Seorang lelaki paruh baya yang sangat Khania kenal masuk kedalam ruangan tempat Khania dirawat. Ia tesenyum lalu menundukan sedikit kepalanya pada mereka yang berada di ruangan itu.
"Khania," sapa lelaki itu sambil mendekat ke arah ranjang Khania.Khania terkejut saat melihat mantan papa mertuanya berada di hadapannya! Ia beringsut memundurkan duduknya. Ia sedikit trauma pada keluarga Albi."Maaf, ada perlu apa anda ke sini?!" tanya nenek dengan sopan.Pak Erwin tersenyum ke arah nenek."Saya ke sini hanya ingin meminta maaf atas perilaku istri saya terhadap Khania. Saya tau, istri saya sudah salah besar terhadap kalian terutama kamu Khania. Saya mewakili istri saya meminta maaf sama kamu. Walaupun saya tau perbuatan istri saya itu tidak bisa termaafkan!" ucap pak Erwin sambil menundukan kepalanya.Khania turun dari ranjangnya dan mendekati pak Erwin. Ia berdiri tepat di depan pak Erwin."Saya sudah memaafkan ibu Astika Pak. Tapi untuk proses hukum. Maaf!Sore hari.Suara bel berbunyi menandakan ada tamu yang datang. Khania yang kini tengah bersantai berdua dengan suami di ruang keluarga, berdiri dan melangkah menuju pintu.Ceklek! Khania membuka pintu dan tersenyum ramah pada seseorang di balik pintu dan bertanya. "Maaf, Mbaknya cari siapa?" Khania bertanya pada wanita cantik di depannya dengan ramah.Wanita itu menganggukan kepalanya dan tersenyum tipis pada Khania."Saya Asri, yang akan bekerja di sini!" jawabnya dengan wajah yang menyebalkan.Khania mengerutkan alisnya saat melihat penampilan wanita di depannya ini. Ia memindai penampilan wanita itu dari kaki sampai kepala. "Gak salah dia Art baru di sini? Pakaiannya kayak bukan Art lebih ke nyonya besar. Aku aja kalah sama dia," batin Khania sambil melihat pada dirinya sendiri."Siapa sayang?!" Efgan yang baru datang langsung melingkarkan lengannya di pinggang Khania. Ia lalu melihat wanita yang kini tengah berdiri di depan pintu masuk ruma
Malam hari.Khania yang kini tengah sibuk memasak terkejut saat Asri tiba-tiba datang dan merebut pisau yang sedang ia pegang. Khania menatap Asri dengan sengit dan mencoba kembali merebut pisau itu. "Heh! Kamu itu yang sopan ya! Walau bagaimanapun saya itu majikan kamu, kenapa kamu gak sopan begitu?!" Khania mencoba meraih pisau itu. Namun, dengan cepat Asri menjauhkan pisaunya.Asri tak menjawab dan hanya tersenyum merendahkan pada Khania. Ia kemudian memotong-motong bahan makanan yang sedang Khania kerjakan."Biar saya saja yang kerjakan. Lebih baik kamu kerjakan yang lain." Khania yang merasa kesal mencoba merebut kembali pisau itu. Dan Asri masih mempertahankan pisau itu di tangannya. Alhasil mereka kini saling tarik-menarik pisau.Asri yang melihat jika Efgan kini tengah berjalan ke arah dapur, dengan segera ia melepas pisau itu dan menggoreskan tangannya pada pisau itu. Ia kemudian berteriak."Aaakkhh! Ibu, kenpa anda melukai saya? Salah saya apa sama ibu? Saya hanya ingin memb
Khania yang kini tengah berbaring bersama Efgan memiringkan tubuhnya menghadap suaminya."Mas!""Kenapa? Kamu mau lagi?!" tanya Efgan sambil menundukan kepalanya menatap Khania. Ia tersenyum dengan jahil.PLAKK! Khania memukul pelan lengan suaminya. "Bukan, ih! Aku itu mau tanya sama kamu, Mas!" Efgan kemudian memiringkan tubuhnya untuk menghadap sang istri. Kini mereka berbaring sambil berhadapan."Mau tanya apa, sayang?!" tanyanya sambil menyelipkan anak rambut yang menutupi wajah Khania ke belakang telinganya."Aku sama Asri, cantikan siapa?!" Khania merasa insecure. Ia takut kalau sampai Efgan tergoda dengan Asri atau wanita lain.Efgan tersenyum saat mendengar pertanyaan Khania. Mungkin kalau boleh jujur. Secara fisik di mata lelaki, Asri memang menarik tapi bagi Efgan. Semenarik apapun perempuan di luaran sana, tetap istrinya yang paling cantik dan menarik."Kamu dong sayang!" jawan Efgan dengan jujur."Bohong!" Khania membalikan badannya membelakangi Efgan."Lho! Mas gak boh
Sudah satu minggu ini Asri terus mencoba mendekati Efgan. Tetapi, ia selalu gagal karena Monic yang selalu menghalanginya berdekatan dengan Efgan. Asri kini berbaring di kamarnya, ia tengah memikirkan cara agar bisa mendekati Efgan tanpa diganggu Monic, sudut bibirnya terangkat saat sebuah ide terlintas di otak liciknya itu."Kenapa gak kepikiran dari kemarin sih!" Asri memukul pelan kepalanya dan tersenyum jahat.**Keesokan harinya.Asri tengah menyiapkan makanan untuk semua orang. Tak lama kemudian Khania dan Efgan datang ke ruang makan dengan Khania yang bergelayut manja di lengan Efgan. Asri mencebikan bibirnya saat melihat Khania yang bergelayut manja. Ia menatap sinis pada Khania."Awas kamu Khania. Sekarang kamu boleh memamerkan kemesraan kamu di depanku. Tapi, aku akan pastikan kamu akan nangis darah sebentar lagi." Asri menyeringai sambil terus menatapa Khania dengan tatapan iri.Asri kemudian mendekati Efgan yang kini sudah duduk di meja makan bersama Khania. Ia akan menga
Khania syok saat ia membuka pintu ruang kerja suaminya. Ia tidak menyangka dengan apa yang ia lihat sekarang. "Mas!" teriak Khania. Efgan menoleh dan terkejut saat ia melihat Khania berada di sana. Ia dengan segera melepaskan tangan Asri yang melingkar di perutnya dengan kasar."Sa-sayang!"Dengan hati yang sakit dan tubuh bergetar Khania melangkah mendekati dua orang yang kini berada di depannya.PLAAKKK! Khania menampar keras pipi Asri. Ia menatap Asri dengan tatapan membunuhnya.Asri hendak menampar balik Khania, tapi tangannya ditahan oleh Efgan. "Jangan pernah kau berani menyentuh istriku." ucapnya penuh penekanan dan tangan yang mencengkram kuat pergelangan tangan Asri. "Lepas tuan, sakit!" ucap Asri sambil terus mencoba melepaskan genggaman tangan Efgan.Efgan melepaskan tangan Asri lalu menghampiri istrinya. Ia akan menjelaskan apa yang sedang terjadi."Sayang, ini semua salah paham. Apa yang barusan kamu lihat itu, gak seperti yang kamu bayangkan." Efgan mencoba meraih tan
Khania duduk dengan gelisah di dalam mobil. Hatinya tak tenang meninggalkan suaminya berdua saja dengan wanita ular itu. Tangannya terus meremas ujung bajunya."Kamu tenang aja Khania, percaya saja pada suami kamu itu. Dia pasti tidak akan pernah tergoda oleh wanita licik itu. Pikirannya pasti sekarang hanya fokus sama kamu. Kita tidak bisa hanya diam saja membiarkan wanita licik itu mendoktrin nenek agar terus membenci kamu." Monic menggenggam tangan Khania dengan erat sambil tersenyum."Tapi, Kak ... gimana kalau Asri lebih nekat sama mas Efgan?!" ujar Khania yang tak bisa sepenuhnya percaya pada suaminya itu."Ya, kalau si Efgan tergoda. Kamu cari aja lagi yang jauh lebih segalanya dari dia! Kamu tenang aja. Kakak pasti bantu kamu cari cowok yang jauh di atas si Efgan. Banyak kenalan kakak dari luar ataupun dalam negeri. Kamu tinggal pilih aja!" celetuk Monic dengan entengnya.Khania menganga saat mendengar ocehan kakak iparnya. Ia tidak menyangka ternyata kakak iparnya ini sama tid
Nenek keluar dari kamar Efgan dengan wajah yang sedih. Ia tidak tau harus berbuat apa. Ia juga tidak tau apa yang salah, kenapa sekarang rumah ini selalu ada pertengkaran. Nenek melangkah dengan langkah gontai. Tring.Satu pesan masuk ke dalam ponsel nenek. Ia segera membuka pesan itu dan terkejut luar biasa saat melihat apa sebuah vidio yang membuat jantungnya berdeyak dengan cepet. Ia yang bermaksud untuk turun kembali lagi menghampiri kamar Efgan. Efgan yang kebetulan akan keluar berpapasan dengan nenek. "Apa maksud dari vidio ini Gan?!" tanya nenek sambil memberikan ponselnya pada Efgan.Efgan yang tidak mengerti segera mengambil ponsel itu dan terkejut saat melihat isinya. "Nenek dapat vidio ini dari siapa?!" tanya Efgan. Nenek menggelengkan kepalanya dan menjawab. "Gak tau, itu dari no tak dikenal.""Sekarang Nenek sudah tau kan, apa yang membuat Khania pergi dari rumah ini. Vidio itu jawaban atas pertanyaan Nenek pada Efgan. Sekarang Nenek
"Nenek!" Monic dan Glen berlari saat ia melihat nenek yang kini sudah terpojok dan Asri yang mendekati nenek dengan tangan memegang pisau.Dengan cepat Glen menerjang Asri dan membawanya menjauh.Monic segera membawa nenek dan memeluk neneknya itu. Ia mendekap erat sang nenek. Sungguh ia tidak menyangka andai ia telah beberapa menit. Mungkin nenek sekarang sudah terkena pisau itu. Monic terus berucap syukur dan memeluk nenek dengan erat."Monic ... Monic lepas! Nenek gak bisa napas!" Nenek menepuk-nepuk pelan punggung Monic."Ah! Maaf Nek!" Monic dengan segera melepas nenek. "Nenek gak apa-apa kan?" sambungnya sambil membolak-balikan badan nenek."Nenek gak apa-apa! Untungnya kamu datang tepat waktu. Kalau saja kamu datang terlambat. Mungkin sekarang nenek sudah ada di alam lain," ucapnya sambil tersenyum ke arah cucunya itu.Monic dengan segera membawa air minum untuk nenek. Ia kemudian membawa nenek duduk di ruang keluarga. "Nenek duduk dulu di sini ya