di depannya ini jauh lebih cantik dari dia. Pintar? Sepe
Khania melihat ke arah yang ditunjuk Efgan. Ia tersenyum saat melihat seekor kucing yang manis dipangkuan nenek."Maksudnya, Mas. Sweetie itu kucing?!" tanya Khania.Efgan menganggukan kepalanya."He'em! Dia kucing kesayangan aku, cuma karena aku sibuk, jadi gak bisa ngurus dia, ya udah aku titip sama Monic aja. Biar dia yang urus si sweetie," ujar Efgan dengan tersenyum malu."Kamu gak lagi bo'ongin aku, kan?" Khania tidak bisa percaya begitu saja pada Efgan. Ia masih menyangsikan ucapan Efgan."Kamu gak percaya, sama suami kamu ini?!" "Hemm! Gimana ya! Kita kan, memang belum saling mengenal lebih dalam tentang karakter masing-masing," ucap KhaniaEfgan menatap Khania dengan dalam. Ia kadang berpikir, bagaimana nanti kedepannya saat Khania tau jika Efganlah yang sudah menabrak suaminya dulu! Apakah Khania akan memaafkannya atau malah membencinya. Ada rasa takut dalam diri Efgan. Namun. Ia ingin egois untuk kali ini saja."Baiklah! Kalau kamu tidak percaya. Kamu boleh tanya nenek sam
Dua minggu kemudian.Khania yang kini tengah bersiap-siap pulang, menekukan wajahnya. Ia merasa kesal dengan sang suami, yang kini sedang packing baju. Ia menatap suaminya itu dengan tatapan permusuhan."Kenapa cemberut gitu, hmm! Dari kemarin wajahnya ditekuk mulu!" Efgan menowel hidung Khania.Khania hanya diam dan memalingkan wajahnya saat Efgan tengah mengodanya."Kamu masih mau di rumah sakit? Oke! Kita menginap di sini satu minggu lagi!" ujar Efgan yang sontak membuat Khania menoleh ke arah Efgan."Jangan! Aku pengen pulang! Udah gak betah aku di sini!" sahut Khania dengan cepat."Terus kenapa kamu cemberut begitu?! Aku kira kamu gak mau pulang!" Efgan duduk di samping Khania, lalu ia membawa wajah Khania untuk menghadapnya. "Kenapa? Hmm!""Kamu nyebelin! Ini itu rumah sakit, Mas. Bukan hotel, yang bisa sesuka hati kita menginap di sini! Lagian, aku hanya tinggal pemulihan saja, di rumah juga bisa, gak harus menginap di sini! " oceh Khania panjang lebar.Khania merasa kesal pada
Efgan menatap tajam pada seorang lelaki yang kini sedang berjongkok di depan istrinya itu. Darahnya mendidih saat ia melihat perlakuan manis lelaki itu pada istrinya. Ia kemudian menjauhkan Khania dari orang itu."Anda sedang apa di sini?!" tanya Efgan dengan suara yang dingin dan datar.Pertanyaan Efgan tidak digubris oleh lelaki itu. Lelaki itu hanya diam memandang Khania dengan senyuman penuh arti.Khania menoleh ke arah Efgan yang tengah menahan amarahnya. Ia lalu membawa tangan suaminya itu dan menggenggamnya dengan erat. "Mas, jangan meladeninya! Sudah biarkan saja! Lebih baik kita pulang. Anggap saja ODGJ yang baru lepas RSJ!" Efgan akan mendorong kursi roda Khania. Namun, langkahnya tertahan saat lelaki itu berdiri menghadang jalan mereka."Kamu mau apa lagi, sih? Belum puas kamu menghancurkan kehidupanku dulu? Apa belum cukup? Sekarang kamu mau apa lagi? Mau menghancurkan aku lagi?" seru Khania yang geram melihat lelaki yang sangat ia benci."Enggak Khania, aku hanya ingin me
Tiba di kediaman Efgan segera membawa Khania ke kamar tamu yang ada di bawah."Lho! Mas, kita kok ke kamar ini?!" tanya Khania yang heran saat Efgan membawanya ke kamar tamu."Untuk sementara kamu tidur di sini ya, biar kamu gak harus naik turun tangga. Kaki kamu kan masih belum pulih sepenuhnya," sahit Efgan sambil memindahkan Khania ke atas ranjang."Iya, Mas!" jawab Khania dengan tersenyum manis.Setelah Efgan selesai membaringkan Khania ke atas kasur. Ia langsung keluar dari kamar itu. Khania yang melihat Efgan keluar begitu saja terheran, saat melihat Efgan yang bersikap dingin. Ada apa dengan suaminya itu, pikir Khania.Sampai malam tiba. Efgan belum juga masuk kembali ke kamarnya. Dan Khania mulai resah. "Mas Efgan kemana, ya?!" Khania terus melihat jam di dinding, ia khawatir dengan suaminya itu. Karena tidak biasanya Efgan seperti ini. Lama Khania menunggu Efgan, hingga tengah malam, Efgan tak kunjung kembali. Khania pun memutuskan untuk tidur, karena hari sudah sangat larut
Khania merenungi semua ucapan Efgan. Apa yang salah. Pikirnya, ia ingin menyusul Efgan yang sudah pergi dari meja makan itu, namun urung, saat ia merasakan nyeri di kakinya.Khania memutuskan untuk pergi ke kamarnya saja. Karena tidak ada siapa-siapa di rumah itu. Karena nenek kemarin menginap di rumah Monic. Bi Sumi sedang keluar entah kemana. "Kenapa Mas Efgan bicara gitu ya? Aku salah apa?!" gumamnya saat ia sudah tiba di kamar. Ia lalu membaringkan tubuhnya di atas kasur sambil terus berpikir kesalahan apa yang sudah ia perbuat pada suaminya itu."Apa mungkin karena kemarin kita ketemu sama mas Adhi? Tapi kemarin dia biasa aja! Terus apa dong, ah. Pusiiiing!" Khania beruling-guling di atas kasur. Hingga, beberapa saat kemudian ia terdiam. Saat sesuatu terlintas di kepalanya. "Apa mungkin karena aku gak pernah balas ucapannya yang selalu bilang I love you? Tapi masa sih, dia sampai semarah itu. Kemarin dia biasa aja! Aah, pasti bukan itu," Khania terus bermonolog. Ia terus berpik
"Mas! Kamu ...," Khania menatap Efgan dan ponselnya bergantian. "Apa?!" tanya Efgan dengan wajah datarnya."Kamu. Diam-diam buka HP aku, Mas?!" Khania memandang Efgan dengan mata yang menyipit."Emangnya kenapa? Gak boleh. Kalau suami lihat isi ponsel istrinya sendiri?!" Efgan menatap sengit Khania. Ia mulai terpancing lagi.Khania diam. Ia kemudian mengotak-atik ponselnya."Nih! Udah aku hapus!" ucap Khania sambil menyodorkan HPnya pada Efgan.Efgan menerima ponsel Khania dan memeriksa semua isinya. Ia tersenyum saat melihat galeri di ponsel Khania kosong."Jadi, kamu marah sampai gak mau tidur sama aku itu, gara-gara foto-foto ini?!" tanya Khania sambil geleng-geleng kepalanya.Efgan mengembalikan ponsel itu pada Khania dan tersenyum. Khania mengeleng-gelengkan kepalanya. Ia pikir, ia sudah berbuat kesalahan yang fatal. Sehingga membuat Efgan marah besar. Ternyata Efgan marah hanya gara-gara ia masih menyimpan foto-foto mesranya bersama Albi. Khania tidak tau jika suaminya ini sa
"Iya Nek, aku positif hamil," jawab Khania dengan lesu."Alhamdulillah, terima kasih Ya Allah Engkau telah memberikan kepercayaan lagi pada cucu dan cucu menantuku," ucap nenek dengan senang. "Efgan pasti akan sangat bahagia dengan kabar gembira ini, dan Kai pasti akan sangat senang dia kalau tau akan segera punya adik," Khania tampak tak senang."Kamu kenapa kok wajahnya seperti tidak senang gitu?" tanya nenek yang menyadari dengan raut wajah Khania yang ditekuk."Nia takut Nek," ucap Khania jujur."Apa yang kamu takutkan sayang?" tanya nenek dengan lembut."Nia takut, apa yang terjadi pada kehamilan Nia dulu nanti terulang lagi," "Sssttt, kamu gak boleh bilang begitu. Keadaan dulu dan sekarang itu berbeda. Kamu gak usah takut dan khawatir. Karena kita semua pasti akan menjaga kami dan anak yang asa di dalam kandungan kamu ini. Kamu sekarang jangan berpikiran yang buruk-buruk. Buang jauh-jauh pikiran itu dan kamu harus happy dengan kehadiran cicit Nenek ini," ucap nenek sambil menge
"Aku kenapa Nek?" tanya Khania penasaran."Apa mungkin kamu kesambet Nia? Jangan-jangan kamu itu kemasukan jin buto ijo?" ucap nenek ngawur.Khania yang mendengar itu sontak terbelalak.Pak supir yang mendengar ucapan nenek mengulum bibirnya. Ia ingin tertawa. Namun, tak berani."Ma-maksud Nenek apa? Kenapa Nenek bisa berpikiran seperti itu?" tanya Khania yang terkejut."Ya habisnya tingkah kamu itu gak biasa. Kamu biasanya gak pernah makan banyak. Tapi, hari ini Nenek lihat kamu makan banyak," ucap nenek.Khania nampak berpikir, ia mencerna ucapan nenek."Iya juga ya Nek! Aku juga merasa aneh Nek dengan diri aku belakangan ini," ucap Khania."Ya udah. Besok kita ke pak ustad buat Ruqyah kamu," usul nenek.Khania pun mengangguk-anggukan kepalanya."Iya Nek, boleh," sahut Khania.Setelah percakapan itu, tak ada lagi yang berbicara mau itu nenek ataupun Khania. Mereka sama-sama terdiam dengan pikirannya masing-masing.Sampai akhirnya mob
Malam harinya.Khania yang seharian ini bad mood hanya diam seharian di dalam kamar. Semua orang yang khawatir dengan Khania. Mereka semua berusaha membujuk Khania agar keluar kamar dan makan. "Sayang, buka dulu ya pintunya. Kamu makan dulu," bujuk Efgan.Namun, tak ada jawaban dari dalam kamar."Nia sayang. Buka dulu ya pintunya. Ini nenek sayang," ucap nenek sambil mengetuk pintu.Lama mereka menunggu sampai terdengar suara kunci yang dibuka dari dalam. Dan sesaat kemudian Khania pun muncul dari dalam kamar dengan pakaian yang sudah rapi."Kamu mau ke mana?" tanya nenek dan Efgan hampir bersamaan.Khania hanya diam saja tak menjawab. Ia menatap Efgan dengan tatapan yang nyalang. Lalu ia pun menoleh ke arah nenek dan tersenyum."Nia mau keluar sebentar ya Nek, mau cari bakso. Entah kenapa dari tadi Nia terus aja kepikiran bakso yang kuahnya itu pedes banget." Khania sengaja menekankan kata pedas agar suaminya mendengar.Efgan hendak menyela ucapan Khania. Namun, nenek lebih dulu men
"Kenapa Nek?" tanya Khania yang heran saat melihat nenek menatapnya dengan dalam dan intens.Nenek segera menggelengkan kepalanya dan tersenyum."Enggak, jadi kamu gak ada masalah ya sama Efgan?" tanya nenek lagi."Enggak Nek, aku gak ada masalah sama mas Efgan," "Syukurlah kalau gitu," ucap nenek."Oh iya Nek, tadi aku sempat denger mobilnya mas Efgan. Apa dia tadi keluar?" tanya Khania."Iya, tadi katanya mau cari angin sebentar keluar," sahut nenek.Khania menganggukan kepalanya."Ya udah, Nenek keluar dulu ya sayang," pamit nenek sambil berdiri."Iya Nek," jawab Khania.Setelah nenek pergi. Khania segera mengambil ponselnya dan menghubungi seseorang."Hallo Mas," ucap Khania saat panggilan itu sudah terhubung."Ada apa sayang?" tanya Efgan yang terdengar khawatir."Enggak ada apa-apa, cuma kangen aja sama kamu," ucap Khania yang ssontak menbuat Efgan terkejut sampai-sampai ia mengerem mobilnya mendadak. Beruntung tak ada kenda
Waktu terus berlalu, sampai tidah terasa sudah dua tahun berlalu.Khania kini tengah sibuk menyipakan pernikahan Monic dan Glen, karena banyak hal yang membuat pernikahan Monic dan Glen harus diundur sampai sekarang."Mas, kamu itu kenapa malah asyik sendiri di sini sih? Kamu gak bantuin orang-orang apa?" omel Khania saat melihat Efgan yang tengah duduk di teras depan."Aku tadi udah bantuin lho sayang. Ini lagi istirahat bentar, lagian juga kenapa aku harus ikutan sibuk gini sih?" keluh Efgan.Khania yang mendengar keluhan Efgan bukannya iba malah memelototinya."Iya, iya. Ini aku mau bantu lagi." Efgan dengan malas bangkit dari duduknya dan kembali membantu orang-orang untuk mempersiapkan pernikahan Monic yang tinggal beberapa hari lagi.Khania tersenyum saat melihat Efgan kembali bekerja. Ia pun masuk ke dalam untuk bertemu sang anak yang memang sengaja ia titipkan pada Gabriel."Gab, Kai gak rewel kan?" tanya Khania saat ia sudah tiba di dekat Gabriel
Seorang suster datang ke ruangan Khania untuk memeriksa keadaan Khania. Dan setelah Khania diperiksa suster itu pun kembali."Nek. Apa Kai baik-baik saja?" ucap Khania tiba-tiba. "Kai baik-baik aja sayang. Dia tadi Nenek titipkan sama Monic jadi kamu gak udah khawatir ya," sahut nenek sambil membelai rambut Khania."Mas, gimana keadaan Gabriel?" tanya Khania."Dia baik-baik aja, dia juga udah lewati masa kritisnya. Jadi kamu gak usah khawatir lagi ya sayang. Gabriel baik-baik aja sekarang," jawab Efgan singkat.Khania menanggukan kepalanya.Nenek tak terkejut karena sudah diberi tahu tentang Gabriel yang menyelamatkan Khania dan juga Kai. Nenek malah sangat bersyukur dan berterima kasih pada Gabriel karena sudah menolong cucu menantu dan cicitnya.Dua minggu kemudian.Khania yang tengah memberi ASI pada Kai di kamar terkejut saat tiba-tiba seseorang menutup matanya dari belakang. Ia pun tersenyum karena sudah tau jika itu ulah suaminya."Mas
"Mas, kamu itu apaan sih? Lepas gak! Aku mau temui dokter dulu," pinta Khania.Efgan tidak melepaskan tangan Khania dan malah semakin kencang mengencangkan tangan Khania."Mas!" Khania yang merasa geram pada sang suami pun memelototkan matanya. "Lepas!""Kamu gak boleh pergi dari sini!" perintah Efgan.Khania yang terheran pun hanya bisa menatap Efgan dengan tatapan bingungnya."Mas! Lepas ya, aku mohon!" pinta Khania dengan memelas. "Mas, itu dokternya udah nunggu aku. Aku gak mau kalau sampai terjadi sesuatu sama Gabriel, jadi tolong lepas ya.""Biarkan saja, aku gak mau kamu memedulikan penjahat itu! Lebih baik kita pulang dan biarkan dia mati sekalian," ucap Efgan sambil menyeret Khania.Khania yang mendengar ucapan Efgan seketika naik oitam. Ia sungguh tak terima jika Efgan menyumpahi Gabriel mati, dengan sekali hentakan Khania melepaskan cengkraman tangan Efgan.Efgan spontan menoleh ke arah Khania."Kamu jangan pernah bicara seperti itu ya
"Eh, ada apa kok ribut-ribut." Khania yang baru saja keluar dari ruangan tindakan pun keheranan saat melihat ada keributan di depan pintu. Ia pun mendengar seseorang menangis. Khania mendekat dan bertanya pada wanita asing yang sudah menolongnya itu. Karena kebetulan wanita itu berdiri dekat pintu masuk."Mbak, itu ada apa?" tanya Khania pada wanita itu. Ia bertanya karena tak bisa melihat siapa yang sedang menangis histeris itu.Wanita itu menoleh dan terkekeh, ia lalu berbisik. "Suami kamu lagi nangis," Khania mengerutkan keningnya."Nangis? Nangis kenapa? Nangisin apa?" tanya Khania lagi."Dia ngira jenazah yang baru saja keluar itu kamu, tanpa cross-check dulu," jawab wanita itu sambil tertawa geli.Khania yang penasaran pun mendekat dan benar saja. Ia melihat Efgan tengah duduk bersimpuh di depan jenazah yang entah siapa. Khania melihat Efgan yang menagis tersedu-sedu sambil menciumi tangan jenazah itu.Khania bukannya marah melihat itu, i
"Mas Efgan ke mana ya? Kok gak diangkat-angkat telepon dari aku?" Khania bergumam sambil terus mencoba menelepon suaminya. Ia lalu melirik ke arah orang yang tadi sudah menolongnya membawa Gabriel ke rumah sakit. "Sebentar ya Mbak, suami saya gak angkat teleponnya," ucapnya pada orang yang sudah menolongnya itu.Wanita cantik itu menganggukan kepalanya."Santai aja Mbak, pakai aja ponselnya." Wanita itu tersenyum hangat pada Khania.Khania tersenyum kikuk dan memilih menyerah untuk menelepon Efgan. Tapi, saat ia akan mengembalikan ponsel itu. Tiba-tiba ponselnya berdering dan menampilkan nomor Efgan yang memanggil.Khania mengurungkan nitannya untuk mengembalikan ponsel itu dan gegas mengangkat panggilan sang suami."Hallo Mas, kamu kenapa gak angkat-angkat telepon aku sih? Aku tau kamu lagi marah! Tapi, setidaknya cari kek istrinya yang gak ada di rumah. Ini mah malah anteng-anteng bae, kamu itu udah gak sayang lagi sama aku ya? Kamu gak tau kalau aku itu habis