Efgan yang kini sedang ikut bersama polisi untuk mengintai ibu Astika, mengerutkan keningnya saat melihat ada notifikasi di ponselnya yang sejak tadi ia silent. Ia lalu membukanya dan terkejut melihat begitu banyaknya panggilan tak terjawab dari istrinya itu. Ia lalu mencoba menghubungi kembali Khania, namun tak ada jawaban di sebrang sana."Khania! Kenapa gak diangkat?! Ada apa? Kenapa kamu menelepon aku sampai sebanyak ini? Mudah-mudahan tidak terjadi sesuatu sama kamu!" gumam Efgan dengan gelisah. Perasaannya mulai tak tenang. Ia terus mencoba menghubungi Khania berulang kali. Tapi, tatap saja tidak ada jawaban."Apa kamu marah, gara-gara aku gak angkat telepon kamu? Ayolah Khania, angkat! Jangan bikin saya cemas dan khawatir!" ucapnya sambil terus menghubungi Khania.Tak lama kemudian. Glen datang dari dalam rumah yang sedang mereka intai dengan terburu-buru dan menghampiri Efgan. Ia mengetuk pelan kaca mobil bosnya itu."Ada apa?!" tanya Efgan saat kaca mobilnya
Di rumah sakit.Khania membuka matanya perlahan. Ia melihat ke arah tangannya yang terasa berat, Khania tersenyum saat melihat Efgan yang tengah tertidur dengan posisi kepala berada di sisi ranjang dan menggenggam tangannya."Mas!" seru Khania dengan lirih.Khania mengoyang-goyangkan tangan Efgan dengan pelan. Ia lalu mengusap kepala Efgan dengan lembut.Efgan yang merasa terganggu pun terbangun dan tersenyum, saat ia melihat Khania yang sudah sadar."Kamu sudah sadar, sayang?!" tanya Efgan sambil mencium tangan Khania."Aku kenapa, Mas?!" Kok bisa aku diinfus begini?!" tanya Khania. Ia memperlihatkan tangannyyang diinfus kepada Efgan."Kamu kecapean! Dan kurang istirahat! Oh iya, sayang! Gimana kalau besok kita jalan-jalan ke Lembang, mau?!" tanya Efgan sambil tersenyum manis.Khania menggelengkan kepalanya."Nggak mau, Mas!" jawab Khania.Efgan mengangkat sebelah alisnya. Ia heran saat Khania menolak ajakannya. Bukannya Khania sangat ingin pergi ke Lembang. Kenapa dia menolaknya, pik
"Sayaaang. I'm coming!" Efgan datang dengan membawa banyak paper bag di tangannya. Ia menyimpan semua paper bag itu di meja dekat sofa, ia lalu mendekati Khania sambil tersenyum manis.Khania yang sudah terlanjur kesal kepada suaminya itu, hanya diam dengan wajah yang malas."Maaf lama! Tadi itu aku bingung mau beli apa, ya udah aku beli semua jenis makanan!" ujar Efgan yang merasa menyesal karena sudah meninggalkan Khania cukup lama.Khania menghindar saat Efgan akan memeluknya. Ia masih merasa kesal pada suaminya ini. Sudah tau Khania lapar, eh. Malah ditinggal lebih dari tiga jam, hanya untuk beli makanan saja."Kamu marah?! Maaf tadi restorannya penuh dan harus antri!" ucap Efgan saat melihat Khania menghindarinya.Khania menatap Efgan dengan tatapan sengit. "Kamu beli makanannya di luar kota? Aku itu udah laper banget, Mas! Kamu bisa, kan beli bubur di depan rumah sakit ini?! Gak perlu jauh-jauh. Lagian juga, gak mungkin aku makan semua itu."Khania menunjuk paper bag yang berada
Seorang lelaki paruh baya yang sangat Khania kenal masuk kedalam ruangan tempat Khania dirawat. Ia tesenyum lalu menundukan sedikit kepalanya pada mereka yang berada di ruangan itu."Khania," sapa lelaki itu sambil mendekat ke arah ranjang Khania.Khania terkejut saat melihat mantan papa mertuanya berada di hadapannya! Ia beringsut memundurkan duduknya. Ia sedikit trauma pada keluarga Albi."Maaf, ada perlu apa anda ke sini?!" tanya nenek dengan sopan.Pak Erwin tersenyum ke arah nenek."Saya ke sini hanya ingin meminta maaf atas perilaku istri saya terhadap Khania. Saya tau, istri saya sudah salah besar terhadap kalian terutama kamu Khania. Saya mewakili istri saya meminta maaf sama kamu. Walaupun saya tau perbuatan istri saya itu tidak bisa termaafkan!" ucap pak Erwin sambil menundukan kepalanya.Khania turun dari ranjangnya dan mendekati pak Erwin. Ia berdiri tepat di depan pak Erwin."Saya sudah memaafkan ibu Astika Pak. Tapi untuk proses hukum. Maaf!
Sore hari.Suara bel berbunyi menandakan ada tamu yang datang. Khania yang kini tengah bersantai berdua dengan suami di ruang keluarga, berdiri dan melangkah menuju pintu.Ceklek! Khania membuka pintu dan tersenyum ramah pada seseorang di balik pintu dan bertanya. "Maaf, Mbaknya cari siapa?" Khania bertanya pada wanita cantik di depannya dengan ramah.Wanita itu menganggukan kepalanya dan tersenyum tipis pada Khania."Saya Asri, yang akan bekerja di sini!" jawabnya dengan wajah yang menyebalkan.Khania mengerutkan alisnya saat melihat penampilan wanita di depannya ini. Ia memindai penampilan wanita itu dari kaki sampai kepala. "Gak salah dia Art baru di sini? Pakaiannya kayak bukan Art lebih ke nyonya besar. Aku aja kalah sama dia," batin Khania sambil melihat pada dirinya sendiri."Siapa sayang?!" Efgan yang baru datang langsung melingkarkan lengannya di pinggang Khania. Ia lalu melihat wanita yang kini tengah berdiri di depan pintu masuk ruma
Malam hari.Khania yang kini tengah sibuk memasak terkejut saat Asri tiba-tiba datang dan merebut pisau yang sedang ia pegang. Khania menatap Asri dengan sengit dan mencoba kembali merebut pisau itu. "Heh! Kamu itu yang sopan ya! Walau bagaimanapun saya itu majikan kamu, kenapa kamu gak sopan begitu?!" Khania mencoba meraih pisau itu. Namun, dengan cepat Asri menjauhkan pisaunya.Asri tak menjawab dan hanya tersenyum merendahkan pada Khania. Ia kemudian memotong-motong bahan makanan yang sedang Khania kerjakan."Biar saya saja yang kerjakan. Lebih baik kamu kerjakan yang lain." Khania yang merasa kesal mencoba merebut kembali pisau itu. Dan Asri masih mempertahankan pisau itu di tangannya. Alhasil mereka kini saling tarik-menarik pisau.Asri yang melihat jika Efgan kini tengah berjalan ke arah dapur, dengan segera ia melepas pisau itu dan menggoreskan tangannya pada pisau itu. Ia kemudian berteriak."Aaakkhh! Ibu, kenpa anda melukai saya? Salah saya apa sama ibu? Saya hanya ingin memb
Khania yang kini tengah berbaring bersama Efgan memiringkan tubuhnya menghadap suaminya."Mas!""Kenapa? Kamu mau lagi?!" tanya Efgan sambil menundukan kepalanya menatap Khania. Ia tersenyum dengan jahil.PLAKK! Khania memukul pelan lengan suaminya. "Bukan, ih! Aku itu mau tanya sama kamu, Mas!" Efgan kemudian memiringkan tubuhnya untuk menghadap sang istri. Kini mereka berbaring sambil berhadapan."Mau tanya apa, sayang?!" tanyanya sambil menyelipkan anak rambut yang menutupi wajah Khania ke belakang telinganya."Aku sama Asri, cantikan siapa?!" Khania merasa insecure. Ia takut kalau sampai Efgan tergoda dengan Asri atau wanita lain.Efgan tersenyum saat mendengar pertanyaan Khania. Mungkin kalau boleh jujur. Secara fisik di mata lelaki, Asri memang menarik tapi bagi Efgan. Semenarik apapun perempuan di luaran sana, tetap istrinya yang paling cantik dan menarik."Kamu dong sayang!" jawan Efgan dengan jujur."Bohong!" Khania membalikan badannya membelakangi Efgan."Lho! Mas gak boh
Sudah satu minggu ini Asri terus mencoba mendekati Efgan. Tetapi, ia selalu gagal karena Monic yang selalu menghalanginya berdekatan dengan Efgan. Asri kini berbaring di kamarnya, ia tengah memikirkan cara agar bisa mendekati Efgan tanpa diganggu Monic, sudut bibirnya terangkat saat sebuah ide terlintas di otak liciknya itu."Kenapa gak kepikiran dari kemarin sih!" Asri memukul pelan kepalanya dan tersenyum jahat.**Keesokan harinya.Asri tengah menyiapkan makanan untuk semua orang. Tak lama kemudian Khania dan Efgan datang ke ruang makan dengan Khania yang bergelayut manja di lengan Efgan. Asri mencebikan bibirnya saat melihat Khania yang bergelayut manja. Ia menatap sinis pada Khania."Awas kamu Khania. Sekarang kamu boleh memamerkan kemesraan kamu di depanku. Tapi, aku akan pastikan kamu akan nangis darah sebentar lagi." Asri menyeringai sambil terus menatapa Khania dengan tatapan iri.Asri kemudian mendekati Efgan yang kini sudah duduk di meja makan bersama Khania. Ia akan menga