Efgan menatap tajam pada seorang lelaki yang kini sedang berjongkok di depan istrinya itu. Darahnya mendidih saat ia melihat perlakuan manis lelaki itu pada istrinya. Ia kemudian menjauhkan Khania dari orang itu."Anda sedang apa di sini?!" tanya Efgan dengan suara yang dingin dan datar.Pertanyaan Efgan tidak digubris oleh lelaki itu. Lelaki itu hanya diam memandang Khania dengan senyuman penuh arti.Khania menoleh ke arah Efgan yang tengah menahan amarahnya. Ia lalu membawa tangan suaminya itu dan menggenggamnya dengan erat. "Mas, jangan meladeninya! Sudah biarkan saja! Lebih baik kita pulang. Anggap saja ODGJ yang baru lepas RSJ!" Efgan akan mendorong kursi roda Khania. Namun, langkahnya tertahan saat lelaki itu berdiri menghadang jalan mereka."Kamu mau apa lagi, sih? Belum puas kamu menghancurkan kehidupanku dulu? Apa belum cukup? Sekarang kamu mau apa lagi? Mau menghancurkan aku lagi?" seru Khania yang geram melihat lelaki yang sangat ia benci."Enggak Khania, aku hanya ingin me
Tiba di kediaman Efgan segera membawa Khania ke kamar tamu yang ada di bawah."Lho! Mas, kita kok ke kamar ini?!" tanya Khania yang heran saat Efgan membawanya ke kamar tamu."Untuk sementara kamu tidur di sini ya, biar kamu gak harus naik turun tangga. Kaki kamu kan masih belum pulih sepenuhnya," sahit Efgan sambil memindahkan Khania ke atas ranjang."Iya, Mas!" jawab Khania dengan tersenyum manis.Setelah Efgan selesai membaringkan Khania ke atas kasur. Ia langsung keluar dari kamar itu. Khania yang melihat Efgan keluar begitu saja terheran, saat melihat Efgan yang bersikap dingin. Ada apa dengan suaminya itu, pikir Khania.Sampai malam tiba. Efgan belum juga masuk kembali ke kamarnya. Dan Khania mulai resah. "Mas Efgan kemana, ya?!" Khania terus melihat jam di dinding, ia khawatir dengan suaminya itu. Karena tidak biasanya Efgan seperti ini. Lama Khania menunggu Efgan, hingga tengah malam, Efgan tak kunjung kembali. Khania pun memutuskan untuk tidur, karena hari sudah sangat larut
Khania merenungi semua ucapan Efgan. Apa yang salah. Pikirnya, ia ingin menyusul Efgan yang sudah pergi dari meja makan itu, namun urung, saat ia merasakan nyeri di kakinya.Khania memutuskan untuk pergi ke kamarnya saja. Karena tidak ada siapa-siapa di rumah itu. Karena nenek kemarin menginap di rumah Monic. Bi Sumi sedang keluar entah kemana. "Kenapa Mas Efgan bicara gitu ya? Aku salah apa?!" gumamnya saat ia sudah tiba di kamar. Ia lalu membaringkan tubuhnya di atas kasur sambil terus berpikir kesalahan apa yang sudah ia perbuat pada suaminya itu."Apa mungkin karena kemarin kita ketemu sama mas Adhi? Tapi kemarin dia biasa aja! Terus apa dong, ah. Pusiiiing!" Khania beruling-guling di atas kasur. Hingga, beberapa saat kemudian ia terdiam. Saat sesuatu terlintas di kepalanya. "Apa mungkin karena aku gak pernah balas ucapannya yang selalu bilang I love you? Tapi masa sih, dia sampai semarah itu. Kemarin dia biasa aja! Aah, pasti bukan itu," Khania terus bermonolog. Ia terus berpik
"Mas! Kamu ...," Khania menatap Efgan dan ponselnya bergantian. "Apa?!" tanya Efgan dengan wajah datarnya."Kamu. Diam-diam buka HP aku, Mas?!" Khania memandang Efgan dengan mata yang menyipit."Emangnya kenapa? Gak boleh. Kalau suami lihat isi ponsel istrinya sendiri?!" Efgan menatap sengit Khania. Ia mulai terpancing lagi.Khania diam. Ia kemudian mengotak-atik ponselnya."Nih! Udah aku hapus!" ucap Khania sambil menyodorkan HPnya pada Efgan.Efgan menerima ponsel Khania dan memeriksa semua isinya. Ia tersenyum saat melihat galeri di ponsel Khania kosong."Jadi, kamu marah sampai gak mau tidur sama aku itu, gara-gara foto-foto ini?!" tanya Khania sambil geleng-geleng kepalanya.Efgan mengembalikan ponsel itu pada Khania dan tersenyum. Khania mengeleng-gelengkan kepalanya. Ia pikir, ia sudah berbuat kesalahan yang fatal. Sehingga membuat Efgan marah besar. Ternyata Efgan marah hanya gara-gara ia masih menyimpan foto-foto mesranya bersama Albi. Khania tidak tau jika suaminya ini sa
Efgan menatap Khania yang kini tengah tertidur pulas. Ia membelai lembut wajah Kkania."Terima kasih, sayang!" Efgan terus saja menganggu Khania dengan menciumi seluruh wajah Khania.Khania yang merasa terganggu, membuka matanya dan menatap suaminya itu."Mas! Bisa diem gak! Aku baru aja tidur, dari tadi kamu ganggu aku terus ih!" protes Khania sambil membalikan tubuhnya membelakangi Efgan."Bangun dulu sayang, ini udah sore!" ucap Efgan sambil mencolek-colek hidung Khania.Khania yang merasa terganggu pun terpaksa bangun, ia hendak pergi ke kamar mandi, namun saat akan berdiri, ia merasakan nyeri pada vag*nanya. "Aww!" Khania kembali duduk di pinggir ranjang dan meringis kesakitan.Efgan yang mendengar Khania meringis pun bangkit dari berbaringnya dan mendekati Khania."Kamu kenapa sayang?" tanya Efgan dengan panik."Kamu nanya, kenapa? Aku sakit begini itu gara-gara kamu! Sekarang aku mau ke kamar mandi aja susah. Karena di sini itu terasa ada yang mengganjal!" tunjuk Khania pad
Malam hari.Khania dan Efgan yang kini tengah tertidur pulas dikejutkan dengan suara ponsel yang berdering sangat nyaring. Dengan mata yang masih terpejam Khania mengambil ponsel di atas nakas itu dan melihat siapa yang menelepon malam-malam begini."Mas ... Mas, bangun!" Khania membangunkan suaminya dengan suara yang lembut. Ia tidak ingin membuat suaminya ini terkejut."Hmm!" Efgan hanya bergumam, ia malah membawa Khania ke dalam pelukannya."Mas, bangun. Itu HP kamu bunyi terus dari tadi!" Khania menepuk-nepuk pelan pipi suaminya. Dan menggoyang-goyangkan tubuh Efgan dengan pelan.Efgan tak kunjung bangun juga, Khania nampak berpikir, bagaimana cara membangunkan suaminya ini. Sebuah senyum terbit di bibir Khania, saat ia mendapatkan ide untuk membangunkan suaminya ini.Perlahan Khania melepaskan pelukan Efgan, ia lalu membuka selimut dan menggelitik kaki suaminya itu."Sayang, geli!" ucap Efgan sambil menyembunyikan kakinya ke dalam selimut."
Khania terjengkit kaget saat mendengar suara kaca pecah dan segera bangun dari tidurnya. Ia melihat sekitar kamar dan terheran saat melihat ada sebuah batu terbungkus kertas didekat jendela.Khania lalu turun dari atas ranjang dan mendekat ke jendela yang pecah itu. Ia lalu memungut batu yang terbungkus kertas itu dan segera membukanya. Ia melempar kertas itu saat melihat tulisan di dalamnya. Khania berlari ke arah kasur dan dengan cepat ia mengambil ponselnya yang berada di atas nakas. Dengan tangan yang bergetar Khania mencoba menelepon sang suami. Beberapa kali Khania mencoba menelepon Efgan. Namun, tak ada jawaban dari sebrang sana."Mas! Angkat, aku mohon!" seru Khania sambil terus mencoba menelepon suaminya."Mas! Ya Allah. Apa sesibuk itu kamu, Mas! Sampai-sampai tidak bisa mengangkat telepon aku!" gumam Khania sambil terus menelepon Efgan.PRAAANGG!Terdengar kembali suara kaca pecah. Kali ini suaranya berasal dari luar. Khania maju mundur untuk pergi keluar dari kamarnya. Ia
Efgan yang kini sedang ikut bersama polisi untuk mengintai ibu Astika, mengerutkan keningnya saat melihat ada notifikasi di ponselnya yang sejak tadi ia silent. Ia lalu membukanya dan terkejut melihat begitu banyaknya panggilan tak terjawab dari istrinya itu. Ia lalu mencoba menghubungi kembali Khania, namun tak ada jawaban di sebrang sana."Khania! Kenapa gak diangkat?! Ada apa? Kenapa kamu menelepon aku sampai sebanyak ini? Mudah-mudahan tidak terjadi sesuatu sama kamu!" gumam Efgan dengan gelisah. Perasaannya mulai tak tenang. Ia terus mencoba menghubungi Khania berulang kali. Tapi, tatap saja tidak ada jawaban."Apa kamu marah, gara-gara aku gak angkat telepon kamu? Ayolah Khania, angkat! Jangan bikin saya cemas dan khawatir!" ucapnya sambil terus menghubungi Khania.Tak lama kemudian. Glen datang dari dalam rumah yang sedang mereka intai dengan terburu-buru dan menghampiri Efgan. Ia mengetuk pelan kaca mobil bosnya itu."Ada apa?!" tanya Efgan saat kaca mobilnya