Khania terkejut saat ia melihat mobil yang dikendarai suaminya akan menabrak mobil lain dari arah berlawanan."Mas awaas!" Efgan refleks banting setir ke kiri dan berakhir menabrak pembatas jalan. Beruntungnya Efgan mengendarai mobil itu dengan pelan, jadi tidak menimbulkan kecelakaan yang parah. Ia kemudian hendak melanjutkan kembali perjalanan mereka, tapi urung saat melihat sang istri yang kini tengah meringis kesakitan."Sa-sayang kamu kenapa?!" tanya Efgan dengan panik. Ia kemudian melepaskan seatbeltnya dan mendekati sang istri."Sakit Mas!" ucap Khania sambil meringis kesakitan, tangannya mencengkram erat perutnya."Mana yang sakit?!" "Perut ... perut aku sakit banget Mas!" Khania terus meringis kesakitan dan ia menangis karena sakit yang luar biasa ia rasakan di perutnya."Kita ke rumah sakit sekarang."Efgan memakai seatbeltnya lagi dan melajukan kembali mobilnya. Walaupun ia mengendarai mobil itu dengan perasaan yang tak karuan. Ia tetap mencoba fokus agar segera sampai di
Khania membuka matanya saat ia merasakan ingin buang air kecil. Ia lalu melihat ke arah sofa di mana Efgan tengah tertidur pulas. Khania sengaja berjalan dengan perlahan agar suaminya tidak bangun. Namun tanpa sengaja ia menyenggol pas bunga yang berada di dekat sofa. PRAANGGG!Efgan langsung terbangun dan terkejut saat melihat istrinya berada di dekat sofa."Sayang! Kamu mau kemana?" tanyanya sambil bangun dari sofa dan menghampiri Khania."Maaf mas! Aku bangunin kamu ya?! Aku, pengen buang air kecil. Udah kebelet ini," ucapnya sambil berjalan menuju kamar mandi dengan sedikit berlari."Khania jangan lari!" bentak Efgan saat ia melihat istrinya itu sedikit berlari. Bukan maksud ia membentak. Ia hanya terkejut saat melihat Khania berlari.Khania spontan berhenti dan berbalik. Entah kenapa rasanya sakit sekali hati Khania saat ia dibentak seperti itu oleh suaminya. Efgan berjalan dengan cepat dan langsung memapah istrinya.Khania yang merasa sakit hati, menepis tangan Efgan dan berja
Efgan yang tengah fokus pada pekerjaannya menoleh saat mendengar suara yang cukup familiar di telinganya. Ia melebarkan matanya kala ia melihat siapa yang sudah menyapa istrinya. Dengan cepat ia segera menutup kembali kaca jendela mobilnya."Kamu ngapain sih buka-buka kaca jendela? Apa kamu sengaja, mau tebar pesona sama mantan kamu itu?! Lagian ngapain juga sih dia ada di sini?! Aku heran, kenapa mantan kamu sama mantan aku ada di sini? Apa mereka sengaja membuntuti kita? Kurang kerjaan banget. Gak tau apa, kalau sebentar lagi kita itu akan menjadi ibu dan ayah," cerocos Efgan dengan wajah yang masam.Khania menatap Efgan dengan wajah cengonya. Ia tidak menyangka jika suaminya akan cerewet seperti ini. "Mas! Kamu kenapa dari tadi marah-marah mulu? Tensi kamu lagi naik?!" tanya Khania."Aku lagi kesel! Kayaknya mereka sengaja deh, ngebuntuti kita!" ucap Efgan."Husstt! Gak boleh suudzon sama orang. Bisa aja kan mereka itu memang lagi liburan sama kayak kita." Khania lalu membawa tanga
Khania menangis. Ia tidak menyangka dengan apa yang kini ada di hadapannya. Efgan merangkul pinggang Khania. Ia mengusap-usap punggung istrinya dengan lembut.Monic datang menghampiri Khania dan langsung memeluknya. "Selamat ya! Akhirnya aku akan jadi auntie!" ucapnya sambil melepas pelukan. Ia lalu beralih pada adiknya."Widih! Hebat juga ternyata adikku ini! Selamat ya. Bentar lagi bakalan jadi bapak!" Monic langsung memeluk adiknya itu. Ia menangis dalam pelukan Efgan."Monic kamu kenapa?!" tanya Efgan dengan panik saat melihat Kakaknya itu menangis dalam pelukannya."Aku terharu bod*h! Ini itu tangisan bahagia. Aku kira kamu beneran gak mau nikah dan punya anak. Tapi ternyata Tuhan berkehendak lain. Ia mempertemukan kamu sama Khania. Dan parahnya lagi, kamu sekarang sangat bucin sama istri kamu itu," ujar Monic saat ia sudah melepas pelukannya pada Efgan."Dan sangat posesif," tambah Glen dari arah belakang. Mereka semua tertawa saat mendengar ucapan Monic dan Glen. Semua orang
Satu bulan kemudian.Hoek ... hoek.Pagi-pagi sekali Khania sudah berada di kamar mandi ditemani suaminya. Dengan sabar Efgan memijat tengkuk Khania. Sebenarnya ia sangat Khawatir melihat kondisi sang istri yang semakin hari semakin parah saja. Bahkan sudah beberapa hari ini Khania enggan untuk makan."Sayang! Kita ke rumah sakit aja ya! Biar kamu di rawat di sana."Khania menggelwngkan kepalanya. Ia tidak mau di bawa ke rumah sakit. Ia akan bertambah mual saat mencium bau obat-obatan. Walaupun nanti ia di tempatkan di ruang VIP tetap saja ia tidak mau."Kan kemarin udah diperiksa dokter," sahut Khania saat ia sudah selesai mengeluarkan semua isi perutnya itu."Tapi kemarin aja kamu gak minum obat yang dikasih sama dokter! Kita ke rumah sakit aja ya, biar kamu diinfus." Efgan membopong Khania. Ia segera mendudukan Khania di atas kasur dan meminta istrinya untuk berbaring dan istirahat kembali."Mas! Aku bosen di kamar terus! Sudah satu bulan lho kamu ngurung aku di kamar ini," protes
Efgan menjalankan mobilnya dengan kecepatan tinggi. Hatinya tak tenang, takut terjadi sesuatu pasa istrinya. Ia terus mencoba mengubungi nomor Khanja. Namun ponselnya tak aktif. Perasaannya mulai gelisah. "Sial!" umpat Efgan.Tiba di rumah. Efgan memarkir mobilnya sembarangan. Ia dengan cepat masuk dan berlari menuju kamarnya. "Sayaang!" teriak Efgan saat ia sudah menaiki tangga.Khania yang tengah serius menonton TV terkejut saat mendengar teriakan suaminya. Ia bergegas turun dari ranjang.Ceklek!Khania membuka pintu saat Efgan baru saja memegang handle pintu. "Sayang! Kamu gak apa-apa?!" tanya Efgan saat melihat Khania berdiri tepat di hadapannya.Khania menggelengkan kepalanya.Efgan membawa Khania kembali masuk ke dalam kamar dan ia memeriksa tubuh Khania. "Mas! Kamu apa-apaan sih! Pusing tau diputer-puter gini!" protes Khania saat Efgan memutar-mutar tubuh Khania untuk memastikan istrinya baik-baik saja."Maaf!" ucapnya, lalu ia memeluk Khania dengan erat. Jantungnya seakan b
"Haii Khania! Apa kabar?!" tanya orang itu dengan tersenyum cerah.Khania tersenyum. Ia lalu bangun dari duduknya dan menghampiri orang yang baru saja datang bersama Glen."Mas Rizal?! Ya Allah, kabar aku baik Mas! Mas sendiri apa kabarnya?!" tanya Khania dengan tersenyum bahagia.Orang yang di panggil Rizal itu tersenyum. "Ya seperti yang kamu lihat, aku baik-baik aja! Oh iya. Ngomong-ngomong kamu lagi ngapain di sini? Kamu kerja di sini?!" Khania hendak menjawab namun Efgan terlebih dahulu menyela."Dia istri saya." Efgan merangkul pinggang Khania dengan posesif. Ia menatap Rizal dengan tatapan yang tajam. "Ah! Kamu udah nikah lagi, padahal Albi belum ada setahun ya meninggalnya." Rizal tersenyum simpul pada Khania.Khania yang mendengar itu hanya menundukan kepalanya. Efgan mengerutkan keningnya. Ia tak suka jika ada orang yang memojokan istrinya."Maaf sebelumnya! Ada hubungan apa anda dengan istri saya?! Kenapa anda dengan lancang berbicara seperti itu!" Efgan menatap tajam Riz
Khania menangis sejadi-jadinya, ia memukul-mukul dada Efgan. "Kamu jahat Mas! Aku gak nyangka kamu bisa seperti itu. Kamu pembohong! Aku benci sama kamu Mas.""Sayang! Aku mohon dengarkan penjelasan aku dulu. Ini semua hanya salah paham," ujar Efgan sambil menggenggam tangan Khania yang terus memukul dadanya. "Apa? Kamu mau jelaskan apa lagi Mas?! Semua itu sudah cukup jelas!" ucap Khania dengan napas yang berat. Dadanya naik turun menahan amarah yang kini memuncak. Ia menepis tangan Efgan yang kini mengenggam tangannya "Sayang! Sumpah demi apapun aku gak melakukan hal aneh! Aku hanya menolongnya yang gak sengaja aku tabrak!" Efgan mencoba menjelaskan yang sebenarnya pada istrinya."Heh! Kamu bilang kamu hanya menolongnya?" tanya Khania dengan senyum kecut. Ia menatap suaminya dengan tajam. "Kalau kamu memang menolongnya, harusnya kamu itu bawa dia ke rumah sakit bukan ke hotel, Mas! Emangnya sekarang hotel itu sudah beralih fungsi jadi tempat pelayanan kesehatan?!" "Sayang! Aku han
"Iya Nek, aku positif hamil," jawab Khania dengan lesu."Alhamdulillah, terima kasih Ya Allah Engkau telah memberikan kepercayaan lagi pada cucu dan cucu menantuku," ucap nenek dengan senang. "Efgan pasti akan sangat bahagia dengan kabar gembira ini, dan Kai pasti akan sangat senang dia kalau tau akan segera punya adik," Khania tampak tak senang."Kamu kenapa kok wajahnya seperti tidak senang gitu?" tanya nenek yang menyadari dengan raut wajah Khania yang ditekuk."Nia takut Nek," ucap Khania jujur."Apa yang kamu takutkan sayang?" tanya nenek dengan lembut."Nia takut, apa yang terjadi pada kehamilan Nia dulu nanti terulang lagi," "Sssttt, kamu gak boleh bilang begitu. Keadaan dulu dan sekarang itu berbeda. Kamu gak usah takut dan khawatir. Karena kita semua pasti akan menjaga kami dan anak yang asa di dalam kandungan kamu ini. Kamu sekarang jangan berpikiran yang buruk-buruk. Buang jauh-jauh pikiran itu dan kamu harus happy dengan kehadiran cicit Nenek ini," ucap nenek sambil menge
"Aku kenapa Nek?" tanya Khania penasaran."Apa mungkin kamu kesambet Nia? Jangan-jangan kamu itu kemasukan jin buto ijo?" ucap nenek ngawur.Khania yang mendengar itu sontak terbelalak.Pak supir yang mendengar ucapan nenek mengulum bibirnya. Ia ingin tertawa. Namun, tak berani."Ma-maksud Nenek apa? Kenapa Nenek bisa berpikiran seperti itu?" tanya Khania yang terkejut."Ya habisnya tingkah kamu itu gak biasa. Kamu biasanya gak pernah makan banyak. Tapi, hari ini Nenek lihat kamu makan banyak," ucap nenek.Khania nampak berpikir, ia mencerna ucapan nenek."Iya juga ya Nek! Aku juga merasa aneh Nek dengan diri aku belakangan ini," ucap Khania."Ya udah. Besok kita ke pak ustad buat Ruqyah kamu," usul nenek.Khania pun mengangguk-anggukan kepalanya."Iya Nek, boleh," sahut Khania.Setelah percakapan itu, tak ada lagi yang berbicara mau itu nenek ataupun Khania. Mereka sama-sama terdiam dengan pikirannya masing-masing.Sampai akhirnya mob
Malam harinya.Khania yang seharian ini bad mood hanya diam seharian di dalam kamar. Semua orang yang khawatir dengan Khania. Mereka semua berusaha membujuk Khania agar keluar kamar dan makan. "Sayang, buka dulu ya pintunya. Kamu makan dulu," bujuk Efgan.Namun, tak ada jawaban dari dalam kamar."Nia sayang. Buka dulu ya pintunya. Ini nenek sayang," ucap nenek sambil mengetuk pintu.Lama mereka menunggu sampai terdengar suara kunci yang dibuka dari dalam. Dan sesaat kemudian Khania pun muncul dari dalam kamar dengan pakaian yang sudah rapi."Kamu mau ke mana?" tanya nenek dan Efgan hampir bersamaan.Khania hanya diam saja tak menjawab. Ia menatap Efgan dengan tatapan yang nyalang. Lalu ia pun menoleh ke arah nenek dan tersenyum."Nia mau keluar sebentar ya Nek, mau cari bakso. Entah kenapa dari tadi Nia terus aja kepikiran bakso yang kuahnya itu pedes banget." Khania sengaja menekankan kata pedas agar suaminya mendengar.Efgan hendak menyela ucapan Khania. Namun, nenek lebih dulu men
"Kenapa Nek?" tanya Khania yang heran saat melihat nenek menatapnya dengan dalam dan intens.Nenek segera menggelengkan kepalanya dan tersenyum."Enggak, jadi kamu gak ada masalah ya sama Efgan?" tanya nenek lagi."Enggak Nek, aku gak ada masalah sama mas Efgan," "Syukurlah kalau gitu," ucap nenek."Oh iya Nek, tadi aku sempat denger mobilnya mas Efgan. Apa dia tadi keluar?" tanya Khania."Iya, tadi katanya mau cari angin sebentar keluar," sahut nenek.Khania menganggukan kepalanya."Ya udah, Nenek keluar dulu ya sayang," pamit nenek sambil berdiri."Iya Nek," jawab Khania.Setelah nenek pergi. Khania segera mengambil ponselnya dan menghubungi seseorang."Hallo Mas," ucap Khania saat panggilan itu sudah terhubung."Ada apa sayang?" tanya Efgan yang terdengar khawatir."Enggak ada apa-apa, cuma kangen aja sama kamu," ucap Khania yang ssontak menbuat Efgan terkejut sampai-sampai ia mengerem mobilnya mendadak. Beruntung tak ada kenda
Waktu terus berlalu, sampai tidah terasa sudah dua tahun berlalu.Khania kini tengah sibuk menyipakan pernikahan Monic dan Glen, karena banyak hal yang membuat pernikahan Monic dan Glen harus diundur sampai sekarang."Mas, kamu itu kenapa malah asyik sendiri di sini sih? Kamu gak bantuin orang-orang apa?" omel Khania saat melihat Efgan yang tengah duduk di teras depan."Aku tadi udah bantuin lho sayang. Ini lagi istirahat bentar, lagian juga kenapa aku harus ikutan sibuk gini sih?" keluh Efgan.Khania yang mendengar keluhan Efgan bukannya iba malah memelototinya."Iya, iya. Ini aku mau bantu lagi." Efgan dengan malas bangkit dari duduknya dan kembali membantu orang-orang untuk mempersiapkan pernikahan Monic yang tinggal beberapa hari lagi.Khania tersenyum saat melihat Efgan kembali bekerja. Ia pun masuk ke dalam untuk bertemu sang anak yang memang sengaja ia titipkan pada Gabriel."Gab, Kai gak rewel kan?" tanya Khania saat ia sudah tiba di dekat Gabriel
Seorang suster datang ke ruangan Khania untuk memeriksa keadaan Khania. Dan setelah Khania diperiksa suster itu pun kembali."Nek. Apa Kai baik-baik saja?" ucap Khania tiba-tiba. "Kai baik-baik aja sayang. Dia tadi Nenek titipkan sama Monic jadi kamu gak udah khawatir ya," sahut nenek sambil membelai rambut Khania."Mas, gimana keadaan Gabriel?" tanya Khania."Dia baik-baik aja, dia juga udah lewati masa kritisnya. Jadi kamu gak usah khawatir lagi ya sayang. Gabriel baik-baik aja sekarang," jawab Efgan singkat.Khania menanggukan kepalanya.Nenek tak terkejut karena sudah diberi tahu tentang Gabriel yang menyelamatkan Khania dan juga Kai. Nenek malah sangat bersyukur dan berterima kasih pada Gabriel karena sudah menolong cucu menantu dan cicitnya.Dua minggu kemudian.Khania yang tengah memberi ASI pada Kai di kamar terkejut saat tiba-tiba seseorang menutup matanya dari belakang. Ia pun tersenyum karena sudah tau jika itu ulah suaminya."Mas
"Mas, kamu itu apaan sih? Lepas gak! Aku mau temui dokter dulu," pinta Khania.Efgan tidak melepaskan tangan Khania dan malah semakin kencang mengencangkan tangan Khania."Mas!" Khania yang merasa geram pada sang suami pun memelototkan matanya. "Lepas!""Kamu gak boleh pergi dari sini!" perintah Efgan.Khania yang terheran pun hanya bisa menatap Efgan dengan tatapan bingungnya."Mas! Lepas ya, aku mohon!" pinta Khania dengan memelas. "Mas, itu dokternya udah nunggu aku. Aku gak mau kalau sampai terjadi sesuatu sama Gabriel, jadi tolong lepas ya.""Biarkan saja, aku gak mau kamu memedulikan penjahat itu! Lebih baik kita pulang dan biarkan dia mati sekalian," ucap Efgan sambil menyeret Khania.Khania yang mendengar ucapan Efgan seketika naik oitam. Ia sungguh tak terima jika Efgan menyumpahi Gabriel mati, dengan sekali hentakan Khania melepaskan cengkraman tangan Efgan.Efgan spontan menoleh ke arah Khania."Kamu jangan pernah bicara seperti itu ya
"Eh, ada apa kok ribut-ribut." Khania yang baru saja keluar dari ruangan tindakan pun keheranan saat melihat ada keributan di depan pintu. Ia pun mendengar seseorang menangis. Khania mendekat dan bertanya pada wanita asing yang sudah menolongnya itu. Karena kebetulan wanita itu berdiri dekat pintu masuk."Mbak, itu ada apa?" tanya Khania pada wanita itu. Ia bertanya karena tak bisa melihat siapa yang sedang menangis histeris itu.Wanita itu menoleh dan terkekeh, ia lalu berbisik. "Suami kamu lagi nangis," Khania mengerutkan keningnya."Nangis? Nangis kenapa? Nangisin apa?" tanya Khania lagi."Dia ngira jenazah yang baru saja keluar itu kamu, tanpa cross-check dulu," jawab wanita itu sambil tertawa geli.Khania yang penasaran pun mendekat dan benar saja. Ia melihat Efgan tengah duduk bersimpuh di depan jenazah yang entah siapa. Khania melihat Efgan yang menagis tersedu-sedu sambil menciumi tangan jenazah itu.Khania bukannya marah melihat itu, i
"Mas Efgan ke mana ya? Kok gak diangkat-angkat telepon dari aku?" Khania bergumam sambil terus mencoba menelepon suaminya. Ia lalu melirik ke arah orang yang tadi sudah menolongnya membawa Gabriel ke rumah sakit. "Sebentar ya Mbak, suami saya gak angkat teleponnya," ucapnya pada orang yang sudah menolongnya itu.Wanita cantik itu menganggukan kepalanya."Santai aja Mbak, pakai aja ponselnya." Wanita itu tersenyum hangat pada Khania.Khania tersenyum kikuk dan memilih menyerah untuk menelepon Efgan. Tapi, saat ia akan mengembalikan ponsel itu. Tiba-tiba ponselnya berdering dan menampilkan nomor Efgan yang memanggil.Khania mengurungkan nitannya untuk mengembalikan ponsel itu dan gegas mengangkat panggilan sang suami."Hallo Mas, kamu kenapa gak angkat-angkat telepon aku sih? Aku tau kamu lagi marah! Tapi, setidaknya cari kek istrinya yang gak ada di rumah. Ini mah malah anteng-anteng bae, kamu itu udah gak sayang lagi sama aku ya? Kamu gak tau kalau aku itu habis