Sudah satu minggu ini Asri terus mencoba mendekati Efgan. Tetapi, ia selalu gagal karena Monic yang selalu menghalanginya berdekatan dengan Efgan. Asri kini berbaring di kamarnya, ia tengah memikirkan cara agar bisa mendekati Efgan tanpa diganggu Monic, sudut bibirnya terangkat saat sebuah ide terlintas di otak liciknya itu."Kenapa gak kepikiran dari kemarin sih!" Asri memukul pelan kepalanya dan tersenyum jahat.**Keesokan harinya.Asri tengah menyiapkan makanan untuk semua orang. Tak lama kemudian Khania dan Efgan datang ke ruang makan dengan Khania yang bergelayut manja di lengan Efgan. Asri mencebikan bibirnya saat melihat Khania yang bergelayut manja. Ia menatap sinis pada Khania."Awas kamu Khania. Sekarang kamu boleh memamerkan kemesraan kamu di depanku. Tapi, aku akan pastikan kamu akan nangis darah sebentar lagi." Asri menyeringai sambil terus menatapa Khania dengan tatapan iri.Asri kemudian mendekati Efgan yang kini sudah duduk di meja makan bersama Khania. Ia akan menga
Khania syok saat ia membuka pintu ruang kerja suaminya. Ia tidak menyangka dengan apa yang ia lihat sekarang. "Mas!" teriak Khania. Efgan menoleh dan terkejut saat ia melihat Khania berada di sana. Ia dengan segera melepaskan tangan Asri yang melingkar di perutnya dengan kasar."Sa-sayang!"Dengan hati yang sakit dan tubuh bergetar Khania melangkah mendekati dua orang yang kini berada di depannya.PLAAKKK! Khania menampar keras pipi Asri. Ia menatap Asri dengan tatapan membunuhnya.Asri hendak menampar balik Khania, tapi tangannya ditahan oleh Efgan. "Jangan pernah kau berani menyentuh istriku." ucapnya penuh penekanan dan tangan yang mencengkram kuat pergelangan tangan Asri. "Lepas tuan, sakit!" ucap Asri sambil terus mencoba melepaskan genggaman tangan Efgan.Efgan melepaskan tangan Asri lalu menghampiri istrinya. Ia akan menjelaskan apa yang sedang terjadi."Sayang, ini semua salah paham. Apa yang barusan kamu lihat itu, gak seperti yang kamu bayangkan." Efgan mencoba meraih tan
Khania duduk dengan gelisah di dalam mobil. Hatinya tak tenang meninggalkan suaminya berdua saja dengan wanita ular itu. Tangannya terus meremas ujung bajunya."Kamu tenang aja Khania, percaya saja pada suami kamu itu. Dia pasti tidak akan pernah tergoda oleh wanita licik itu. Pikirannya pasti sekarang hanya fokus sama kamu. Kita tidak bisa hanya diam saja membiarkan wanita licik itu mendoktrin nenek agar terus membenci kamu." Monic menggenggam tangan Khania dengan erat sambil tersenyum."Tapi, Kak ... gimana kalau Asri lebih nekat sama mas Efgan?!" ujar Khania yang tak bisa sepenuhnya percaya pada suaminya itu."Ya, kalau si Efgan tergoda. Kamu cari aja lagi yang jauh lebih segalanya dari dia! Kamu tenang aja. Kakak pasti bantu kamu cari cowok yang jauh di atas si Efgan. Banyak kenalan kakak dari luar ataupun dalam negeri. Kamu tinggal pilih aja!" celetuk Monic dengan entengnya.Khania menganga saat mendengar ocehan kakak iparnya. Ia tidak menyangka ternyata kakak iparnya ini sama tid
Nenek keluar dari kamar Efgan dengan wajah yang sedih. Ia tidak tau harus berbuat apa. Ia juga tidak tau apa yang salah, kenapa sekarang rumah ini selalu ada pertengkaran. Nenek melangkah dengan langkah gontai. Tring.Satu pesan masuk ke dalam ponsel nenek. Ia segera membuka pesan itu dan terkejut luar biasa saat melihat apa sebuah vidio yang membuat jantungnya berdeyak dengan cepet. Ia yang bermaksud untuk turun kembali lagi menghampiri kamar Efgan. Efgan yang kebetulan akan keluar berpapasan dengan nenek. "Apa maksud dari vidio ini Gan?!" tanya nenek sambil memberikan ponselnya pada Efgan.Efgan yang tidak mengerti segera mengambil ponsel itu dan terkejut saat melihat isinya. "Nenek dapat vidio ini dari siapa?!" tanya Efgan. Nenek menggelengkan kepalanya dan menjawab. "Gak tau, itu dari no tak dikenal.""Sekarang Nenek sudah tau kan, apa yang membuat Khania pergi dari rumah ini. Vidio itu jawaban atas pertanyaan Nenek pada Efgan. Sekarang Nenek
"Nenek!" Monic dan Glen berlari saat ia melihat nenek yang kini sudah terpojok dan Asri yang mendekati nenek dengan tangan memegang pisau.Dengan cepat Glen menerjang Asri dan membawanya menjauh.Monic segera membawa nenek dan memeluk neneknya itu. Ia mendekap erat sang nenek. Sungguh ia tidak menyangka andai ia telah beberapa menit. Mungkin nenek sekarang sudah terkena pisau itu. Monic terus berucap syukur dan memeluk nenek dengan erat."Monic ... Monic lepas! Nenek gak bisa napas!" Nenek menepuk-nepuk pelan punggung Monic."Ah! Maaf Nek!" Monic dengan segera melepas nenek. "Nenek gak apa-apa kan?" sambungnya sambil membolak-balikan badan nenek."Nenek gak apa-apa! Untungnya kamu datang tepat waktu. Kalau saja kamu datang terlambat. Mungkin sekarang nenek sudah ada di alam lain," ucapnya sambil tersenyum ke arah cucunya itu.Monic dengan segera membawa air minum untuk nenek. Ia kemudian membawa nenek duduk di ruang keluarga. "Nenek duduk dulu di sini ya
Khania yang kini tengah berbaring bersama sang suami mendongakan kepalanya dan menatap dalam Efgan."Mas, kita masa diam saja di dalam kamar?" tanya Khania saat ia melihat sang suami akan tertidur."Mau jalan-jalan kemana? Ini udah malem sayang?!" jawabnya dengan mata yang tertutup. Efgan sungguh merasa lelah dan ingin beristirahat."Hufft! Padahal aku pengen banget jalan-jalan ke luar, sekalian makan malam. Aku belum makan tau Mas, dari tadi siang dan sekarang aku lemas banget. Mana tenaga aku yang tinggal seuprit di kueas habis tadi sama kamu," rajuk Khania.Efgan yang hendak menutup matanya. Kini kembali membuka matanya. "Kamu lapar sayang? Kenapa gak bilang dari tadi!" Efgan dengan segera bergegas turun dari ranjang. Ia kemudian berjalan menuju kamar mandi dengan keadaan tanpa busana."MAS!" Khania berteriak saat melihat sang suami yang dengan santainya berjalan tanpa mengenakan sehelai benang pun.Langkah Efgan terhenti saat ia mendengar teriakan istrinya. Ia dengan cepat melang
Keesokan harinya."Sayang!" Efgan mencoba membujuk Khania yang kini tengah merajuk kepadanya. Ia merutuki dirinya yang sudah keceplosan.Khania hanya diam tak menjawab. "Sayang. Bukannya kamu mau jalan-jalan! Ayo kita jalan ke pantai. Mumpung sekarang masih pagi belum terlalu panas," bujuk Efgan. Efgan mencoba meraih tangan Khania. Namun, Khania dengan cepat menepis tangan Efgan."Sayang! Aku minta maaf! Benar-benar minta maaf! Aku semalam tidak sengaja bertemu sama Nita. Bukan maksud aku mau bertemu sama dia! Aku bahkan gak tau jika dia sekarang ada di sini! Sayang. Maaf! Jangan marah. Ya!" ucapnya dengan memelas. Efgan merasa frustrasi melihat Khania yang hanya diam saja. Ia lebih baik dimaki dan dimarahi dari pada didiamkan seperti ini.Khania tidak merespon ucapan Efgan dia masih sibuk dengan ponselnya dan seolah menganggap Efgan tak ada."Sayang!" Efgan yang tidak tau harus membujuk istrinya bagaimana lagi, hanya bisa merengek seperti anak kecil.Khania masih diam dan tak merasa
Langkah Efgan terhenti saat ia melihat istrinya bersama dengan wanita dari masa lalunya. Ia menelan salivanya kasar. Ia merasakan kegugupan yang luar biasa. Kenapa bisa Khania bertemu dengan mantannya itu. Apa ini hanya kebetulan atau ada unsur kesengajaan. Pikirnya.Khania dan Anita berdiri dari duduknya. Mereka kemudian tersenyum pada Efgan.Efgan dengan jantung yang berdegup kencang mencoba menghampiri mereka. Pandangannya tak lepas dari sang istri. Ia takut jika Khania akan bertambah marah kepadanya jika dia tau kalau wanita yang kini bersamanya adalah mantannya. "Huh!" Efgan menghela napas panjang dan membuangnya kasar. Ia tersenyum dan merentangkan kedua tangannya, berharap sang istri akan berlari menghampirinya dan memeluknya. HAP! Efgan membelalakan matanya saat Anita lah yang kini memeluknya. Ia terkejut bukan main! Dengan segera ia melepaskan Anita yang kini memeluknya. Ia melihat Khania yang hanya diam memandang mereka."Sayang!" ujar Efgan saat ia sudah melepaskan peluka